• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ILMU SOSIALPROFETIK KUNTOWIJOYO DAN

B. Kurikulum Pendidikan Islam

1. Pengertian

Kata “kurikulum” mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk pertama kalinya dalam kamus Webster tahun 1856. Pada tahun itu kata kurikulum digunaan dalam bidang olah raga, yakni suau lat yang membawa orang dari start sampai finish. Barulah pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran di suatu perguruan. Dalam kamus tersebut kurikulum diartikan dua macam, yaitu:

116

a. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa di sekolah atau di perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.

b. Sejumlah mata peljaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan.

Pengertian diatas menimbukan paham bahwa dari sekian banyak kegiatan dalam proses pendidikan di sekolah, hanya sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan itulah yang disebut kurikulum. Kegiatan belajar selain yang mempelaari mata pelajaran itu, tidak termasuk kurikulum. Padahal, sebagaimana kita ketahui bahwa kegiatan di sekolah tidak hanya kegiatan mempelajari mata pelajaran (Tafsir, 2008: 53).

Namun pngertian diatas masih dalam pengertian yang sempt (tradisional) karena tidak mencakup aktivitas anak didik dalam proses kependidikan. Kareanya menurut al-Syaibany, kelemahan yang menonjol pada kurikulum tradisonal adalah sebagai berikut:

a. Sempitnya pengertian dan tidak dimasukannya segala pengalaman yang diperoleh oleh anak didik dan jenis-jenis aktivitas yang dikerjakan dibawah pengawasan sekolah.

b. Pusat perhatianya adalah mata pelajaran pengetahuan teori dan hafalan. Adapun aspek amal dalam peajaran dilupakan sama sekali, padaha mengandung kepentingan yang sngat besar.

117

c. Memusatkan perhatian pada mengaji yang telah lampau dan berusaha menyiapkan murid-murid bagi masa depan berdasar pada suasana masa lampau yang diharapkan generasi masa sekarang, tanpa memberikan sedikitpun perhatian masa sekarang dari anak didik, bahkan mungkin bertentangan dengan masa sekarang ini.

d. Tidak adanya relevansi kandungan dalam anyak hal, dengan kesediaan-kesediaan anak didik, kecakapan khusus dan minat, kebutuhan dan keinginanya sehari-hari. Juga tidak sanggup menggerakan tenaga kreatif pada anak didik, asing dengan realitas alam sekitar dan masalah-masalah kehidupan secara makro.

e. Tidak membedakan antara individu yang satu denga yang ainya, tidak mengakui perbedaan anak didik pada tingkat kemampuan dan kesediaaan, perbedaan suasana alam sekitar dan lain sebagainya.

f. Memecah-mecah pengetahuan dan fakta-fakta yang dikandungnya kedalam berbagai ilmu yang berbeda, tidak terkait satu sama lain, pengetahuan dan fakta-fakta tidak disusun sesuai logika (Rosyadi, 2004, 241-242).

Menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidng studi. Kurikulum dalam pandngan modern ialah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan disekolah. Pandangan ini bertolak dari yang aktual, yan nyata, yaitu yang aktual terjadi di sekolah dalam proses belajar. Di dalam

118

pendidikan, kkegiatan yang dilaukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar, atau dapat dianggap sebagai pengalaman belajar, seperti berkebun, olah raga, pramuka, dan pergaulan, selain mempelajari bidang studi. Pandangan moderen berpendapat bahwa semua pengalaman belajar itulah kurikulum. (Tafsir, 2008: 53).

J. Galen Saylor dan William M. Alexander, dlam “Curiculum Planning for Better Teaching and Learning” (1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut:

The curiculum is the sum total of school‟s eforts to influence learning, wether in the clasroom, on the playground, or out of school.

Jadi, segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak itu belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, atau di luar sekolah, termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi segala pengalaman yang diisajikan oleh sekolah agar anak mencapai tujuan yang di inginkan. Suatu tujuan tidak tercapai dengan suatu pengalaman saja, akan tetapi melalui berbagai pengalaman dalam bermacam-macam situasi di dalam maupun luar sekolah (Rosyadi, 2004: 242).

Soedjiarto (1991) mengartikan kurikulum pada lima tingkatan, yaitu: Pertama, sebagai serangkaian tujuan yang menggambarkan berbagai kemampuan (pengetahuan dan keterampilan), nilai dan sikap yang harus di kuasai dan dimilikioleh anak didik dari suatu satuan pendidikan. Kedua, sebagai kerangka materi yang diberikan gambaran

119

tentang bidang-bidang studi yang perlu di plejari oleh anak didik untuk menguasai serangkaian kemampauan, nilai dna sikap yang secara institusional harus di kuasai oleh anak didikk setelah selesai dengan pendidikanya. Ketiga, kurikulum diartikan sebagai garis besar materi dari suatu bidang studi yang telah dipilih untuk dijadikan objek belajar. Keempat, kurikulum diartikan sebagai panduan dan buku pelajaran yang disusun untuk menunjang terjadinya proses belajar mengajar. Kelima, kurikulum diartikan sebagai bentuk dan jenis kegiatan belajar mengajar yang dialami oleh para pelajar, termasuk di dalamnya berbagai jenis, bentuk dari frekuensi evaluasi yang yang digunakan sebagai bagian terpadu dari strategi belajar mengajar yang direncanakan untuk dialami para pelajar. Menurut Soedjiarto pengertian kurikuum dari tingkatan pertama sampai keempat dimasukan kedalam suatu gugus perangkat kurikulum nasional. Sedangkan pada tingkatan kelima adalah suatu implementasi kurikulum yang merupakan tanggung jawab guru pada khusunya dan sekolah pada umumnya. Dan kelima pengertian di atas sebagai satu kesatuan sistem yang berkaitan secara hirearkis dan konsekuentif (Rosyadi, 2004: 242-243).

Menurut al-Syaibani, kurikulum pendidikan Islam seharusnya mempunyai ciri sebagai berikut:

120

a. Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama dan akhlak. Agama dan akhlak itu harus di ambil dari al- Qur‟an dan al-Hadis.

b. Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani, akal, dan rohani. Untuk pengembangan menyeluruh ini kurikulum harus berisi mata pe;ajaran yang banyak, sesuai dengan tujuan pembinaan setiap aspek itu.

c. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal, dan rohani manusia. Keseimbangan tersebut tentulah bersifat relatif, karena tidak bisa di ukur secara objektif.

d. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus, yaitu ukir, pahat, tulis indah, gambar dan sejenisnya. Selain itu memperhatikan juga pendidikan jasmani, latihan militer, teknik, keterampilam, dan bahasa asing sekalipun semuanya ini diberikan kepada peseorangan secara efektif berdasrkan bakat, minat, dan kebutuhan.

e. Kurikulum pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan- perbedaan kebudayaan yang sering terdapat di tengah manusia karena perbedaan tempat dan juga perbedaan zaman. Kurikulum dirancang sesuai dengan kebudayaan itu (Tafsir, 2008: 65-66).

121

Menurut al-Abrasyi yang harus diperhatikan dalam penyusuna kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh mata pelajaran itu dalam pendidikan jiwa serta kesempurnaan jiwa. Dari itu diberikan pelajaran-pelajaran keagamaan dan ketuhanan, karena ilmu paling mulia adalah mengenai tuhan serta sifat-sifat yang pantas pada-Nya.

b. Pengaruh suat pelajaran dalam bidang petunjuk tuntunan dengan menjalani cara hidup yang mulia dan sempurna, seperti dengan ilm akhlak, ilmu hadits, fiqh dan sebagainya.

c. Disamping itu ada lagi mata pelajaran yang dipelajari oleh orang- orang Islam karena mata pelajaran tersebut mengandung kelezatan ilmiah dan kelezatan ideologi, yang oleh para ahli pendidikan modern disebut menuntut ilmu karena ilmu itu sendiri.

d. Orang Islm mempelajari ilmu pengetahuan Karena ilmu itu dianggap yang paling lezat bagi manusia. Menurut fitrahnya, manusia itu senang sekali mengetahui sesuatu yang baru, Karena itu para filosof muslim sangat memperhatikan berbagai cabang ilmu pegetahuan dan kesenian. Demi utuk memuaskan pembawaan fitrah fitrah manusia yang cinta pengetahuan dan ilmu.

e. Mempelajari beberapa mata pelajaran adalah alat dan pembuka jalan untuk memeplajari ilmu-ilmu lain. Kaum msimin elah mempelajari Bahasa Arab dan sastera Arab, Karena kedua jurusan

122

ini membantu untuk mengerti tafsir al-Qur‟an, Hadist dan fiqh Islam (Rosyadi, 2004: 258-259).

David Pratt menyatakan bahwa kurikulum adalah sebuah sistem, sebagai suatu sistem, ia pasti memepunyai komponen- komponen atau bagian-bagian yang terpisahkan. Winarno Surachmad menyatakan bahwa komponen-komponen pokok kurikulum adalah tujuan, isi, organisasi, dan strategi. Sedangkan Hilda Taba mencoba merinci isi kurikulum yaitu tujuan, isi (materi), pola belajar mengajar, dan evaluasi. Pembagian ini diikuti oleh Ralph W. Tyler. Oleh karena itu, bila orang ingin membuat atau menilai kurikulum, perhatianya tentu tertuju pada pernyataan: apa tujuan kurikulum? Pengalaman belajar apa yang disiapkan untuk mencapai tujuan? Bagaimana pengalaman belajar itu dilaksanakan? Dan bagaimana menentukan bahwa tujuan telah tercapai? (Rosyadi, 2004: 272).

Dokumen terkait