• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

1. Jumlah kelenjar endometrium

Salah satu dasar dilakukannya penelitian ini dikarenakan kandungan flavonoid didalam biji pepaya, di mana golongan flavonoid merupakan salah satu dari fitoestrogen. Estrogen alami tidak hanya ditemukan pada hewan ataupun manusia, akan tetapi senyawa yang mirip dengan estrogen juga ditemukan pada beberapa tanaman yang biasanya disebut fitoestrogen. Fitoestrogen memiliki dua gugus hidroksil (OH), sama persis dengan estrogen. Gugus OH inilah yang menjadi struktur pokok suatu substrat agar mempunyai efek estrogenik, sehingga mampu berikatan dengan reseptor estrogen (Achadiat, 2003). Menurut Biben (2012: 2) gugus OH merupakan salah satu faktor pendukung adanya akifitas fitoesterogen seperti yang terdapat pada estradiol sehingga memiliki aktifitas estrogenik.

Uterus merupakan salah satu organ reproduksi yang memiliki reseptor estrogen sehingga perubahan yang terjadi pada lapisan penyusun dinding uterus merupakan hasil regulasi hormon reproduksi dalam plasma. Perkembangan yang ditunjukkan endometrium uterus dengan perubahan ukuran tebal endometrium, yang dibedakan menjadi dua fase utama yaitu fase proliferasi dan fase sekresi. Fase proliferasi ditandai dengan adanya pertambahan ukuran tebal endometrium seiring dengan kenaikan hormon estradiol dalam plasma dan fase ini terjadi pada fase diestrus sampai fase estrus. Fase sekresi merupakan fase yang terjadi dari fase metestrus sampai fase diestrus, fase ini ditandai dengan adanya aktivitas sekresi kelenjar

endometrium uterus sebagai hasil regulasi hormon progesteron dalam plasma. Salah satu faktor untuk kenaikan ukuran tebal endometrium uterus adalah proliferasi dan diferensiasi kelenjar endometrium. Kelenjar uterus di dalam endometrium merupakan kelenjar tubular sederhana yang mengalami perubahan sepanjang siklus estrus (Soewolo, dkk, 2005: 348).

Hasil penelitian yang telah didapatkan, pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya terhadap jumlah kelenjar endometrium menunjukkan bahwa baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan. Hasil dari uji Kruskal wallis terhadap jumlah kelenjar endometrium diperoleh data bahwa nilai signifikansi kelenjar endometrium bagian kanan sebesar 0.592, dan bagian kiri nilai signifikasinya sebesar 0,089 ini menunjukkan bahwa nilai tersebut lebih besar dari taraf signifikansi 0.05 (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah kelenjar endometrium tikus putih betina.

Hasil uji Kruskal wallis menyatakan demikian, tetapi jika dilihat dari diagram rata-rata jumlah kelenjar endometrium menunjukkan hasil yang berbeda. Diagram tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Gambar 15. Grafik Jumlah Kelenjar Endometrium Uterus Tikus Putih Betina per satuan lapang pandang dengan perbesaran lensa

objektif 10x (dilihat pada layar monitor) Sesudah Mendapat Perlakuan Ekstrak Biji Pepaya.

Diagram tersebut menunjukkan perhitungan rata-rata dari jumlah kelenjar endometrium per satuan lapang pandang pada struktur penampang melintang uterus dengan perbesaran lensa objektif 10x (dilihat pada layar monitor), dari data tersebut terlihat bahwa kenaikan jumlah kelenjar endometrium terus terjadi pada tiap kelompok perlakuan. Kelompok kontrol jumlah rata-rata kelenjar endometrium sebesar 15,8, pada perlakuan 1 dengan dosis 300 mg/tikus/hari dengan jumlah rata-rata sebesar 18,6. Jumlah kelenjar endometrium pada perlakuan 2 dengan dosis 350 mg/tikus/hari dengan jumlah 21,2, dan pada perlakuan ke 3 dengan dosis 400 mg/tikus/hari dengan jumlah tertinggi yaitu sebanyak 21,5.

15.8 18.6 21.2 21.5 0 5 10 15 20 25 Kontrol P1 P2 P3 Perlakuan Jumlah Kelenjar Endometrium

Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara nyata antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, tetapi berdasarkan grafik jumlah kelenjar endometrium menunjukkan bahwa adanya perbedaan jumlah kelenjar endometrium, hal ini dikarenakan adanya fitoestrogen didalam ekstrak biji pepaya dalam bentuk flavonoid. Fitoestrogen merupakan suatu senyawa yang bersifat estrogenik yang berasal dari tumbuhan. Fitoestrogen juga memiliki gugus OH yang menjadi struktur pokok suatu substrat agar mempunyai efek estrogenik, sehingga mampu berikatan dengan reseptor estrogen, selain itu fotoestrogen juga juga memiliki struktur yang ringan, sehingga dapat menembus membran sel dengan mudah (Biben, 2012: 2).

Hormon estrogen bekerja dalam merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Peningkatan dalam sintesis reseptor progesteron didalam endometrium dipengaruhi oleh hormon estrogen sehingga progesteron mampu merangsang endometrium tetapi setelah endometrium tersebut dirangsang oleh estrogen. Adanya rangsangan hormon yang disekresikan oleh hipotalamus sehinngga dalam proses tersebut menghasilkan hormon-hormon, yaitu FSH-RF dan LH-RF. FSH-RF (Follicle Stimulating Hormone-Releasing Factor) bertugas untuk merangsang hipofisa dalam mensekresi FSH (Follicle Stimulating Hormon), sedangkan LH-RF (Luteinizing Hormone-Releasing Factor) bertugas untuk merangsang pengeluaran dari LH (Luteinizing Hormon) (Koes Irianto, 2014: 129).

FSH dari kelenjar pituitary anterior akan bekerja merangsang perkembangan folikel, folikel yang berkembang ini akan mengeluarkan hormon estrogen, yaitu hormon yang akan merangsang penebalan endometrium (Wiwi Isnaeni, 2006: 270). Sedangkan LH berpengaruh pada sisa folikel yang ada di ovarium yang akan diubah menjadi korpus luteum, yang akan menghasilkan hormon progesteron, dimana hormon ini akan bertugas untuk mempertahankan ketebalan dari endometrium (Wiwi Isnaeni, 2006: 271). Selain itu hormon progesteron juga dapat merangsang perkembangan dari kelenjar endometrium.

Pemberian ekstrak biji pepaya dengan dosis 300 mg/tikus/hari, 350 mg/tikus/hari, dan 400 mg/tikus/hari ini telah mampu mengurangi kadar dari hormon FSH, sehingga sekresi estrogen tidak dapat dilakukan karena tidak adanya rangsangan pada folikel ovarium. Hal ini menyebabkan tidak adanya peningkatan pada kadar estrogen dan tidak ada rangsangan endometrium untuk menebal sehingga jumlah kelenjar endometrium tidak ada peningkatan.

Ekstrak biji pepaya dengan dosis 300 mg/tikus/hari, 350 mg/tikus/hari, dan 400 mg/tikus/hari ternyata juga belum mampu menghasilkan atau mempengaruhi kadar homon LH. Sehingga korpus luteum tidak terangsang dalam mensekresi hormon progesteron, sehingga endometrium tidak mampu mempertahankan ketebalan lapisannya dan juga perkembangan kelenjarnya tidak terangsang.

Hasil tersebut ternyata sesuai dengan penelitian Purwoistri (2010: 12) bahwa ekstrak biji pepaya mengandung bahan aktif steroid, triterpenoid,

alkaloid, dan hormon estradiol maupun hormon progesteron yang dapat menyebabkan terganggunya sekresi FSH dan LH. Estradiol menyebabkan penekanan hipotalamus dan hipofisis anterior sehingga menyebabkan GnRH dan hormon gonadotropin (FSH dan LH) terhambat.

2. Jumlah Eritrosil Dan Lekosit a. Jumlah Eritrosit

Jumlah eritrosit yang sudah dianalisis dengan One Way Anova tidak menunjukkan adanya pengaruh dari perlakuan pemberian ekstrak biji pepaya terhadap jumlah eritrosit tikus putih dengan nilai signifikan lebih dari 0,05 sehingga tidak dilakukannya uji lanjut DMRT.

Menurut Niken N. Paramesti (2014: 5), bahwa papain dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dari pepaya kecuali akarnya. Enzim protease (pengurai protein) yaitu papain dan kimopapain. Enzim proteolitik merupakan kelompok hidrolase yang berperan pada hidrolisa sekelompok protein menjadi protein–protein tunggal. Papain akan memecah protein dari makanan yang dicerna di dalam sistem pencernaan menjadi asam amino, kemudian usus halus akan menyerap asam amino tersebut yang selanjutnya akan digunakan untuk sintesis sel darah dan lain sebagainya (Dongoran dan Daniel S, 2004: 31).

Hasil uji One Way Anova menunjukan tidak adanya pengaruh nyata pada pemberian ekstrak biji pepaya terhadap jumlah eritrosit tikus putih, tetapi jika dilihat dari hasil grafik pada gambar 11 di atas bahwa pemberian ekstrak biji pepaya yang mengandung enzim protease berupa papain yang

dapat mempercepat pemecahan protein menjadi asam amino kepada tikus putih (hewan uji coba) mampu meningkatkan kadar eritrositnya.

b. Jumlah Lekosit

Jumlah lekosit yang dianalisis menggunakan One Way Anova menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan pemberian ekstrak biji pepaya yang diberikan kepada tikus putih, nilai signifikannya adalah 0,002. Uji lanjut DMRT, perlakuan tersebut menunjukkan adanya beda nyata, nilai signifikannya adalah 0,002 lebih kecil dibanding taraf uji 0,05. Beda nyata tersebut ditunjukkan pula pada grafik gambar 12, yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan antara sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Jumlah lekosit pada kelompok 2 dan 3 mengalami peningkatan jumlah lekosit dibanding dengan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan 1(P1).

Kenaikan grafik yang fluktuatif pada kelompok perlakuan 3, tikus putih yang di beri ekstrak biji pepaya dengan dosis 400 mg/tikus dimungkinkan karena beberapa faktor, salah satunya mungkin karena pada beberapa tikus kelompok 4 (perlakuan 3) adanya infeksi alami dalam sistem metabolisme dalam tubuhnya, sehingga produksi sel darah putih tikus dapat meningkat.

Lekosit atau sel darah putih adalah sel darah yang berperan khusus sebagai sistem imunitas. Lekosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asing (Effendi, 2003: 1).

BAB V

Dokumen terkait