• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompetensi Kepribadian (personal-religius)

BAB V : STANDAR KOMPETENSI GURU DALAM PERSPEKTIF

B. Standar Kompetensi Guru dalam Perspektif Pendidikan Islam

2. Kompetensi Kepribadian (personal-religius)

Dalam Undang-undang Guru dan dosen, dapat dilihat pengertian kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.38

Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, khusunya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya. Semua itu menunjukkan kompetensi personal atau kepribadian guru sangat dibutuhkan olen peserta didik dalam proses pembentukan

36 Ibid., hal. 108 37 Ibid., hal. 111 38

pribadinya. Oleh karena itu wajar kalau orang tua ketika mau memasukkan anak- anaknya ke salah satu lembaga sekolah, menanyakan siapa gurunya.39

Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada umumnya.40 3. Kompetensi Profesional

Dalam undang-undang guru dan dosen disebutkan, kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.41 Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.42

Sedangkan ruang lingkup kompetensi profesional dari berbagai sumber yang membahas tentang kompetensi guru, secara umum dapat diidentifikasi dan disarikan tentang ruang lingkup kompetensi profesional guru sebagai berikut:43

a. Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan dengan baik , baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan sebagainnya.

39

E. Mulyasa, op.cit., hal. 117

40

Ibid., hal. 117

41

Undang-undang Guru dan Dosen, op.cit., hal. 44

42

E. Mulyasa, op.cit., hal. 135

43

b. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik.

c. Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.

d. Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi. e. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan

sumber belajar yang relevan.

f. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran. 4. Kompetensi Sosial

Dalam undang-undang guru dan dosen Pasal 10 ayat (1), disebutkan yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.44 Sebagaimana juga dikutip oleh (Mulyasa: 2008) dalam Standar Nasional Pendidikan di jelaskan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagaian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. 45

Guru adalah makhluk sosial, yang dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial masyarakat dan lingkungannya, oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki kompetensi sosial yang memadai, terutama kaitannya

44

Undang-undang Guru dan Dosen, op.cit., hal. 44

45

dengan pendidikan, yang tidak terbatas pada pembelajaran di sekolah, tetapi juga pada pendidikan yang terjadi dan berlangsung dimasyarakat, juga guru diharapkan dapat bergaul baik dengan masyarakat. 46

Di kutip oleh Ahmad Budisusilo. Dalam masyarakat umum, guru adalah tetap merupakan satu sosok atau figur yang mampu memberi inspirasi, penggerak dan pembimbing dalam kegiatan kegiatan sosial kemasyarakatan. Ini tidak lepas dari status guru sebagai panutan bagi siswa siswinya disekolah yang secara mendalam melekat dalam dirinya, dan lebih luas figur itu dianggap sebagai ‘panutan’ pula bagi masyarakat umum disekitarnya. Tentu saja ini berpengaruh pada kuatnya sorotan dan kontrol masyarakat pada segala tindak tanduk seorang guru termasuk kepribadiannya. Kondisi ini mau tidak mau membuat guru harus mendudukkan dirinya sebagai figur yang tidak bias seenaknya bertingkah laku dan bermasyarakat. Perilaku dan kepribadian guru sudah terlanjur diberi label baik dan bermoral yang patut diteladani oleh lapisan masyarakat tidak hanya didepan para siswanya tetapi juga masyarakat umum. Seringkali seorang guru dimasyarakat diberi kepercayaan untuk menjadi Ketua RT/RW, penjabat kepanitiaan tertentu yang bersifat kenegaraan seperti pemilu atau sejenisnya, dan jabatan jabatan lainnya. Masyarakat percaya guru patut dan mampu melaksanakan itu semua karena kredibilitas umum figur guru yang sudah berlabel baik47

Hal tersebut diuraikan lebih lanjut dalam RPP tentang guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk:

46

Ibid., hal. 173

47

Sudrajat, 2007. Kompetensi Kepribadian Guru. http://www.pikiran-rakyat.com/ cetak/ 2007/052007/14/99 forum guru.htm

a. Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat.

b. Menggunakan tehnologi komunikasi dan informasi secara fungsional

c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik; dan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian skripsi ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif analisis kritis. Bogdan dan Taylor, sebagaimana dikutip oleh moleong, mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.48

Menurut Imron Arifin, penelitian kualitatif pada hakektnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.49

Adapun pengertian penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan sifat-sifat atau karakteristik individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.50 Metode kualitatif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran orang secara individu maupun kelompok.51

48

Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1989), hal. 3

49

Imron Arifin (ed), Peneliian Kualitatif Dalam Ilmu-Ilmu Social Dan Keagamaan

(Malang: Kalimasahada, 1996), hal. 22

50

Mudji Santoso, Hakekat, Peran, Dan Jenis-Jeis Penelitian Pada Pembangunan Lima Tahun Ke-Iv, Dalam Imron Arifin (ed), penelitian kualitatif dalam ilmu-ilmu social dan keagamaan (malang: Kalimasahada, 1996), hal. 13

51

Nana syodih sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Program pasca sarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan PT. Remaja Rosydakarya, 2005), hal. 60.

jadi penelitian deskriptif, tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan ”apa adanya” tentang sesuatu variabel, gejala atau keadaan.52

Setelah gejala, keadaan, variabel, gagasan di deskripsikan, kemudian penulis menganalisis secara kritis dengan upaya melakukan studi perbandingan atau hubungan yang relevan dengan permasalahan yang dikaji.

Pendekatan ini digunakan oleh penulis karena pengumpulan data dalam skripsi ini bersifat kualitatif, dan juga dalam penelitian ini tidak bermaksud untuk menguji hipotesis, dalam arti hanya menggambarkan dan menganalisis secara kritis terhadap suatu permasalahan yang dikaji oleh penulis, yaitu tentang standar kompetensi guru dalam pendidikan Islam, yang bersumber dari undang-undang SISDIKNAS No 20 Tahun 2006, Bab VI, Pasal 28 ayat (3), dan undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005), Pasal 10 ayat (1).

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah library research atau penelitian kepustakaan. Muhajir membedakan studi pustaka menjadi dua, yaitu: Pertama, studi pustaka yang memerlukan olahan uji kebermaknaan empiric dilapangan; Kedua, adalah kajian kepustakaan yang lebih memerlukan olahan filosofik dan teoritik dari pada uji empiric.53

52 Suharsimin Arikunto,

Manajemen Penelitian (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993 ), hal. 310

53

Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi IV (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), hal. 296

B. Instrumen Penelitian

Salah satu dari sekian banyak karakteristik penelitian kualitatif adalah manusia sebagai instrumen atau alat. Moleong, mengatakan bahwa kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya, ia menjadi pelapor hasil penelitiannya.54

Imron Arifin mengatakan bahwa manusia sebagai instrumen, berarti merupakan instrumen kunci (key instrument) guna menangkap makna, interaksi nilai, dan nilai lokal yang berbeda, dimana hal ini tidak mungkin di ungkapkan lewat kuesioner.55 Namun demikian, instrumen penelitian kualitatif selain manusia dapat pula digunakan, tetapi fungsinya sebagai pendukung tugas peneliti instrumen.56

Dalam tradisi kualitatif, peneliti harus menggunakan diri mereka sebagai instrumen, mengikuti asumsi-asumsi kultural sekaligus mengikuti data dalam berupaya mencapai wawasan imajinatif. Pada dunia sosial, responden, peneliti diharapkan fleksibel dan reflektif, tetapi tetap mengambil jarak. Konsekuensi dari pendekatan ini adalah metode penelitian kualitatif par excellence merupakan observasi partisipatoris ”pengamatan terlibat”.57

Untuk itu dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsiran data yang terdapat

54

Lexi J. Moleong, op.cit., hal. 121

55

Imron Arifin (ed.), Op.cit., hal. 5

56 Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang,

Pedoman Penulisan Skripsi

(tk: t.p, 2006), hal. 59

57

Julia Brannen, Memadu Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif (Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hal. 11

dalam undang-undang SISDIKNAS No 20 Tahun 2006, Bab VI, Pasal 28 ayat (3), dan undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005), Pasal 10 ayat (1), untuk di komparatifkan ke dalam pendidikan Islam. Dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian.

C. Sumber data

Dalam setiap penelitian, sumber data merupakan komponen yang sangat penting, sebab tanpa adanya sumber data, maka penelitian tidak akan berjalan. Sumber data adalah subjek dari mana data itu bisa diperoleh. Untuk itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan personal document sebagai sumber data dalam penelitian kualitatif ini. Personal document adalah dokumen pribadi, disini adalah catatan atau karangan seseorang seara tertulis mengenai tindakan, pengalaman dan kepercayaannya.58

1. Sumber Data Primer

Yang dimaksud dengan data primer adalah karya-karya yang ditulis sendiri oleh tokoh yang diteliti.59Yakni undang-undang SISDIKNAS No 20 Tahun 2006, Bab VI, Pasal 28 ayat (3), dan undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005), Pasal 10 ayat (1), Mulyasa ”Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru” (2008), Muhaimin, M.A. et. Al. ”Paradigma Pendidikan Islam” (2008), hal.115 Muhaimin dan Abdul Mujib, ”Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya” (Bandung:

58

Ahmad Sonhaji, Tehnik Pengumpulan Data dan Analisis Data dalam Penelitian kualitatif, Dalam Imron Arifin (ed.), Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan

(Malang: Kalimasahada, 1996), hal. 82

59

Ali Maksum, Tasawuf sebagai Pembebasan Manusia Modern, Telaah Signifikan Konsep “Tradisional Islam” Sayyed Hossen Nasr (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 13-15

Trigenda Karya, 1993), hal. 173. Yang di dalamnya membahas tentang standar kompetensi guru dalam perspektif pendidikan Islam.

2. Sumber Data Sekunder

Yang dimaksud dengan sumber data sekunder adalah karya-karya pemikir yang secara intelektual tidak terjadi kontak, tetapi ada kesamaan tema-tema pemikiran yang dikembangkannya sebagai sampel dari Hadi superno, Fazlur Rahman, Jalaluddin rahmat dan lain-lain.

Dalam penelitian ini, data sekunder yang digunakan adalah bahan-bahan pustaka yang berupa karya-karya atau buku-buku para tokoh dan pemerhati pendidikan Islam yang ada relevansinya dengan teori standar kompetensi guru dalam undang-undang SISDIKNAS No 20 Tahun 2006, Bab VI, Pasal 28 ayat (3), dan undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005), Pasal 10 ayat (1). Misalnya seperti: Al-Ghazali ”Ihya’ ’ulumuddin”, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir ”Ilmu Pendidikan Islam” (2006), Mulyasa ”Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru” (2008), Abdullah Nashih Ulwan ”

Tarbiyatul Aulad fi al-Islam” (Pendidikan Anak Dalam Islam) (1999), Drs. Muhaimin, M.A. et. Al. ”Paradigma Pendidikan Islam” (2008), dan lain sebagainya.

D. Tehnik Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka tehnik pengumpulan data yang tepat dalam penelitian library research adalah dengan mengumpulkan buku-buku, makalah, artikel, majalah, jurnal, dan lain

sebagainya, yang berhubungan dengan topik dan tokoh yang diakji. Langkah ini biasanya dikenal dengan metode dokumentasi. Suharsimi berpendapat bahwa metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda dan sebagainya.60

Tehnik ini digunakan oleh penulis dalam rangka mengumpulkan data yang berhubungan dengan arah pemikiran undang-undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2006, Bab VI, Pasal 28 ayat (3), dan undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005), Pasal 10 ayat (1), tentang standar kompetensi guru, untuk ditarik dan dikolaborasikan kepada konsep standar kompetensi guru Pendidikan Islam. Setelah data terkumpul, peneliti menganalisis data tersebut.

E. Tehnik Analisis Data

Sesuai dengan jenis dan sifat data yang diperoleh dari penelitian ini, maka tehnik analisa yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah analisis isi

(content analysis). Weber, sebagaimana dikutip oleh Soejono dan Abdurrahman, mengatakan bahwa analisis isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sohih dari sebuah buku atau dokumen.61

Mengutip Barelson, M Zainuddin mengatakan bahwa tehnik analisis isi adalah tehnik analisis untuk mendiskripsikan data secara obyektif, sistematis, dan

60

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), hal. 206

61

Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian, Suatu Pemikiran dan Penerapan

isi komunikasi yang tampak.62 Artinya, data kualitatif tekstual yang diperoleh dikategorikan dengan memilih data sejenis, kemudian data tersebut dianalisa secara kritis untuk mendapatkkan suatu informasi.

Data kualitatif tekstual yang diperoleh akan dipilah-pilah untuk kemudian dilakukan pengelompokan atas data yang sejenis dan selanjutnya dianalisis isinya secara kritis untuk mendapatkan suatu informasi yang konkrit dan memadai. Menurut Nasution, analisa data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan.63 Dalam pembahasan atau pengolahan data dalam skripsi ini, peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Metode Induksi, yaitu penyimpulrataan; metode penalaran untuk mencapai suatu kesimpulan mengenai semua anggota kelas yang tidak diperiksa dalam suatu kelompok, setelah menyelidiki sebagaian saja dari mereka.64 Dalam bahasa Indonesia Induksi diartikan dengan karangan ilmiah yang disusun berdasarkan data empirik yang diperoleh dari lapangan.65 Metode ini merupakan alur pembahasan yang berangkat dari realita-realita yang bersifat khusus atau peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian dari realita-realita yang konkrit itu ditarik secara general yang bersifat umum.66

2. Metode Deduksi, yaitu metode penyimpulrataan; penarikan kesimpulan dari yang berbentuk umum ke bentuk khusus, dimana kesimpulan itu dengan

62

M. Zainuddin, Karomah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), hal.11-12

63

S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1998), hal. 126

64

Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Penerbit Arkola, 1994), Hal. 252.

65

Samlawi Azhari, Imam Suyitno, Cermat Berbahasa Indonesia ( Malang: STIE kucecwara, 2000), Hal. 59

66

sendirinya muncul dari satu atau beberapa premis.67 Dalam bahasa indonesia

deduksi/deduktif diartikan dengan suatu metode ilmiah yang disusun berdasarkan kajian teoritis (pustaka) mengenai suatu topik.68 Metode ini merupakan akar pembahasan yang berangkat dari realitas yang bersifat umum kepada sebuah pemaknaan yang bersifat khusus.69

3. Metode Komparasi

Menurut Barnadib, yang dimaksud dengan studi komparatif adalah usaha- usaha untuk menemukan kesamaan dan perbedaan dari data atau fakta pendidikan tertentu.70

Metode komparatif dalam bahasa ini dilakukan dalam rangka melihat bagaimana konsep standar kompetensi guru dalam undang-undang SISDIKNAS No 20 Tahun 2006, Bab VI, Pasal 28 ayat (3), dan undang- undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005), Pasal 10 ayat (1), dan konsep Standar kompetensi guru dalam perspektif pendidikan Islam.

4. Metode Diskriptif

Metode diskriptif ini digunakan untuk memecahkan serta menjawab persoalan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang, dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi, analisa data, memuat kesimpulan dan laporan, dengan tujuan membuat penggambaran tentang suatu keadaan secara objektif dalam deskriptif situasi.71

67

Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, op.cit., hal. 95

68

Samlawi Azhari dan Imam Suyitno, op.cit., hal. 59.

69

Sutrisno Hadi, Op.cit., hal. 42

70 Imam Barnadib,

Pemikiran Tentang Metode Pada Pendidikan (Yogyakarta: IKIP, 1985), hal. 7

71

Moh. Ali, Penelitian Pendidikan, Prosedur dan Setrategi (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 120

BAB IV

HAKEKAT GURU DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Guru Serta Kedudukannya Dalam Pendidikan Islam

Subyek Pendidikan atau yang lazim disebut sebagai ”pendidik”, sebagaimana dijelaskan W.J.S Poerwadarminta adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Dalam bahasa Inggris kata pendidikan sering kita jumpai seperti teacher yang diartikan guru atau pengajar dan tutor yang berarti guru pribadi atau guru yang mengajar di rumah.72

Selanjutnya dalam bahasa Arab dijumpai kata ustadz, mudarris, mu’allim

dan muaddib. Kata ustadz yang berarti teacher (guru), profesor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis dan penyair. Adapun kata mudarris

berarti teacher (guru), instructur (pelatih) dan lecture (dosen). Sedangkan kata

mu’allim yang juga berarti teacher (guru), instructur (pelatih), trainer (pemandu). Selanjutnya, kata muaddib berarti educator pendidik atau teacher in Koranic School (guru dalam lembaga pendidikan al-Qur’an).73

Selanjutnya kita mengikuti petunjuk Al-Qur’an tentang seorang pendidik. Akan di jumpai informasi, bahwa yang menjadi seorang pendidik itu secara garis besarnya ada empat. Pertama, adalah Allah SWT. Sebagai guru, Allah menginginkan umat manusia menjadi baik dan bahagia hidup di dunia dan akhirat. Karena itu merka harus memiliki etika dan pengetahuan untuk mencapai tujuan

72 Samsul Ulum, Triyo Supriyatno,

Tarbiyah Qur’aniyyah (Malang: UIN Press, 2006). Hal. 61

73

Ibid., hal. 62

tersebut. Allah mengirim para Nabi yang patuh dan tunduk kepada kehendak-Nya. Para Nabi menyampaikan ajaran Allah kepada umat manusia, ajaran yang diterima umat manusia itu dapat memberikan petunjuk mengenai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.74

Selanjutnya yang kedua, sebagai guru menurut al-Qur’an adalah Nabi Muhammad Saw. Sejalan dengan pembinaan yang dilakukan oleh Allah SWT terhadap Nabi Muhammad Saw; Allah juga meminta beliau agar membina masyarakat, dengan perintah untuk berdakwah (Q.S. al-Mudatsir, 74: 1-10). Di lanjutkan dengan mensucikan dan mengajarkannya kepada manusia (Q.S. al- Mulk, 67:2). M.Quraish Shihab, 1992:172, yang dikutip oleh Samsul Ulum dan triyo Supriyatno mengatakan, Mensucikan dapat di identikkan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lain kecuali adalah mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisik dan fisik.75

Yang Ketiga adalah orang tua, al-Qur’an menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki oleh orang tua sebagai guru, yaitu memiliki hikmah atau kesadaran tentang kebenaran yang di peroleh melalui ilmu dan rasio, dapat bersyukur kepada Allah Swt, suka menasehati anaknya agar tidak menyekutukan Allah Swt, memerintahkan anaknya agar menjalankan shmedia, puasa, sabar dalam menghadapi penderitaan (Q.S. al-Lukman, 31: 12-19). Dan sebagai pendidik

keempat adalah orang lain, informasi al-Qur’an tentang hal ini dapat dilihat dalam surat al-Kahfi, 18: 60-82. Dengan demikian dalam al-Qur’an ada empat yang

74

Ibid., hal. 66

75

dapat menjadi pendidik atau guru, yaitu Allah SWT, Para Nabi, kedua orang tua dan orang lain.76

AL-Ghazali mempergunakan istilah pendidik dengan berbagai kata seperi,

al-mualim (guru), al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik), dan al-walid

(orang tua).77Dalam konteks Pendidikan Islam ”pendidik/ guru” menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, sering disebut dengan istilah Murabbi, Mu’allim, Muaddib, Mudarris, dan Mursyid. Kelima istilah tersebut mempunyai tempat tersendiri menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, disamping itu, istilah pendidik kadang kala disebut melalui gelarnya, seperti istilah ustadz dan al-syaikh.78 Pengertian masing-masing istilah tersebut, yaitu sebagai berikut:

a. Murabbi adalah orang yang mendidik dan mempersiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan mala petaka bagi dirinya.

b. Mu’allim adalah orang yang menguasai ilmu dan mampu

mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer

ilmu pengetahuan, internalisasi, serta implementasi (amaliah).

c. Mudarris adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan

76

Ibid., hal. 68

77

Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004). Hal. 172

78

mereka, serta melatih keterampilan sesui dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

d. Muaddib adalah orang yang mampu manyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradapan yang berkualitas dimasa depan.

e. Ustadz adalah orang yang berkomitmen dengan profesionalitas, yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continuous improvement.

f. Mursyid adalah orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi

diri atau menjadi pusat anutan, teladan, dan konsultan bagi peserta didiknya.

Adapun pengertian pendidik menurut istilah yang lazim di gunakan di masyrakat, telah di kemukakan oleh ahli pendidikan. Ahmad Tafsir, (1984:74) misalnya mengatakan bahwa pendidik dalam pendidikan Islam sama dengan teori barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.79

Istilah guru sebagaimana di jelaskan oleh Hadari Nawawi, (1989: 123) adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Secara lebih khusus lagi, Ia mengatakan bahwa guru berarti orang yang berkerjanya di bidang pendidikan dan pengajaran, yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak dalam mencapai kedewasaan masing-masing.80

79

Samsul Ulum, Triyo Supriyatno, op.cit., Hal. 62-63

80

B. Tugas Guru dalam Pendidikan Islam

Tugas seorang guru dijelaskan oleh S. Nasution yang dikutip oleh Samsul Ulum dan Triyo Supriyatno dan diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu:

Dokumen terkait