• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 4. Struktur kimia lignin (Sipila et al.,1999)

D. KLORINASI AIR

Air dapat merupakan medium pembawa mikroorganisme patogenik yang berbahaya bagi kesehatan. Jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam air bervariasi tergantung dari berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut (Frazier dan Westhoof, 1978)

1. Sumber air

Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber air tersebut, misalnya air atmosfer (air hujan, salju), air permukaan (danau, sungai), air tanah (sumur, mata air), air tergenang, air laut dan sebagainya.

2. Komponen nutrien dalam air

Air, terutama air buangan sering mengandung komponen-komponen yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme tertentu. Sebagai contoh air yang mengandung besi dalam jumlah yang tinggi sering ditumbuhi oleh bakteri besi yaitu Ferrobacillus (F. ferrooxidans). Mikroorganisme yang bersifat saprofit organotrofik sering tumbuh pada air buangan yang mengandung sampah tanaman dan bangkai hewan. Semua air secara alamiah juga mengandung mineral-mineral yang cukup untuk kehidupan mikroorganisme di dalam air.

3. Komponen beracun

Komponen beracun yang terdapat di dalam air mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme dalam air tersebut. Sebagai contoh komponen-komponen metalik, asam-asam organik maupun anorganik, alkohol, antibiotik, khlorin dan sebagainya dapat membunuh organisme dan kehidupan lainnya di dalam air.

4. Organisme air

Adanya organisme di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme air. Sebagai contoh adanya protozoa dan bakteriophage mengurangi jumlah bakteri di dalam air karena kedua organisme tersebut dapat membunuh bakteri.

5. Faktor fisik

Jumlah dan jenis mikroorganisme juga dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik air seperti suhu, pH, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik, aerasi dan penetrasi sinar matahari.

Untuk mereduksi jumlah mikroorganisme di dalam air maka perlu ditambahkan desinfektan seperti penggunaan klorin. Tujuan utama penambahan klorin terhadap air adalah melakukan desinfeksi air dengan kontaminasi yang tidak terlalu berat. Efek desinfeksi didapatkan melalui in-aktivasi organisme-organisme bakteri dan virus patogenik yang dapat dipindahkan melalui air (Jenie, 1988).

Menurut Naidu dan Khanna (2000), diantara berbagai jenis sanitaiser dipakai di industri, seperti garam amonium quartenary, ozon, iodophor, gluteraldehid, dan etilen oksida, senyawa klorin mempunyai pangsa pasar yang terbesar. Hal-hal yang menyebabkan sangat populer adalah (1) tingginya efektifitas antimikrobialnya, (2) sifat toksin yang rendah terhadap manusia, (3) aplikasi yang mudah, (4) harga murah dan (5) penanganan yang mudah.

Klorin adalah gas berwarna kuning kehijauan yang pada tekanan tinggi menjadi cair. Klorin merupakan oksidator kuat dan dapat digunakan untuk mengubah karakteristik kimia air. Klorin dan senyawa klorin memiliki efek bakterisidal yang cepat walaupun terdapat dalam jumlah

sedikit di dalam larutan. Klorin dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan iritasi terhadap paru-paru, membaran-membran hidung dan tenggorokan. Klorin telah digunakan sebagai desinfektan untuk air sejak tahun 1896. Fungsi klorin dalam penanganan air tidak hanya untuk desinfeksi, tetapi juga untuk kontrol terhadap ganggang yang hidup dalam reservoir dan kontrol terhadap pertumbuhan bakteri pembentuk lendir (Jenie, 1988).

Bila senyawa klorin ditambahkan ke dalam air akan mengalami tahap-tahap sebagai berikut (sesuai dengan Gambar 5):

Reaksi (1) : terjadi destruksi senyawa - senyawa pereduksi klorin, tidak ada desinfeksi.

Reaksi (2) : bila klorin ditambahkan lagi, terbentuk senyawa - senyawa kloro-organik

Reaksi (3) :terbentuk senyawa ammonia-klorin yang mempunyai desinfeksi lambat

Reaksi (4) : terjadi penghancuran senyawa amonia-klorin

Reaksi (5) : klorin bebas terdapat dalam rasio tertentu dengan kelebihan klorin yang ditambahkan, klorin bebas ini mempunyai kerja desinfeksi yang cepat.

Gambar 5. Reaksi klorin dalam air (Jenie, 1988) dosis klorinasi

marjinal kebutuhan

segera campuran

titik balik klorin bebas

residu bebas 5

Residu klorin sisa klorin bebas

1 2-3 4

Davidson dan Branen (1993) menyatakan bahwa klorin dalam berbagai bentuknya merupakan sanitaiser kimia yang paling luas digunakan dalam industri makanan. Senyawa-senyawa klorin yang berfungsi sebagai sanitaiser dapat dikelompokkan menjadi klorin cair, hipoklorit, kloramin anorganik, kloramin organik dan klorin dioksida. Di dalam air, klor sebagai gas Cl2 akan bereaksi membentuk asam hipoklorit (HOCl), H+ dan klorida (Cl-) :

Cl2 + H2O HOCl + H+ + Cl-

Pada suhu air yang normal, reaksi tersebut telah selesai secara lengkap hanya dalam beberapa detik saja. Pada pH rendah keseimbangan akan berjalan ke kanan, karena itu hanya sedikit sekali Cl2 yang berada dalam larutan.

Sedang asam hipoklorit akan mengalami disosiasi sesuai dengan reaksi berikut :

HOCl OCl- + H+ (hipoklorit)

Ion klorida (Cl-) tidak aktif, sedangkan Cl2, HOCl dan OCl- dianggap sebagai bahan yang aktif. HOCl yang tidak terpecah adalah zat pembasmi yang paling efisien pada kondisi pH agak rendah sampai suasana netral (Alaerts dan Santika, 1984).

Di samping reaksi klorin dengan bahan-bahan impurities, apabila air yang akan didesinfeksi mengandung amonia, maka terjadi reaksi antara asam hipoklorit dengan amonia membentuk kloramin. Reaksinya adalah sebagai berikut :

NH3 + HOCl NH2Cl + H2O pH > 7 (monokloramin)

NH2Cl + HOCl NHCl2 + H2O 4 < pH < 6 (dikloramin)

NHCl2 + HOCl NCl3 + H2O pH < 3 (trikloramin)

Semua klor yang tersedia di dalam air sebagai kloramin disebut “klor tersedia terikat” (combined available chlorine), sedang klor yang terbentuk sebagai Cl2, OCl- dan HOCl disebut (free available chlorine). Klor yang terikat maupun bebas sama-sama memiliki daya desinfeksi, hanya pada klor yang terikat kemampuannya lebih rendah dibanding pada keadaan bebas (Alaerts dan Santika, 1984).

Hipoklorit merupakan agen anti mikrobial yang tertua dan paling banyak digunakan untuk sanitasi dan desinfeksi. Hipoklorit biasa dikenal dengan nama bleach dan banyak diaplikasikan dalam penanganan air minum dan limbah (Naidu dan Khanna, 2000). Klorin mampu menyebabkan reaksi mematikan pada membran sel dan dapat mempengaruhi DNA. NaOCl bereaksi dengan DNA sel hidup, menyebabkan mutasi oleh reaksi oksidasi basa purin dan pirimidin. Klorin daapt diperhitungkan termasuk dalam germisida berspektrum luas (Davidson dan Branen, 1993).

Naidu dan Khanna (2000) menyatakan, mencuci buah atau sayur segar secara keseluruhan dengan merendamnya di dalam larutan berklorin memiliki efek sanitasi walaupun penurunan populasi mikroba sifatnya minimal dan kurang dari 100 kali. Untuk tujuan sanitasi sayur/buah segar , klorin biasa digunakan pada konsentrasi 50-200 ppm dengan waktu kontak 1-2 menit (Naidu dan Khanna, 2000). Klorin efektif sebagai bakterisida pada konsentrasi rendah. Kecepatan desinfeksi klorin memuaskan, terutama dalam penanganan air, dimana produk air dapat disimpan selama beberapa jam hingga beberapa hari (Jennie, 1988). Aktivitas antimikroba dari klorin sangat tergantung dari faktor lingkungan yang ada selama kontak dengan mikroorganisme sampai germisidasi. Faktor seperti jumlah dan tipe/jenis klorin, lamanya waktu kontak, suhu, keasaman/alkalinitas air juga mempengaruhi aktivits antimikroba dari klorin (Jennie, 1988).

Konsentrasi klorin yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari berbeda-beda tergantung dari tujuan dan pemanfaatan klorin itu sendiri. Klorin pada konsentrasi 3000-150000 ppm digunakan sebagai pemutih, sedangkan klorin pada konsentrasi 1000 ppm digunakan sebagai pembersih darah (Anonim , 19964). Menurut Jay (2000), klorin 2000 ppm mempunyai kemampuan menurunkan jumlah mikroba sebanyak 2.3 log 10 dengan waktu kontak 1-10 menit.

Konsentrasi klorin dapat dikurangi dengan semakin meningkatnya waktu kontak yang digunakan. Konsentrasi klorin yang tinggi dapat menyebabkan korosi, sehingga waktu kontak yang digunakan pun tidak boleh melebihi 30 menit. Efek dari korosi ini dapat dikurangi dengan menurunkan waktu kontak, menurunkan temperatur atau dengan meningkatkan pH (Marriot, 1999).

Rekomendasi batas maksimal residu klorin untuk air minum adalah 250 mg/l, jumlah yang dapat dirasakan tetapi tidak membahayakan. Selain itu, jumlah klorin yang lebih dari 600 mg/l dalam air minum dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal (Barnes dan Wilson, 1983).

III. METODOLOGI

Dokumen terkait