• Tidak ada hasil yang ditemukan

T PKN 1302203 Chapter2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T PKN 1302203 Chapter2"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kompetensi Pedagogik Guru

2.1.1 Pengertian Kompetensi

Kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu competence. Maknanya sama dengan being competent, sedangkan competent sama artinya dengan having

ability, power, authority, skill, knowledge, attitude dan sebagainya. Dengan

demikian kompetensi adalah kemampuan, kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan seseorang dibidang tertentu. Jadi, kata kompetensi diartikan sebagai kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau suatu keterampilan dan kecakapan yang disyaratkan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat (10) disebutkan

“kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan,dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan

tugas keprofesionalannya”.

Menurut Sagala, (2009, hlm. 23). Rumusan kompetensi diatas mengandung tiga aspek, yaitu:

(1) kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat, pemahaman, apresiasi dan harapan yang menjadi ciri dan karakteristik seseorang dalam menjalankan tugas. Aspek ini menunjuk pada kompetensi sebagai gambaran substansi/materi ideal yang seharusnya dikuasai atau dipersyaratkan untuk dikuasai oleh guru dalam menjalankan pekerjaannya. (2) ciri dan karakteristik kompetensi yang digambarkan dalam aspek pertama

itu tampil nyata (manifest) dalam tindakan, tingkah laku dan unjuk kerjanya. Aspek ini merujuk pada kompetensi sebagai gambaran unjuk kerja nyata yang tampak dalam kualitas pola pikir, sikap dan tindakan sesorang dalam menjalankan pekerjaannya secara piawai.

(3) hasil unjuk kerjanya itu memenuhi suatu kriteria standar kualitas tertentu. Aspek ini merujuk pada kompetensi sebagai hasil (output dan atau

outcome) dari unjuk kerja.

(2)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan keterampilan (daya pisik) yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan (Sagala, 2009, hlm. 23). Sementara Charles (dalam Mulyasa, 2011:25) mengemukakan bahwa: competency as rational performance which satisfactorily meets the objective for a desired condition (kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Purwadarminta) kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. The state of legally

competent or qualified Mc Leon (dalam Uzer, 1995). Wijaya dalam Nengah dan

Kusmaningtiyas (2013, hlm. 96) mengatakan bahwa kemampuan atau kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

Pelaksanaan pembelajaran di kelas merupakan proses dimana seorang guru diharuskan memiliki kompetensi guna dijadikan modal utama untuk mengajar dan memberikan pembelajaran kepada peserta didik. Guru dituntut memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang baik dalam melaksanakan tugas profesinya. Proporsi antara pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki setiap profesi sangatlah berbeda-beda, misalnya seorang guru dan dokter yang menuntut ketiga aspek tersebut haruslah seimbang, berbeda dengan tukang kayu yang memerlukan porsi keterampilan fisik lebih besar daripada pengetahuan dan sikap sebagai kompetensi. Kompetensi sangat kontekstual dan tidak universal untuk semua jenis pekerjaan.

(3)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan. Dengan kata lain, kompetensi dapat dipahami sebagai kecakapan atau kemampuan. Sehingga kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak, sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seorang guru yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Menurut Daryanto (dalam Komang, 2013, hlm. 4) kompetensi merupakan kemampuan melakukan sesuatu yang dimensi-dimensinya meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pengetahuan, ketrampilan dan sikap melalui nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan tugas profesinya. Kemampuan sesorang tersebut dapat mencirikan tindakan/perilaku serta keprofesionalannya menjalankan tugas untuk menghasilkan tindakan kerja yang efektif dan efisien. Hasilnya merupakan produk dari kompetensi seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Sehingga orang lain dapat menilai seseorang tersebut apakan dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya berkompeten dan profesional atau tidak.

2.2 Konsep Dasar Pedagogik

2.2.1 Pengertian Pedagogik

Istilah pedagogik (bahasa Belanda: paedagogiek, bahasa Inggris:

pedagogy) berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu paedos yang berarti anak dan agogos yang berarti mengantar, membimbing atau memimpin. Dari dua kata tersebut terbentuk beberapa istilah yang masing-masing memiliki arti tertentu. Istilah-istilah yang dimaksud yakni paedagogos, pedagogos

(4)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pedangogik (paedagogiek). Dari kata paedos dan agogos terbentuk istilah

paedagogos yang berarti seorang pelayan atau pembentu pada zaman Yunani

kuno yang tugasnya mengantar dan menjemput anak majikannya ke sekolah, selain juga bertugas untuk selalu membimbing atau memimpin anak-anak majikannya. Selanjutnya terjadi perubahan istilah, yang dulunya sebagai pelayanan atau pembantu menjadi pedagog yang memiliki arti sebagai ahli didik atau pendidik. Namun secara prinsipil, bahwa dalam pendidikan anak ada kewajiban untuk membimbing hingga mencapai kedewasaan (Syaripudin & Kurniasih, 2008). Di sisi lain, ada juga paedagogia, yaitu pergaulan dengan anak-anak yang kemudian berubah menjadi paedagogie atau pedagogi yang berarti praktik pendidikan anak atau praktik mendidik anak; dan terbentuklah istilah

paedagogiek atau pedagogik yang berarti ilmu pendidikan anak atau ilmu

mendidik anak.

Dalam beberapa literatur, ditemukan di antara pendidik dan ahli ilmu pendidikan menyatakan pedagogik sebagai ilmu pendidikan atau ilmu mendidik. Berdasarkan perspektif pengertian pendidikan secara “luas”, maka tujuan itu tidak terbatas, tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup (Mudyaharjo, dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Oleh karena itu, pendidikan dapat berlangsung pada tahapan anak usia dini, anak, dewasa dan bahkan tahapan usia lanjut. Mengacu pada asumsi ini, maka terdapat beberapa cabang ilmu pendidikan yang dikembangkan oleh para ahli, yaitu pedagogik, andragogi, dan gerogogi (Sudjana dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Jadi, mengacu pada pengertian pendidikan dalam arti luas, yang benar dalam konteks ini, bahwa Pedagogik adalah ilmu pendidikan anak. Akan tetapi, Langeveld (dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008)

dalam bukunya “Beknopte Theoritiche Paedagogiek” pendidikan dalam arti yang

(5)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengenal kewibawaan adalah ketika anak memiliki kemampuan dalam memahami bahasa. Oleh karena itu, batas bawah pendidikan atau pendidikan mulai berlangsung yakni ketika anak mengenal kewibawaan. Sedangkan batas

atas pendidikan atau saat akhir pendidikan adalah ketika tujuan pendidikan telah

tercapai, yaitu kedewasaan. Bila anak belum mengenal kewibawaan, pendidikan belum dapat dilaksanakan, dan dalam kondisi ini yang dapat dilaksanakan adalah

pra-pendidikan atau pembiasaan. Dengan demikian, menurut tinjuaan pedagogik

tidak ada pendidikan untuk orang dewasa, apalagi untuk manusia lanjut. Pendidikan hanyalah bagi anak. Jadi, apabila mencau pada pengertian pendidikan

menurut tinjauan pedagogik, maka pernyataan “pedagogik adalah ilmu pendidikan

anak” sama maknanaya dengan “pedagogik adalah ilmu pendidikan. Tetapi ketika mengacu pada pengertian pendidikan secara luas di awal, tidak benar apabila pedagogik dimaknai sebagai ilmu pendidikan.

2.2.2 Status Keilmuan Pedagogik

Pendapat para ilmuwan telah banyak yang menyatakan bahwa pedagogik berstatus sebagai suatu ilmu yang otonom. Menurut banyak ahli, pandangan ilmiah tentang gejalan pendidikan itu (pedagogik) merupakan ilmu tersendiri, sejajar dengan ilmu-ilmu tentang humanisme (human sciences) seperti ekonomoi, hukum, sosiologi, dan sebagainya (Drikarya dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Pendapat di atas dapat dikaji dengan mengacu pada tiga persyaratan (kriteria) keilmuan sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, yaitu berkenaan dengan (1) objek studinya; (2) metode studinya; dan (3) sifat sistematis dari hasil studinya.

1. Objek Studi Pedagogik

(6)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Setiap disiplin ilmu memiliki objek material dan objek formal tertentu. Beberapa disiplin ilmu mungkin memimiliki objek material yang berbeda, tetapi mungkin pula mempunyai objek material yang sama. Namun demikian, sebagai ilmu yang ototnom setiap ilmu harus mempunyai objek formal yang spesifik dan berbeda daripada objek formal ilmu yang lainnya. Objek meterial pedagogik adalah

manusia, objek material pedagogik ini adalah sama halnya dengan objek material

psikologi, sosiologi, ekonomi dan sebagainya. Namun demikian, pedagogik memiliki objke formal tersendiri, atau mempunya objek formal yang spesifik dan berbeda daripada objek formal psikologi, ekonomi dan sebagainya. Objek formal spikologi adalah proses mental dan tingkah laku manusia; objek formal ekonomi adalah pemenuhan kebutuhan hidup manusia, melalui proses produksi, distribusi dan pertukaran; sedangkan objek formal pedagogik adalah “fenomena pendidikan” atau “situasi pendidikaní” (Drikarya, 1980 & Langeveld, 1980 dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008).

2. Metode Studi (Penelitian) Pedagogik

Semua disiplin ilmu dalam mempelajari objek studinya tentu menggunakan metode ilmiah, demikian pula pedagogik. Dalam rangka operasinya, metode ilmiah dijabarkan ke dalam metode penelitian ilmiah. Adapun metode penelitian ilmiah tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) metode

penleitian kualitatif dan (2) metode penelitian kuantitatif. Yang tergolong metode

(7)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

rangka studinya seharusnya menggunakan metode kuantitatif atau metode penelitian kealaman.

3. Sifat sistematis dari hasil studinya.

Hasil penelitian ilmiah yang dilakukan para ilmuwan pedagogik dalam rentang waktu yang cukup panjang telah membangun suatu bangunan pengetahuan yang cukup panjang telah membangun suatu bangunan pengetahuan yang sitematis. Contohnya, melalui studi terhadap fenomena pendidikan dengan menggunakan metode fenomenologi, Langeveld (dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008) membangun teori pendidikan anak (pedagogik teoretis) yang berisikan berbagai konsep esensial yang saling berhubungan secara terpadu, sehingga memberikan kejelasan pemahaman mengenai makna pendidikan anak sebagai suatu tindakan/perbuatan insani yang tidak mekanistik.

Berdasarkan seluruh uraian pada di atas, kiranya dapat dinilai bahwa pedagogik telah memenuhi ketiga persyaratan (kriteria) sebagai ilmu yang otonom. Sebab pedagogik memiliki objek formal tersendiri yang berbeda daripada objek formal ilmu lainnya, menggunakan metode penelitian tertentu yang dipandang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, serta telah menghasilkan pengetahuan yang tersusun secara sistematis mengenai objek studinya itu.

2.2.3 Struktur/Sistematika Pedagogik

(8)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Pedagogik Teoretis, terdiri atas: (1) Pedagogik Sistematis dan (2) Pedagogik Historis. Pedagogik Historis terdiri atas: Sejarah Pendidikan dan Pedagogik Komparatif. Adapun Sejarah Pendidikan dibedakan menjadi Sejarah Teori Pendidikan dan Sejarah Praktik Pendidikan.

2. Pedagogik Praktis, terdiri atas: (1) Pedagogik di Keluarga; (2) Pedagogik di Sekolah; dan (3) Pedagogik di Masyarakat. Adapun Pedagogik di Sekolah terdiri atas: administrasi sekolah, didaktik/metodik dan kurikulum.

Berdasarkan pembagian struktur/sistematika pedagogik diatas, maka Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan termasuk kedalam pedagogik praktis. Hal tersebut dikarenakan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan termasuk dalam cabang dari pedagogik yang memiliki tugas mendidik anak yang juga dilakukan di sekolah.

2.3 Pengertian Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan suatu performansi (kemampuan) seseorang dalam bidang ilmu pendidikan. Untuk menjadi guru yang profesional haruslah memiliki kompetensi padagogik. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a mengemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Senada dengan hal tersebut Susilo (2011, hlm. 115), menjelaskan bahwa Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik, meliputi: menyiapkan perangkat pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

Berdasarkan definisi tesebut diatas, maka dapat disimpulkan kompetensi pedagogik adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru dalam memahami peserta didiknya dan kemampuan dalam melaksanakan proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

(9)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

untuk mengaktualisasikan berbagao potensi yang dimilikinya. Lebih lanjut Hendayana ett all (2007, hlm. 6-7) menjelaskan secara rinci, kompetensi pedagogik meliputi: 1) memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisi, sosial, kultural, emosional, dan intelektual, 2) memahami latar belakang keluarga, masyarakat, peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya, 3) memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik, 4) memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik, 5) menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajran yang mendidik, 6) mengembangkan kurikulum yang melibatkan peserta didik dalam pembelajaran, 7) merancang pembelajaran yang mendidik, 8) melaksanakan pembelajaran yang mendidik, 9) mengevaluasi proses dan hasil belajar.

Kompetensi pedagogik guru yang berkaitan dengan memahami karakter peserta didik adalah unsur yang penting dalam proses pembelajaran, karena setiap peserta didik memiliki kemampuan dan karakter yang berbeda.

Karakteristik peserta didik adalah aspek atau kualitas perseorangan peserta didik yang terdiri dari minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berfikir, dan kemampuan awal yang dimiliki (Hamzah. B Uno, 2007).

Untuk mengetahui kemampuan awal dan karakteristik peserta didik seorang guru dapat menggunakan berbagai metode diantaranya:

1. Melakukan tes kemampuan awal (pre test)

2. Menggunakan data-data probadi peserta didik yang telah tersedia 3. Menggunakan wawancara

4. Menggunakan angket atau kuisioner

(10)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berikut ini beberapa cara guru membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik menurut Moh. Uzer Usman (2006, hlm. 29) yaitu:

1. Kompetensi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.

2. Pace making (membuat tujuan sementara atau dekat): pada awal kegiatan belajar-mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada peserta didik TIK yang akan dicapainya sehingga dengan demikian peserta didik berusaha untuk mencapai TIK tersebut.

3. Tujuan yang jelas: motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi untuk mencapai TIK tersebut.

4. Kesempurnaan untuk sukses: kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha sendiri, tentu dengan bimbingan guru.

Sementara untuk menarik minat peserta didik menurut Tanner & Tanner (dalam Slameto, 2003, hlm. 181) guru berusaha untuk minat peserta didik dengan jalan memberikan informasi kepada peserta didik mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, menguraikan manfaatnya mempelajari jaringan komputer. Menurut Roojikers (dalam Slameto, 2003, hlm. 181) menarik minat dapat pula dicapai dengan cara menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa.

Sementara menurut Slameto (2003, hlm. 54) terdapat dua faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal sebagai yang diuraikan sebagai berikut:

a. Faktor Internal

1. Faktor Jasmaniah meliputi: kesehatan, cacat tubuh

2. Faktor psikologis meliputi: intelegensi, perhatian, minat,bakat, motif, kematangan dan kesiapan.

3. Faktor kelelahan b. Faktor Eksternal

1. Faktor keluarga meliputi: cara orang tua mendidik 2. Relasi antar anggota keluarga

(11)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 4. Keadaan ekonomi keluarga

5. Pengertian orang tua 6. Latar belakang kebudayaan

Kompetensi pedagogik erat kaitannya dengan penguasaan guru terhadap berlangsungnya proses pembelajaran peserta didik didalam kelas, hal ini dikarenakan kompetensi ini merupakan kompetensi yang akan digunakan dalam keseharian seorang guru dalam melaksanakan tugasnya.

Menurut Syaiful Sagala (2009, hlm. 158-159) “Kompetensi pedagogik adalah kemampuan pendidik menciptakan suasana dan pengalaman belajar bervariasi dalam pengelolaan peserta didik yang memenuhi kurikulum yang

disiapkan”. Hal ini meliputi kemampuan pendidik dalam:

a. Memahami wawasan atau landasan pendidikan. b. Memiliki pemahaman terhadap terhadap peserta didik. c. Mampu mengembangkan kurikulum/silabus.

d. Mampu menyusun rancangan pembelajaran.

e. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. f. Melakukan evaluasi hasil belajar dengan prosedur yang benar.

g. Mampu mengembangkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah

“kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004, hlm. 9) menyebut kompetensi pedagogik ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran”. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.

Tabel 2.1

Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru

No. Kompetensi Inti Guru Kompetensi Guru Matapelajaran Kompetensi Pedagogik

1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual,

(12)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu sosial, kultural,

emosional, dan intelektual.

belakang sosial- budaya

1.2Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.

1.3Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. 1.4Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta

didik dalam mata pelajaran yang diampu. 2. Menguasai teori belajar

dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

2.1Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu.

2.2 Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu.

3. Mengembangkan

kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu.

3.1Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.

3.2Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu.

3.3Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu.

3.4Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran.

3.5Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik.

3.6Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian.

4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

4.1Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik.

4.2Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran.

4.3Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan. 4.4Melaksanakan pembelajaran yang mendidik

di kelas, di laboratorium, dan di lapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan.

(13)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.6Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang berkembang.

5. Memanfaatkan

teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan

pembelajaran.

5.1Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran yang diampu.

6. Memfasilitasi

pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

6.1Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi secara optimal. 6.2Menyediakan berbagai kegiatan

pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya.

7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

7.1Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun, secara lisan, tulisan, dan/atau bentuk lain.

7.2 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan yang mendidik yang terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis peserta didik untuk ambil bagian dalam permainan melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons peserta didik terhadap ajakan guru, dan (d) reaksi guru terhadap respons peserta didik, dan seterusnya.

8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.

8.1Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.

8.2Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.

8.3Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.

8.4Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.

(14)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

8.6Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan.

8.7Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar.

9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

9.1Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar

9.2Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan

9.3Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku kepentingan 9.4Memanfaatkan informasi hasil penilaian

dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. 10. Melakukan tindakan

reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

10.1Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.

10.2Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam matapelajaran yang diampu.

10.3Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam matapelajaran yang diampu. mendukung mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

 Memahami substansi Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), nilai dan sikap kewarganegaraan (civic disposition), dan ketrampilan kewarganegaraan (civic skills).

(15)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam hal tujuan pembelajaran, penggunaan media, penerapan metode pembelajaran, serta penilaian yang digunakan. Hal ini harus dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran di kelas agar tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik.

Kompetensi pedagogik yang harus dimiliki setiap guru inilah yang dikenal dengan kemampuan guru dalam manajemen kelas. Dengan demikian terlihat bahwa kemampuan pedagogik bagi guru bukanlah hal yang sederhana, karena kualitas guru haruslah diperhatikan dengan teliti bagi pihak-pihak terkait guna kemajuan pendidikan di Indonesia.

Kompetensi pedagogik guru yang berkaitan dengan menguasai karakteristik peserta didik merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru sebelum proses pelaksanaan pembelejaran dilaksanakan. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kesiapan dan latar belakang dari masing-masing peserta didik. Hamzah. B. Uno (2006, hlm. 58) mengemukakan bahwa

“Karakteristik bisa berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir dan kemampuan awal yang telah dimilikinya”Setelah guru

memahami karakteristik dari peserta didiknya, maka proses pembelajaran diharapkan berlangsung dengan baik dan juga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Kemampuan guru untuk menciptakan suasana dan pengalaman belajar yang beragam maka guru dituntut untuk menguasai berbagai metode pengajaran dan memahami prinsip-prinsip pembelajaran. Dalam praktek mengajar menurut Nana Sudjana (2005, hlm. 77-89) jenis-jenis metode mengajar yang banyak digunakan dalam proses belajar mengajar sebagai berikut: a) metode ceramah, b) metode tanya jawab, c) metode diskusi, d) metode tugas belajar dan resitasi, e) metode kerja kelompok, f) metode demonstrasi dan eksperimen, g) metode sosiodrama, h) metode problem solving, i) metode simulasi. Sedangkan prinsip-prinsip yang berkait dengan pembelajaran menurut Dimyati (2006, hlm. 42-49) meliputi:

(16)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menurut Gagne dan Berliner (dalam Dimyati, 2006, hlm. 42) diungkapkan bahwa pengolahan informasi dalam belajar mengajar tak mungkin terjadi tanpa adanya perhatian. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada peserta didik apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.

b. Keaktifan

Menurut teori kognitif Gagne dan Berliner (dalam Dimyati 2006, hlm. 44),

“belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah

informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya tanpa

mengadakan transformasi”. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif,

konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dalam proses belajar mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, dan menarik kesimpulan.

c. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman

Edgar Dale (dalam Dimyati, 2006, hlm. 45) mengungkapkan bahwa penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung peserta didik tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.

d. Pengulangan

Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan dikemukakan oleh teori Psikologi Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menangkap, mengingat, menghayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Sedangkan menurut teori koneksionisme menyatakan bahwa belajar merupakan pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar.

e. Balikan dan Penguatan

Menurut Moh. Uzer Usman (2006, hlm. 80) penguatan merupakan segala bentuk respon, apakah bersifat verbal, ataupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku peserta didik, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi peserta didik atas perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan ataupun koreksi.

(17)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

minat, ingatan, emosi dan sebagainya. Untuk mengembangkan potensi peserta didik yang memiliki perbedaan individual melalui proses pembelajaran maka ada beberapa upaya yang dilakukan oleh guru menurut Oemar Hamalik (2005, hlm. 94) meliputi:

1. Peserta didik yang tergolong cerdas dan berkembang akan berkembang sesuai dengan kemampuan dengan cara: (1) akselerasi, yakni memberi kesempatan kepada peserta didik tersebut untuk naik kelas lebih cepat satu atau dua tingkat, (2) program tambahan, yakni memberikan tugas-tugas tambahan pada setiap tingkatan kelas.

2. Pengajaran individual, yang dilaksanakan dalam bentuk pemberian tugas kepada setiap individu peserta didik yang juga dinilai secara individual, atau dengan pengajaran kelompok, dan dinilai secara kelompok pula.

3. Penyelenggaraan kelas khusus bagi peserta didik yang cerdas. Pembentukan kelas dilakukan pada awal tahun atau pada akhir tahun.

4. Bagi peserta didik yang lamban dapat diselenggarakan kelas remedial yang bertujuan untuk mengadakan perbaikan, baik bagi peserta didik yang lamban dalam satu matapelajaran, maupun yang lamban dalam bebrapa matapelajaran. Upaya perbaikan ini dilakukan dengan bimbingan guru dan/atau dengan bantuan anak-anak yang tergolong pandai.

5. Pengelompokan peserta didik berdasarkan kemampuan, menjadi kelompok kurang, kelompok sedang, dan kelompok pandai. Pembagian kelompok berdasarkan hasil tes intelegensi, angka rata-rata dan hasil tes objektif. Guru menyesuaikan dan mendeferensiasikan bahan pelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing kelompok tersebut.

6. Pembentukan kelompok informal oleh peserta didik sendiri berdasarkan minat, habitat, kapasitas, kebutuhan dan kematangannya. Peserta didik belajar secara kelompok, sedangkan guru bertindak sebagai narasumber. 7. Memberikan pelajaran pilihan, diferensiasi tugas, dan sistem tutorial.

Kompetensi pedagogik guru dalam mengembangkan potensi peserta didik sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas peserta didik itu sendiri dan juga ditujukan untuk mencapai tujuan pembelajaran pada khsusnya dan tujuan pendidikan nasional pada umumnya.

Sedangkan aktualisasi guru dalam mengembangkan potensi peserta didik meliputi:

(1) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bermain dan berkreativitas,

(2) Memberikan suasana aman dan bebas secara psikologis,

(3) Disiplin yang tidak kaku, peserta didik boleh mempunyai gagasan sendiri dan dapat berpartisipasi secara aktif,

(18)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menurut Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru, kompetensi pedagogik guru yang berkaitan dengan menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. Aspek ini mencakup: a) memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik, b) mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran, c) menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan, d) melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan, e) menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh, f) mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang berkembang.

Salah satu kemampuan guru dalam menyelanggarakan pembelajaran yang mendidik yaitu dengan melihat kemampuan guru dalam mengelola kelas. Pengelolaan kelas secara baik dimaksudkan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Menurut Suharsimi (dalam Suwardi, 2007, hlm. 108) pengelolaan kelas berarti suatu usaha yang dilaksanakan penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantunya dengan maksud agar tercapai suatu kondisi optimal sehingga terlaksana kegiatan belajar mengajar dapat dicapai seperti yang diharapkan.

Untuk menciptakan kelas pembelajaran yang efektif diperlukan berbagai keterampilan yang perlu dimiliki oleh guru. Menurut Djamarah dan Zain (dalam Suwardi, 2007, hlm. 111) keterampilan pengelolaan kelas terbagi menjadi dua keterampilan meliputi: pertama, keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal. Kedua, keterampilan yang berhubungan dengan pengembangan kondisi belajar yang optimal.

(19)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu a. Memberi tanda

Memberi tanda digunakan untuk menarik perhatian atau dapat dijadikan simbol misalnya untuk memulai pelajaran guru dapat menggunakan tanda dengan mengajukan pertanyaan yang terkait dengan materi yang akan dipelajari atau menanyakan hal-hal terkait dengan pelajaran sebelumnya. b. Pertanggungan jawab

Untuk menarik perhatian guru meminta pertanggungan jawab atas pekerjaannya, melaporkan tugas, memperagakan sesuatu.

c. Pengarahan dan petunjuk yang jelas

Untuk menarik perhatian kelompok guru perlu memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, singkat, sehingga tidak menimbulkan kebingungan pada diri peserta didik.

d. Penghentian

Pengehentian maksudnya guru menghentikan gangguan yang terjadi dalam pembelajaran yang muncul dari peserta didik. Teguran disampaikan dengan tegas dan jelas tidak dengan kata-kata kasar, tidak berkepanjangan.

e. Kecepatan

Kecepatan dapat diartikan tingkat kemajuan yang ada pada diri peserta didik. Agar dapat mengatur tingkat kemajuan peserta didik, guru dapat memodifikasi tingkah laku, melakukan pendekatan terhadap masalah kelompok, dan menemukan dan memecahkan masalah.

Kemampuan guru yang berkaitan dengan pemanfaatan media pembelajaran menurut Suwardi (2007, hlm. 78-79) meliputi kemampuan guru menggunakan media audio, visual, audiovisual, dan multimedia dalam proses belajar mengajar. Guru yang dapat memanfaatkan media pembelajaran, diharapkan dapat membantu dalam penyampaian pembelajaran. Sehingga diharapkan dapat menjadikan peserta didik lebih bersemangat dan mudah memahami pelajaran.

Kompetensi pedagogik guru yang berkaitan dengan menyelanggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar menurut Arifin (2009, hlm. 30) harus berpatokan pada prinsip-prinsip umum evaluasi yang meliputi:

1) Kontinuitas

Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental karena pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses yang kontinu. Oleh sebab itu, evaluasi pun harus dilakukan secara kontinu.

2) Komprehensif

Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, guru harus mengambil seluruh objek itu sebagai bahan evaluasi.

(20)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam melaksanakan evaluasi, guru harus berlaku adil tanpa pilih kasih. 4) Kooperatif

Dalam kegiatan evaluasi guru hendaknya bekerja sama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri.

5) Praktis

Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik oleh guru itu sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut.

Senada dengan pendapat tersebut diatas, Suwardi (2007, hlm. 89-90) menjelaskan bahwa guru dapat berpegang pada prinsip-prinsip penilaian meliputi: 1) valid, 2) mendidik, 3) beroientasi pada kompetensi, 4) adil, 5) terbuka, 6) berkesinambungan, 7) menyeluruh, 8) bermakna.

Penilaian memiliki manfaat yang besar dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Manfaat tersebut menurut Suwardi (2007, hlm. 91) antara lain:

1. Umpan balik bagi siswa, sehingga peserta didik mengetahui kemampuan dan kekurangannya sehingga dapat menimbulkan motivasi peserta didik untuk memperbaiki hasil belajarnya.

2. Memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar peserta didik sehingga memungkinkan dilakukan pengayaan dan remedial untuk memenuhi kebutuhan peserta didik sesuai dengan kemajuan dan kemampuannya.

3. Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas.

4. Memungkinkan peserta didik mencapai kompetensi yang telah digunakan walaupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda.

5. Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat tentang efektifitas pendidikan sehingga meningkatkan partisipasinya.

(21)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2.4 Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

2.4.1 Konsep Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengabil peran dan tanggung jawabnya sebagai warganegara dan secara khusus peran pendidikan termasuk didalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar dalam proses penyiapan warganegara. Menurut (Cogan, 1999, hlm. 4) bahwa :

Civic Education, the foundamental course work in school designed to

prepare young citizen for an active role in their adult lives atau suatu mata

pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif di dalam masyarakat.

Dari situ tampak bahwa dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dilihat sebagai suatu domain pendidikan yang bersifat multi dimensional dan tersebar secara programatik dalam keseluruhan tatanan kurikulum. Dalam hal ini lebih lanjut (Cogan, 1999, hlm. 5) mengungkapkan bahwa :

Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya digunakan dalam pengertian luas di dalam lembaga pendidikan formal (di sekolah dan dalam program pendidikan guru) dan diluar sekolah baik berupa program lain yang berfungsi memfasilitasi proses pendewasaan atau pematangan sebagai warganegara.

Rumusan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan akan berbeda-beda sejalan dengan tujuan nasional negara masing-masing. Secara umum tujuan negara mengembangkan program Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar setiap warganegara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens) yakni warganegara yakni yang memiliki kecerdasan (civic intelegence) baik secara intelektual, emosional sosial maupun secara spiritual mempunyai tanggung jawab

(civic responsibility) dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara.

(22)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

positif bagi perkembangan perilaku warganegara yang diharapkan oleh masyarakat. Dengan demikian, masyarakat mempunyai bekal untuk hidup berbangsa dan bernegara dengan baik karena pembangunan bangsa dan negara membutuhkan sumber daya manusia yang unggul. Pembentukan manusia yang unggul dilakukan melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan tugas PKn dengan paradigma baru sebagaimana dinyatakan oleh Sapriya dan Winataputra (2010, hlm. 12) yaitu:

sebagai wahana utama utama serta esensi pendidikan demokrasi yang dilaksanakan melalui: civic intellegence, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional, maupun sosial; civic responsibility, yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggung jawab, dan; civic participation, yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawab, baik secara individual, sosial, maupun sebagai pemimpin hari depan. Kecerdasan warganegara yang dikembangkan untuk membentuk warganegara yang baik bukan hanya dalam dimensi rasional melainkan juga dalam dimensi spiritual, emosional dan sosial sehingga paradigm baru Pendidikan Kewarganegaraan bercirikan multidimensional. Menurut Parsons (Djahiri, 2006, hlm. 6) ada lima system kehidupan yakni sistem nilai (value system), sistem budaya (cultural system), sistem sosial (social system), sistem personal (personal system) dan sistem organik (organis system).

Hal ini dikarenanya dalam diri manusia yang bersifat organisme hidup terdapat lima sistem tersebut jelaslah bahwa pada diri manusia tidak ada kehidupan yang bebas nilai (value free). Penguatan konsep Pendidikan Kewarganegaraan yang berorientasi pada tuntutan nilai-nilai dan keyakinan yang berkembang dalam masyarakat yang akhirnya akan bermuara pada aplikasi nilai moral dan keyakinan dalam kontek berbangsa dan bernegara yang harus memperoleh perhatian dalam mengembangkan konsep Pendidikan Kewarganegaraan.

(23)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut:

1. Pendidikan kewarganegaraan secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga Negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggungjawab.

2. Pendidikan kewarganegaraan secara teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.

3. Pendidikan kewarganegaraan secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai dan pengalaman belajar dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Jadi dengan adanya pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya dapat mempersiapkan para peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik dan cakap karakter, berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Pengetahuan dan keterampilan tidak cukup untuk menjadikan peserta didik dapat berinteraksi dengan baik terhadap lingkungan disekitarnya.

2.4.2 Strategi Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan

Mengembangkan strategi dan model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan pendekatan terpadu, diperlukan adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam belajar Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan, antara lain :

a. Mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan moral dalam masyarakat untuk dijadikan bahan kajian dalam proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode klarifikasi nilai.

(24)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. Mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah dan kendala-kendala instruksional yang dihadapi oleh para guru di sekolah dan para orang tua murid di rumah dalam usaha membina perkembangan moral siswa, serta berupaya memformulasikan alternatif pemecahannya.

d. Mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan universal yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses pendidikan moral.

e. Mengidentifikasi sumber-sumber lain yang relevan dengan kebutuhan belajar pendidikan moral.

Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu dilakukan dalam proses aplikasi Pendidikan Kewarganegaraan tersebut, kaitannya dengan kurikulum yang senantiasa berubah sesuai dengan akselerasi politik dalam negeri, maka sebaiknya pendidikan moral juga dilakukan penngkajian ulang untuk mengikuti competetion

velocities dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri ini memerlukan

generasi yang cerdas, bijak dan bermoral sehingga bisa menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman. Pertanyaannya adalah siapkah lingkungan sekolah (formal-informal), masyarakat dan keluarga untuk membangun komitmen bersama mendukung keinginan tersebut.

Unsur ontologi Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dua dimensi, yakni objek telaah dan objek pengembangan (Winataputra, 2001). Objek telaah adalah keseluruhan aspek idiil, instrumental, dan praksis Pendidikan Kewarganegaraan yang secara internal dan ekstemal mendukung sistem kurikulum dan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dan di luar sekolah, serta format gerakan sosial-kutural kewarganegaraan masyarakat.

Pendidikan di sekolah tidak hanya kegiatan pengalihan pengetahuan, tetapi juga seluruh suasana, proses, keteladanan yang mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung perkembangan potensi insani seseorang. Proses belajar yang awalnya berpusat pada guru menjadi lebih berpusat pada siswa dan tidak hanya menekankan pada materi pelajaran tetapi tetapi lebih menekankan pada pemecahan masalah.

(25)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sesuai dengan fungsi dan perannya, juga memiliki sikap disiplin berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Strategi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Gordon dan Jeannette ada tiga tujuan belajar yaitu:

1) Mempelajari keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran spesifik.

2) Mengembangkan kemampuan konseptual umum dan mampu belajar menerapkan konsep belajar yang sama atau yang berkaitan dengan bidang lain.

3) Mengembangkan kemampuan dan sikap pribadi yang secara mudah dapat digunakan dalam segala tindakan.

Melalui proses belajar tidak hanya melalui pemahaman, penghafalan dan analisis namun juga melalui observasi, imajinasi, eksplorasi dan refleksi. Dalam kenyataan dilapangan masih ada guru dalam proses pembelajarannya hanya menggunakan buku teks. Belajar hanya berada di ruangan kelas, guru bertindak sebagai pemberi informasi tunggal (teacher center) dan siswa sebagai objek atau pendengar yang baik sehingga dampaknya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran hapalan. Oleh sebab itu harus diubah cara pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan baik dari guru maupun siswanya. Merubah pandangan terhadap strategi pembelajaran bahwa siswa bukan saja hanya belajar konsep Pendidikan Kewarganegaraan melaikan juga belajar Pendidikan Kewarganegaraan.

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warganegara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar negara rebublik Indonesia tahun 1945.

(26)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dari, oleh dan untuk warganegara dalam hal ini siswa di sekolah yang menjadi dasar dan tujuannya.

Perubahan pada pendekatan Pendidikan Kewarganegaraan yang semula berorientasi pada tujuan dan isi semata menuju kearah yang lebih menekankan pada proses kecerdasan dan pemecahan masalah. Pendekatan mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas (watering down) sebaiknya diubah menjadi pendekatan Pendidikan Kewarganegaraan yang dapat membentuk warganegara yang lebih mandiri dan kreatif dalam memahami dan mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi serta mampu mengambil keputusan-keputusan yang baik bagi dirinya lingkungan serta masyarakatnya.

Melalui Pendidikan Kewarganegaraan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami permasalahan yang terjadi di lingkungannya secara cerdas. Dengan pemahaman pada proses siswa diharapkan memiliki kecakapan dan kreativitas belajar yang tinggi oleh sebab itu keterampilan dalam membuat atau mengambil keputusan dalam pemecahan masalah dan pemikiran yang kreatif perlu dilatihkan dan dikembangkan secara terus-menerus agar siswa memiliki kecakapan dalam mengembangkan berbagai solusi alternatif untuk membuat keputusan yang tepat.

Menurut (Djahiri, 1999, hlm. 41) starategi yang hendaknya dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut:

1) Membina dan menciptakan keteladanan, baik fisik dan mental (tat dan aksesoris kelas, sekolah), kondisional (suasana dalam proses belajar-mengajar) maupun personal (kepala sekolah dan guru).

2) Membiasakan apa yang diajarkan di sekolah, di rumah dan lingkungan masyarakat.

3) Memotivasi dan gairah terlibat dalam proses belajar untuk kajian lanjutan serta membiasakannya.

(27)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2.4.3 Komponen Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan yang bertujuan membentuk menusia berbudaya melalui proses pewarisan dan upaya mempersiapkan peserta didik menjadi masyarakat yang baik. Pembelajaran merupakan konsep yang memiliki ruang lingkup luas, dan digunakan dalam banyak hal. Seperti yang dikemukakan oleh Sudjana dalam Himawan (2011, hlm. 81):

Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan. Dalam kegiatan itu terjadi interaksi antara kedua belah pihak, yaitu peserta didik (warga belajar) yang melakukan kegiatan belajar, dengan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan.

Berdasarkan pengertian pembelajaran tersebut, maka pembelajaran mengandung makna bahwa seseorang akan menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik apabila dapat memberikan kontribusi yang baik pula bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang guru dapat menerapkan model dan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan materi pelajaran. Hal tersebut dilakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik sesuai dengan tujuan pembelajaran.

(28)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mempersiapkan dan direncanakan segala sesuatunya guna mencapai tujuan yang diharapkan.

Pembelajaran yang ada di sekolah meliputi seluruh bidang dalam kehidupan, salah satunya adalah pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Senada dengan hal tersebut, Djahiri dalam Himawan (2011, hlm. 82) mengemukakan bahwa:

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan program pendidikan/ pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta memberdayakan peserta didik/siswa (diri dan kehidupannya) supaya menjadi warga negara yang baik sebagaiman tuntutan keharusan /yuridis konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan.

Berdasarkan pengertian diatas, maka pembelajaran meliputi seluruh aspek kehidupan dan dapat diterapkan dalam lingkup yang lebih luas, salah satunya yakni dalam lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan yang diajarkan di sekolah maupun dalam lingkungan di luar sekolah memiliki tujuan yakni menjadikan peserta didik maupun warga negara mengerti akan hak dan kewajibannya, beriman dan bertaqwa, serta dapat mencintai tanah airnya.

Pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan yang bertujuan membentuk manuasia berbudaya melalui proses pewarisan dan upaya mempersiapkan peserta didik menjadi manusia yang baik. Singkatnya manusia yang baik adalah yang tahu kak dan keajibanya sebagai warganegara yang dapat diperoleh melalui pembelajaran di sekolah. Seperti yang dikemukakan oleh Sudjana (dalam Sugiartini, 2006, hlm. 29) bahwa :

Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan. Dalam kegiatan itu terjadi terjadi interaksi antara kedua belah pihak, yaitu peserta didik yang melakukan kegiatan belajar dengan pendidik yang melakukan kegiatan pembelajaran.

(29)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hasil dari pengalaman yang dialami oleh setiap individu. Sedangkan dilihat dari fungsi, maka penekanan dari kegiatan pembelajaran itu adalah pada hal-hal atau aspek-aspek penting tertentu, seperti motivasi yang diyakini dapat membentu hasil belajar lebih baik. Oleh karena itu, pembelajaran diartikan sebagai suatu pembekalan yang dapat member hasil jika orang-orang berinteraksi dengan informasi.

Berdasarkan pengertian pembelajaran tersebut, maka pembelajaran mengandung makna bahwa, seseorang akan menjadi warganegara yang baik apabila ia dapat menyumbangkan dirinya bagi kehidupan yang baik atau begin habitat for good living melalui proses, hasil dan fungsi pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut guru dapat melakukan modifikasi berbagai metode atau model pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan akan pencapain tujuan pembelajaraanya. Dengan demikian pembelajaran dapat meliputi segala pengalaman yang diaplikasikan guru kepada peserta didiknya. Makin intensif pengalaman yang dihayati peserta didik maka kualitas pembelajaran semakin tinggi. Intensitas pengalaman belajar ini dapat dilihat dari tingginya keterlibatan siswa dalam proses belajar baik di dalam kelas maupun diluar kelas. Hal ini sejalan dengan pendapat (Mulyasa, 2002, hlm. 105) yang menyatakan bahwa :

Pada hakikatnya pembelajaran dilakukan untuk mengembangkan aktifitas dan kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Dalam hal ini suasana interaktif antara siswa dan guru dalam mengoperasionalisasikan komponen-komponen pembelajaran seperti materi, media, metode, sumber dan evaluasi pembelajaran.

Pembelajaran di sekolah meliputi seluruh bidang kehidupan, salah satunya adalah pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Kaitan dengan hal tersebut (Djahiri, 2006, hlm. 9) mengemukakan bahwa :

(30)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pendapat tersebut memposisikan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana pokok dalam membentuk warganegara Indonesia yang baik dan cerdas. Hal tersebut dapat terwujud apabila dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa dibekali pengetahuan untuk menjadi warganegara yang melek politik dan hukum serta dilatih untuk menciptakan suasana kehidupan yang teratur serta mencerminkan kehidupan warganegara Indonesia yang melek politik dan hukum sehingga dapat melaksanakan hak dan keawjibannya sebagai warganegara. Sekaitan dengan hal di atas, (Djahiri, 2006, hlm. 10) mengemukakan tentang karakteristik pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yaitu:

Secara pragmatik memuat bahan ajar yang kafah/utuh berupa bekal pengetahuan untuk melek politik dan hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara prosedural target sasaran pembelajarannya ialah menyampaikan bahan ajar pilihan fungsional untuk membina, mengembangkan dan membentuk potensi diri secara kafah serta kehidupan siswa dan lingkungannya yang humanis dan fungsional.

(31)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

virture dan civic culture melalui partisipasi aktif secra cerdas, demokratis dan religius di lingkungannya (Winataputra, 1999, hlm. 23).

Berkaitan dengan hal tersebut (Al Muchtar, 2000, hlm. 6-7) mengemukakan bahwa:

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki potensi yang sangat strategis karena secara estimologis dikembangkan dalam tradisi

citizenship education antara lain mengembangkan nilai demokratis untuk

menegakan Negara hukum. Dengan demikian, sangat menarik dikaji dan dikembangkan agar program pendidikan ini mampu mengembangkan nilai-nilai demokratis sehingga peserta didik memiliki wawasan dan kemampuan untuk berpikir, bersikap dan bertindak demokratis.

Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang bertujuan membentuk warganegara yang bersikap dan berpikir cerdas, kritis serta serta berpartisipasi dan bertanggung jawab terhadap diri, masyarakat dan negaranya. Oleh karena itu, fokus dan target utama dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah pembekalan pengetahuan dan membina sikap dan perilaku serta keterampilan sebagai warganegara demokratis, taat hukum dan taat asas dalam kehidupan masyarakat.

Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menurut Maftuh dan Sapriya (2005, hlm. 320) menyatakan bahwa:

Tujuan negara mengembangkan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be

good citizenship) yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civic

intelegence), baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual;

memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civic responsibility); dan maupun berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara

(civic participation) agar tumbuh rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

Sedangkan tujuan matapelajaran PPKn sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat (1)

dalam penjelasan ditegaskan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan

dan cinta tanah air”.

(32)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

matapelajaran PPKn pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah mengembangkan seluruh potensi peserta didik dalam seluruh dimensi kewarganegraan, yakni (1) Sikap kewarganegaraan termasuk keteguhan, komitmen, dan tanggungjawab kewarganegaraan (civic confidence, civic

commitment, and civic responsibility); (2) Pengetahuan kewarganegaraan; (3)

Keterampilan kewarganegaraan termasuk kecakapan dan partisipasi kewarganegaraan (civic competence and civic rsponsibility). Kemudian berdasarkan Permendikbud tersebut, tujuan matapelajaran PPKn secara khusus yaitu supaya siswa mampu:

1. menampilkna karakter yang mencerminkan penghayatan, pemahaman, dan pengalaman nilai dan moral Pancasila secara personal dan sosial. 2. memiliki komitmen konstitusional yang ditopang oleh sikap positif dan

pemahaman utuh tentang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. berpikir secara kritis, rasional dan kreatif serta memiliki semangat kebangsaan serta cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

4. berpartisipasi secara aktif, cerdas, dan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat, tunas bangsa, dan warga negara sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang hidup bersama dalam berbagai tantangan sosial budaya. Kemudian dilihat dari ruang lingkup dalam Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi matapelajaran PPKn memuat hal-hal sebagai berikut:

1) Menunjukkan sikap sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam konteks keberagaman kehidupan di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat sebagai perwujudan moral Pancasila.

2) Mengenal karakteristik individu, tata tertib, kesatuan, dan simbol-simbol Pancasila di rumah, sekolah, dan masyarakat.

3) Melaksanakan tata tertib dalam konteks beragam teman di keluarga dan sekolah sesuai Pancasila.

4) Menunjukkan sikap bangga sebagai bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(33)

Nurul Fadilah, 2015

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kerjasama, nilai-nilai persatuan dan kesatuan, dan keberagaman di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Dari penjabaran tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dan ruang lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaraan tidak hanya mementingkan pengetahuan dan keterampilan saja, tetapi juga harus memperhatikan sikap peserta didik. Hal ini dimaksudkan agar selain peserta didik menguasai pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga memiliki sikap yang baik agar tercipta warga negara yang baik pula. Dalam mencapai tujuan tesebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan proses pembelajaran disekolah.

Berkaitan dengan hal tersebut (Djahiri, 2005, hlm. 6) menyatakan bahwa proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan proses belajar siswa yang direkayasa oleh seluruh komponen belajar yang meliputi guru, materi, metoda media, sumber belajar, dan evaluasi pembelajaran.

Sekaitan dengan hal tersebut, maka dapat dipaparkan penjelasan dari setiap komponen pembelajaran dalam konteks Pendidikan Kewarganegaraan. Adapun komponen dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah adalah sebagai berikut:

a. Materi pembelajaran

Materi yang tertuang dalam kurikulum sebaiknya dikembangkan oleh guru guna mencapai tujuan pembelejaran yang telah ditetapkan. Menurut Komalasari (2013, hlm. 37), dalam pengembangan materi pembelajaran tentunya dituntut kreativitas guru dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Prinsip relevansi: materi pelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.

2. Prinsip konsistensi: jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa ada empat macam maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam.

3. Prinsip kecukupan: artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan.

Gambar

Tabel 1. Cakupan Penilaian Sikap
 Tabel 2.2 Indikator Sikap

Referensi

Dokumen terkait

a) Orientasi, guru menyampaikan tujuan pembelajaran serta memberikan penekanan mengenai manfaat penggunaan jigsaw II dalam proses pembelajaran. Selain itu, guru juga

Tabel 4.19 Triangulasi Sumber Bagaimana Persepsi Guru Tentang Pendekatan Saintifik dan Penilaian Otentik dalam Pembelajaran

Model Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu metode yang digunakan dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang memfokuskan guru dalam upaya

informasi yang berkenaan dengan rencana pelaksanaan tindakan, pendapat dari siswa dan guru terhadap penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam. pembelajaran

EFEKTIFITAS METODE COOPERATIVE LEARNING TEKNIK RECIPROCAL TEACHING DALAM PEMBELAJARAN SAKUBUN.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keadaan sebagian guru di Madrasah Aliyah yang masih menggunakan penilaian tradisional dalam pembelajaran di dalam

Keadaan Triangulasi Teknik terhadap Kemampuan Guru dalam Merancang Penilaian Autentik ..... Keadaan Kemampuan Guru PKn dalam

(2014) Pengaruh penggunaan media video dengan pendekatan saintifik dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan terhadap sikap antikorupsi siswa (penelitian kuasi