• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, Kabupaten Cianjur terletak pada koordinat 106o 42’ – 107o 25’ bujur timur dan 6o 21’- 7o 25’ lintang selatan

dengan luas wilayah sekitar 361 434.98 hektar. Menurut lokasi, Kabupaten Cianjur sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Garut, sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia, serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor.

Pemerintahan Kabupaten Cianjur menaungi 32 kecamatan yang terdiri dari 354 desa dan 6 kelurahan. Penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2012

sejumlah 2 231 107 jiwa yang terdiri dari 1 153 993 laki-laki dan 1 077 144 jiwa perempuan. Jumlah pegawai negeri Sipil di lingkungan pemerintahan mencapai 15 422 orang pada tahun 2012. Menurut lapangan pekerjaan utama, penduduk berumur diatas 15 tahun yang bekerja pada bidang pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan sebanyak 404 273 orang (55.81 persen). Industri pengolahan menjadi lapangan pekerjaan dari 71 811 orang (4.69 persen). Selain itu, perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel serta jasa kemasyarakatan sebanyak 176 348 orang (18.78 persen) dan 122 130 orang (4.69 persen). Lapangan kerja lainnya seperti pertambangan, keuangan, dan bangunan diusahakan oleh 124 940 orang (15.89 persen). Dengan demikian, sektor pertanian masih mendominasi penyerapan tenaga kerja terbesar di Kabupaten Cianjur.

Kabupaten Cianjur memiliki luas lahan pertanian sebesar 237 650 hektar dengan lahan sawah dan bukan sawah secara berturut-turut sebesar 66 180 hektar dan 171 470 hektar. Ketinggian wilayah berada antara rentang 7 – 2 962 mdpl dengan wilayah tertinggi di Kecamatan Cipanas dan Pacet. Menurut Kementrian Pertanian (2013), kriteria kesesuaian agroklimat untuk tanaman kedelai menurut evelasi (mdpl) berada pada 100 – 800 mdpl untuk kategori sangat sesuai. Salah satu kecamatan yang memiliki kondisi optimal dalam pengusahaan kedelai di Kabupaten Cianjur berada pada Kecamatan Sukaluyu dengan ketinggian 200-316 serta kemiringan 0-30 persen.

Kecamatan Sukaluyu memiliki luas wilayah sebesar 4 802.38 hektar. Lahan pertanian dengan luas sebesar 3 496 hektar terdiri dari 2 326 hektar sawah irigasi, 248 hektar tegal, 434 hektar ladang, 109 perkebunan, 111 hutan rakyat dan lainnya sebesar 268 hektar. Komoditas pertanian yang diusahakan didominasi dengan komoditas padi sawah, kedelai, dan jagung. Luas panen, produksi, dan total produksi komoditas pertanian di Kecamatan Sukaluyu tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Luas panen, produksi, dan total produksi komoditas pertanian di Kecamatan Sukaluyu tahun 2012

No Komoditas Luas Panen (ha) Produksi (kuintal) Total Produksi (ton GKG) 1 Padi sawah 4 440 60.01 26 646 2 Padi ladang 50 28.32 142 3 Jagung 111 56.11 623 4 Kedelai 1 075 13.73 1 476 5 Kacang Tanah 28 6.18 17 6 Ubi Kayu 85 177.96 1 513 7 Ubi Jalar 26 120.25 313

Jarak Kecamatan ke Ibu Kota Kabupaten Cianjur berada pada rentang 7-15 km. Kecamatan Sukaluyu terdiri dari 10 desa dengan 71 RW, 307 RT, dan 37 dusun. Jumlah penduduk sebanyak 71 641 jiwa diantaranya 37 393 jiwa laki-laki dan 34 248 perempuan. Secara ringkas, luas wilayah dan jumlah penduduk menurut desa di Kecamatan Sukaluyu tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 11.

45%

2%

0%

7%

46%

Petani PNS TNI/Polri Swasta Buruh

Tabel 11 Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut desa di Kecamatan Sukaluyu tahun 2012 No Desa Luas (km2) Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 1 Mekarjaya 3.2 4 442 1 388 2 Panyusuhan 5.1 6 387 1 252 3 Sukaluyu 6.2 8 076 1 303 4 Sukamulya 6.7 8 782 1 311 5 Babakansari 4.4 6 308 1 434 6 Tanjungsari 4.6 7 753 1 685 7 Selajambe 2.9 7 308 2 520 8 Hegarmanah 3.1 7 269 2 345 9 Sukasirna 4.4 7 981 1 814 10 Sindangraja 4.5 7 335 1 630 Jumlah 71 641 1 588

Penduduk di Kecamatan Sukaluyu memiliki mata pencaharian yang bervariasi. Petani merupakan mata pencaharian kedua terbesar setelah buruh dengan jumlah penduduk secara berturut-turut sebesar 8 580 jiwa (45 persen) dan 8739 jiwa (46 persen). Persentase ini menunjukkan bahwa pertanian mulai tergeser oleh pekerjaan di perusahaan di wilayah setempat. Selain itu, mata pencaharian lain yang diusahakan adalah swasta, pegawai negeri sipil, dan TNI/Polri. Sebaran persentase penduduk diatas 15 tahun berdasarkan mata pencaharian di Kecamatan Sukaluyu dapat dilihat pada Gambar 8.

Kecamatan Sukaluyu memiliki potensi pengusahaan kedelai yang baik. Semakin tergesernya mata pencaharian penduduk mengindikasikan perlu adanya penelitian dan program pemerintah untuk mendukung terselenggaranya usahatani komoditas pertanian khususnya komoditas kedelai.

Gambar 8 Sebaran persentase penduduk diatas 15 tahun berdasarkan mata pencaharian di Kecamatan Sukaluyu

Karakteristik Petani Responden

Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini merupakan 60 petani yang menanam kedelai pada musim tanam ketiga pada tahun 2013. Karakteristik petani responden dibedakan menurut beberapa kriteria antara lain jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, status usahatani, status lahan dan lama bertani kedelai. Karakteristik petani responden dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Karakteristik petani responden di Kecamatan Sukaluyu Karakteristik Responden (n = 60) Jumlah (orang) Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 55 91.67

Perempuan 5 8.33 Umur (tahun) ≤ 30 1 1.67 31-40 7 11.67 41-50 12 20.00 51-60 23 38.33 ≥ 61 17 28.33 Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah 0 0.00 Tidak Tamat SD 1 1.67 Tamat SD 51 85.00 Tamat SMP 4 6.67 Tamat SMA 4 6.67

Tamat Perguruan Tinggi 0 0.00

Jumlah Tanggungan ≤ 3 22 36.67 4 sampai 6 34 56.67 ≥ 7 4 6.67 Luas Lahan 0.10 - 0.50 42 70.00 0.51 - 1.00 16 26.67 1.01 - 1.50 1 1.67 ≥ 1.51 1 1.67 Status Lahan Sendiri 16 26.67 Bonus 15 25.00 Sewa 3 5.00 Bagi Hasil 26 43.33

Status Usahatani Utama 46 76.67

Sampingan 14 23.33

Lama Bertani Kedelai (tahun)

≤ 5 22 36.67

6 sampai 10 26 43.33

11 sampai 15 6 10.00

Jenis kelamin responden didominasi oleh laki-laki sebanyak 55 orang (91.67 persen). Hal ini dikarenakan responden merupakan kepala keluarga yang memperoleh pendapatan melalui usahatani kedelai. Usia responden berada pada rentang 29 – 78 tahun. Sebagian besar responden berada pada rentang umur 51 –

60 tahun sebanyak 38.33 persen. Rata-rata usia responden sebesar 54.43 menunjukkan bahwa responden berada pada usia produktif sehingga memiliki kemampuan yang baik dalam pengusahaan kedelai. Jumlah tanggungan keluarga responden 56.67 persen berada pada rentang 4 – 6 orang. Semakin banyak jumlah tanggungan yang dimiliki oleh petani responden maka akan mempengaruhi pembagian hasil pendapatan usahatani.

Tingkat pendidikan petani akan mempengaruhi pola pikir dalam memperhitungkan keuntungan dan penggunaan teknologi dalam usahatani yang dijalankan. Petani responden kedelai telah mengenyam pendidikan pada bangku sekolah. Terdapat satu responden yang tidak tamat dari SD (1.67 persen), 51 orang tamat SD, 4 orang tamat SMP, dan 4 orang tamat SMA. Tingkat pendidikan SD yang masih mendominasi sebesar 85 persen mengindikasikan pengetahuan yang diterima masih dalam taraf rendah. Pengetahuan yang minimum menunjukkan petani kurang memperhatikan keuntungan yang diperoleh serta penggunaan teknologi agar usahatani yang dijalankan efisien.

Pengusahaan kedelai oleh responden dikelola pada luas lahan sebesar 0.1 hingga 2 hektar. Rata-rata luas lahan yang diusahakan sebesar 0.51 hektar. Sebagian besar responden mengusahakan usahatani kedelai pada luas lahan 0.10 –

0.50 hektar sebesar 70.00 persen. Dominasi luas lahan yang kecil akan berpengaruh pada tingkat efisiensi penggunaan input dalam usahatani. Status lahan yang digunakan dalam usahatani kedelai terdiri dari lahan milik sendiri, bonus, sewa, dan bagi hasil. Status ini akan mempengaruhi mekanisme pembayaran dan biaya yang dikeluarkan untuk lahan. Sebesar 43.33 persen petani menggunakan lahan dengan status bagi hasil yang berarti pembayaran lahan dilakukan setelah panen. Petani memberikan hasil panen dengan proporsi yang telah disetujui oleh pemilik lahan dan petani. Menurut status usahatani, petani responden menjadikan usahatani sebagai matapencaharian utama sebesar 76.67 persen dan sampingan sebesar 23.33 persen. Beberapa petani melakukan pekerjaan lainnya seperti usahatani ternak, warung, dan ojek. Mata pencaharian ini akan menambah pendapatan keluarga. Namun, apabila pekerjaan memberikan keuangan yang lebih besar dan berkelanjutan maka dapat mempengaruhi minat petani dalam mengusahakan lahan pertaniannya.

Pengalaman bertani responden bermacam-macam dengan proporsi terbesar pada rentang 6 – 10 tahun sebesar 43.33 persen. Petani dengan pengalaman yang lebih lama diindikasikan memiliki pengetahuan usahatani lebih baik. Proporsi selanjutnya berada pada rentang pengalaman kurang dari 5 tahun (36.67 persen). Hal ini disebabkan petani responden mem-berakan lahannya pada tahun-tahun sebelumnya. Petani mulai mengusahakan lahannya untuk usahatani kedelai setelah sosialisasi dari badan penyuluhan setempat terkait pola penanaman padi –

Keragaan Usahatani

Keragaan usahatani menjelaskan secara deskriptif terkait gambaran singkat usahatani yang dijalankan di Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur. Pola tanam yang digunakan dalam satu tahun adalah padi – padi – kedelai. Kedelai ditanam pada bulan Juli hingga Oktober. Salah satu keragaan yang akan dijelakan merupakan teknik budidaya yang digunakan petani dalam pengusahaan kedelai. Teknik budidaya yang baik menghasilkan produksi yang baik pula. Teknik budidaya kedelai yang dilakukan di Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur adalah sebagai berikut :

1. Pengolahan Lahan

Petani kedelai di Kecamatan Sukaluyu tidak melakukan pembajakan seperti pengolahan lahan pada komoditas padi. Kegiatan yang dilakukan antara lain perataan bedengan dan kemalir serta pembuatan mulsa dari jerami padi. Bedengan dan kemalir mengikuti alur padi pada periode musim tanam sebelumnya. Lalu pemotongan jerami padi saat panen musim tanam sebelumnya digunakan untuk pembuatan mulsa jerami. Mulsa ini ditujukan untuk menghambat laju pertumbuhan gulma sehingga petani akan mengurangi frekuensi penyiangan lahan.

2. Penanaman dan penyulaman

Penananaman dilakukan setelah kegiatan pengolahan lahan dilangsungkan. Lahan akan dilubangi menggunakan tugal (asek) sebagai tempat penanaman benih kedelai dengan kedalaman 3 – 5 cm. Jarak tanam yang digunakan mengikuti jarak tanam padi pada musim sebelumnya yaitu 30 x 30. Benih yang digunakan, sebelumnya dapat diberi pupuk seperti Rhizoplus lalu disiapkan pada ember. Petani menanam benih 2 – 3 butir per lubang. Apabila benih gagal tumbuh dalam satu minggu, petani akan melakukan penyulaman supaya lahan tetap memproduksi kedelai.

3. Pemupukan

Kegiatan pemupukan dilakukan untuk menyuburkan tanaman kedelai. Sebagian besar petani melakukan kegiatan pemupukan pada saat muncul daun, bunga, dan buah. Waktu yang digunakan pada kegiatan ini berkisar pada minggu ke 2, 4, dan 6. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang, pupuk kimia padat, dan pupuk kimia cair. Pupuk kandang diberikan dengan cara dicampur pada tanah saat pengolahan lahan dilangsungkan. Pupuk kimia padat diberikan dengan cara disebar atau dicampur dengan air lalu disemprotkan. Penggunaan pupuk kimia cair menggunakan sprayer untuk penyemprotan. 4. Penyiraman dan penyiangan

Usahatani kedelai tidak memerlukan kegiatan penyiraman yang terlalu sering. Kegiatan ini dilakukan oleh sebagian besar responden pada minggu kedua. Penyiraman memanfaatkan sumber air terdekat di sekitar lokasi penanaman kedelai. Petani dapat menggunakan sprayer atau manual. Penyiangan ditujukan untuk mengurangi gulma yang muncul di sekitar area penanaman. Petani responden jarang melakukan kegiatan penyiangan dikarenakan penggunaan mulsa jerami efektif dalam kegiatan usahatani. Penyiangan ringan dilakukan pada gulma yang tumbuh tinggi dan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kedelai.

5. Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit akan mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan kedelai. Hal ini akan berimbas pada menurunnya produksi yang dapat dihasilkan. Hama dan penyakit dapat dikendalikan dengan pemberian pestisida. Berdasarkan penyuluhan oleh badan penyuluh setempat, pestisida diberikan hanya saat tanaman terserang hama dan penyakit. Tanaman kedelai rentan terserang pada awal pertumbuhan, munculnya bunga, dan pengisian polong. Beberapa hama yang menyerang kedelai di Kecamatan Sukaluyu adalah hama tikus, semut, dan belalang. Pengendalian dilakukan dengan cara menyemprotkan pestisida pada tanaman kedelai dengan menggunakan sprayer. 6. Pemanenan

Kegiatan pemanenan merupakan pengumpulan hasil usahatani yang telah dibudidayakan. Pemanenan kedelai dilakukan pada umur tanam 90 hari saat kedelai telah menguning pada batang, daun, dan polong. Kegiatan ini dilakukan dengan memotong pangkal batang menggunakan sabit/arit. Setelah dipanen, kedelai akan diangkut dan dilakukan kegiatan pascapanen.

7. Pascapanen

Beberapa kegiatan pascapanen yang dilakukan meliputi pengeringan, perontokan, grading, dan pengemasan. Pengeringan dilakukan dengan meletakkan kedelai pada hamparan sehingga kedelai akan tersinari oleh matahari lalu melalui masa pengeringan. Kedelai sesekali akan dibalik supaya pengeringan merata. Kegiatan ini membutuhkan waktu 4 – 6 hari sesuai dengan cuaca yang terjadi di lapang. Setelah kedelai kering, proses selanjutnya adalah perontokan kedelai. Perontokan dilakukan dengan dua cara yaitu diinjak/digebuk dan menggunakan mesin perontok kedelai.

Kedelai yang telah dirontokkan akan melalui proses sortasi untuk memisahkan biji kedelai dengan rontokan polong yang telah kering. Proses ini dilakukan dengan cara ditapih/diayak. Beberapa petani melakukan grading dengan memisahkan sesuai ukuran yaitu kedelai polong besar dan kecil. Kegiatan ini jarang dilakukan karena membutuhkan tenaga dan waktu yang lama dalam pengerjaannya. Setelah itu, kedelai akan dikemas dalam karung dan disimpan hingga tengkulak atau pabrik tahu membeli kedelai tersebut.

Pemasaran dan Kegiatan Penyuluhan

Pemasaran kedelai di Kecamatan Sukaluyu relatif mudah. Petani tidak memerlukan biaya transportasi untuk menjual kedelai yang telah dihasilkan karena tengkulak/pabrik tahu sebagai konsumen akan menghampiri petani ke lokasi penyimpanan. Sebagian besar petani menjual hasil kedelai kepada tengkulak dengan persentase sebesar 78.33 persen. Petani lainnya sebanyak 13 orang (21.67 persen) memasarkan hasil kedelainya kepada pabrik tahu. Pemilihan pemasaran kedelai kepada tengkulak didasarkan pada kecepatan tengkulak dalam menghampiri petani saat usai panen. Tujuan pemasaran kedelai di Kecamatan Sukaluyu dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Tujuan pemasaran kedelai di Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur Kegiatan Tujuan Jumlah (orang) Persentase (%)

Pemasaran Tengkulak 47 78.33

Pabrik Tahu 13 21.67

Pasar 0 0.00

Kegiatan yang dilakukan untuk mendukung peningkatan produksi kedelai dalam negeri salah satunya adalah kegiatan penyuluhan dan pendampingan. Kegiatan ini berfungsi untuk memberikan pengetahuan terkait budidaya usahatani kedelai yang baik dan benar. Kegiatan terlaksana atas kerjasama Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dengan badan penyuluhan pertanian setempat. Pemberian penyuluhan dan pendampingan dilakukan secara berkelanjutan dengan periode yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak. Kegiatan ini diharapkan secara efektif membantu petani untuk menerapkan anjuran dari badan penyuluhan sehingga kedelai yang diusahakan tumbuh dengan baik.

Penyuluhan dan pendampingan sebagian besar telah diikuti oleh petani responden yaitu sebanyak 88.33 persen. Namun, pelaksanaan kegiatan tidak dilakukan petani secara rutin. Hal ini menyebabkan informasi dan pengetahuan yang diterima menjadi kurang efektif. Petani diharapkan dapat bekerjasama untuk mengikuti kegiatan tersebut dengan tujuan memperoleh manfaat. Manfaat ini nantinya dapat diterapkan pada usahatani yang dijalankan sehingga petani mendapatkan keuntungan yang meningkat karena kualitas kedelai yang dihasilkan semakin baik.

Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Kedelai

Kebijakan yang diterapkan pemerintah demi mencapai swasembada kedelai secara nasional terbagi menjadi kebijakan input dan atau output. Kebijakan akan mendorong usahatani kedelai dalam mencukupi kebutuhan kedelai nasional dan berdaya saing terhadap kedelai impor.

Kebijakan Input

Kebijakan input yang digunakan dalam kegiatan usahatani kedelai diwujudkan dalam program pemerintah tahun 2013 yaitu Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan Untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. Menurut Kementrian Pertanian (2013), beberapa kegiatan yang dijalankan meliputi Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Kedelai, Pengembangan Model PTT Kedelai dan Perluasan Areal Tanaman Baru.

Program SL-PTT memberikan bantuaan benih subsidi kepada daerah-daerah yang berada pada kawasan pertumbuhan dan pengembangan tanpa kegiatan Pengembangan Model PTT. Pengembangan Model PTT akan dilakukan pada areal tanam baru dengan adanya penambahan luas tanam dan penerapan teknologi kepada petani kedelai. Petani akan diberi bentuan sarana produksi melalui bantuan ke kelompok tani. Perluasan Areal Tanaman Baru dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai. Kegiatan ini dilaksanakan pada areal lahan sawah/tadah hujan/kering/pasang surut/lebak/perhutani.

Pemberlakuan kebijakan pada input kedelai diperbaharui mengingat program swasembada belum berhasil dilakukan. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Indonesia No 03 Tahun 2015 terkait pedoman Upaya Khusus (UPSUS) peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai melalui program perbaikan jaringan irigasi dan sarana pendukung. Beberapa kebijakan input yang diterapkan antara lain :

1. Lahan

Peraturan Menteri Pertanian Indonesia No 03 Tahun 2015 menjelaskan bahwa program sebagi upaya khusus swasembada berkelanjutan untuk komoditas kedelai adalah Optimasi Perluasan Areal Tanam Kedelai melalui Peningkatan Indeks Pertanaman (PAT-PIP Kedelai). Optimasi lahan ditujukan untuk meningkatkan indeks pertanaman yang merupakan frekuensi penanaman pada lahan pertanian serta produktivitas kedelai melalui penyediaan sarana dan prasarana pertanian. Program PAT-PIP dilakukan dengan cara memperluas areal tanam pada lahan yang tidak pernah atau sebelumnya dipakai untuk penanaman kedelai namun tidak ditanami kembali.

2. Benih

Pemberian bantuan benih ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dengan penanaman menggunakan benih yang berkualitas. Adapun beberapa persyaratan benih yang akan disalurkan (Permentan No 03 tahun 2015) yaitu varietas unggul yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian, bersertifikat minimal kelas Benih Sebar 2 (BR 2), benih diterima petani maksimal 1 bulan sebelum masa kadaluarsa, dan memiliki spesifikasi yang baik. Spesifikasi benih ditentukan oleh daya tumbuh minimal 80 persen, kadar air maksimal 11 persen, campuran varietas lain (CVL) maksimal 0.5 persen dan kotoran benih maksimal 3 persen.

Pengalokasian subsidi benih yang berfluktuasi menyebabkan kebijakan subsidi kedelai semakin dinamis (Firdaus 2013). Hal ini menyebabkan dikeluarkannya Permentan No 67 Tahun 2013 terkait penindakan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) menjadi subsidi harga pada produsen benih.

3. Pupuk

Bantuan pupuk pada petani dikhususkan pada petani anggota kelompok tani yang telah menyusun RDKK pupuk subsidi tahun 2015. Petani bersedia untuk membeli dan menggunakan pupuk bantuan untuk usahtani yang dikelola pada tahun 2015. Hal ini ditujukan supaya tanaman yang diusahakan dapat tumbuh dengan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pupuk yang dialokasikan untuk bantuan terdiri dari pupuk kimia dan organik. Pupuk kimia yaitu Urea dan NPK yang disalurkan memiliki spesifikasi yang diatur pada Permentan No 43 Tahun 2011. Selain itu pupuk kimia harus memiliki Sertifikat Produk Penggunan Tanda Standard Nasional Indonesia (SPPT SNI). Sedangkan pupuk organik mengacu pada Permentan No 70 Tahun 2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. Seluruh pupuk telah terdaftar pada Kementrian Pertanian.

Pemerintah menerapkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada pupuk bersubsidi yang dikeluarkan dalam peraturan menteri pertanian republik Indonesia nomor 122/Permentan/SR.130/11/2013. Penetapan kebijakan ini akan mempengaruhi biaya yang dikelurkan pada setiap usahatani kedelai dengan tujuan produktivitas dan produksi dapat ditingkatkan. Kebijakan ini juga akan membantu petani dalam mencukupi kebutuhan pupuk yang akan disalurkan melalui penyalur Lini IV (toko pertanian yang ditunjuk pemerintah) ke petani atau kelompok tani. Pupuk yang diatur dalam peraturan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Pupuk Subsidi dengan penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Jenis Pupuk Harga (Rp/kg) Kemasan Pembelian (kg)

Urea 1 800.00 50 SP-36 2 000.00 50 ZA 1 400.00 50 NPK 2 300.00 50 atau 20 Organik 500.00 50 atau 20

Menurut Mantau dan Faisal (2013), harga pupuk di tingkat petani ditentukan oleh harga paritas sehingga apabila harga meningkat maka produsen akan memilih ekspor pupuk yang menyebabkan langkanya pupuk di dalam negeri. Hal ini memerlukan kebijakan yang efektif untuk menjaga ketersediaan pupuk. Beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain subsidi gas untuk industri pupuk, subsidi pupuk hanya untuk tanaman pangan, dan pajak ekspor pupuk (Mantau dan Faisal 2013). 4. Irigasi

Irigasi merupakan usaha dalam penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air dengan menunjang pertanian. Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 293/KTPS/M/2014, sawah di Indonesia memiliki jaringan irigasi seluas 7 145 169 hektar dengan 3 288 993 hektar telah mengalami kerusakan pada jaringan primer dan sekunder yang dikelola pemerintah pusat dan daerah (UU no 7 tahun 2004; PP No 20 Tahun 2006). Selain itu, jaringan irigasi tersier yang dikelola oleh petani seluas 2 069 484 hektar perlu diperbaiki untuk dapat berfungsi dengan baik.

5. Alat dan Mesin Pertanian

Peraturan Menteri Pertanian Indonesia No 03 Tahun 2015 menjelaskan bahwa bantuan alat dan mesin pertanian terbagi menjadi pra panen, pascapanen, dan pengolahan hasil pertanian. Alat dan mesin pra panen meliputi Traktor Roda-2, Traktor Roda-4, dan pompa air yang telah terakreditasi. Pascapanen memerlukan alat-alat seperti Power Threser Multiguna untuk merontokkan kedelai. Program ini diberikan dengan syarat kelompok tani sebagai penerima bantuan bersedia mengoptimalkan pemanfaatan dan merawat dengan baik alat dan mesin pertanian.

6. Tenaga Kerja

Berdasarkan hasil keuntungan usahatani kedelai di Kecamatan Sukaluyu mengaami kerugian. Biaya terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya tenaga kerja. Kebijakan tenaga kerja diatur dengan diterapkannya Upah Minimum Regional (UMR) untuk setiap daerahnya. UMR yang diterima oleh pekerja cenderung meningkat setiap tahunnya sehingga hal ini juga akan berpengaruh terhadap upah yang dikeluarkan untuk tenaga kerja pada usahatani kedelai. Menurut statistik daerah Kabupaten Cianjur 2014, UMR di Kabupaten Cianjur meningkat dari Rp 970 000 pada tahun 2013 menjadi Rp 1 500 000 pada tahun 2014. Hal ini akan mendorong meningkatknya biaya yang akan dikeluarkan petani dan keuntungan yang diperoleh semakin menurun.

7. Bahan Bakar

Kebijakan lain yang mempengaruhi adalah kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM). Harga bensin jenis Premium pada waktu penelitian ditetapkan pada Pengumuman Nomor 07.PM/12/MPM/2013 PP Nomor 15 tahun 2013 sebesar Rp 6 500. Harga tersebut merupakan harga premium dengan besar subsidi Rp 3 000 yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 tahun 2013. Saat ini, kebijakan pemerintah menetapkan harga premium berdasarkan pasar sehingga harga premium meningkat. Kebijakan ini tidak terlalu berdampak pada usahatani kedelai. Namun, apabila kebijakan subsidi diterapkan maka biaya privat akan lebih kecil dan mendorong kedelai untuk berdaya saing.

Kebijakan Output

Kebijakan output yang diterapkan meliputi kebijakan harga jual petani dan penerapan tarif bea masuk impor kedelai. Pemerintah dengan peraturan yang berpihak pada kesejahteraan petani kedelai menetapkan kebijakan harga dasar. Berlakunya kebijakan ini akan berpengaruh terhadap penerimaan yang diterima oleh petani. Petani juga mempunyai patokan harga untuk tawar-menawar pada saat penjualan hasil usahataninya. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong petani untuk tetap mengusahakan kedelai sehingga swasembada kedelai tercapai. Namun kebijakan belum terlaksana dengan baik karena harga jual masih diserahkan pada mekanisme pasar. Kebijakan harga pangan murah dan insentif harga yang rendah bagi petani tidak akan merangsang petani untuk mengembangkan kedelai (Nuhung 2013).

Kedelai impor masuk ke pasar Indonesia dengan harga yang lebih murah dibandingkan kedelai lokal. Hal ini akan mengakibatkan bergesernya permintaan

Dokumen terkait