• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

6. Komposisi Darah

Darah terdiri atas komponen cairan (plasma) dan komponen seluler (sel-sel darah). Sel-sel darah terdiri dari eritrosit (sel darah merah), Lekosit (sel darah putih) dan trombosit (keping darah), yang diedarkan ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi tertutup (Muhamad, 2008: 7-8). Sel dan plasma darah mempunyai peranan fisiologis yang sangat penting.

a. Plasma Darah

Plasma darah adalah suatu cairan jernih yang mengandung mineral terlarut, hasil absorpsi dari pencernaan makanan, buangan hasil metabolisme, serta gas terlarut (Muhamad, 2008: 7-8).

b. Sel Darah Merah (Eritrosit)

Eritrosit atau disebut juga sel darah merah, di dalam tubuh bergerak melalui sirkulasi atau memiliki gerak pasif. Eritrosit yang normal memiliki bentuk cakram bikonkaf dengan diameter 7,5 μm dengan pinggiran sirkuler dan pusat yang tipis. Bentuk cakram bikonkaf dapat meningkatkan area permukaan eritrosit. Permukaan area yang luas tersebut memperlancar pertukaran gas dari dalam dan dari luar eritrosit. Eritrosit memiliki fungsi yang spesifik untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan

mengangkut karbondioksida dari jaringan ke paru-paru (Murray, dkk., 2003: 254). Fungsi ini berlangsung karena adanya kandungan hemoglobin di dalam eritrosit.

Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel yang terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut hemoglobin yang akan membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan. Eritrosit merupakan suatu sel yang kompleks, membrannya terdiri dari lipid dan protein, sedangkan bagian dalam sel merupakan mekanisme yang mempertahankan sel selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin selama masa hidup sel tersebut (Muhamad, 2008: 7-8).

c. Sel Darah Putih (Lekosit)

Lekosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Rata-rata jumlah lekosit dalam darah manusia normal adalah 5000- 9000/mm3, bila jumlahnya lebih dari 10.000/mm3, keadaan ini disebut lekositosis, bila kurang dari 5000/mm3 disebut leukopenia (Effendi, 2003: 1).

Lekosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular. Lekosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen, dan intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Lekosit granular mengandung granula spesifik (yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair) dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang memperlihatkan banyak variasi dalam bentuknya. Terdapat 2 jenis lekosit agranular yaitu; limfosit yang terdiri dari sel-sel kecil dengan sitoplasma sedikit, dan monosit yang terdiri dari sel-sel yang agak besar dan mengandung sitoplasma lebih banyak.

Terdapat 3 jenis lekosit granular yaitu neutrofil, basofil, dan asidofil (eosinofil) (Effendi, 2003: 1).

Lekosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Lekosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Lekosit dan turunannya merupakan sel dan struktur dalam tubuh manusia yang didistribusikan keseluruh tubuh dengan fungsi utamanya melindungi organisme terhadap invasi dan pengrusakan oleh mikro organisme dan benda asing lainnya (Effendi, 2003: 1).

Jumlah lekosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 5000-9000/mm3, waktu lahir 15000-25000/mm3, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal (Effendi, 2003: 1).

1). Jenis-Jenis Sel Darah Putih a). Bergranula

(1). Neutrofil

Neutrofil (Polimorf), sel ini berdiameter 12–15 μm memilliki inti yang khas padat terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2 hingga 5 lobus dengan rangka tidak teratur dan mengandung banyak granula merah jambu (azuropilik) atau merah lembayung. Granula terbagi menjadi granula primer yang muncul pada stadium promielosit, dan sekunder yang muncul pada stadium mielosit dan terbanyak pada neutrofil matang. Kedua granula berasal

dari lisosom, yang primer mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam dan hidrolase asam lain, yang sekunder mengandung fosfatase lindi dan lisosom (Hoffbrand dan Pettit, 1996 dalam Effendi, 2003: 2).

(2). Eosinofil

Sel ini serupa dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih merah gelap (karena mengandung protein basa) dan jarang terdapat lebih dari tiga lobus inti. Mielosit eosinofil dapat dikenali tetapi stadium sebelumnya tidak dapat dibedakan dari prekursor neutrofil. Waktu perjalanan dalam darah untuk eosinofil lebih lama daripada untuk neutropil. Eosinofil memasuki eksudat peradangan dan nyata memainkan peranan istimewa pada respon alergi, pada pertahanan melawan parasit dan dalam pengeluaran fibrin yang terbentuk selama peradangan (Hoffbrand dan Pettit, 1996 dalam Effendi, 2003: 2).

(3). Basofil

Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi normal. Diameter basofil lebih kecil dari neutrofil yaitu sekitar 9-10 μm. Jumlahnya 1% dari total sel darah putih. Basofil memiliki banyak granula sitoplasma yang menutupi inti dan mengandung heparin dan histamin. Dalam jaringan, basofil menjadi “mast cells”. Basofil memiliki tempat-tempat perlekatan IgG dan degranulasinya dikaitan dengan pelepasan histamin. Fungsinya berperan dalam respon alergi (Hoffbrand dan Pettit, 1996 dalam Effendi, 2003: 2).

b). Tidak Bergranula (1). Monosit

Rupa monosit bermacam-macam, dimana ia biasanya lebih besar daripada lekosit darah tepi yaitu diameter 16-20 μm dan memiliki inti besar di tengah oval atau berlekuk dengan kromatin mengelompok. Sitoplasma yang melimpah berwarna biru pucat dan mengandung banyak vakuola halus sehingga memberi rupa seperti kaca. Granula sitoplasma juga sering ada. Prekursor monosit dalam sumsum tulang (monoblas dan promonosit) sukar dibedakan dari mieloblas dan monosit (Hoffbrand dan Pettit, 1996 dalam Effendi, 2003: 3).

(2). Limfosit

Sebagian besar limfosit yang terdapat dalam darah tepi merupakan sel kecil yang berdiameter kecil dari 10μm. Intinya yang gelap berbentuk bundar atau agak berlekuk dengan kelompok kromatin kasar dan tidak berbatas tegas. Nukleoli normal terlihat. Sitoplasmanya berwarna biru-langit dan dalam kebanyakan sel, terlihat seperti bingkai halus sekitar inti. Kira-kira 10% limfosit yang beredar merupakan sel yang lebih besar dengan diameter 12- 16μm dengan sitoplasma yang banyak yang mengandung sedikit granula azuropilik. Bentuk yang lebih besar ini dipercaya telah dirangsang oleh antigen, misalnya virus atau protein asing (Hoffbrand dan Pettit, 1996 dalam Effendi, 2003: 3).

Tubuh manusia memiliki suatu sistem yang disebut sistem imun yang memberikan respon dan melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen

misalnya bakteri, virus, jamur, protozoa, parasit dan radikal bebas yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia (Effendi, 2003: 4).

Sistem imun terpapar zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis respon imun, yaitu respon imun non-spesifik dan respon imun spesifik. Respon imun non-spesifik merupakan imunitas alamiah atau bawaan, sedangkan respon imun spesifik merupakan mekanisme pertahanan utama dan pertama pada invasi mikroorganisme. Pada respon imun non-spesifik, mekanisme yang terjadi adalah proses fagositosis mikroorganisme oleh sel fagosit seperti neutrofil, eusinofil, basofil, monosit dan makrofag (Effendi, 2003: 4).

Makrofag adalah sel fagosit terpenting dalam sistem imun yang berasal dari sel monosit dewasa yang menetap di jaringan. Makrofag memliki dua fungsi utama yaitu menghancurkan antigen dan menyajikannya kepada limfosit (Effendi, 2003: 5).

Proses fagositosis diawali dengan penempelan sel fagosit dengan mikroorganisme atau zat asing. Sebelumnya, makrofag akan bergerak ke arah antigen dimana pergerakan tersebut dimungkinkan berkat dilepaskannya zat atau mediator yang disebut faktor kemotaktik. Selanjutnya, partikel patogen masuk ke dalam sel dengan cara endositosis dan oleh proses pembentukan fagosom ia terperangkap dalam kantung fagosom seolah-olah ditelan untuk kemudian dihancurkan (Effendi, 2003: 5).

7. Tikus Putih (Rattus Norvegicus)

Tikus merupakan hewan mamalia yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, dikarenakan banyak keunggulan yang dimiliki oleh tikus sebagai hewan percobaan, yaitu memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi dan mudah dalam penanganan (Priyambodo, 1995: 55). Tikus (Rattus norvegicus) memiliki beberapa galur yang merupakan hasil persilangan sesama jenis, namun galur yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah Wistar.

Rattus norvegicus merupakan salah satu jenis hewan yang biasa digunakan untuk keperluan uji laboratorium. Rattus norvegicus mudah ditemukan secara liar maupun ditangkar.

Gambar 4. Tikus Putih Betina (Dokumen Penelitian, 2017). Klasifikasi tikus putih menurut (Priyambodo, 1995: 55) : Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Mamalia

Sub Kelas : Theria Ordo : Rodentia Sub Ordo : Myomorpha Family : Muridae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

8. Siklus Reproduksi Mamalia Betina

Dokumen terkait