• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompetensi yang Dibentuk Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Dalam dokumen T PKN 1302203 Chapter2 (Halaman 38-42)

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

2.4 Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1 Konsep Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

2.4.4 Kompetensi yang Dibentuk Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

tingkat keberhasilan, kegagalan, kelebihan atau kekurangan proses dan hasil belajar serta momentum untuk melakukan relearning yang bersifat kontinyu, multidimensional dan terbuka. Dengan kata lain evaluasi merupakan media untuk mengukur ketercapaian kompetensi pembelajaran yang telah ditetapkan. Evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus bersifat utuh, artinya evaluasi pembelajaran dilakukan baik dalam proses maupun hasil belajar yang menyangkut aspek kognitif, afektif maupun psikomotor (Al Muchtar, 2001, hlm. 373). Dengan demikian semua ranah kehidupan siswa menjadi subjek evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Evaluasi pembelajaran ini dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah diperoleh dari setiap proses pembelajaran. Dengan adanya evaluasi ini dapat dijadikan bahan koreksi bagi guru untuk melakukan proses pembelajaran selanjutnya.

2.4.4 Kompetensi yang Dibentuk Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Kata kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik. Menurut (Gordon, 1988, hlm. 43) bahwa kompetensi meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nila, sikap dan minat. Dalam pengertian yang lebih konseptual McAsham (dalam Komalasari, 2009) merumuskan

kompetensi sebagai berikut “competency is knowledge, skill and abilities that a person can learn and develop, which become parts of his or her being the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective and

psykomotor behavior”. Pengertian di atas sejalan dengan pendapat (Debling,

1995, hlm. 80), Kupper dan Palthe (Wolf, 1995, hlm. 40) yang mengatakan bahwa esensi dari pengertian kompetensi “is the ability to perform”. Lebih lanjut (Debling, 1995, hlm. 80) mengatakan “competence pertains to the ability to perform the activities within a function or an occupational area to the level of

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

performance expected in employment”. Kupper dan Palthe (Wolf,1995, hlm. 40)

mengatakan “competencies as the ability of a student/worker enabling him to accomplish tasks adequately, to find solutions and to realize them in work situations”.

Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi adalah pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan siswa yang berguna untuk kehidupan di masyarakat. Kompetensi ini diantaranya dihasilkan dari proses pembelajaran di sekolah. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

(civics education) menghasilkan kompetensi kewarganegaraan (civics

kompetences) yang member bekal menuju “to be a good citizens” (terbentuknya

warganegara yang baik). Dengan demikian kompetensi kewarganegaraan adalah pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan siswa yang mendukungnya menjadi warganegara yang partisipatif dan bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Menurut Branson (1999, hlm. 8-9) menegaskan tujuan civics education

adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik ditingkat lokal maupun nasional. Partisipasi semacam itu memerlukan kompetensi kewarganegaraan sebagai berikut: (1) penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu; (2) mengembangkan kemampuan intelektual dan partisipatoris; (3) mengembangkan karakter atau sikap mental tertentu; (4) komitmen yang benar terhadapnilai dan prinsip fundamental demokrasi konstitusional.

Terkait dengan hal di atas, dapat dirumuskan komponen-komponen utama

civics competences yang merupakan tujuan civic education meliputi pengetahuan

kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills) dan watak kewarganegaraan (civic disposition).

a. Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge)

Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) berkaitan dengan materi materi substansi yang seharusnya diketahui oleh warganegara berkaitan dengan hak dan kewajiban sebagai warganegara. Pengetahuan ini bersifat mendasar tentang struktur dan sistem politik, pemerintah sistem sosial yang ideal

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sebagaimana terdokumentasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta nilai-nilai universal dalam masyarakat demokratis serta cara-cara kerjasama untuk mewujudkan kemajuan bersama dan hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat global.

Komponen pengetahuan kewarganegaraan ini diwujudkan dalam bentuk lima pertanyaan penting yang secaraterus menerus harus diajukan sebagai sumber belajar Pendidikan Kewarganegaraan (Branson, 1999, hlm. 9). Lima pertanyaan yang dimaksud adalah (1) apa kehidupan kewarganegaraan, politik dan pemerintahan; (2) apa dasar-dasar sistem politik; (3) bagaimana pemerintahan yang dibentuk oleh konstitusi; (4) bagaimana hubungan antara suatu negara dengan negara lain; (5) apa peran warganegra dalam pemerintahan.

Cara yang dipilih untuk mengorganisasikan komponen pengetahuan kewarganegaraan ke dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan bukan tanpa alasan dan kebetulan belaka. Kegunaan pertanyaan-pertanyaan tadi adalah menunjukan bahwa proses perenungannya tidak pernah berakhir, tempat pemasaran ide-ide, suatu pencarian cara baru dan sebagai cara terbaik untuk merealisasikan cita-cita demokrasi. Sangatlah penting bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk menuangkan pertanyaan-pertanyaan pokok mengenai pemerintahan dan masyarakat sipil (civil society) yang akan merangsang orang berpikir.

b. Kecakapan kewarganegaraan (civic skills)

Kecakapan kewarganegaraan (civic skills) merupakan keterampilan yang dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan, agar pengetahuan yang diperoleh menjadi suatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara. Kecakapan kewarganegaraan (civic skills) mencakup keterampilan intelektual (intelektual

skill) dan keterampilan partisipasi (participation skill). Keterampilan yang

terpenting bagi terbentuknya warganegara yang berwawasan luas, efektif dan bertanggung jawab antara lain adalah keterampilan berpikir kritis.

The national standards for civics and government and the civics

framework for 1988 national assessment of educational progress (CCE, 1994 ,

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

keterampilan mengidentifikasi, mendeskripsikan menjelaskan, menganalisis, mengevaluasi, menentukan dan mempertahankan pendapat yang berkenaan dengan masalah-masalah publik. Sedangkan keterampilan berpartisipasi meliputi keterampilan berinteraksi, memantau dan mempengaruhi.

c. Watak kewarganegaraan (civic disposition)

Menurut Buchanan dan Bahmueller (1991, hlm. 11) bahwa watak kewarganegaraan (civic disposition) adalah “…those attitudes and habit of mind

of citizen that the citizen that are conducive to the healthy functioning and

common good of the democratic system” atau sikap dan kebiasaan berpikir

warganegara yang menopang berkembangnya fungsi sosial yang sehat dan jaminan kepentingan umum. Secara konseptual watak kewarganegaraan (civic

disposition) meliputi sejumlah karakteristik kepribadian diantaranya:

“Civility (respect and civil discourse), individual responbility, self

discipline, civic mindedness, open mindedness (openness, skepticism, recognition of ambiguity), compromise, conflict of principles, compassion,

generosity and loyalty to the nation and its principles” (Buchanan dan Bahmueller, 1991, hlm. 13-14).

Maksud semua itu adalah kesopanan yang mencakup penghormatan dan interaksi manusiawi, tanggung jawab individual, disiplin diri, kepedulian terhadap masyarakat, keterbukaan pikiran yang mencakup skeptisme, sikap kompromi yang mencakup prinsip-prinsip konflik dan batas-batas kompromi, toleransi pada keragaman, kesabaran, kemurahan hati, kesetiaan terhadap bangsa dan negaranya. Pengembangan civic disposition akan memungkinkan proses politik berjalan dengan evektif untuk memajukan kepentingan umum dan member kontribusi terhadap perwujudan ide fundamental dari sistem politik termasuk di dalamnya perlindungan terhadap hak-hak pribadi.

Menurut Branson (1999, hlm. 23) bahwa civic disposition mengisaratkan pada karakter publik maupun karakter privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Watak kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan berkembang secara berlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari di rumah, sekolah, komunitas dan organisasi civil society. Karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terhadap harkat dan martabat manusia. Karakter publik juga tidak kalah penting, kepedulian sebagai warganegara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi merupakan karakter yang sangat diperlukan.

2.5 Pengertian, Ciri-ciri, Faktor-taktor yang Mempengaruhi Sikap

Dalam dokumen T PKN 1302203 Chapter2 (Halaman 38-42)

Dokumen terkait