• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepaduan wacana selain didukung oleh aspek gramatikal atau kohesi gramatikal juga didukung oleh aspek leksikal atau kohesi leksikal. Kohesi leksikal ialah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantis. Dalam hal ini, untuk

menghasilkan wacana yang padu pembicara atau penulis dapat menempuhnya dengan cara memilih kata-kata yang sesuai dengan isi kewacanaan yang dimaksud. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek leksikal, dengan pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau relasi semantik antarasatuan lingual . Muller, Natascha (2005: 6) as the result of a fused lexical or grammatical system...language(s).

Halliday dan Hasan (1976: 4) menyatakan bahwa pengertian kohesif atau sisipan adalah konsekuensi dari pembicara dwi bahasa upaya untuk menciptakan koherensi antara ucapan-ucapan dalam bahasa yang berbeda. Dengan mengulangi satu pokok leksikal dari ucapan sebelumnya bahkan jika bahasa interaksi telah berubah, seorang pembicara membentuk kohesi leksikal antara kedua ucapan- ucapan. Menafsirkan penyisipan sebagai akibat dari kohesi leksikal berfungsi untuk menjelaskan beberapa karakteristik linguistik lintas dari penyisipan, yaitu dominasi kata benda (seperti kohesi leksikal dibatasi pada dasarnya item kelas terbuka), dan asimetri antara bahasa (sebagai pilihan leksikal dipengaruhi oleh konteks di mana pokok leksikal digunakan dan pilihan bahasa dibatasi dalam beberapa konteks). Lebih jauh lagi, analisis menghilangkan kebutuhan untuk membedakan antara kata-kata pinjaman, kesempatan ini pinjaman, atau codeswitches item tunggal, sebagai pokok leksikal tidak lagi didefinisikan dalam hubungan dengan leksikon bahasa dalam konteks yang terjadi, melainkan oleh dari kohesif di mana ia berpartisipasi.

Pendapat Halliday dan Hasan di atas diperkuat oleh Angermeyer (2002: 1) dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa pemilihan kata untuk

membuat kohesif suatu wacana dipengaruhi oleh konteks yang berbeda-beda. Seorang penutur harus memperhatikan konteks ini dalam memilih kata yang tepat untuk menunjang kohesinya. Penelitian Morgan (2000: 280) juga menyatakan bahwa seorang anak yang dwi bahasa akan menggunakan kohesi sesuai konteksnya. Mereka akan memilih kata-kata yang tepat untuk mendukung komunikasinya. Dalam penelitian yang lain, Knouse (2006: 1) menyatakan bahwa wacana yang kohesif dapat mempermudah komunikasi dalam sebuah kelompok tertentu.

Martin (1981a) menegaskan bahwa sementara kohesi leksikal menimbulkan masalah, namun sumbangannya terhadap koherensi dalam teks sangat berarti tidak dapat diabaikan (hlm. 1). Dalam pandangan martin, kohesi leksikal menjadi masalah karena lebih direalisasikan melalui unsur-unsur kelas terbuka daripada unsur-unsur kelas tertutup. Yang dimaksudnya di sini ialah bahwa bertentangan dengan, katakanlah hubungan pengacuan atau konjungsi yang dimarkahi oleh daftar unsur leksikal yang terbatas, tidak ada batas bagi unsur- unsur yang dapat merealisasikan hubungan leksikal. Sebenarnya, kata penuh saja dalam bahasa Inggris dapat termasuk dalam bentuk kohesi ini. Inilah yang menyebabakan ketidak-mungkinan menetapkan perangkat unsur-unsur leksikal yang muncul bersama-sama secara teratur. Tambahan masalahnya adalah fakta bahwa banyak hubungan leksikal terikat teks sekaligus terikat konteks. Kata dan frase, baik yang berkolokasi maupun yang dianggap sebagai sinonim dalam satu teks, mungkin bukan sinonim dalam teks lain. Misalnya, di luar konteks, unsur- unsur my neighbour (tetengga saya) dan the scoundrel) (si kurang ajar itu) tidak

ada hubungannya sama sekali. Akan tetapi dalam teks berikut keduanya ada hubungan:

My neighbour has just let one of his trees fall into my garden. And the scoundrel refuses to pay for the damage which was caused.(Tetangga saya baru saja membiarkan salah satu pohonnya rebah ke dalam pekarangan saya. Dan si kurang ajar itu tidak mau membayar ganti rugi untuk kerusakan yang terjadi.)

Dengan adanya begitu banyak hubungan kohesi leksikal yang terikat teks itu tidaklah mungkin untuk menyusun suatu daftar istilah lengkap yang dapat diacu dalam bahasa Inggris. Paling-paling, daftar demikian hanya dapat memberikan sebagian analisis kohesi leksikal dalam bahasa Inggris.

Meskipun (atau bahkan karena) sifatnya yang problemantis itu, maka kohesi leksikal pada umumnya adalah tipe kohesi yang paling menarik. Pengetahuan dasar pembaca memainkan peranan yang lebih jelas dalam persepsinya tentang hubungan leksikal yang amatbanyak daripada tentang tipe kohesi lain. Pola kolokasi misalnya, hanya akan tampak kohesif pada seseorang yang memiliki jaringan semantik yang dibutuhkan oleh pokok yang dihadapi. Alasan inilah yang menyebabkan kohesi leksikal mungkin amat mengecewakan bagi linguais, tetapi amat menarik bagi pengajar bahasa.

Sifat terikat teks dari banyak hubungan leksikal serta peranan pemelajar dalam menanggapinya menciptakan masalah bagi linguis yang ingin memeberikan suatu pembahasan semantik terhadap kohesi leksikal. Martin (1981a) menjelaskan

masalah ini sebagai berikut: suatu masalah yang timbul dalam analisis hubungan ini dalam teks harus menentukan berapa step (langkah) dalam suatu taksonomi suatu unsur dapat terpisah dan masih ikut membentuk kohesi. Misalnya rose ‘mawar’ dan flower ‘bunga’ secara intuitif tampak berkolokasi lebih erat daripada rose ‘mawar’ dan plant ‘tumbuhan’; dan meskipun orang dapat dapat menerima mosquito ‘nyamuk dan insect ‘serangga’ orang akan meragukan kolokasi antar mosquito ‘nyamuk dan animal ‘binatang’. Apakah unsur-unsur akhir terlalu jauh jaraknya dalam taksonomi untuk dihubungkan? Masalah ini lebih berat pada taksonomi bagain /penuh seperti halnya door-knob ‘tombol pintu’ dan door ‘pintu’ adalah kohesif tetapi door-knop ‘tombol pintu’ house ‘rumah’ tampak berhubungan secara samar-samar (halm.8) .

Halliday dan Hasan (1976:278) menggunakan istilah kata-kata umum (general word) sebagai elemen kohesi ketika memandangnya dari sudut leksikal. Reiterasi (reiteration) adalah bentuk kohesi leksikal yang melibatkan pengulangan (repetisi) satuan leksikal, pada satu skala, penggunaan suatu kata umum mengacu kembali kepada satuan leksikal, dan pada skala yang lain sejumlah hal di antara penggunaan sinonimi, sinonimi dekat (near-synonym) atau superordinat. Halliday dan Hasan (1976:284) menyebutkan bahwa ada bagian yang paling problematik dalam kohesi leksikal, yaitu kohesi yang dicapai melalui asosiasi satuan-satuan leksikal yang menyertai keberadaannya secara teratur. Kolokasi adalah kohesi di mana pasangan tidak banyak tergantung pada hubungan semantik, karena kecenderungannya untuk berbagai lingkungan leksikal yang sama. Halliday dan

Hasan juga menyinggung adanya bentuk kohesi leksikal yang lain yaitu lawan kata dan hiponimi.

Verhaar (2004:394) menyatakan bahwa unsur-unsur leksikal dalam bahasa dapat dibandingkan menurut hubungan semantik di antaranya. Menurut verhaar, hubungan semantik itu dapat berupa sinonim, antonim, homonim, dan hiponim. Kohesi leksikal ialah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantik. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek leksikal, dengan pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau relasi semantik antara satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana (Sumarlam, 2003:35). Sumarlam memebedakan kohesi leksikal dalam wacana menjadi enam macam, yaitu repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-bawah), antonimi (lawan kata), dan ekuivalensi (kesepadanan).

a. Repetisi (pengulangan)

Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Sumarlam, 2003: 34) dalam Sumarlam dkk (2004: 9). Ada delapan macam repetisi, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.

b. Sinonimi (padan kata)

Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain (Abdul Chaer, 1990: 85) dalam Sumarlam dkk (2004: 10). Dalam istilah bahasa Indonesia sinonimi mempunyai pengertian persamaan atau arti kata.

Sinonimi (synonym) adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk yang lain: kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kailimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim hanya kata-kata saja (Kridalaksana dalam Sarwidji dan Saliman, 2000: 90). Istilah sinonimi yang sering kita jumpai adalah bentuk- bentuk kata yang memiliki makna kurang lebih sama, dengan makna sebelumnya sehingga kita dengan mudah dapat mengartikan kata-kata tersebut dengan bahasa yang sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Fatimah-Djajasudarma (1993:36), sinonim digunakan untuk menyatakan kesamaan arti karena dalam sejumlah perangkat kata dijumpai memiliki makna sama atau satu sama lain memiliki makna sama atau hubungan antara kata-kata yang mirip (dianggap mirip) maknanya. Misalnaya kata buruk dan jelek adalah dua kata yang bersinonim; bunga, kembang, dan puspa adalah tiga buah kata yang bersinonim; mati, wafat, meninggal, dan mampus adalah empat buah kata yang bersinonim.

Menurut tafsiran yang sempit, dua unsur merupakan sinonim-sinonim jika mempunyai arti yang sama seperti dijelaskan oleh Ullmann (dalam Lyon, 1995: 439) bahwa kata-kata yang dapat dideskripsikan sebagai sinonimi-sinonimi hanya yang dapat saling menggantikan dalam sembarang konteks tanpa perubahan sedikit pun, baik arti kognitif ataupun emotif. Hal tersebut berkaitan dengan anggapan umum bahwa kata-kata tidak pernah merupakan sinonimi dalam suatu konteks apabila tidak terdapat arti yang sama dalam semua konteks.

Hubungan antara dua kata yang bersinonim bersifat dua arah, kata bunga bersinonimi dengan kata kembang maka kata kembang juga bersinonimi dengan kata bunga, tetapi dua kata yang bersinonim itu kesamaannya tidak sama 100%, hanya kurang lebih saja ( Agusta dan Ulman dalam Chaer, 1995: 85). Dari pengertian kembang dan bunga pada kalimat tersebut mempunyai arti yang sama, kedua hal tersebut sering kita gunakan dan kita jumpai dalam kehidupan sehari- hari.

Sering ditemukan bahwa sinonim adalah dua buah kata yang sama maknanya. Namun peninjauan terhadap sinonim tidak saja mengenai makna tetapi juga masalah penggunaanya. Dua bentuk bahasa (termasuk kata) yang bersinonim tidak selalu dapat dipakai untuk mengganti yang satu dengan yang lainnya. Pada suatu tempat kata bunga mungkin dapat ditukar dengan kata kembang, tetapi di tempat lain tidak dapat.

Menurut Keraf (2004: 34) sinonimi adalah suatu istilah yang dapat dibatasi sebagai, (1) telaah mengenai bermacam-macam kata yang memiliki

makna yang sama, atau (2) keadaan di mana dua kata atau lebih memiliki makna yang sama. Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam sinonimi tidak ada unsur pembeda, namun seperti yang sudah dipaparkan diatas sinonimi adalah kata yang mempunyai arti yang sama atau lebih kurang sama. c. Antonimi

Antonim dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroperasi dengan satuan lingual yang lain. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) oposisi mutlak, (2) oposisi kutub, (3) oposisi hubungan, (4) oposisi hirarkial, dan (5) oposisi majemuk.

d. Kolokasi

Kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan.Bagi yang mengenal kolokasi adalah melihat artian kolikasi dari dua sudut, yaitu sudut sintaksis dan sudut semantik. Kedua hal ini dapat dijadikan pijakan dalam mengartikan kolokasi yaitu dengan melihat secara sintaksis ataupun secara semantik. Untuk lebih jelas perhatikan contoh berikut.

1. Dari Sudut Sintaksis

(a) Dalam Harun Aminurrashid (2001:19) sebagai berikut:

yang ke-XIV baharulah Kerajaan Brunei itu dipindahkan ke tempat yang ada sekarang.

(b) Dalam Tarigan, H.G.(1995: 138) sebagai berikut:

Di perkarangan itu, ditanam keperluan dapur sehari-hari; umpamanya: bayam, tomato, cili, ubi kayu, kacang panjang, lobak, kubis dan lain-lain. Di perkarangan itu, ditanam bahan ubat-ubatan tradisional; misalnya: misai kucing, lengkuas, halia, kunyit dan sebagainya… dijual ke pasar: sebagai contoh: bayam, cili, halia, kunyit dan sirih.

2. Dari Sudut Semantik

Contoh dalam Tarigan, H.G. (1995: 136) sebagai berikut:

Kerajaan berusaha bersungguh-sungguh meningkatkan perhubungan di tanah air kita, iaitu perhubungan darat, laut dan udara. Dalam bidang perhubungan darat telah digalakkan pemanfaatan kereta api dan kenderaan bermotor. Kenderaan ini meliputi kereta, motosikal dan lain-lain.

e. Hiponimi

Konsep hiponimi berkaitan dengan kata umum dan kata khusus. Dalam relasi makna, kata umum mengacu ke hipernim; sedangkan kata khusus mengacu ke hiponim. Sarwiji Suwandi (2008: 142) Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupkan bagian dari makna satuan lingual yamg lain. Sehingga mudah untuk membedakan hiponim dan hipernim

Menurut Krialaksana (dalam Sarwiji Suwandi dan Saliman 2000: 103), hiponimi (hyponymy) adlah hubungan dalam semantik antar makna spesifik dan makna generik atau antara anggota taksonomi dan nama taksonomi. Apabila dilihat secara etimologis, istilah hiponimi berasal dari Yunani kuno, anoma, yang berarti ’nama’ dan hypo yang berarti ’di bawah’.Bertumpu pada kata tersebut, secara harfiah hiponimi dapat diartikan nama yang termasukdi bawah nama lain.

Secara semantik Verhaar (dalam Chaer, 1995: 98) menyatakan hiponim ialah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat juga frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain.Menurut Keraf (2004: 38) hiponimi adalah semacam relasi antar kata yang berwujud atas- bawah, atau dalam suatu makna terkadang sejumlah komponen yang lain.Konsep hiponimi dalam bahasa Indonesia dapat mengacu pada kata benda dan kata sifat (adjektif). Konsep hiponimi mengandaikan adanya kelas atas dan kelas bawah, adanya makna sebuah kata yang berbeda di bawah makna kata lainnya. Leksem- leksem yang berada di tingkat bawah (makna spesifik) disebut dengan hiponim atau subordinat, sedangkan leksem yang berada di tingkat atas (makna generik) disebut dengan hipernim atau superordinat.

Hubungan antar leksem-leksem yang merupakan hiponim dengan leksem yang memayunginya (superordinat) disebut dengan hiponimi, sedangkan hubungan antar leksemyang satu dengan leksem yang lain yang sama-sama sebagai hiponim disebut sebagai kohiponim (ko dari co- berarti ’ bersama-sama’) (Sarwiji dan Saliman, 2000: 103). Misalnya antar kata mawar dan kata bunga.

Makna yang tercakup dalam kata bunga. Dapat dikatakan mawar adalah bunga; tetapi bunga bukan hanya mawar, bisa juga melati, dahlia, kenanga, kamboja, sakura, dan anggrek.

Jika relasi antara dua buah kata yang bersinonim, berantonim, dan berhomonim bersifat dua arah, maka relasi antara dua kata yang berhiponim, bersifat searah (Abdul Chaer, 1995: 99). Leksem mawar berhiponim dengan bunga, maka leksem bunga berhipernim dengan mawar (leksem bunga terletak diatas). Dengan kata lain, mawar adalah hiponim dari bunga, sedangkan bunga adalah hipernim dari mawar (atau jenis bunga lainnya).

f. Ekuivalensi

Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paragraf. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya hubungan kesepadanan, misalnya hubungan makna antara kata membeli,dibeli, membelikan, dibelikan, dan pembeli, semuanya dibentuk dari bentuk asal yang sama yaitu beli. Demikian pula belajar, mengajar, pelajar, pengajar, dan pelajaran yang dibentuk dari bentuk asal ajar juga merupakan hubungan ekuivalensi. Agar lebih jelas perhatikan contoh berikut.

(1) Maya adalah siswi pelajar teladan di sekolahnya. Dia sangat tekun dalam belajar. Materi yang diajarkan oleh guru pengajar di sekolah dapat dipahaminya dengan baik.

(2) Siska gemar membaca buku. Baik buku pelajaran maupun buku bacaan. Dia mempunyai banyak buku dan hampir semuanya sudah dibaca. Siska bercita-cita