• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ILMU SOSIALPROFETIK KUNTOWIJOYO DAN

B. Kurikulum Pendidikan Islam

2. Komponen-Komponen Kurikulum

a. Tujuan

Ada dua jenis tujuan yang terkandung di dam kurikulum suatu lembaga pendidikan:

123

1) Tujuan yang ingin dicapai secara keseluruhan

Selaku lembaga pendidikan, setiap sekolah mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapainya (tujuan lembaga pendidikan atau tujuan institusiona).

Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diharapkan dapat dimiliki murid atau siswa setelah mereka menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah tersebut.

2) Tujuan yang ingiin dicapai dalam setiap bidang studi

Setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah juga mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan inipun di gambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat diharapkan dapat dimiliki siswa setelah mempelajari suatu bidang studi pada suatu lembaga pendidikan.

Tujuan-tujuan setiap bidang studi dalam kurikulumm itu ada yang disebut tujuan kurikuler dan ada pula yang disebut tujuan instruksional, dimana tujuan instruksional merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan kurikuler (Daradjat, 1984: 114-115).

124

Hilda Taba dalam Curiculum Development memberikan petunjuk dalam merumuskan tujuan, yaitu:

1) Rumusan tujuan harus meliputi:

a) Bentuk kelakuan yang diterapkan (proses mental).

b) Bahan yang bertalian dengan itu (produk).

2) Tujuan yang kompleks harus dirumuskan secara analisis dan spesifik, sehingga jelas bentuk kelakuan yang di harapkan.

3) Dalam rumusan tujuan, harus dinyatakan harus dinyatakan dengan jeas bentuk kekuatan yang ingin dicapai dengan kegiatan belajar tertentu.

4) Tujuan itu biasanya bersifat development, yaitu harus di kembangkan secara kontinu, karena sering tidak tercapai dengan satu pelajaran, seperti memupuk sikap kritis, kesanggupan memecahkan masalah, dan lain sebagainya.

5) Tujuan itu hendaknya realistis dalam arti bahwa tujuan itu benar-benar dapat diacapai oleh anak-anak pada tingkat usia tertentu, atau selama pe;ajaran di sekolah itu. Tujun yang terlalu idealis yang tidak mungkin untuk dicapai jangan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan.

6) Tujuan itu harus meliputi segala aspek perkembangan anak didik yang menjad tanggung jawab sekolah. Pada umumnya

125

tujuan itu meliputi aspek kognitif, nilai dan sikap, serta keterampilan (psikomotorik) (Rosyadi, 2004: 272).

b. Materi

Isi program kurikulum dari suatu lembaga Pendidikan dapat dibedakan atas dua hal, yaitu:

1) Jenis-jenis bidang studi yang diajarkan

Jenis-jenis tersebut dapat digolongkan kedalam isi kurikulum dan ditetakan atas dasar tujuan yang ingin dicapai oleh lembaga penidikan yang bersangkutan, yaitu tujuan institusional.

2) Isi program setiap bidang studi

Bahan pengajaran dari setap bidang studi termasuk kedalam pengertian isi kurikulum, yang biaanya diuraikan dalam bentuk pokok bahasan (topik) yang dilengkapi dengan sub pokok bahasan (Daradjat, 1984: 115).

Untuk dapat mengorganisasikan materi secara tepat, kita dapat melihat pola organisasi (design) dari kurikulum itu. Demi keperluan ini menjadi penting untuk menurunkan usulan Nasution, yaitu:

126 1) Separate subject curriculum

Kurikulum ini disebut demikian Karena, semuau bahan pelajaran disajikan dalam subjek atau mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang satu lepas dari yang lain.

2) Correlated curriculum

Kurikulum ini berikhtiar untuk memberikan kepada murid pengalaman-pengalaman yang ada hubunganya antara pelajaran yang satu dengan yang lainya ada yang menghubungkan mata pelajaran yang satu dengan yang lainya dengan memelihara identitas pelajaran, ada pula yang menyatukan mata peljaran denga menghilangakan identitas mata pelajaran dalam bidang studi tertentu. Korelasi data dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain: 1. Antara dua mata pelajaran diadakan hubungan secara incidental, 2. Hubungan yang erat terdapat apabila suatu masalah tertentu diperbincangkan dalam berbagai mata pelajaran, 3. Dapat pula beberapa mata pelajaran disatukan, difusikan dengan menghilangkan batas masing-masing.

3) Integrated curiculum

Integrated curiculum meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Suatu unit mempunyai tujuan

127

yang beramakna bagi anak dan biasanya dituangkan dalam bentuk masalah. Untuk memecahkan maslah ini anak melakukan serangkaian aktivitas yang saling berkaitan. Menghadapkan anak kepada masalah berarti merangsangnya untuk berpikir dan ia tidak akan merasa puas sebelum ia memecahkan maslah itu.

Secara lebih spesifik dengan bersandar ketat pada al-Qur‟an dan Hadist Nabi saw, Muhaimin mengemukakan bentuk orgnisasi materi kurikulum sebagai berikut:

1) Pola korelatif dan broad field

Bila di telaah al-Qur‟an, surah a-Baqarah ayat 31 sampai 33, maka dapat ditemukan satu petunjuk bahwa pada saat Islam pertama kali lahir di dunia, yaitu seak nai Adam, kurikulum pendidikan Islam masih menggunakan satu pola, yait semua ilmu dijadikan satu broad field), diajarkan oleh Allah kepada nami Adam dan para malaikat. Namun pada ayat 33 Allah telah memberikan isyarat akan adanya disiplin ilmu lainya, yait uilmu-ilmu langait, ilmu-ilmuu bumi, ilmu tingkah laku manusia, baik yang tampak maupun tersembunyi. Al- qur‟an banyak memberi dorongan kepada umat Islmaagar mampu mengungkap dan menemukan ilmu-ilmu tersebut (QS. 88: 53; 56; 63; 22: 46: 29: 20: dan 10: 10).

128 2) Pola integratif

Pola integratif dikembangkan untuk megintegrasikan antara kebutuhan kehidupan jasmani dengan rohani, antara epentingan dunia dan akhirat (QS. 28: 77; 2: 201), mengintegrasikan antara tuntunan individu dengan tuntunan kemasyarakatan (QS 5: 92; 59: 9; 107: 1-7). Dan di dalam ayat lain juga disebutkan: maka apakah mereka tiidak memperhatikan (meneliti atau mempelajari) bagaimana onta di ciptakan; dan langit bagaimana di tinggikan; dan bumi bagaimana di hamparkan. Maka berilah ia peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi pperingatan (QS. 88: 17-21).

3) Pola core kurikulum

Dengan berkembangnya disiplin ilmu yang semakin luas maka perlu diadakan seleksi, mana imu-imu pokok yang sangat dibutuhkan untuk diperbaiki umat dan manusia ecara keseluruhan, dan mana pula ilmu penunjang. Dengan seleksi ini diharapkan kehidupan umat dapat terpecahkan dan agama Islam benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam (Rosyadi, 2004: 279-280).

129 c. Proses belajar mengajar

Strategii pelaksanaan kurikulum tergambar dari cara yang di tempuh dalam melaksanakan pengajaran, cara di dalam mengadakan penilaian, cara dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dan cara di dalam mengatur kwgiatan sekolah secara keseluruhan.

Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup baik cara yang berlaku secara umum, maupun cara yang berlaku dalam menyajikan setiap bidang studi, termasukk metode mengajar dan alat pembelajaran yang digunakan (Daradjat, 1984, 116).

Komponen proses belajar mengajar mempertimbangkan kegiatan anak didik dan Pendidikan dalam proses belajar mengajar. Dalam proses belajar anak sebaiknya tidak dibiarkan sendiarian. Dibiarkkan mememang mungkin, tetapi hasil belajar oleh anak sendirian biasanya kurang maksimal. Karena itu para ahli menyebut proses belajar mengajar, Karena proses ini mmerupakan gabungan kegiatan anak belajar dan guru mengajar yang tidak terpisah. Proses belajar mengajar adalah kegiatan dalam mencapai tujuan. Mutu proses itu banyak tergantung pada kemampuan pendidik dalam menguasai, dan mengaplikasikan teori-teori keilmuan, yaitu teori psikologis, khususnya psikologi Pendidikan,

130

metode belajar, penggunaan alat pengajalan, dan lain sebagainya (Rosyadi, 2004: 283).

d. Evaluasi

Adapun yang mendasari, mengapa evaluasi diperlukan dalam proses Pendidikan, menurut Sumadi Suryabrata dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu: dasr psikologis, dar didaktis, dan dasar administratif.

Secara psikologis, orang selalu butuh untuk mengetahi sejauh mana ia berjalan menuju tujuan yang ingin atau seharusnya dicapai. Secara didaktis menunjukan bahwa hasil evaluasi pembelajaran itu amat besar manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan didaktis, misalnya untuk memotivai belajar, menetahui cocok dan tidaknya bahan pelajaran dengan peserta didik, mengetahui cocok tidaknya gaya atau metode belajar, untuk mengetahui siapa saja yang perlu mendapatkan bantuan karena ada kesulitan dan siapa saja yang memerlukan tambahan karena kemajuan belajarnya melebihi peserta didik lainya. Secara administratiif, evaluasi sangat diperlukan karena tanpa informasi yang diperoleh dari evaluasi, orang tidak mungkin mengisi raport, menentukan (IP) indeks prestasi, memberikan STB, untuk mengetahui apakah seseorang memenuhi syarat sebagai peserta didik baru atau tidak (Rosyadi, 2004: 284-285).

131

Sedangkan Suharmi Arikunto, denga ebih spesifik mengemukakan fungsi evaluasi pendidikan sebagai berikut:

1) Evaluasi sebagai fungsi selektif

Dengan cara mengadakan penilaan, guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penelitian terhadap siswa. Penilaian ini sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain:

a) Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.

b) Untuk menentukan siswa yang layak naik kelas atau tingkat berikutnya.

c) Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.

d) Untuk memilih siswa yang sudah berhak meningalkan sekola atau belum.

2) Evaluasi berfungsi diagnostik

Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi syarat, maka dengan melihat hasilnya guru akan mengetahui kelemahan siswa. Di samping itu diketahui pula sebab-sebab kelemahan siswa. Jadi, dengan mengadakan evaluasi, sebaiknya guru mengadakan diagnosa terhadap siswa tentang kebaikan dan kelemahanya. Dengan dietahui sebab-

132

sebab kelemahan ini, maka akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasinya.

3) Evaluasi berfungsi sebagai penempatan

Sistem baru yang banyak dipopulerkn di negara Barat adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendir dapat dilakukan dngan cara mempelajari paket belajar yang ain. Sehungga, alasan dari timbulnya siistem ini adlah adanya pengakua bahwa sejak lahirnya telah membawa bakat sendiri-sendiri, sehingga pelajaran akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akantetapi disebabkan adanya keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang bersifat individual kadang-kadang sukar dilaksanakn. Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampua adalah pengajaran secara kelompo. Untuk dapat menentukan dengan pasti dikelompok mana siswa yang mempunyai hasil penelitian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.

4) Evaluasi berfungsi sebagai pengukuru keberhasilan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Telah disinggung pada bagian sebelum ini bahwa keberhasilan program di tentukan oleh beberapa faktor, yaitu: guru, metode

133

mengajar, kurikulum, sarana dan sistem administrasi (Rosyadi, 2004: 289-290).

Dokumen terkait