• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

3. Komponen komitmen normative

Komitmen continuance X < 10 Rendah 2 2,04 10 ≤ X < 15 Sedang 44 44,9 15 ≤ X Tinggi 52 53,06

Kategorisasi pada tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan termasuk dalam kategorisasi tinggi 53,06% untuk komitmen continuance. Sedangkan selebihnya 44,9% tergolong sedang dan 2,04% tergolong rendah.

3. Komponen komitmen normative

Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkap komponen komitmen normative adalah sebanyak 8 aitem dengan format skala likert dalam 4 alternatif pilihan jawaban. Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 33. Skor Emprik dan Skor Hipotetik Komitmen normative

Komponen Skor Empirik Skor Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD Komitmen

Berdasarkan tabel di atas diperoleh mean empirik komitmen normative adalah µe=24,4 dengan standard deviasi empirik 3,41 dan mean hipotetiknya adalah µh=20 dengan standard deviasi hipotetik sebesar 4. Hasil perbandingan antara mean empirik dan mean hipotetik menunjukkan bahwa komitmen normative subjek penelitian memiliki skor di atas rata-rata (µe > µh).

Pada tabel di bawah dapat dilihat bahwa rata-rata komitmen normative subjek penelitian terletak pada kategori tinggi dalam pengkategorisasian skor komitmen normative berdasarkan mean hipotetik.

Tabel 34. Kategorisasi Komponen Komitmen normative Berdasarkan Mean Hipotetik

Komponen Kriteria Jenjang

Kategori Frekuensi Persentase (%) Komitmen normative X < 16 Rendah 0 0 16 ≤ X < 24 Sedang 36 36,73 24 ≤ X Tinggi 62 63,27

Kategorisasi pada tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan termasuk dalam kategorisasi tinggi 63,27% untuk komitmen normative. Sedangkan selebihnya 36,73% tergolong sedang dan 0% tergolong rendah karena tidak ada satupun subjek penelitian yang memiliki tingkat komitmen normative yang rendah.

C. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan pada organisasi berhubungan positif yang cukup kuat dengan komitmen affective yaitu dengan r= 0,766. Begitu pula bila dilihat dari R-square sebesar 0,587 menunjukkan bahwa kepercayaan pada organisasi terbukti berpengaruh terhadap komitmen affective. Ini berarti kepercayaan pada organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 58,7%

dalam meningkatkan komitmen affective karyawan. Dari hasil analisa tersebut maka hipotesa yang menyatakan terdapat pengaruh kepercayaan pada organisasi terhadap komitmen affective dapat diterima. Ada beberapa alasan yang menyebabkan hubungan positif antara kepercayaan pada organisasi dengan komitmen affective,

yaitu;

Pertama, karyawan merasa telah dilibatkan dalam organisasi sehingga mereka juga merasa memiliki kelekatan emosi dan menjadi bagian dari organisasi akibatnya mereka terus ikut terlibat aktif untuk keberhasilan organisasi. Hal ini sesuai dengan kesimpulan dari Coetzee (2005) yang menyatakan bahwa jika karyawan yakin pada nilai partisipasi organisasi, mereka akan lebih merasakan bahwa partisipasi mereka akan membuat suatu perbedaan. Konsekuensinya, mereka akan lebih bersedia untuk mencari solusi dan membuat saran untuk kesuksesan suatu organisasi.

Kedua, karyawan percaya bahwa perusahaan akan bertindak untuk kepentingan mereka. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa persepsi karyawan akan keadilan dari kebijakan yang dibuat perusahaan berhubungan secara signifikan dengan komitmen affective (Allen & Meyer, 1997). Konovsky dan Cropanzano (dalam Allen & Meyer, 1997) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen affective meyakini bahwa organisasi akan memberikan penjelasan-penjelasan yang adekuat akan kebijakan yang ditetapkan. Ketika karyawan yakin bahwa praktik kerja perusahaan dilakukan karena keperdulian dan penghormatan kepada mereka maka mereka memiliki komitmen affective yang kuat.

Ketiga, karyawan yang merasa bahwa organisasi ataupun pimpinan perduli terhadap mereka akan menimbulkan kepercayaan dan mengarahkan pada komitmen mereka. Allen dan Meyer (1997) menyatakan bahwa secara umum karyawan memiliki komitmen affective yang lebih kuat ketika pimpinan mereka mengizinkan mereka untuk ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Coetzee (2005) menyatakan bahwa perilaku dari supervisor merupakan suatu hal yang mendasar dalam menentukan tingkat kepercayaan interpersonal dalam unit pekerjaan.

Selanjutnya, dapat dilihat juga bahwa kepercayaan pada organisasi berhubungan positif yang cukup kuat dengan komitmen continuance yaitu dengan r= 0,693. Begitu pula bila dilihat dari R-square sebesar 0,480 menunjukkan bahwa kepercayaan pada organisasi terbukti berpengaruh terhadap komitmen continuance. Ini berarti kepercayaan pada organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 48% dalam meningkatkan komitmen continuance karyawan. Dari hasil analisa tersebut maka hipotesa yang menyatakan terdapat pengaruh kepercayaan pada organisasi positif terhadap komitmen continuance dapat diterima. Alasan yang menyebabkan hubungan positif ini, yaitu;

Menurut Moore (1998) kepercayaan merupakan keyakinan dalam diri atau kepercayaan dalam kerjasama dengan pihak lain dalam memberikan suatu hasil yang dinginkan di masa akan datang. Adanya keyakinan karyawan bahwa perusahaan akan memberi keuntungan bagi mereka menyebabkan mereka menyadari akan kerugian bila meninggalkan organisasi. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan pertukaran ekonomi. Sesuai dengan Allen & Meyer (1997) yang menyatakan bahwa komitmen continuance terbentuk terbentuk atas dasar untung rugi. Meyer & Herscovitch (2001) menjelaskan mindset of perceived cost

(continuance commitment), berkembang ketika individu mengenal bahwa yang bersangkutan akan merugi, atau merasa bahwa tidak ada alternatif lain kecuali melakukan pekerjaan yang ada saat ini.

Muchlas (2005) menyatakan bahwa organisasi sebagai wadah keuntungan bersama. Keuntungan bersama ini sering dinyatakan dengan organisasi membutuhkan orang dan orang juga membutuhkan organisasi atau perusahaan membutuhkan karyawan dan karyawan membutuhkan perusahaan. Organisasi ini dibentuk dan dipertahankan dalam prinsip demi keuntungan bersama di antara para pelakunya. Manusia memandang organisasi sebagai alat bantu atau cara untuk membantu mencapai mereka, sedangkan organisasi membutuhkan manusia untuk membantu mencapai sasaran atau target organisasi.

Begitu juga hubungan kepercayaan pada organisasi dengan komponen komitmen normative karyawan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan karyawan pada organisasi berhubungan positif yang cukup kuat dengan komitmen normative yaitu dengan r = 0,773. Begitu pula bila dilihat dari R-square sebesar 0,597 menunjukkan bahwa kepercayaan pada organisasi terbukti berpengaruh terhadap komitmen normative. Ini berarti kepercayaan pada organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 59,7% dalam meningkatkan komitmen normative karyawan. Dari hasil analisa tersebut maka hipotesa yang menyatakan terdapat pengaruh kepercayaan pada organisasi terhadap komitmen normative dapat diterima. Alasan yang menyebabkan hubungan positif ini, yaitu;

pula. Oleh sebab itu, mereka memberikan energi dan usaha maksimumnya untuk perusahaan. Seperti beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa seseorang merasa memiliki kewajiban akan mencerminkan perasaan bahwa seseorang tersebut telah berhutang untuk memberikan energi dan usaha maksimumnya (Eisenberger, Armeli, Rexwinkel, Lynch, & Rhoades dalam Colquitt, et. al 2007), dan juga untuk pemenuhan kontrak psikologis, yang mencerminkan sejauh mana satu pihak mempersepsikan bahwa mitranya telah memenuhi kewajiban yang dijanjikan (Aselage & Eisenberger, 2003; Robinson & Rousseau, 1994; Turnley, Bolino, Lester, & Bloodgood, dalam Colquitt, et. al 2007). Hal ini sesuai dengan Allen & Meyer (1997) yang menyatakan hal ini terdiri dari keyakinan dari pihak yang terlibat dalam suatu hubungan pertukaran mengenai kewajiban mereka (Allen & Meyer, 1997).

Meyer & Herscovitch (2001) menjelaskan Mindset of obligation (normative commitment), berkembang ketika hasil internalisasi norma-norma melalui sosialisasi, penerimaan kentungan, dan/atau kontrak psikologis yang ditetapkan saling dapat dirasakan dan disepakati.

Selanjutnya menurut Allen & Meyer (1997), komitmen normative juga berisi keyakinan individu akan tanggungjawab terhadap organisasi. Ia merasa harus bertahan karena loyalitas. Wiener (1982) menyatakan bahwa perasaan akan komitmen terhadap organisasi diawali oleh keyakinan akan identifikasi terhadap organisasi dan digeneralisasikan terhadap nilai-nilai loyalitas dan tanggungjawab.

Dengan demikian berarti PT. Bank Sumut mendapatkan kepercayaan yang cukup tinggi dari para karyawannya. Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa

kepercayaan karyawan pada organisasi berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kramer maupun Matthai (dalam Tezi, 2007) yang menemukan bahwa kepercayaan organisasional adalah prediktor yang bermakna terhadap komitmen organisasi.

Kepercayaan pada organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anderson & Narus (1990) mengatakan bahwa kepercayaan sebagai bentuk keyakinan satu pihak bahwa pihak lain dalam kemitraan pekerjaannya. Mayer, Davis dan Schoorman (1995) menyatakan bahwa kepercayaan adalah kesediaan satu pihak terhadap perlakuan pihak lainnya berdasarkan pengharapan bahwa yang lain akan melakukan tindakan terbaik ataupun penting untuk pihak itu (trustor), terlepas dari kemampuan untuk memonitor atau mengendalikan pihak lain tersebut. Dengan demikian terdapat suatu level yang lebih tinggi daripada sekedar keyakinan. Trustor dikatakan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap trustee bila trustor siap menerima konsekuensi apapun dari keputusannya tersebut (Nasution & Widjajayanto, 2007).

Hasil kategorisasi hipotetik data penelitian variabel kepercayaan pada organisasi pada karyawan PT. Bank Sumut menunjukkan bahwa sebahagian besar karyawan memiliki tingkat kepercayaan pada organisasi pada kategori sedang yaitu

sebanyak 56 orang (57,14%), sedangkan 42 orang (42,83%) memiliki tingkat kepercayaan pada organisasi tergolong tinggi dan sama sekali tidak terdapat subjek penelitian yang memiliki tingkat kepercayaan pada organisasi yang rendah. Hal ini

peduli dengan adanya perhatian, mau mendengarkan dan bertindak untuk kepentingan karyawan, dapat diandalkan dan dapat diidentifikasi sesuai dengan tujuan, norma serta nilai-nalai karyawan itu sendiri. Bila dilihat perdimensi dari variabel kepercayaan pada organisasi, dapat dilihat bahwa kelima dimensi kepercayaan pada organisasi berada pada kategori tinggi, namun terdapat satu (1) dimensi pada kategori sedang yaitu dimensi openness and honesty. Dari hasil analisa korelasi menunjukkan kelima dimensi kepercayaan berkorelasi positif dengan komitmen affective, komitmen continuance maupun komitmen normative. Dari keseluruhan terlihat bahwa dimensi openness and honesty memiliki korelasi yang agak rendah dari dimensi lainnya.

Hasil kategorisasi hipotetik data penelitian komponen komitmen organisasi pada karyawan PT. Bank Sumut menunjukkan bahwa sebahagian besar karyawan memiliki tingkat komitmen organisasi pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga aspek komitmen yaitu affective, continuace dan

normative telah terpenuhi dengan baik di PT. Bank Sumut, atau dengan kata lain

karyawan telah secara aktif terlibat dalam perusahaan dengan adanya kesediaan dan kesiapan untuk mencurahkan usaha demi kepentingan perusahaan/organisasi, memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi serta memiliki keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya.

Komitmen karyawan yang tinggi merupakan hal yang penting karena karyawan yang berkomitmen tinggi akan memberikan dampak yang positif terhadap perusahaan seperti meningkatkan produktivitas, kualitas kerja serta menurunkan

menunjukkan bahwa membangun dan mempertahankan kepercayaan sangat penting dalam hubungan di organisasi. Rigsbee (2001) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan elemen yang sangat penting dalam membangun hubungan yang sukses. Sangat sulit untuk menghasilkan hubungan kerja yang efektif dan produktif tanpa adanya kepercayaan (Castro, dalam Becton, 2002).

Kepercayaan menunjukkan kepedulian dan dukungan atau bertindak berdasarkan prinsip yang dapat dipandang sebagai tindakan yang harus menimbulkan motivasi untuk membalas tindakan atas prinsip pertukaran. Dari prinsip ini, maka kepercayaan merupakan bagian penting dari hubungan yang ada. Colquitt et. al (2007) menyimpulkan bahwa kepercayaan memprediksikan mekanisme dari komitmen affective, perasaaan memiliki kewajiban dan pemenuhan kontrak psikologis (dalam Colquitt, et. al 2007).

Cummings dan Bromiley (dalam Kramer & Tyler, 1996) mengemukakan bahwa keyakinan seorang terhadap pihak lain akan berpengaruh dengan komitmen orang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa rasa percaya dari karyawan akan mengarah pada komitmen. Kramer & Goldman menekankan suatu pernyataan bahwa komitmen merupakan refleksi dari perilaku mempercayai. (dalam Kramer & Tyler, 1996). Hasil penelitian Mishra (2007) menyatakan bahwa perasaaan percaya dan komitmen akan mengarah kepada reputasi positif perusahaan, sebagaimana karyawan merasa senang karena dipekerjakan oleh perusahaan tersebut. Selanjutnya mereka akan membagikan perasaan positif tersebut kepada pelanggan dan stakeholder.

BAB V

Dokumen terkait