• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL ANALISIS KOHERENSI ANTARPARAGRAF WACANA

3.1 Hasil analisis Koherensi

3.1.1 Koherensi berpenanda

3.1.1.7 Koherensi Perurutan

Koherensi perurutan menyatakan peristiwa, keadaan, atau perbuatan berturut-turut terjadi atau dilakukan. Dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005 dijumpai penggunaan penanda koherensi perurutan, yaitu kemudian, lalu, dan selanjutnya. Berikut ini beberapa contoh koherensi perurutan pada wacana opini.

(77) (a) Apakah rakyat Asia-Afrika menyimak kritik Albert Camus, pemenang Nobel Kesusasteraan 1957 dari Perancis, tentang Dasasila Bandung? (b) Mungkin Camus adalah intelektual internasional pertama yang mengkritik Dasasila bandung. (c) Awalnya Camus memuji, “ Bangsa-Bangsa kelompok Bandung telah menyelamatkan bangsa Eropa dari kungkungan masalah penjajahan dan maut”. (d) Kemudian dengan sinis mengejutkan, “… sikap mereka

terhadap pembunuhan di hongoria (oleh penyerbuan Uni Soviet, pen.) tidak dapat dimaafkan… kelebihan moral bangsa-bangsa tersebut sebagai bangsa yang telah mengalami sendiri penjajahan di masa lalu menjadi sia-sia hanya dalam jangka waktu beberapa hari saja,” (Krisis Kebebasan, YOI, 1988, naskah asli wawancara

Demain, 21-27/2/1/1957). (Kompas, 23 April 2005)

Pada contoh (77) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga kalimat, yaitu (77a), (77b), dan (77c). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat, yaitu (77d). Paragraf pertama berkoherensi perurutan dengan paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi kemudian.

(78) (a) Karena semua hanya variable dependen, yang akan berubah di detik kita hendak mengubahnya. (b) Seperti jarak dan waktu. (c) Dan lihatlah masyarakat Eropa, di mana sebagian gejala itu telah terjadi.

(d) Lalu Indonesia? Sebagai bangsa (nation) dengan sebuah nasionalisme di dalamnya. (e) Tunggu… tunggu sebentar. (f) Tak perlu emosional untuk menyadari ternyata kata itu hanyalah pertautan diri dengan “sejarah-buku “, dengan catatan sipil, dengan sebuah edeologi, atau bahkan dengan sekedar sebuah ide. (g) Hal ini sudah terlalu banyak dibicarakan. (h) Entitas yang bernama Indonesia barulah sebuah nominal, sementara secara intriknsik tiada pergeseran berarti bagi masyarakat kolonial, sejak masa VOC, bahkan jauh di zaman kerajaan konsentris Jawa dahulu. (Kompas, 23 April 2005)

Pada contoh (78) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga kalimat, yaitu (78a), (78b), dan (78c). Paragraf kedua terdiri dari lima kalimat, yaitu (781d), (78e), (78f), (78g), dan (78h). Paragraf pertama berkoherensi perurutan dengan paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi lalu.

(79) (a) Hal-hal yang menjadi persoalan di dalam hukum acara tersebut, antara lain, adalah masalah status KPPU dalam perkara keberatan, hukum acara pembuktian, pemeriksaan perkara, dan konsolidasi perkara di dalam pemeriksaan di pengadilan negeri. Pasal 2 Perma No 1/2003 menyatakan keberatan terhadap putusan KPPU hanya dapat diajukan kepada pengadilan negeri dan dalam hal diajukan keberatan, maka KPPU merupakan pihak. (b) Sebagai pihak, maka KPPU menurut hukum semestinya dapat diperiksa dan dihukum, tetapi ternyata menurut Perma No 1/2003 ini KPPU hanya dimintakan untuk menyerahkan putusan dan berkas pemeriksaan serta dapat pula dimintakan untuk melakukan pemeriksaan tambahan. (c) Dengan demikian, jelas status KPPU bukanlah status "pihak" sebagaimana yang ada di dalam perkara-perkara lainnya.

(d) Kemudian masalah upaya konsolidasi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) Perma No 1/2003 bahwa dalam hal keberatan diajukan lebih dari 1 (satu) pelaku usaha untuk putusan yang sama, tetapi berbeda tempat kedudukan hukumnya, maka KPPU dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Mahkamah Agung untuk menunjuk salah satu pengadilan negeri untuk memeriksa keberatan tersebut. (e) Hal ini dianggap wajar untuk menghindari putusan yang berbeda, tetapi aturan ini juga tidak jelas apakah majelis hakim yang sama atau berbeda. (f) Apabila majelis hakim yang berbeda, maka kemungkinan adanya putusan yang berbeda juga sangat dimungkinkan. (g) Oleh karena itu, menurut kami semestinya Perma No 1/2003 mengatur tentang pengadilan negeri yang satu dengan majelis hakim yang sama. (Kompas, 30 April 2005)

Pada contoh (79) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga kalimat, yaitu (79a), (79b), dan (79c). Paragraf kedua terdiri dari empat kalimat, yaitu (79d), (79e), (79f), dan (79g). Paragraf pertama berkoherensi perurutan dengan paragraf kedua yang ditandai dengan konjungsi kemudian.

3.1.1.8 Koherensi Syarat

Koherensi syarat adalah pertalian yang menyatakan bahwa apa yang dinyatakan pada suatu kalimat menjadi syarat terlaksananya suatu perbuatan atau terjadinya suatu peristiwa yang dinyatakan pada kalimat lain. Dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005 dijumpai penggunaan penanda bertalian syarat, yaitu jika demikian, jika begitu, apabila demikian, apabila begitu, jika, dan apabila. Berikut ini beberapa contoh koherensi yang berupa koherensi syarat.

(80) (a) Sebagai ilustrasi, seorang kepala bagian pengadaan barang di satu instansi mengunjungi acara penjualan komputer dengan harga Rp 15 juta per unit. (b) Kalau dibeli dengan prosedur yang baku, biaya pengadaan komputer bisa mencapai Rp 25 juta per unit. (c) Si pejabat tak akan membeli langsung di arena penjualan komputer, tetapi dia ke kantor dulu dan membentuk panitia pembelian barang, membuat penawaran dan seterusnya.

(d) Jika si pejabat membelinya langsung sehingga harga cuma Rp 15 juta per unit, dia bisa dianggap melakukan penyelewengan karena tak memenuhi syarat dan prosedur pengadaan barang. (e) Sebagai seorang pejabat yang baik, dia akan membeli barang dengan prosedur baku meskipun harganya lebih mahal Rp 10 juta per unit. (Kompas, 29 April 2005)

Pada contoh (80) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga kalimat, yaitu (80a), (80b), dan (80c). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat,

yaitu (80d), dan (80e). Paragraf pertama berkoherensi syarat dengan paragraf kedua yang ditandai konjungsi jika.

3.1.1.9 Koherensi Intensitas

Koherensi intensitas adalah hubungan makna penyangatan yang terdapat dalam sejumlah penanda dalam fungsinya sebagai penghubung antarkalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Dalam wacana opini surat kabar Kompas edisi nasional bulan April 2005 dijumpai empat jenis koherensi intensitas, yaitu pada hal, bahkan, apalagi, dan pun. Berikut ini beberapa contoh koherensi intensitas dalam wacana opini.

(81) (a) Langkah-langkah maju kerja sama ASEAN untuk berani menerobos "kerikuhan" menyinggung kasus politik di sebuah negara ASEAN seperti itu kembali menghadapi ganjalan. (b) Ketika kasus Thailand Selatan santer terdengar akan diangkat di KTT ASEAN di Vientianne, tahun lalu, PM Thailand mengancam akan walk out dan meninggalkan pertemuan jika masalah tersebut dibicarakan secara terbuka.

(c) Padahal paling kurang sejak tahun 2000 pun Indonesia telah memelopori untuk menerapkan semangat enhanced interaction dengan membuka masalah domestik soal Aceh, Maluku, dan Irian Jaya dalam pertemuan tingkat SOM di Bangkok. (d) Keterbukaan yang tulus dan justru pada akhirnya mampu merebut simpati dan dukungan dari sesama anggota ASEAN atas integritas NKRI. (Kompas, 12 April 2005)

Pada contoh (81) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua kalimat, yaitu (81a) dan (81b). Paragraf kedua terdiri dari dua kalimat, yaitu (81c) dan (81d). Paragraf pertama berkoherensi intensitas dengan paragraf kedua yang ditandai konjungsi padahal.

(82) (a) MENGELOLA partai politik di era sekarang dan ke depan, hemat saya, memang tak mudah, apalagi tanpa ada figur dominan yang bisa meyakinkan pendukungnya secara berkelanjutan. (b) Mengapa? Pertama, secara umum parpol di Indonesia, diakui atau tidak, tak memiliki ideologi. (c) Ia hanya digunakan sebagai peluang untuk mengejar kursi di kekuasaan, baik di legislatif maupun di eksekutif. (d) Maka tak heran bila besar tidaknya suatu parpol, utamanya parpol-parpol yang baru berdiri pasca-Soeharto, lebih ditentukan oleh siapa figur yang menjadi pemimpinnya, bukan ditentukan oleh ide-ide atau program-program yang menjadi agenda parpol itu.

(e) Masyarakat pemilih pun sudah tahu dan sadar benar bahwa program parpol dan janji-janji para pengurus parpol dalam kampanye hanyalah retorika yang tak jarang berisikan kebohongan. (f) Dengan demikian, sebenarnya masyarakat tidaklah memilih parpol, melainkan lebih berdasarkan pertimbangan "siapa yang menjadi figur-figur kunci dalam parpol itu". (g) Kecenderungan seperti ini juga sebagai bagian dari konsekuensi logis dari nilai-nilai paternalistik masyarakat kita yang diekspresikan dalam pilihan politik. (Kompas, 11 April 2005)

Pada contoh (82) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari empat kalimat, yaitu (82a), (82b), (82c), dan (82d). Paragraf kedua terdiri dari tiga kalimat, yaitu (82e), (82f), dan (82g). Paragraf pertama berkoherensi intensitas dengan paragraf kedua yang ditandai konjungsi pun.

(83) (a) sudah ada orang-orang yang secara jelas ditugasi mengambil beberapa peran paus. (b) Sekretaris negara jelas mengurusi bidang hubungan dengan politik internasional. (c) sejumlah pimpinan kongregasi di Vatikan adalah para menteri, yang bertugas tanpa terlalu banyak menunggu perintah paus meski biasanya dikatakan betapa gereja katolik diatur secara sentralistik.

(d) Apalagi ,semua uskup di seluruh dunia, di gereja local, adalah pemimpin gereja secara penuh. (e) Uskup Manila, Uskup Jakarta, Uskup Denpasar, Uskup Nairobi mempunyai tahbisan yang sama dengan Uskup Roma, yang menjadi Paus nomor satu dari uskup-uskup yang sama di seluruh dunia (primus inter pares).

Pada contoh (83) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari tiga kalimat, yaitu (83a), (83b), dan (83c). Dan paragraf kedua terdiri dari dua kalimat, yaitu (83d), dan (83e). Paragraf pertama berkoherensi intensitas dengan paragraf kedua yang ditandai konjungsi apalagi.

(84) (a) Merebaknya sengketa antarkedua negara dalam pekan awal Maret lalu karena Malaysia telah melanggar status quo saat memberi konsesi blok ambalat kepada petronas untuk dikerjasamakan dengan shell. (b) Tindakan Malaysia didasarkan pada putusan mahkamah internasional (MI) yang memberi kedaulatan Pulau Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia pada saaat memberi konsesi telah menerjemahkan secara sepihak bahwa putusan MI memberi hak kepada Malaysia untuk melebarkan wilayah perairannya.

(c) Bahkan Malaysia bisa dianggap melanggar status quo dengan mengirim kapal patrolinya ke wilayah perairan di sekitar blok Ambalat. (Kompas, 11 April 2005)

Pada contoh (84) terdapat dua paragraf. Paragraf pertama terdiri dari dua kalimat, yaitu (84a) dan (84b). Paragraf kedua terdiri dari satu kalimat, yaitu (84c). Paragraf pertama berkoherensi intensitas dengan paragraf kedua yang ditandai konjungsi bahkan.

3.1.2 Koherensi Tidak Berpenanda

Koherensi tidak berpenanda ini bisa dipahami melalui urutan kalimatnya meskipun tidak menggunakan konjungsi. Koherensi tidak berpenanda dibagi menjadi dua, yaitu koherensi perian dan koherensi perincian.

Dokumen terkait