• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

warna 3) 1 Koikuchi Shoyu

(Jepang) 23.6 17.0 1.70 5.07 2.50 ++ 2 Usukuchi Shoyu (Jepang) 22.2 18.0 1.18 4.00 2.00 +

3 Soy sauce (Taiwan) 25.6 15.6 2.05 5.95 0.86 ++ 4 Soy sauce (Korea) 21.9 17.3 1.50 2.10 0.39 ++ 5 Soy sauce (Hong

Kong)

28.5 26.2 1.54 4.22 0 +++

6 Soy sauce (Filipina) 23.3 24.7 0.76 1.06 0.01 ++ 7 Soy sauce (Singapura) 30.1 24.1 1.97 4.81 0 +++ 8 Soy sauce (Malaysia) 23.9 18.3 1.17 8.50 0.03 ++ 9 Kecap Asin (Indonesia) 2) - 18.4 1.14 10.78 - - 10 Kecap Manis (Indonesia) - 5.9 0.19 11.1 (58) 0.09 +++

11 Soy sauce (USA) 22.8 16.5 1.65 3.70 2.07 ++ 12 Chemical soy sauce

(USA)

23.8 19.7 1.51 0.82 0.01 ++

13 HVP (Eropa) 30.6 21.4 4.75 0 0.06 +

14 Fish sauce (Thailand) 26.8 27.6 2.25 4.81 4.81 +

1)

Yokotsuka (1982)

2) Kecap asin Jawa – Judoamidjojo (1986)

3) + : lebih terang; +++: lebih gelap

Be: specific gravity, Degrees baume, TN: total nitrogen, RS: reducing sugar (gula invert), Alc: alkohol. NaCl, TN dan RS: g/100 ml, Alc: ml/100 ml.

Proses pembuatan kecap

Proses pembuatan kecap terdiri dari tahapan fermentasi koji atau bungkil, fermentasi moromi atau baceman dalam larutan garam, filtrasi, formulasi dengan gula dan rempah-rempah, dan pengemasan (Judoamidjojo 1987).

Fermentasi koji

Kedelai tanpa lemak. Selain kedelai hitam, kedelai tanpa lemak umumnya digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kecap. Menurut Yokotsuka (1982), kedelai kuning utuh hanya digunakan sebagai bahan baku

6

pembuatan kecap sebelum Perang Dunia II. Namun sekarang, kedelai tanpa lemak yang diperoleh dengan mengekstraksi kedelai utuh dengan pelarut yang rendah titik didihnya, lebih umum dipakai sebagai bahan baku pembuatan kecap. Kedelai tanpa lemak dipilih selain karena harganya yang relatif murah, daya cerna protein lebih tinggi, lama fermentasi koji yang lebih singkat dan penanganan koji yang lebih mudah, juga karena mutu kecap yang lebih baik (kandungan gliserol, alkohol dan asam laktat lebih tinggi; evaluasi organoleptik lebih baik; produk lebih stabil).

Denaturasi protein kedelai penting dilakukan sebelum fermentasi koji guna memudahkan protein dicerna oleh enzim yang dihasilkan selama fermentasi koji (Fukushima 1982). Pada tahun 1955, peneliti Jepang menciptakan metoda pemasakan kedelai yang disebut sebagai metoda NK, dimana kedelai direndam dan dimasak dalam rotary cooker pada tekanan 0,8 kg/cm2 selama sekitar 1 jam dan kedelai masak segera didinginkan ke suhu 40oC dengan cara mengurangi tekanan NK cooker dengan bantuan jet condenser (Yokotsuka 1982). Uap air pada proses pemasakan ini digunakan untuk: (a) mendenaturasi protein kedelai tanpa lemak sehingga dekompos isi protein menjadi asam amino lebih mudah, (b) membunuh mikroba yang ada pada kedelai, dan (c) memecah dinding sel kedelai tanpa lemak sehingga memungkinkan bekerjanya enzim pektinase dan hemiselulase kapang koji. Penurunan suhu kedelai masak bertujuan untuk membuat dan mengkondisikan suhu kadar air kedelai masak optimal untuk pertumbuhan kapang koji. Yokotsuka (1985) menemukan bahwa daya cerna protein kedelai masak akan meningkat dengan meningkatnya suhu dan singkatnya waktu pemasakan kedelai daripada metoda NK (Tabel-3). Cara ini memperlihatkan kemungkinan penguraian protein sebesar 92-93% selama proses produksi ekstrak moromi dengan mutu organoleptik produk akhir (kecap) yang lebih baik.

Gandum . Sebelum dicampur dengan kedelai tanpa lemak yang telah dimasak, gandum disangrai dan digiling terlebih dahulu. Penyangraian gandum bertujuan: (a) agar struktur alfa pati gandum dapat dih idrolisis oleh enzim amilase dari kapang koji sehingga penguraian pati gandum menjadi maksimal, (b) untuk mengurangi mikroba pada biji gandum, (c) untuk mengkondisikan biji

7

gandum agar mudah digiling, dan (d) untuk memberi flavor gandum pada produk akhirnya. Menurut Yokotsuka (1982), suhu sangrai yang lebih tinggi menghasilkan pati dengan formasi alfa yang lebih banyak tetapi menga kibatkan daya cerna protein lebih rendah. Kandungan pati berstruktur alfa tinggi pada gandum dapat dimaksimalkan dengan cara mengatur kadar air gandum menjadi sekitar 15-25% sebelum penyangraian. Gandum digiling agar setelah dicampur dengan kedelai masak, air dari kedelai masak dapat terdistribusi merata.

Tabel- 3. Pengaruh kondisi pemasakan kedelai terhadap daya cerna protein 1) No

Tekanan uap air (kg/cm3

)

Waktu pemasakan

(menit)

Daya cerna protein di dalam larutan enzim (%) (garam 0%, 37o C, 7 hari) 1 0,9 45 86 2 1,2 10 91 3 1,8 8 91 4 2,0 5 92 5 3,0 3 93 6 4,0 2 94 7 5,0 1 95 8 6,0 0,5 95 9 7,0 0,25 95 1) Yokotsuka (1985)

Menurut Yokotsuka (1985), protein gandum merupakan sumber asam glutamat yang baik, dimana asam glutamat merupakan ingredien yang penting dalam membentuk rasa produk akhir (kecap). Gandum yang berkadar protein tinggi baik sebagai bahan baku pembuatan kecap. Dedak gandum sering juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap tetapi akan menurunkan kandungan alkohol ekstrak moromi, menjadikan warna ekstrak moromi menjadi lebih gelap dan mengurangi stabilitas warna ekstrak moromi. Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan pentosa di dalam ekstrak moromi.

Starter koji

Spora kapang. Spora kapang sebagai seed mold atau starter koji untuk produksi kecap umumnya adalah strain dari Aspergillus oryzae atau A sojae. Dalam memilih bibit seed mold yang baik, Yokotsuka (1982) menyarankan sebagai berikut: (a) kapang mempunyai kemampuan membentuk spora yang

8

banyak, hal ini penting untuk seed starter, (b) pertumbuhan kapang cepat dan banyak, (c) kapang menghasilkan enzim yang aktivitasnya tinggi, terutama enzim proteolitik dan enzim maserasi, (d) selama pertumbuhannya, kapang mengkonsumsi karbohidrat dalam ju mlah sedikit, (e) kapang mempunyai stabilitas genetik yang baik, dan (f) tidak menghasilkan racun. Di Jepang, pada umumnya spora kapang untuk starter koji yang dijual secara komersial tidak berupa spora murni dari satu jenis kapang, namun berupa campuran dari berbagai jenis kapang. Sebagai contoh, Yokotsuka (1985) menyebutkan komposisi spora kapang dari salah satu starter koji, sebagai berikut: 80% spora Aspergillus oryzae

dan 20% spora A sojae, sementara starter koji yang lain terdiri dari 89% spora A

oryzae dan 11% spora A sojae. Jumlah spora kapang sebagai starter yang baik

adalah minimal 109 koloni/gram.

Enzim Koji . Tujuan utama fermentasi koji adalah memproduksi berbagai macam enzim oleh kapang Aspergillus sojae atau A oryzae. Enzim ini berperan dalam proses penguraian makromolekul bahan baku menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana. Selain itu, fermentasi koji yang baik diperlukan untuk: (1) memperoleh pertumbuhan miselia kapang yang optimum, (2) menstabilkan aktivitas enzim yang telah disintesis oleh kapang, (3) meminimalkan konsumsi karbohidrat yang diakibatkan oleh pertumbuhan kapang, dan (4) mengurangi kontaminasi bakteri dan kapang lain.

Menurut Yokotsuka (1985), kapang koji menghasilkan berbagai macam enzim (Tabel-4). Enzim proteinase menguraikan protein menjadi peptida, bukan menjadi senyawa-senyawa asam amino tunggal. Asam glutamat dipisahkan dari peptida oleh adanya enzim karboksipeptidase dan glutamin oleh enzim aminopeptidase. Glutamin kemudian diubah menjadi asam glutamat oleh enzim glutaminase dengan pH optimum 7,0 dan suhu 40-50oC. Enzim glutaminase tidak tahan panas di dalam moromi dan mudah terurai pada suhu diatas 25oC (Wood 1985). Aktivitas glutaminase yang dihasilkan oleh kapang koji berkurang banyak dengan adanya garam yang tinggi pada moromi. Di dalam mor omi, jumlah enzim glutaminase intraseluler lebih banyak sepuluh kali dibandingkan dengan enzim glutaminase ekstraseluler. Enzim glutaminase intraseluler juga lebih tahan terhadap panas dan pH ekstrim. Yokotsuka (1982) menyatakan bahwa enzim

9

selulase, hemiselulase, pektinase, beta galaktosidase juga berperan menguraikan jaringan biji-bijian dalam fermentasi moromi dan berpengaruh terhadap rendemen kecap, tingkat kemudahan proses penyaringan dan mutu produk akhir.

Tabel- 4. Enzim yang diproduksi oleh kapang selama fermentasi koji 1)

No Enzim Berat molekul

(x 103 )

Titik isoelektrik

1 Leucine amino peptide 40

61 145

3,9 4,1 6,1

2 Acid carboxy peptidase 43

125 2,1 4,4 3 Acid proteinase 36 55 120 3,4 4,1 4,6 4 Neutral proteinase I 45 4,3 5 Neutral proteinase I 19 5,8 6 Alkaline proteinase 22 7,8 7 Semi-alkaline proteinase 32 6,5 8 Alpha amylase 23 3,6 9 Glucoamylase 80 5,8

10 Carboxy methyl cellulase 17,5 22 89 3,6 8,5 9,6 11 Glutaminase 81 3,9 1) Yokotsuka (1985)

Enzim proteinase. Enzim-enzim proteinase dari A oryzae atau A sojae

meliputi 7 macam dengan 4 pH optimum yang berbeda (Tabel-5). Alkaline

proteinase adalah enzim serin, aktif pada kisaran pH yang lebar, antara 6 hingga

11. Neutral proteinase I dan II adalah enzim proteinase seng (zinc proteinase)

yang aktivitasnya dihambat oleh adanya agen pengkhelat (Nakadai et al. 1973 dalam Fukushima 1982). Neutral proteinase I mempunyai spesifisitas dengan proteinase logam (metal proteinase) mikroorganisme. Sedangkan neutral

proteinase II mempunyai spesifisitas tinggi terhadap protein yang berinti basa

(basic nuclear protein), seperti protamin, histon, salmin, klupein dan sejenisnya

(Nakadai et al. 1976 dalam Fukushima 1982). Semua jenis enzim proteinase diatas termasuk jenis enzim endopeptidase dima na tidak memiliki aktivitas amino- atau karboksipeptidase. Oleh karena itu, enzim-enzim diatas hanya dapat

10

menguraikan protein menjadi peptide. Asam amino bebas tidak banyak dihasilkan oleh enzim-enzim tersebut (Fukushima 1982).

Tabel- 5. Proteinase dari koji 1 ) Enzim Proteinase Berat Molekul (x 103) pH optimum Aktivitas (unit kasein/g koji) Berat Enzim Alkaline 33 10,5 929 418 Semialkaline 32 8,3 55 - Neutral I 41 7,0 80 131 Neutral II 19 6,0 9 152 Acid I 39 3,2 44 617 Acid II 100 3,0 10 - Acid III 31 3,0 5 - 1)

Nakadai et al. (1973) dalam Fukushima (1982)

Enzim peptidase. Kapang koji juga menghasilkan berbagai jenis enzim eksopeptidase yang menghasilkan asam amino bebas dengan memotong gugus karboksi atau amino pada rantai peptida suatu protein atau peptida. Sejauh ini telah dapat diisolasi 4 jenis enzim karboksipeptidase dan 7 macam enzim aminopeptidase dari koji (Table-6 dan Tabel-7).

Tabel-6. Karboksipeptidase asam dari koji 1)

Karboksipeptidase Asam (Acid carboxypeptidase)

Karakteristik I II III IV Berat molekul (x 1000) 120 105 61 43 pH optimum 3 – 4 3 – 4 3 3 – 4 Aktivitas 2) A B - 0,25 0,18 - 0,05 0,01 0,11 0,02 Berat enzim 3) 10 19 62 8

1) Nakadai (1977) dalam Fukushima (1982)

2

) Substrat A: Cbz-Glu-Try; (B): Cbz-Ala-Glu. Aktivitas: unit kasein per gram koji

3

11

Oleh karena kisaran pH optimum semua enzim karboksipeptidase ada pada pH asam, maka enzim-enzim tersebut disebut juga sebagai karboksipeptidase asam. Semua enzim aminopeptidase mempunyai spesifisitas tinggi terhadap gugus terminal amino leusin, oleh karena itu disebut juga sebagai

leucine aminopeptidase.

Tabel-7. Leucine aminopeptidase dari koji 1) Enzim Berat Molekul (x 1000) pH optimum Aktivitas 2) Berat enzim 3) I 27 8,5 0,12 319 II 61 5 – 8 0,25 54 III 55 8,0 0,15 301 IV 130 7,0 0,15 200 V 100 - 0,11 - VI 39 - 0,01 - VII 170 - 0,03 - Arilamidase 130 8,5 0 -

1) Nakadai (1977) dalam Fukushima (1982)

2

) Substrat A: Leu-Gly- Gly. Aktivitas: unit kasein per gram koji

3

) Mikrogram per gram koji

Di dalam fermentasi koji, pertumbuhan kapang, produksi enzim dan pertumbuhan mikroorganisme kontaminan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti:

Kadar air. Kadar air bahan baku yang akan diinokulasi dengan spora kapang sangat penting untuk mendapatkan pembentukan enzim protease yang tinggi. Kadar air koji yang baik untuk menghasilkan protease yang banyak adalah 40-45%. Kadar air yang tinggi menyebabkan tingginya konsumsi gula oleh kapang, dan meningkatkan proliferasi bakteri kontaminan, sehingga akhirnya menyebabkan mutu koji rendah.

Suhu. Suhu antara 20-35oC sesuai untuk pembentukan enzim protease, sementara suhu koji sekitar 35oC sesuai untuk sintesis enzim amilase (Nakagawa 1992: personnal communication). Suhu koji berpengaruh terhadap pembentukan

12

tunas konidiospora kapang, pertumbuhan miselia, metabolisme respirasi, aktivitas enzim dan proliferasi bakteri kontaminan.

Waktu. Pembuatan koji dimaksudkan adalah untuk memperoleh enzim dengan akivitas setinggi-tingginya. Umur koji yang menghasilkan enzim dengan aktivitas tertinggi adalah 40-48 jam (Fukushima 1982).

Bahan baku. Perbandingan kedelai dan gandum sebagai bahan baku pada proses pembuatan ekstrak moromi umumnya adalah antara 6:4 sampai 4:6 (Yokotsuka 1982; Steinkrauss 1988). Jika bagian gandum lebih banyak, maka pertumbuhan kapang akan lebih banyak. Jika kedelai lebih banyak, maka pH koji akan naik.

Fermentasi moromi

Perubahan mikroorganisme selama fermentasi moromi. Koji dibuat dalam kondisi udara terbuka. Hal ini menyebabkan tumbuhnya berbagai jenis bakteri – seperti Streptococcus, Micrococcus, Lactobacillus, Bacillus; dan khamir. Namun hanya beberapa jenis bakteri saja yang dapat tumbuh pada moromi, karena kadar garam yang tinggi (16-18%). Mikroorganisme yang tidak tahan garam yang tumbuh selama fermentasi koji, seperti Micrococcus dan

Bacillus, akan terhambat pertumbuhannya dan bahkan mati pada awal tahapan

proses fermentasi moromi (1-2 bulan). Spora Bacillus dapat bertahan dalam moromi. Hanya bakteri asam laktat dan khamir tahan garam tinggi yang mampu tumbuh pada moromi – seperti Pediococcus halophilus (bakteri asam laktat halofilik), Zygosaccharomyces rouxii (khamir tahan garam tinggi), dan beberapa spesies Candida (khamir halofilik) .

Terdapat tiga tahapan perubahan mikroflora dan biokimiawi selama fermentasi moromi. Berbagai jenis senyawa ester terbentuk sebagai hasil dari reaksi antara senyawa organik yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri asam laktat (tahap pertama) dengan alkohol yang dihasilkan oleh khamir Z rouxii

(tahap kedua). Tahapan ketiga adalah fermentasi khamir Candida yang menghasilkan senyawa fenolik – seperti 4-etilguaiakol, 4-etilfenol, 2-feniletanol – yang terkait dengan pembentukan aroma moromi. Di awal fermentasi moromi, pH moromi berkisar antara 6,5-7,0; selanjutnya, pH moromi akan turun menjadi

13

4,7 hingga 4,8. Pada tahapan pertama dari fermentasi moromi, Pediococcus

halophilus (Tetragenococcus halophila) tumbuh dan menghasilkan asam laktat

yang mengakibatkan turunnya pH moromi. Seiring dengan turunnya pH moromi, pada jenis kecap tertentu, seperti koikuchi dan usukuchi di Jepang, khamir tahan garam tinggi seperti Zygosaccharomyces rouxii akan tumbuh dan melakukan fermentasi alkohol. Sebaliknya, pada kecap jenis tamari, fermentasi alkohol tidak terjadi. Hal ini disebabkan karena kekurangan kandungan gula dan adanya efek penghambatan yang disebabkan oleh tingginya kadar nitrogen. Oleh karena itu, aroma yang berasal dari senyawa ester pada kecap jenis tamari kurang kuat. Strain khamir tahan ga ram tinggi lainnya, seperti Candida, tumbuh pada tahapan tengah dan akhir fermentasi moromi. Spesies Candida – seperti Candida

versatilis dan Candida etchellsii menghasilkan senyawa fenolik dan

meningkatkan aroma kecap. Sebetulnya, pertumbuhan Candida dimu lai sejak awal tahapan fermentasi moromi, namun jika dibandingkan dengan pertumbuhan

Z. rouxii, pertumbuhan Candida sangat lambat (Gambar -2). Hal ini disebabkan

karena Z rouxii lebih bersifat anaerobik daripada Candida (Mizunuma & Iguchi 1981 dalam Fukushima 1982). Namun pada akhir tahapan fermentasi moromi, pertumbuhan spesies Candida meningkat tajam, sebaliknya pertumbuhan Z rouxii

menurun. Hal ini disebabkan karena Candida lebih tahan terhadap kondisi moromi yang mengandung nitrogen tinggi (pada tahapan akhir fermentasi moromi, kandungan nitrogen total pada cairan moromi meningkat) dan mengandung senyawa alkilfenol dan senyawa alkohol aromatik (yang dihasilkan oleh Candida) (Fukushima 1982).

Perubahan kimia selama fermentasi moromi. Pertumbuhan kapang selama fermentasi koji menghasilkan enzim amilolitik dan proteolitik. Selanjutnya, selama fermentasi moromi, enzim dari koji menghidrolisis 90-92% protein yang berasal dari bahan baku menjadi asam amino dan peptida dengan berat molekul rendah. Sedangkan sebagian besar karbohidrat akan diuraikan menjadi gula sederhana. Selanjutnya, gula sederhana akan difermentasi terutama menjadi asam laktat, alkohol dan karbon dioksida (Fukushima 1982).

Peran proteinase dan peptidase dari koji dalam fermentasi moromi (peng uraian protein). Tabel-8 memperlihatkan aktivitas individu enzim

14

proteinase dan beberapa gabungan enzim proteinase menguraikan protein kedelai pada pH 5,0. Rasio formol nitrogen dan total nitrogen terlarut (FN/TN) berkaitan dengan panjang peptida di dalam hidrolisat kedelai. Formol nitrogen adalah kadar nitrogen alfa-amino, sedangkan kadar total nitrogen terlarut mencerminkan kadar nitrogen peptida. Dari Tabel tersebut tampak bahwa masing-masing enzim proteinase berperan dalam menghasilkan nitrogen peptida dalam jumlah yang besar, namun senyawa nitrogen peptida tersebut sedikit yang terurai menjadi senyawa nitrogen yang lebih sederhana – yaitu asam amino. Sebaliknya, pada Tabel-8 tersebut tampak bahwa ekstrak kasar enzim proteinase mampu menghidrolisis prote in menjadi peptida-peptida yang lebih sederhana, ditunjukkan dengan nilai rasio FN/TN yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat enzim lain selain proteinase di dalam koji yang berperan menguraikan senyawa polipeptida (Fukushima 1982).

Pada percobaan hidrolisis protein kedelai dengan enzim peptidase basa memperlihatkan bahwa kandungan formol nitrogen dan asam glutamat meningkat

1 2 3 4 5 6 Bulan 102 7 106 108 104

Gambar-2. Pola pertumbuhan mikroorganisma selama fermentasi moromi 1. Khamir liar, 2. Micrococcus, 3. Bacillus, 4. Lactobacillus, 5. Saccharomyces rouxii, 6. Torulopsis (Yokotsuka 1985)

1 2 3 4 5 6 APC per gram

15

dengan adanya penambahan enzim proteinase. Ini menunjukkan bahwa peptida yang diuraikan oleh enzim proteinase dihidrolisis lebih lanjut menjadi asam amino oleh enzim peptidase yang ditambahkan (Tabel-9) (Nakadai et al. 1972 dalam Fukushima 1982). Penambahan enzim peptidase kepada enzim karboksipeptidase-IV juga mengakibatkan penguraian peptida menjadi asam amino. Nakadai menyimpulkan bahwa semua peptidase yang diisolasi dari koji berperan dalam pembentukan formol nitrogen dan asam glutamat.

Tabel- 8. Hidrolisis protein kedelai oleh proteinase murni 1)

Enzim 2) Enzim yang ditambahkan (mg) Total N (mg%) Formol N (mg%) FN/TN (x 100) Asam glutamat (mg%) Ekstrak kasar (69,5) 174 76 44,0 102 Alp 4,5 137 11 8,0 3 Alp 9,0 148 12 8,0 2 NP-I 1,3 97 8 8,3 0 NP-I 2,6 107 9 8,5 0 NP-I 3,9 109 10 9,0 0 NP-II 2,6 114 9 7,5 0 NP-II 5,3 125 10 7,9 0 Alp + NP-I 9,0 + 1,3 161 19 11,6 8 Alp + NP-II 9,0 + 2,6 159 16 9,9 6 1

) Nakadai at al. (1972) dalam Fukushima (1982)

2

) Alp : alkaline proteinase; NP : neutral proteinase

Peran enzim glutaminase dalam pembentukan asam glutamat selama fermentasi moromi. Umumnya protein nabati seperti kedelai dan gandum mengandung glutamin dalam jumlah banyak. Sebagian glutamin dimodifikasi oleh enzim glutaminase menjadi asam glutamat. Oleh karena itu, enzim glutaminase sangat penting pada hidrolisis enzimatik protein nabati, karena enzim ini dapat meningkatkan kandungan asam glutamat – salah satu komponen flavor hidrolisat yang penting (Gambar-3) (Nasuno & Nakadai 1977 dalam Fukushima 1982). Glutaminase sangat sensitif terhadap pH asam dan garam (Hayashi & Terada, 1972 dalam Fukushima 1982). Oleh karena itu, pada satu

16

bulan pertama, fermentasi garam pada proses pembuatan kecap dilakukan pada suhu rendah (15-20oC) guna mencegah hilangnya aktivitas enzim glutaminase (Fukushima 1982, Judoamidjojo 1986).

Tabel-9. Hidrolisis protein kedelai oleh proteinase murni 1

) Enzim 2) Enzim yang ditambahkan (mg) Total N (mg%) Formol N (mg%) Asam glutamat (mg%) Ekstrak kasar (69,5) 174 76 102 Kontrol (9,0) 148 12 2 AcCP-I 0,8 158 27 23 AcCP-II 2,3 147 31 20 AcCP-III 0,9 156 27 30 LAP-I 4,9 168 45 27 LAP-II 2,4 163 49 76 AcCP-I + LAP-II 0,3 + 2,4 173 53 82 AcCP-II + LAP-II 0,9 + 2,4 162 54 82 AcCP-IV + LAP-II 0,3 + 2,4 164 51 79 AcCP-I + AcCP-III 0,3 + 0,9 163 43 60 1

)Nakadai at al. (1972) dalam Fukushima (1982)

2

) AcCP : Acid Carboxypeptidase; LAP : leucine aminopeptidase

Upaya memperpendek lama waktu fermentasi moromi

Banyak peneliti yang telah melakukan berbagai cara untuk memperpendek umur fermentasi moromi dengan memperoleh mutu moromi yang sama dengan moromi yang diperoleh dari fermentasi moromi yang lama (lebih dari 3 bulan). Kazuo et al. (1979) dalam patennya US Patent No. 4,180,590 mengklaim dapat memperoleh ekstrak moromi dengan kandungan nitrogen, formol nitrogen dan alkohol tinggi, yaitu masing-masing sebesar 1,8-2,5%(b/v) , 1,1-1,6%(b/v) dan 2-4%(b/v) yang dapat dicapai selama 25-35 hari. Proses produksi ekstrak moromi ini meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: (a) sakarifikasi pati bahan baku tambahan dengan enzim amilolitik, (b) fermentasi asam laktat dengan penambahan bakteri asam laktat, (c) pasteurisasi ekstrak moromi dan deaktivasi enzim, (d) pencampuran hasil hidrolisis pati (no. (c)) dengan koji, dilanjutkan dengan (e) fermentasi alkohol moromi dengan menambahkan kultur khamir.

17

Motai et al. (1987) dalam patennya US Patent No. 4.684.527 menyatakan bahwa ekstrak moromi yang bermutu baik (mengandung asam amino tinggi) dapat diperoleh dengan cara menghidrolisis ekstrak moromi (minimal berumur 1 bulan) dengan enzim peptidase terimobilisasi dan/atau enzim glu taminase terimobilisasi di dalam larutan garam (8-17% (b/v)) pada suhu 25-50oC dan pH antara 4.0 hingga 6.5 selama 30 menit hingga 10 jam. Jika digunakan kedua enzim, untuk mendapatkan efisiensi reaksi yang lebih tinggi, Motai et al. (1987) menyarankan untuk menghidrolisis ekstrak moromi dengan menggunakan enzim peptidase terimobilisasi terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan glutaminase terimobilisasi. Motai et al. (1987) mengklaim dapat memperoleh ekstrak moromi dengan kadar total nitrogen 1,75% (b/v) kurang dari 7 hari.

Protein serealia

Macerating enzyme

Alkaline proteinase Semi-alkaline proteinase Neutral proteinase I dan II Acid proteinase I-III

Peptida

Alkaline proteinase Semi-alkaline proteinase Neutral proteinase I dan II Acid proteinase

Asam amino

Asam glutamat Glutamin

Asam piroglutamat

Glutaminase

Gambar -3. Peran masing-masing enzim koji dalam hidrolisis protein (Fukushima 1982)

18

Akao et al. (1987) dalam patennya US Patent No. 4,587,127 mengklaim dapat memperoleh ekstrak moromi yang bermutu baik dalam waktu yang singkat (sekitar 5 hari) dengan cara menghidrolisis ekstrak moromi de ngan menggunakan sel bakteri asam laktat terimobilisasi dan sel khamir moromi terimobilisasi. Ekstrak moromi dihidrolisis secara anaerob dengan sel bakteri asam laktat selama 30 menit hingga 30 jam pada pH 4,0-9,0 dan suhu 20-35oC. Selanjutnya, ekstrak moromi dihidrolisis dengan sel khamir terimobilisasi selama 2-30 jam pada suhu 15-37oC. Akao et al. (1987) mengklaim dapat membuat ekstrak moromi dengan kadar total nitrogen sebesar 1,95%(b/v) kurang dari 3 hari.

Fukushima et al. (1999) dalam patennya US Patent No. 5,869,115 menyatakan tentang proses produksi kecap yang mempunyai kandungan nitrogen tinggi dengan cara menghidrolisis bahan baku berprotein dengan enzim di dalam larutan garam. Gluten gandum, garam, air dan koji dicampur untuk memperoleh moromi dengan kandungan garam 0-15%, selanjutnya moromi dihidrolisis pada suhu 37-55oC selama 1-7 hari. Atau, moromi dengan kandungan garam 15-23% dihidrolisis pada suhu di bawah 30oC selama minimal 2 hari. Selanjutnya, moromi disaring dan diperoleh ekstrak moromi dengan kandungan nitrogen 2,3-3,3% dan kadar garam 10-20%.

Tobe dan Sugitomo (2000) dalam patennya US Patent No. 6,054,150 mengklaim tentang proses produksi ekstrak moromi yang mempunyai kandungan nitrogen tinggi dengan cara penambahan gluten pada moromi. Fermentasi moromi berlangsung singkat (7 hari hingga 6 bulan). Mula -mula, moromi dihidrolisis secara enzimatis (enzim berasal dari koji) pada kondisi suhu dimana kekentalan moromi dapat diturunkan menjadi maksimal 2.500 cp; misalnya moromi dihidrolisis pada suhu 20-50oC selama 10-250 hari. Setelah kekentalan moromi mencapai 2.500 cp, gluten ditambahkan ke dalam moromi. Selanjutnya, moromi difermentasi selama 7 hari hingga 6 bulan. Jika suhu moromi dibawah 20oC, maka diperlukan waktu yang lama untuk menurunkan kekentalan moromi. Jika kekentalan moromi lebih besar dari 3.000 cp, gluten yang ditambahkan akan sukar larut dalam moromi. Dalam paten ini disebutkan bahwa kadar total nitrogen dapat dinaikkan hingga 3,67%(b/v) selama 10 hari.

19

Lim dan Thang (2002) dalam patennya US Patent No. 6,383,532 menyebutkan proses produksi hidrolisat (ekstrak moromi) dalam jangka waktu 1-20 hari. Mula -mula, pada fermentasi koji (suhu 30-37oC selama 2-5 hari) diinokulasi kultur bakteri asam laktat (103-107 koloni/g), selanjutnya koji yang diperoleh ditambahkan air dan dihidrolisis pada suhu 2-50oC, pH 5,6-7,0 selama 1-20 hari. Garam ditambahkan diawal atau diakhir hidrolisis koji.

Beberapa usaha percepatan fermentasi moromi yang telah dipatenkan seperti diuraikan di atas dan penelitian mengenai hal yang sama disarikan dalam Tabel-10. Dalam aplikasinya pada skala industri, upaya percepatan fermentasi dengan cara penambahan kultur bakteri asam laktat (Kazuo et al. 1979; Lim & Thang 2002) dan imobilisasi enzim (Motai et al. 1987) maupun sel bakteri asam laktat dan khamir (Akao et al. 1987) memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi. Sedangkan percepatan fermentasi dengan penambahan gluten (Tobe

et al. 2000) dan hidrolisis enzimatik bahan baku (Kazuo et al. 1979) untuk

meningkatkan kadar nitrogen dalam waktu singkat belum tentu mendapatkan flavor yang diinginkan seperti pada moromi umur 3 bulan atau lebih. Hidrolisis atau pre-inkubasi koji sebelum fermentasi moromi dilakukan lebih mudah diterapkan pada skala industri tanpa membutuhkan ketrampilan yang tinggi. Untuk mempersingkat hidrolisis makromolekul dari bahan baku koji, Su et al. (2005) telah melakukan penelitian hidrolisis koji dengan cara menaikkan suhu

Dokumen terkait