BAB II KAJIAN TEORI
2.2 Landasan Teori
2.2.3 Koherensi
Brown dan Yule (dalam Mulyana, 2005:30) mengatakan, koherensi adalah
kepaduan dan keterpahaman antarsatuan dalam suatu teks atau tuturan. Sejalan
dengan itu, Wahjudi (dalam Mulyana, 2005:30) berpendapat bahwa hubungan
koherensi ialah keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya,
sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh. Wacana yang koheren
memiliki ciri-ciri: susunannya teratur dan amanatnya terjalin rapi, sehingga
mudah diinterpretasikan (Samiati, dalam Mulyana, 2005:30). Eriyanto (2001:242)
mengatakan koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata atau kalimat dalam
dihubungkan sehingga tampak koheren. Fakta yang tidak behubungan sekalipun
dapat menjadi berhubungan ketika seseorang menghubungkannya.
Sebuah paragraph yang koheren menitikberatkan pada kalimat-kalimat
dalam paragraaf yang saling berhubungan membentuk untaian yang serasi.
Pembaca akan lebih mudah mengikuti hubungan antarkalimat sebagai satu
kesatuan unit dan bukan kumpulan kalimat dari informasi yang terpisah. Dalam
struktur wacana, aspek koherensi sangat diperlukan keberadaanya untuk manata
pertalian batin antara proposisi yang satu dengan yang lainnya untuk mendapatkan
keutuhan. Keutuhan yang koheren tersebut dijabarkan oleh adanya
hubungan-hubungan makna yang terjadi antar unsur (bagian) secara semantis. Hubungan
tersebut kadang terjadi melalui alat bantu kohesi, namun kadang-kadang dapat
terjadi tanpa bantuan alat kohesi. Secara keseluruhan hubungan makna yang
bersifat koheren menjadi bagian dari organisasi semantis (Mulyana, 2005:30).
Jadi, kebermaknaan unsur koherensi sesungguhnya bergantung kepada
kelengkapan yang serasi antara teks (wacana) dengan pemahaman penutur atau
pembaca.
Adapun kriteria tingkat kekohesian meliputi, (1) hubungan antarkalimat
yang baik (2) kalimatnya efektif (3) urutan kalimat runtut dan menggunakan
penanda hubungan koherensi yang tepat dan (4) pemilihan pengungkapan
kosakata tepat. Wacana yang koheren memiliki ciri-ciri, susunannya teratur dan
amanatnya terjalin rapi, sehingga mudah diinterpretasikan (Samiyati, dalam
Untuk membentuk keutuhan wacana, idealnya bagian-bagian wacana itu
bersifat kohesif dan koheren. Namun, bila mencari faktor mana yang lebih
mendasar dalam menciptakan keutuhan wacana, kekoherensilah yang lebih
mendasar daripada kohesi. Bagian-bagian wacana yang koheren, meskipun tidak
kohesif, dapat membangun wacana yang utuh. Sebaliknya, bagian-bagian yang
tidak koheren, meskipun kohesif, tidak dapat membentuk keutuhan wacana.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
koherensi merupakan pertalian makna sehingga memiliki kesatuan gagasan.
Struktur wacana yang teratur mempermudah pembaca atau pendengar untuk
memahami isi bacaan
1. Koherensi Berpenanda
Koherensi berpenanda ialah keterkaitan semantis antara bagian-bagian
wacana yang pengungkapannya ditandai dengan konjungsi. Koherensi berpenanda
terdiri atas: (a) koherensi temporal/ kronologis, (b) koherensi intensitas, (c)
koherensi kausalitas, (d) koherensi kontras, (e) koherensi aditif, dan (f) koherensi
perurutan (Sumadi, dalam Nesi 2012).
a. Koherensi Temporal/Kronologis
Menurut Sumadi (dalam Nesi, 2012:83) koherensi temporal, yaitu koherensi
yang menyatakan hubungan makna waktu antara kalimat yang satu dengan
kalimat yang lain. Misalnya kata setaun lalu, seminggu sekali, dua minggu,
sekarang, dan sebulan. Contoh penggunaan koherensi temporal/kronologis dapat dicermati dalam kalimat berikut ini:
“Setahun lalu saya karyawati umur 45, pernah menjalani operasi kanker payudara. Tadinya seminggu sekali, lalu dua minggu, dan sekarang sebulan
sekali. Selalin mahal, juga melelahkan. Tetapi sampai sekarang, tidak ada
kepastian apakah payudara saya sudah sehat atau ini akan berlangsung abadi (Minggu pagi dalam Puspitasari)”.
Pada contoh di atas terlihat bahwa terdapat empat kalimat. Diantara
kalimat-kalimat tersebut terdapat hubungan makna waktu yang dinyatakan dengan setahun
lalu, seminggu sekali, dua minggu, sebulan sekali, sekarang. b. Koherensi Intensitas
Koherensi intensitas, yaitu koherensi yang menyatakan hubungan
kesungguhan atau penyangatan yang terdapat dalam sejumlah penanda alam
fungsinya sebagai penghubung antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain
(Sumadi, dalam Nesi, 2012:84). Contoh penggunaan koherensi intensitas dapat
dicermati dalam kalimat berikut ini:
”Eksistensi pers berada di antara perangkat hukum yang melindungi kebebasan pers dan yang mengancamnya. Ironisnya, antara perangkat hukum yang melindungi dengan yang mengancamnya justeru lebih banyak yang mengancam kebebasan pers. Padahal, jika pemerintah berkomitmen menegakkan pemerintahan yang bersih, seyogyanya melindungi dan mengfungsikan pers”.
Contoh di atas terdiri atas tiga kalimat. Di antara kalimat-kalimatnya terdapat
penyanggatan yang ditunjukan dengan konjungsi padahal). Jadi kalimat tersebut
dapat dikatakan berkoherensi intensitas.
c. Koherensi Kausalitas
Koherensi kausalitas, yaitu koherensi yang menytakan hubungan sebab-akibat
antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain (Sumadi, dalam Nesi,
2012:84). Misalnya kata oleh karena itu atau oleh sebab itu. Contoh penggunaan
“Kira-kira mulai tahun 1980-an kajian bahasa Indonesia cenderung mengarah ke bidang analisis wacana. Namun, perkembangan tersebut mengahdapi kendala, yaitu masih langkanya literatur berbasa Indonesia mengenai wacana, baik mengenai teori maupun model analisisnya. Oleh
sebab itu, penyusunan buku ini dimaksudkan untuk mengisi kerumpangan
tersebut (Baryadi, 2002: 29-30)”.
Pada contoh di atas, kalimat terakhir berkoherensi kausalitas. Hal tersebut
ditandai dengan konjungsi oleh sebab itu pada kalimat ketiga.
d. Koherensi Kontras
Sumadi, (dalam Nesi, 2012:85) menyatakan koherensi kontras yaitu
koherensi yang menyatakan hubungan pertentangan atau perlawanan antara
kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Misalnya kata namun untuk
menyatakan hubungan perlawanan. Contoh penggunaan koherensi kontras dapat
dicermati dalam kalimat berikut ini:
“Sepintas tampaknya ini menguntungkan karena dapat mengimbangi terjadinya pemanasan global. Tetapi, juga menimbulkan kekuatiran baru, yaitu bahwa kita telah memperkirakan terlalu rendah (underestimate) efek GRK pada peningkatan suhu permukaan bumi (Kompas, melalui Ernawati, 2007: 57)”.
Pada contoh di atas terdapat dua kalimat. Kalimat kedua berkoherensi
pertentangan dengan kalimat pertama. Hal tersebut ditandai konjungsi tetapi yang
terdapat dalam kalimat kedua.
e. Koherensi Aditif
Koherensi aditif, yaitu koherensi yang menyatakn makna penambahan antara
kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, yang ditandai konjungsi tertentu,
misalnya di samping itu, lagi pula, dan berikutnya (Nesi, 2012:85). Contoh
“Agar badan tetap sehat, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama-tama kita harus makan makanan bergizi. Berikutnya kita harus berolah raga secara teratur. Di samping itu, kita harus memiliki cukup waktu untuk beristirahat”.
Pada contoh di atas terlihat bahwa kalimat pertama berkoherensi aditif dengan
kalimat kedua dan kalimat ketiga yang ditandai dengan konjungsi berikutnya dan
di samping itu mengajak pembaca untuk melakukan ketiga hal yang disampaikan. f. Koherensi Perurutan
Koherensi perurutan, yaitu koherensi yang menyatakan hubungan perbuatan
yang harus dilakukan secara berurutan (Baryadi, 2002:46). Misalnya kata pertama
kali, dan dua hari kemudian. Contoh penggunaan koherensi perurutan dapat
dicermati dalam kalimat berikut ini:
“Saat pertama kali diketahui, bunga yang mekar itu berwarna merah darah seperti pisang. Dua hari kemudian, makhkotanya mrmbuka, sementara bau busuknya, berangsur-angsur hilang”
Pada contoh di atas terdiri dari dua buah kalimat. Kalimat pertama dan
kalimat kedua terdapat koherensi perurutan yang ditandai dengan pertama kali,
dan dua hari kemudian.
2. Koherensi Tak Berpenanda
Koherensi tidak berpenanda ialah pertalian semantik antara bagian-bagian
wacana yang secara tekstual tidak ditandai konjungsi namun dapat dipahami dari
hubungan antarunsur-unusurnya (Baryadi, 2002: 34). Koherensi tidak berpenanda
terdiri atas (a) koherensi perincian dan (b) koherensi wacana dialog. Berikut ini
a. Koherensi Perincian
Baryadi (2002: 32) mengatakan bahwa koherensi perincian adalah koherensi
yang mengatakan hubungan makna rincian penjelasan sesuatu hal secara
sistematis. Contoh penggunaan koherensi perincian dapat dicermati dalam kalimat
berikut ini:
“Burung walet hitam berukuran lebih besar (14 cm) dengan sayap panjang dan ekor tercelah dalam (menggarpu). Warna tungginya bervariasi antara abu-abu sampai hitam gelap seperti punggungnya. Kakinya tidak berbulu atau hanya sedikit berbulu (Makckinnon, 1990 melalui Baryadi, 2002: 32)”.
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi perincian. Hal tersebut dapat
dilihat dari penjelasan tentang burung walet yang dijelaskan secara rinci.
b. Koherensi Wacana Dialog
Koherensi wacana dialog adalah koherensi yang didominasi oleh adanya
stimulus-respon. Koherensi wacana dialog untuk diwujudkan dalam bentuk
penanda sehingga harus dipahami dari hubungan antarkalimatnya. Contoh
penggunaan koherensi wacana dialog dapat dicermati dalam kalimat beikut ini:
A: Berapa harga buah durian ini, Bu? B: Cuma dua puluh lima rbu rupiah A: Boleh kurang, Bu?
B: Kurang sedikit lah! A: Lima belas ribu ya, Bu?
B: Belum bisa, naik sedikit, lah! (Baryadi, 2002: 35).
Pada contoh di atas wacana yang kalimat-kalimatnya berfungsi untuk
menyampaikan negosiasi atau tawar menawar. Oleh karena itu, kalimat-kalimat