• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Karakteristik Tepung Ubi Jalar

2. Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar

a. Uji pengukuran viskositas (amilograf)

Jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butir) yang berbeda-beda. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 55 0C

sampai 65 0C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada posisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi yang dapat dilakukan dengan penambahan air panas. Oleh karena itu untuk mengetahui karakteristik pati dan viskositasnya dilakukan uji amilograf. Sifat amilografi berkaitan dengan pengukuran viskositas tepung dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan

Pengukuran dilakukan secara kontinu menggunakan brabender amilograf, yaitu alat yang digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan viskositas dan mengukur tingkat gelatinisasi dari suatu tepung. Perubahan viskositas terjadi karena gelatinisasi pati dan aktivitas amilase dan ini akan dicatat secara kontinu sehingga akan diperoleh kurva amilograf (Anonim , 2005b). Brabender amilograf terdiri dari mangkok stainless steel silindris sebagai tempat besi baja (steel arm) yang dihubungkan ke pena yang mencatat perubahan viskositas suspensi dalam mangkok. Tenaga putaran disampaikan ke tangkai besi baja sesuai dengan besar gaya yang dihasilkan, kemudian dilakukan pencatatan skala acak (Pomeranz dan Meloan, 1994).

Pengukuran sifat amilografi meliputi pengukuran suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi dan viskositas maksimum. Gelatinisasi merupakan satu karakteristik terpenting pati untuk industri pangan. Perbedaan varietas juga berpengaruh terhadap sifat gelatinisasi pati tepung ubi jalar. Hasil analisa parameter amilogram dapat dilihat pada Tabel 17. dan rekapitulasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Grafik amilograf tepung ubi jalar pada beberapa ulangan dapat dilihat pada Lampiran 15 sampai Lampiran 20.

Tabel 17. Hasil analisis amilograf

Parameter Tepung ubi

jalar merah Tepung ubi jalar ungu Tepung ubi jalar putih Suhu awal gelatinisasi (oC) 61.5 77.25 77.25 Suhu puncak gelatinisasi (oC) 97.13 81 95.25 Viskositas Maksimum (BU) 297.5 89.5 511 Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat viskositas pada kurva amilogram mulai menaik karena terjadinya pembengkakan granula pati (Swinkels, 1985). Menurut Collison (1968), suhu awal gelatinisasi merupakan sifat fisik pati yang kompleks, dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ukuran molekul amilosa dan amilopektin, kekompakan granula, serta keadaan pemanasan. Granula pati yang lebih kecil pada umumnya mulai mengalami gelatinisasi pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan granula pati yang lebih besar (Swinkels, 1985).

Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh hasil bahwa untuk tepung ubi jalar merah suhu awal gelatinisasinya adalah sebesar 76.5

0

C dan untuk tepung ubi jalar ungu dan putih masing-masing sebesar 77.25 0C. Diantara ketiga jenis tepung ubi jalar, maka yang memiliki ketahanan paling tinggi terhadap gelatinisasi adalah tepung ubi jalar putih dan tepung ubi jalar ungu, karena kedua tepung ini baru akan tergelatinisasi pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung ubi jalar merah.

Suhu puncak gelatinisasi adalah suhu dimana viskositas maksimum dicapai, sedangkan yang dimaksud dengan viskositas maksimum adalah titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan. Pada titik ini granula pati yang mengembang mulai pecah yang diikuti dengan penurunann viskositas. Nilai viskositas maksimum berguna untuk mengetahui kemungkinan penggunaan tepung dalam jumlah yang lebih kecil untuk mencapai viskositas tertentu sehingga biaya produksi dapat ditekan.

Pada proses gelatinisasi, terjadi perusakan ikatan hidrogen yang berfungsi untuk mempertahankan struktur dan integritas granula pati. Kerusakan integritas granula pati menyebabkan granula menyerap air, sehingga sebagian fraksi terpisah dan masuk ke dalam medium. Sesudah perusakan granula pati selesai, viskositas pati menurun .

Berdasarkan hasil pengukuran, suhu puncak gelatinisasi tepung ubi jalar merah adalah sebesar 97.13 0C, tepung ubi jalar putih 95.25

0C dan tepung ubi jalar ungu sebesar 81 0C. Sedangkan viskositas maksimum, untuk tepung ubi jalar merah adalah sebesar 297.5 BU, tepung ubi jalar putih sebesar 511 BU dan untuk tepung ubi jalar ungu sebesar 89 BU. Dari data diatas berarti tepung ubi jalar ungu mengalami pemecahan semua granulanya lebih cepat bila dibandingkan dengan tepung ubi jalar merah dan putih karena suhu yang diperlukan untuk memecahkan granula pati lebih kecil. Untuk viskositas maksimum, tepung ubi jalar ungu memiliki viskositas maksimum yang lebih rendah dibandingkan kedua tepung ubi jalar lainnya, hal ini disebabkan pemecahan granula pati tepung ubi jalar ungu lebih mudah dibanding pada tepung ubi jalar lainnya sehingga viskositas maksimum tepung ubi jalar ungu lebih cepat tercapai.

Untuk produk atau masakan yang memerlukan cukup kekentalan seperti sup disarankan menggunakan tepung ubi jalar putih karena memiliki viskositas yang tinggi dan penggunaannya dapat ditambahkan pada kuahnya. Posisi tepung ubi jalar putih ini dapat menggantikan tepung maizena yang sekarang lebih populer digunakan dalam masyarakat. Menurut Jowit (1984), untuk produk ekstruksi memerlukan suhu gelatinisasi sekitar 65-115 0C Untuk tepung ubi jalar merah dan ungu , dapat digunakan untuk produk ekstruksi seperti snack ubi jalar karena produk ini membutuhkan proses gelatinisasi. Pada saat terjadi proses ekstruksi (dalam ekstruder) terjadi pemanasan yang dapat menimbulkan proses gelatinisasi pada pati. Pemanasan di ekstruder terjadi karena adanya gesekan dan tekanan antara bahan dengan alat dan antara bahan dengan bahan. Aplikasi ini dapat

digunakan industri pangan untuk memanfaatkan peluang ubi jalar dalam meningkatkan nilai jualnya.

b. Uji ketahanan adonan (farinograf) dan kemampuan penyerapan air pada tepung (ekstensograf)

Untuk mengetahui kemampuan tepung menyerap air (water absorption) dan menentukan sifat-sifat adonan seperti waktu pengembangan, stabilitas, dan toleransi terhadap pengadukan. Perlu dilakukan uji farinograf.

Pengukuran awal farinograf hanya dilakukan pada tepung ubi jalar merah dengan penambahan air sebanyak 60.2% dan 67.6%. Pada penambahan air sebanyak 67.6% pada tepung ubi jalar merah sebanyak 150 gram, lama prosesnya adalah 15 menit. Ketika proses berlangsung, tepung ubi jalar tidak terlalu kalis dan lengket, dan tepung ada sedikit yang keluar dari alat. Hasil yang diperoleh grafik tidak terbaca karena grafik berada diatas 500 BU.

Pada penambahan air sebanyak 60.2% yang dilakukan juga pada penambahan tepung ubi jalar merah sebanyak 150 gram, data masih juga tidak dapat terbaca dan grafik masih berada diatas 500 BU. Data hanya dapat terbaca pada saat grafik berada dibawah 500 BU. Data yang tidak dapat terbaca disebabkan karena tepung ubi jalar tidak mempunyai sifat elastis dikarenakan juga tidak mempunyai gluten. Jika dibandingkan dengan tepung terigu yang memiliki gluten, maka tepung terigu memiliki sifat elastis dibandingkan dengan tepung ubi jalar. Daya serap air tepung terigu adalah sebesar 67% (Muharam, 1992). Grafik hasil pengukuran farinograf dapat dilihat pada Lampiran 21 dan Lampiran 22.

Uji ekstensograf bertujuan untuk menilai daya tahan adonan terhadap daya tarik agar dapat diketahui ekstensibilitas dan resistensi terhadap peregangan. Uji ekstensograf dilakukan setelah diketahui hasil terbaik dari uji farinograf yaitu diketahuinya jumlah air yang dibutuhkan untuk mencapai konsistensi 500 BU. Uji ini tidak

dilakukan, karena pada uji farinograf sebelumnya data tidak dapat dibaca.

Tidak adanya gluten marupakan faktor yang menyebabkan tidak dapat dilakukannya uji farinograf dan ekstensograf. Gluten yang dimiliki tepung terigu menunjukkan kualitas dari tepung itu sendiri dan yang membedakan dengan tepung lainnya. Alasan utama yang menyebabkan gluten membentuk sifat elastis adalah adanya matriks yang sama di dalam adonan yang cenderung pada gluten dari protein untuk berinteraksi dan bergabung satu sama yang lain (Inglett, 1974).

Gluten adalah protein yang terdapat pada tepung terigu. Protein gluten merupakan protein kompleks yang memiliki residu glutamin dan prolin yang tinggi. Berat molekulnya bervariasi antara 30.000 hingga beberapa juta. Secara sederhana protein gluten terdiri dari dua kelas protein, berdasarkan kelarutan dan berat molekulnya, yaitu gliadin dan glutenin (Bushuk dan MacRitchie, 1989). Gliadin merupakan protein dengan rantai polipeptida tunggal yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik. Gliadin berberat molekul rendah dan berfungsi untuk meningkatkan kekentalan larutan. Sedangkan glutenin merupakan protein dengan berat molekul tinggi, yang terdiri dari banyak molekul rantai tunggal dan beberapa rantai lainnya yang dihubungkan oleh jembatan disulfida inter polipeptida. Glutenin bertanggung jawab terhadap sifat elastis adonan dengan membentuk ikatan silang thiol-disulfida (Slade, et al., 1989).

Protein gluten memiliki sifat istimewa, sebab jika tidak ada pada tepung, maka adonan tidak memiliki sifat elastis dan tidak mempunyai kemampuan memerangkap gas selama fermentasi dan pembuatan adonan. Pada protein terigu, ikatan hidrogen yang terjadi antara glutamin dan residu gugus hidroksil dari polipeptida gluten berkontribusi terhadap gaya adhesi-kohesi (Fennema, 1996). Glutenin memiliki peranan dalam pembentukan visco-elastisitas tepung. Sedangkan menurut Bushuk dan MacRitchie (1989), gliadin dapat

berfungsi sebagai plasticizer yang dapat menginduksi sifat reologi yang dimiliki glutenin.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemetaan tepung-tepungan yang telah dilakukan ternyata terlihat beberapa celah penelitian yang masih harus dilakukan, yang berkaitan tentang penggandaan skala produksi tepung ubi jalar dan sifat reologi tepung-tepungan yang secara komprehensif masih jarang dilakukan. Dari beberapa bahan pangan yang potensial untuk dikembangkan, dipilih salah satu bahan pangan yang potensial yaitu ubi jalar dengan alasan ubi jalar dapat dijadikan sebagai makanan pokok sumber karbohidrat dan potensi produksi ubi jalar di Indonesia sangat besar.

Pada pembuatan tepung ubi jalar, untuk skala industri, direkomendasikan digunakan ubi jalar putih untuk dijadikan tepung, karena memiliki nilai rendemen yang tinggi yaitu 30.21%. Hal ini disebabkan ubi jalar putih memilki kadar air yang rendah yaitu 62.59%.

Langkah awal penggandaan skala diawali dengan pembuatan air klorinasi dengan berbagai tingkat residu. Langkah selanjutnya adalah pengukuran TPC air Cibungbulang. Hasil pengukuran TPC air Cibungbulang tanpa klorinasi adalah sebesar 1.5 x 102 CFU/ml ( 2.18 log CFU/ml) sedangkan air dengan klorinasi (konsentrasi klorin 1.750 g/l) sebesar 1 x 102 CFU/ml ( 2.00 log CFU/ml) dan menghasilkan residu klorin 200 ppm. Kemudian setelah pengukuran air yang telah diklorinasi dilakukan pembuatan Chips ubi jalar dengan menggunakan air Cibungbulang terklorinasi Hasil. TPC yang diperoleh untuk chips yang menggunakan air Cibungbulang dengan klorinasi (konsentrasi klorin 1.750 g/l) adalah 4.4 x 104 CFU/gr (2.78 log 10 CFU/gr), sedangkan tanpa klorinasi adalah 6.0 x 102 CFU/gr (4.64 log 10 CFU/gr). Langkah selanjutnya adalah pengukuran kadar air chips ubi jalar dengan menggunakan air Cibungbulang dengan klorinasi (konsentrasi klorin 1.750 g/l) menghasilkan kadar air sebesar 2.38 %. Pengukuran TPC dan kadar air Chips ubi jalar dengan menggunakan air Cibungbulang dengan klorinasi sesuai dengan tujuan untuk menghasilkan chips dengan nilai TPC maksimum 103 CFU/gr nilai kadar air maksimal 6%.

Hasil analisis kimia menunjukkan kandungan gizi tertinggi adalah karbohidrat baik dalam bentuk segar maupun tepung. Untuk ubi jalar segar putih, merah dan ungu kandungan karbohidratnya masing-masing sebesar 8.84 Kg, 8.82 Kg dan 7.41 Kg (dalam basis kering), sedangkan untuk tepung ubi jalar putih, merah dan ungu masing-masing sebesar 2.67 Kg, 1.75 Kg dan 1.6 Kg (dalam basis kering). Selain itu, kandungan serat makanan yang tertinggi di dalam ubi jalar adalah serat makanan tidak larut, yaitu untuk tepung ubi jalar putih, tepung ubi jalar merah dan tepung ubi jalar ungu masing-masing sebesar 0.33 Kg, 0.22 Kg dan 0.21 Kg (dari berat awal).

Analisis fisik berupa uji amilograf pada tepung ubi jalar menghasilkan data yaitu diantara ketiga jenis tepung ubi jalar, maka yang memiliki ketahanan paling tinggi terhadap gelatinisasi adalah tepung ubi jalar putih dan tepung ubi jalar ungu, karena kedua tepung ini baru akan tergelatinisasi pada suhu awal yang lebih tinggi yaitu 77.25 0C.

Pada suhu puncak gelatinisasi, tepung ubi jalar merah memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 97.13 0C dan untuk viskositas maksimum, tepung ubi jalar putih memiliki nilai yang paling tinggi yaitu sebesar 511 BU. Pada uji farinograf , dilakukan penambahan air sebanyak 60.2% dan 67%, tetapi data tidak dapat terbaca, karena kurangnya sifat elastis yang disebabkan tidak adanya gluten di dalam tepung ubi jalar. Tidak terbacanya data pada uji farinograf juga menyebabkan tidak dapat dilakukannya uji ekstensograf.

Dokumen terkait