• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 19 Keterkaitan sektoral tebu, industri gula pasir dan industri kaitannya

1. Komoditi Padi, Industri Beras dan Industri Makanan Lainnya

Arahan Pengembangan Padi: Diversifikasi Usaha ke Arah Hilir dan Peningkatan Produktivitas

Pengganda pendapatan yang rendah pada sektor padi menunjukkan bahwa petani kurang mendapatkan manfaat langsung dari sektor yang diusahakannya. Perbaikan pendapatan petani dapat diupayakan dengan memperluas usaha petani padi ke arah industri olahan unggulannya (industri makanan lainnya atau industri beras), selain program perbaikan teknologi pertanian. Dengan diversifikasi usaha seperti ini, maka nilai tambah yang diperoleh petani dapat ditingkatkan dan akan memperkuat keterkaitan sektoral padi. Selain itu, dengan keunggulan lain dari industri olahan tersebut, maka jalinan sinergisitasnya juga akan mampu memberikan peningkatan PDRB dan PAD provinsi serta memacu pertumbuhan sektor ekonomi lainnya.

Pada umumnya lahan padi sawah di Jawa Barat termasuk dalam kelas kesesuaian ’sesuai’ (S2), sementara padi ladang masuk ke dalam kelas ’sesuai marjinal’ (S3). Oleh karena itu, jika masih dimungkinkan untuk mengoptimalkan tingkat produktivitasnya, maka dampak dari upaya tersebut tidak hanya akan mengimbas pada peningkatan kesejahteraan petani, tetapi juga mampu memenuhi kapasitas terpasang industri dan kebutuhan pangan nasional.

Peta Pemusatan Padi, Industri Kaitannya dan Tingkat Kesejahteraan di Jawa Barat (Gambar 29) memuat informasi lokasi pemusatan budidaya padi, pemusatan industri beras dan industri kaitannya, sedangkan data pendukung disajikan pada

Tabel 53. Dari peta tersebut ditunjukkan bahwa usahatani padi sawah di Jawa Barat terpusat di kabupaten Kuningan, Cirebon, Majalengka, Subang, Indramayu, Bekasi, kota Sukabumi, kota Bandung, Kota Cirebon, Karawang, Kota Bekasi, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar. Wilayah administrasi kota teridentifikasi sebagai lokasi pemusatan padi sawah disebabkan proporsi produksi padi sawah dengan produksi total tanaman pangan pangan lainnya cukup besar jika dibandingkan dengan proporsi yang sama di tingkat provinsi. Sedangkan pemusatan padi ladang terjadi di kabupaten Sukabumi, Garut, Cianjur, Kuningan, Sumedang, Bandung dan Purwakarta.

Industri Beras

Industri beras hasil analisis input-output merupakan suatu kelompok industri yang terdiri dari beberapa jenis industri pengolah padi. Untuk itu perlu identifikasi lebih rinci jenis industri yang memenuhi kriteria unggulan, terutama dari aspek ketergantungannya terhadap faktor eksternal dan serapan tenaga kerjanya, untuk arahan pengembangannya di suatu wilayah.

Industri-industri yang termasuk dalam kelompok industri beras pada bagan pohon industri adalah kelompok industri olahan primer, yaitu: (1) industri penggilingan padi dan penyosohan beras (15311), (2) industri penggilingan dan industri pembersihan padi-padian lainnya (15312) dan (3) industri berbagai macam tepung dari padi-padian, biji-bijian, kacang-kacangan, umbi-umbian dan sejenisnya (15322). Sedangkan industri olahan lanjutan yang merupakan kelompok industri makanan lainnya, mencakup industri makaroni, mie, spagheti, bihun, so'un dan sejenisnya (15440), industri kue-kue basah (15498) dan industri kerupuk dan sejenisnya (15496 dan 15497). Industri lanjutan lainnya/industri komplemen, yang kaitannya sangat jauh dengan padi, diantaranya adalah industri pulp, berbagai jenis industri kertas dan lain-lain (Gambar 14).

Secara umum, pada kelompok industri beras dan industri makanan lainnya, sebagian besar industri ini tidak mengandung bahan input impor. Dan hampir seluruh kepemilikan industri ini (99 %) dikuasai oleh usahawan domestik, hanya sebesar satu persen yang dimiliki oleh investor asing, yaitu pada industri makaroni,

mie dan bihun (15440). Untuk deskripsi masing-masing kelompok industri beras dan arahan pengembangannya diuraikan sebagai berikut:

a. Industri Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras (15311)

Data statistik industri menginformasikan bahwa realisasi produksi industri beras masih di bawah kapasitas terpasang perusahaan. Pada industri penggilingan padi dan penyosohan beras (15311), misalnya, rata-rata realisasinya baru mencapai 70 persen dari kapasitas terpasang industri. Dilaporkan bahwa terdapat banyak industri yang beroperasi di bawah kapasitas normalnya (terlalu kecil) sehingga informasi kapasitas real industri-industri tersebut dikosongkan. Suatu industri akan lebih optimal jika beroperasi pada kapasitas produksi yang tidak berbeda jauh dari kapasitas terpasangnya, sehingga biaya yang telah terlanjur dikeluarkan (sunk cost) dan biaya operasional yang dikeluarkan, dapat diimbangi dengan penerimaan terbesar yang dapat diperoleh dari kegiatan usahanya. Dengan perbaikan teknologi dan memperhatikan aspek kesesuaian lahan serta pengelolaan lahan, produktivitas padi yang selama ini masih di bawah produktivitas optimal dapat ditingkatkan, sehingga dapat memberi pasokan lebih baik untuk konsumsi pangan daerah maupun sebagai input sektor industri penggilingan padi.

Selain itu, kekurangan input bahan baku padi industri penggilingan padi di tempat pemusatan dapat dipenuhi dari kabupaten tetangga penghasil padi yang pada wilayahnya tidak terdapat industri tersebut. Dengan demikian, antarwilayah dan antarsektor di Jawa Barat dapat terjalin kerja sama yang saling memperkokoh dan saling menguntungkan.

Hubungan antarsektoral dan antarwilayah dari industri beras tersebut dapat dilihat pada Peta Pemusatan Padi, Industri Kaitannya dan Tingkat Kesejahteraan di Jawa Barat (Gambar 29). Industri penggilingan padi dan penyosohan beras (15311) tersebar di beberapa kabupaten pusat produksi bahan bakunya (padi), yaitu kabupaten Karawang, Subang, Indramayu dan Bekasi, yang juga merupakan pusat padi sawah. Selain itu juga berada di kabupaten Cianjur dan Sumedang, yang merupakan pusat padi ladang. Hanya saja pemusatan industri ini terkonsentrasi di kabupaten Karawang dan Bekasi.

Tingkat serapan tenaga kerja industri ini termasuk rendah, yaitu sebesar 6 orang per 1 juta rupiah satuan output yang dihasilkan. Industri lainnya, yaitu industri penggilingan dan pembersihan padi-padian lainnya (15312), hanya terdapat di Sumedang dengan serapan tenaga kerja sebesar 6 orang per 1 juta rupiah satuan output yang dihasilkan. Industri ini murni bergerak di bidang jasa dan tidak menghasilkan output sendiri. Kabupaten pusat padi yang bukan merupakan pusat industri penggilingan padi, dapat menggunakan jasa penggilingan ataupun memberikan pasokan input untuk industri penggilingan dan penyosohan beras tersebut, sehingga industri-industri penggilingan tersebut juga dapat beroperasi optimal sesuai kapasitas terpasangnya. Secara umum, kabupaten di bagian timur Jawa Barat dapat menggunakan jasa penggilingan atau memberikan produk padinya untuk bahan baku industri penggilingan di Sumedang, sedangkan wilayah sentra padi bagian timur mengirimkannya ke industri penggilingan di kabupaten Karawang dan Bekasi.

b. Industri Tepung

Pada kelompok industri berbagai macam tepung dari padi-padian, biji-bijian, kacang-kacangan, dan umbi-umbian (15322), ternyata tidak ditemui industri yang menggunakan bahan baku dari padi atau beras. Di tempat pemusatan industri ini, yaitu di Kabupaten Kuningan, dihasilkan produk frozen sweet potato dan pasta ubi, yang tidak menggunakan bahan baku padi/beras. Di kabupaten lainnya, industri tepung berada di Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang, dengan jenis produksi utamanya masing-masing adalah tepung hunkwe dan aci kasar. Dari informasi ini dapat diketahui bahwa di Jawa Barat belum ada industri skala menengah atau besar yang bergerak di bidang tepung beras. Dimungkinkan industri tersebut terdapat pada skala usaha kecil untuk memenuhi kebutuhan konsumen lokal di Jawa Barat. Kemungkinan lainnya bahwa produk tepung beras ini merupakan produk diversifikasi industri lainnya (seperti kelompok industri 15440: mie, bihun atau so’un) yang bukan merupakan produk utamanya, sehingga tidak masuk ke dalam klasifikasi industri tepung ini. Dapat pula kebutuhan tepung beras tersebut didatangkan dari luar Provinsi Jawa Barat. Tidak tersedianya industri tepung beras (sebagai produk utama) dalam skala usaha menengah-besar

menjadi peluang program pengembangan di Jawa Barat. Jika mengacu pada jumlah produksi beras yang cukup besar di Jawa Barat, dimungkinkan industri ini cukup potensial untuk dikembangkan, terutama jika kepemilikannya dapat dikuasai oleh kelembagaan kelompok petani kecil.

Informasi pada bagan pohon industri, yang menunjukkan bahwa pada industri ini terdapat kepemilikan asing dengan persentase rata-rata sebesar 33 persen, sebenarnya menunjuk pada industri frozen sweet potato dan pasta ubi di Kabupaten Kuningan. Begitu pula dengan informasi persentase ekspor yang cukup tinggi (66 %). Industri yang memiliki segmentasi pasar yang besar ini hanya menunjuk pada satu industri frozen sweet potato dan pasta ubi tersebut. Sementara industri tepung di kabupaten lainnya, nilai outputnya jauh berada di bawah nilai output industri pasta ubi tersebut dan kepemilikannya dikuasai oleh usahawan lokal. Serapan tenaga kerja rata-rata industri tepung tidak cukup besar, yaitu 29 pekerja untuk setiap satu juta rupiah nilai output. Informasi besarnya kepemilikan asing dan adanya input impor pada bagan pohon industri, yang akan menggugurkan keunggulan industri tepung beras, tidak dapat digunakan pada analisis ini dan perlu kajian lebih lanjut untuk itu. Tetapi diduga bahwa industri ini dapat dikembangkan tanpa menggunakan input impor dan kepemilikannya diupayakan agar dimiliki oleh gabungan kelompok petani yang tersebar di lokasi penghasil padi. Apabila kualitas dan ketersediaan bahan baku industri tepung beras dapat dipenuhi oleh wilayah penghasil padi, seharusnya tidak ada impor bahan baku yang besar untuk itu.

c. Industri Makaroni, Mie, Spagheti, Bihun, So'un dan Sejenisnya (15440) Industri makaroni, mie, spagheti, bihun, so'un dan sejenisnya (15440) tersebar di banyak kabupaten, tetapi pemusatan kelompok industri ini terkonsentrasi di kabupaten Bekasi, Karawang, Bogor dan Bandung. Dari kelompok industri 15440, industri yang khusus memproduksi bihun, yang bahan bakunya berasal dari beras, terpusat di kabupaten Subang dan Cirebon. Tercatat bahwa realisasi produksi industri sebesar 78 persen dari kapasitas terpasangnya, walaupun masih banyak industri yang memiliki kapasitas yang rendah. Sementara tingkat serapan tenaga kerjanya cukup besar, yaitu 71 pekerja untuk setiap satu juta nilai output. Di Jawa Barat telah berdiri 12 industri bihun.

Sebagaimana jenis industri beras lainnya yang disebut sebelumnya, industri ini diidentifikasi sebagai industri unggulan Jawa Barat. Kepemilikan asing sebesar 1 persen dianggap cukup rendah atau kecenderungan industri ini dikuasai oleh pemilik domestik. Kelebihan industri ini dibandingkan dengan industri beras lainnya adalah pada serapan tenaga kerjanya yang cukup besar. Pengembangan industri ini diharapkan juga dapat menampung kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian primer, yang kebanyakan berstatus sebagai setengah pengangguran. Dengan demikian, seluruh jenis industri beras telah teridentifikasi sebagai sektor unggulan dengan kriteria unggulannya masing-masing.

Industri Hilir Lanjutan dan Industri Hulu Sektor Padi

Industri-industri hilir yang jauh kaitannya dengan sektor padi, terpusat di kabupaten/kota industri atau jasa, yaitu di Bandung, Bekasi, Bogor, Karawang, Kota Bekasi. Industri-industri tersebut adalah industri pulp (21011), industri kertas budaya, industri kertas berharga (21014), industri kertas teknik/industri (21015), industri kertas tissue, industri kertas lainnya, industri kemasan dan kotak (21020) dan industri kemasan lain (21090). Seluruh industri hilir tersebut memiliki kandungan input impor dan sebagian dimiliki oleh investor asing. Bahkan industri hulu dari padi memiliki kandungan input impor yang lebih tinggi, seperti kelompok industri pupuk, industri kimia dan industri pemberantas hama.

Aplikasi Keunggulan Industri Unggulan Disesuaikan dengan Permasalahan Wilayah

Pengembangan industri unggulan, terutama yang terkait dekat dengan padi, disarankan untuk dapat dikembangkan di pusat-pusat budidaya padi yang memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah. Dengan adanya industri olahan beras yang kepemilikannya berada di pihak para petani, diharapkan dapat memberikan efek peningkatan nilai tambah dan memperbaiki pendapatan yang mereka peroleh. Kemungkinan pengembangan sektor padi dan industri beras di Jawa Barat dapat dilihat pada Peta Pemusatan Padi, Industri Kaitannya dan Tingkat Kesejahteraan di Jawa Barat yang disajikan pada Gambar 29.

Kabupaten yang teridentifikasi memiliki tingkat kesejahteraan rendah adalah kabupaten Cianjur, Garut, Cirebon dan Indramayu. Keempat kabupaten tersebut memiliki jumlah penduduk miskin lebih dari 15 persen dari total penduduk di masing-masing kabupaten tersebut. Angka IKM (2003) kabupaten tersebut masuk ke dalam kelas Menengah Atas (simbol MA), kecuali Cirebon. Dari angka IPM-nya pada tahun 2005, IPM kabupaten Cirebon dan Indramayu tidak mengalami perubahan kelas kelompok dari kodisi tahun 2003, sebagaimana kabupaten lainnya, yaitu tetap pada kelas Menengah Rendah.

Pada kabupaten dengan kesejahteraan rendah tersebut, terpusat produksi padi ladang atau padi sawah dan telah dikenal dengan produksi berasnya. Tetapi ternyata pada kabupaten tersebut tidak ditemui pemusatan industri pengolahan beras primer. Kalaupun terdapat jenis industri tersebut, nilai outputnya berada di bawah rata-rata (bukan pemusatan), seperti di kabupaten Cianjur dan Indramayu. Di Indramayu, hanya terdapat satu industri penggilingan padi dan penyosohan beras (15311), dengan skala usaha menengah tetapi nilai outputnya masih berada di bawah rata-rata provinsi. Sementara di kabupaten Cianjur terdapat 6 industri yang sama, namun dengan nilai output yang kecil-kecil.

Bahkan pada kedua kabupaten lainnya, yaitu kabupaten Cirebon dan Garut, tidak terdapat satu pun industri olahan primer yang terkait dekat dengan sektor padi. Padahal kedua kabupaten ini memiliki produksi padi sawah di atas rata-rata provinsi. Dimungkinkan hanya terdapat industri kecil yang dapat melayani kebutuhan penanganan padi hingga menjadi beras. Kemungkinan lain bahwa produksi padi dari kedua kabupaten ini apabila dalam jumlah besar, dibersihkan atau diolah di kabupaten tetangganya yang terdekat.

Dari Peta Pemusatan padi, Industri Kaitannya dan Tingkat Kesejahteraan di Jawa Barat dan Tabel 53, dapat dilihat potensi keterkaitan wilayah, yaitu antara sumber bahan baku (pemusatan padi) dengan industri olahan primer, industri olahan pangan antara, industri komplemen dan industri hulunya. Kebutuhan akan jasa pengilingan dan pembersihan jenis padi-padian dalam skala besar di Garut dapat dipenuhi oleh industri penggilingan tersebut (15312) yang berada di Kabupaten Sumedang. Sedangkan produksi padi di Kabupaten Cirebon dalam skala besar dapat dilayani oleh industri di Kabupaten Indramayu, yang merupakan kabupaten tetangga terdekat dan memiliki industri penggilingan tersebut.

166

167

Tabel 53 Pemusatan padi dan industri utama kaitannya di Jawa Barat

Kabupaten/kota Pusat Padi: Swh (1) &Ldg (2)

Pusat Ind. Hulu: Pupuk 24121 (1),

24123 (2); dan Pemberantas hama

24212 (3)

Pusat Ind Olahan Primer/ Ind Beras 15311 (1), 15312

(2), 15322* (3)

Pusat Ind Olahan Lanjutan 15440* (1), 15496 (2),

15498 (3)

Pusat Ind. Lanjutan Lain 21011 (1), 21012 (2), 21014 (3), 21015 (4), 21016 (5), 21019 (6), 21020 (7), 21090 (8) Tingkat Kesejahtera an Tingkat

Pengangguran Indeks Gini

BANDUNG 2 2 4.5 MR T 0.61 BEKASI 1 1 1 1,4,7,8 T 0.6 BOGOR 3 1.2 6.8 MR T 0.57 CIAMIS 2 MR 0.76 CIANJUR 2 1 R 0.72 CIREBON 1 1*, 2 R 0.64 GARUT 2 2.3 R 0.69 INDRAMAYU 1 2 R 0.73 KARAWANG 1 1 2 2,3,5,6 MR T 0.66 Kt. BANDUNG 1 2 T T - Kt. BANJAR MR T 0.74 Kt. BEKASI 1 2.3 6,7,8 T T - Kt. BOGOR T T 0.28 Kt. CIMAHI 2 MR T - Kt. CIREBON 1 T - Kt. DEPOK 2 T T 0.33 Kt. SUKABUMI 1 T T 0.48 Kt. TASIKMALAYA MR T 0.56 KUNINGAN 12 3 MR 0.74 MAJALENGKA 1 MR 0.73 PURWAKARTA 2 2 7 MR 0.69 SUBANG 1 1 4 MR 0.69 SUKABUMI 2 MR 0.69 SUMEDANG 2 2 MR 0.74 TASIKMALAYA MR 0.68

Keterangan: 15311 =ind. penggilingan & penyosohan padi, 15312=penggilingan & pbersihan padi lainnya, 15322=ind tepung pasta ubi 15440* = khusus bihun, 15496=kerupuk, 15498= kue basah, 21011 = pulp dan 21012 dst= berbagai ind kertas & kemasan R = Rendah, MR = Menengah Rendah, T= Tinggi

Walaupun Indramayu bukan tempat pemusatan industri ini dan hanya terdapat satu industri, tetapi industri tersebut memiliki nilai output yang cukup besar dibandingkan kabupaten lain yang tersebar dengan skala usaha yang relatif lebih rendah.

Dari Peta Pemusatan Padi, Industri Kaitannya dan Tingkat Kesejahteraan di Jawa Barat (Gambar 38) serta dari Tabel 53, dapat dilihat bahwa pada keempat kabupaten dengan kesejahteraan rendah (warna coklat), hanya terpusat jenis industri olahan lanjutan, yaitu industri kerupuk (15496) dan industri bihun/so’un (15440). Padahal industri ini mencakup banyak jenis kerupuk, yang belum tentu dibuat dari bahan baku padi atau produk olahannya (tidak ada informasi detil). Tidak adanya industri olahan padi primer skala menengah atau besar di kabupaten Cirebon dan Garut menjadi peluang bagi petani untuk melakukan diversifikasi usaha ke arah hilir. Begitu pula dengan industri olahan lanjutan, seperti kerupuk (rangginang, opak), industri kue basah (dodol) dan industri terkait lainnya yang berbahan baku beras, disarankan untuk dikembangkan di kabupaten tersebut, karena selain memberikan peningkatan nilai tambah, kepemilikannya juga relatif lebih mudah dikuasai petani. Hal yang sama dengan industri hilir lainnya, yang memberikan nilai tambah yang jauh lebih besar, diusahakan agar petani dapat turut menguasai industri tersebut, selain upaya besar untuk meperbaiki teknologi di bidang pertanian. Pendirian atau pengembangan industri pertanian yang dikuasai investor besar di wilayah basis bahan baku, tidak akan memberi dampak berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, disebabkan nilai tambah yang tercipta hanya terkumpul pada beberapa pemodal besar saja. Industri padat karya yang dimiliki segelintir pengusaha besar, hanya memberikan sebagian kecil cipratan kesejahteraan berupa upah buruh yang rendah dan tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk meningkatkan keahliannya. Berbeda halnya jika petani diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya, berekspektasi lebih tinggi dan memiliki keahlian di bidang pertanian, maka selain akan meningkatkan kesejahteraan mereka, juga akan meningkatkan keahlian petani dan memberikan kegairahan usaha di sektor pertanian primer yang selama ini dianggap sebagai sektor inferior.

Dari serapan tenaga kerjanya, industri olahan primer padi bukan tergolong industri yang dapat menyerap tenaga kerja yang besar. Serapan tenaga kerja

industri penggilingan padi dan penyosohan beras (15311) di Cianjur rata-rata sebesar 17 pekerja per 1 juta rupiah nilai output. Sementara di Indramayu, yang memiliki nilai output yang jauh lebih besar, serapan tenaga kerjanya hanya 2 pekerja per 1 juta rupiah nilai output. Atau dapat dikatakan setiap dihasilkan output senilai 1 juta rupiah output hanya dibutuhkan 2 orang. Ini menunjukkan bahwa industri yang tersebar di Cianjur lebih bersifat padat karya dibandingkan dengan jenis industri yang sama di Indramayu. Namun keempat kabupaten yang telah diuraikan, tidak tergolong memiliki tingkat pengangguran terbuka yang tinggi. Masalah pada kabupaten-kabupaten tersebut lebih pada aspek kemiskinan atau pendapatan yang rendah, sehingga penekannya lebih pada industri yang dapat memberikan pelipatgandaan pendapatan yang tinggi. Sehingga sekalipun industri-industri tersebut teridentifikasi memiliki serapan tenaga kerja rendah, apabila mampu memberikan pelipatgandaan pendapatan yang tinggi, pengembangannya masih relevan dalam upaya mengurangi kemiskinan di daerah tersebut.

Pada tahap awal perbaikan program pembangunan, industri olahan antara merupakan pilihan yang cukup baik untuk peningkatan nilai tambah petani. Selain tidak membutuhkan biaya modal tetap yang tinggi seperti industri olahan primer padi, sebagian jenis industri olahan antara memiliki daya serap tenaga kerja yang cukup besar. Industri-industri tersebut meliputi industri bihun dan sohun (15440), industri kerupuk (15496) dan industri kue basah (15498) yang terbuat dari beras atau tepung beras/ketan. Industri kue basah seperti dodol, tersebar cukup banyak (20 industri) di Garut dengan serapan tenaga kerja yang cukup tinggi di kabupaten tersebut, yaitu 71 per 1 juta nilai output. Masing-masing tingkat serapan tenaga kerja rata-rata untuk industri kode 15440, 15496 dan 15498 di Jawa Barat secara berturut-turut adalah 71, 48 dan 74 pekerja untuk setiap 1 juta nilai output. Walaupun di kabupaten keempat kabupaten yang tengah dibahas tidak teridentifikasi memiliki tingkat pengangguran yang tinggi, tapi sebagaimana permasalahan di wilayah pertanian pada umumnya, bahwa tingkat pengangguran terbuka yang rendah diikuti dengan tingkat setengah pengangguran yang tinggi. Dengan demikian, pengembangan industri yang memiliki kedua kriteria unggulan ini dampaknya akan jauh lebih besar pada wilayah tersebut. Keberadaan industri yang bersifat padat karya dapat menampung kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian.

Berbeda dengan kabupaten pertanian yang dibahas sebelumnya, Kabupaten Karawang (kabupaten industri) walaupun memiliki permasalahan yang mirip dalam tingkat kesejahteraan (menengah rendah) dengan kabupaten Cirebon dan Garut, tetapi sangat berbeda dalam ketersediaan/keberadaan industri yang terkait dengan sektor padi. Kesejahteraan rata-rata Kabupaten Karawang tidak menunjukkan kenaikan yang berarti. Jumlah penduduk miskinnya sebesar 13.28 persen dari penduduk totalnya, masih berada di atas persentase rata-rata penduduk miskin tingkat provinsi dan dengan tingkat pengangguran tinggi. Nilai IPM-nya tetap pada kelas Menengah Rendah pada tahun 2005. Tetapi pada kabupaten ini, tersebar industri olahan padi, baik yang masih dekat kaitannya dengan sektor padi, maupun industri lanjutannya. Industri yang terkait dekat dengan sektor padi yang berada di Karawang adalah industri penggilingan & penyosohan beras (15311) dan industri kerupuk (15496). Hanya saja sebagaimana yang telah disinggung bahwa serapan tenaga kerja industri penggilingan padi tidak cukup besar (12 pekerja), sementara pada industri kerupuk serapan tenaga kerjanya lebih besar, yaitu 33 pekerja, terutama tenaga kerja produksinya, dengan komposisi jumlah pekerja produksi dan pekerja nonproduksi adalah 9 : 1. Pengembangan industri kerupuk yang memiliki serapan tenaga kerja sedang, masih memungkinkan dikembangkan di Kabupaten Karawang yang memiliki tingkat pengangguran yang tinggi.

Industri-industri yang jauh kaitannya dengan sektor padi justru banyak yang terpusat di kabupaten ini, namun dengan serapan tenaga kerja yang rendah dan terdapat muatan input impor. Sehingga dengan sasaran pembangunan yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah pengangguran, maka penambahan industri seperti ini tidak disarankan. Industri-industri tersebut adalah industri kertas budaya (21012), industri kertas berharga dan kertas khusus lainnya (21014), industri kertas tissue (21016), industri kertas lainnya (21019). Keempat industri ini tidak terdapat kepemilikan asing, namun memiliki kandungan input impor pada bahan bakunya, yaitu masing-masing 12 %, 16 %, 12% dan 20 % dan dengan serapan tenaga kerja yang rendah, yaitu masing-masing 20, 2, 6 dan 7 pekerja per 1 juta rupiah nilai output. Permasalahan pengangguran yang cukup tinggi di kabupaten ini sulit untuk dipecahkan dengan keberadaan industri lanjutan ini. Ketergantungan akan bahan baku impor tersebut akan menyebabkan perekonomian yang goyah, akibat sangat sulitnya mengontrol atau mengendalikan faktor-faktor eksternal.

Dari aspek penguasaan lahannya, kabupaten yang memiliki angka indeks

Dokumen terkait