• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Vegetasi di Tahura R. Soerjo .1 Komposisi famili

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Komposisi Vegetasi di Tahura R. Soerjo .1 Komposisi famili

Komposisi vegetasi yang terdapat di Tahura R. Soerjo berdasarkan famili dapat dilihat pada Gambar 6 .

Gambar 3 Komposisi Tumbuhan Berdasarkan Famili di lokasi penelitian Tahura R. Soerjo.

24

Hasil dari analisis vegetasi seperti pada Gambar 3 diketahui 39 famili yang berhasil diidentifikasi di lokasi penelitian Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo. Famili yang paling banyak spesiesnya jika dibandingkan dengan famili lainnya adalah dari Euphorbiaceae dengan 4 spesies yang ditemukan yaitu ketupuk (Claoxylon longifolium), kopian (Glochidion macrocarpum), tutup (Macaranga sp.), dan patikan emas (Euphorbia hirta). Menurut Partomihardjo (1999) diacu dalam Purwaningsih dan Yusuf (2008) sistem pemencaran biji atau buah dari banyak spesies dalam suku Euphorbiaceae ini memiliki efektivitas yang tinggi dan pada umumnya dapat dipencarkan oleh angin, burung dan mamalia. Selain itu, menurut Riswan (1987) diacu dalam Purwaningsih dan Yusuf (2008) famili Euphorbiaceae merupakan salah satu famili yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan.

Famili selanjutnya yaitu Moraceae teridentifikasi 3 spesies yang terdiri dari dampul (Ficus lepicarpa), kebek (Ficus padana), dan tritih (Ficus sp.). Selain itu famili Rosaceae juga teridentifikasi sebanyak 3 spesies yang terdiri dari spesies baros (Prunus cf. arborea ), ri bandel (Rubus chrysophyllus), dan sebra (Rubus fraxinifolius).

5.1.2 Komposisi spesies

Komposisi spesies tumbuhan yang diperoleh dari hasil analisis vegetasi tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Daftar komposisi spesies berdasarkan tingkatan tumbuhan

No. Tingkat tumbuhan Jumlah spesies

1. Pohon 22

2. Tiang 22

3. Pancang 18

4. Semai 23

5. Tumbuhan bawah 25

Berdasarkan hasil analisis vegetasi seperti yang tersaji pada Tabel 1 tersebut diperoleh hasil 50 spesies dari 39 famili. Namun, hanya 40 spesies (80 %) yang berhasil diketahui sampai dengan spesiesnya sedangkan 10 spesies (20 %) belum berhasil teridentifikasi. Menurut keterangan tabel 1 di atas jumlah spesies yang paling banyak ditemukan adalah pada tingkat tumbuhan bawah sebanyak 25

spesies. Kemudian secara berurutan adalah semai 23 spesies, Tiang dan Pohon 22 spesies,dan pancang 18 spesies.

5.1.3 Komposisi tumbuhan berdasarkan habitus

Komposisi tumbuhan yang terdapat di Tahura R. Soerjo berdasarkan habitusnya tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4 Komposisi Tumbuhan Berdasarkan Habitusnya di lokasi penelitian Tahura R. Soerjo.

Berdasarkan hasil analisis vegetasi tumbuhan yang paling mendominasi di dalam kawasan Tahura R. Soerjo adalah spesies yang berhabitus pohon dengan jumlahnya sekitar 25 spesies (50 %). Spesies tumbuhan selanjutnya adalah berhabitus semak dengan jumlah sekitar 12 spesies (24 %). Kemudian spesies berhabitus terna dengan jumlah sekitar 13 spesies (26 %).

5.1.4 Dominansi vegetasi

Dominansi adalah proporsi antara luas bidang dasar yang ditempati oleh spesies tumbuhan dengan total luas habitat. Nilai dari dominansi spesies ditunjukkan dengan nilai INP (Indeks Nilai Penting) yang merupakan parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi tingkat penguasaan (Mukrimin 2011). Menurut Soegianto (1994) diacu dalam Maisyaroh (2010) Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menggambarkan tingkat penguasaan yang diberikan oleh suatu spesies terhadap komunitas, semakin besar nilai INP suatu spesies semakin besar tingkat penguasaan terhadap komunitas dan sebaliknya. Menurut Abdiyani (2008) Indeks Nilai Penting menunjukkan peranan

26

suatu spesies dalam kawasan. Spesies yang memiliki nilai INP paling besar, maka spesies tersebut mempunyai peranan yang penting di dalam kawasan tersebut. Selain itu, spesies ini juga mempunyai pengaruh paling dominan terhadap perubahan kondisi lingkungan maupun keberadaan spesies lainnya dalam kawasan.

Semakin tinggi INP suatu spesies maka spesies tersebut adalah yang paling dominan dari spesies yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berkaitan dengan persaingan antar spesies yang lain. Persaingan akan meningkatkan daya juang untuk mempertahankan hidup, spesies yang kuat akan menang dan menekan yang lain sehingga spesies yang kalah menjadi kurang adaptif dan menyebabkan tingkat reproduksi rendah dan jumlahnya juga sedikit (Syamsuri 1993 diacu dalam Maisyaroh 2010). INP tertinggi pada spesies tumbuhan tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai INP tertinggi pada masing-masing tingkat tumbuhan

No. Nama jenis INP (%)

Pohon Tiang Pancang Semai 1. Pasang (Quercus sundaica) 78,86 - - - 2. Dampul (Ficus lepicarpa) - 42,65 - - 3. Kopian (Glochidion

macrocarpum) - - 34,30 51,40

4. Nyampuh gunung (Neonauclea

excels) - - - -

5. Endog-endogan (Fagraea blumei) - - - - 6. Tritih (Ficus sp.) - - - -

Berdasakan data pada Tabel 2 spesies yang memiliki nilai INP tertinggi pada tingkat pohon adalah pasang (Quercus sundaica) yaitu sebesar 78,86 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat pohon spesies yang mendominasi adalah pasang (Quercus sundaica). Sedangkan, spesies yang memliki nilai INP terendah pada tingkat pohon adalah cemara gunung (Casuarina junghuhniana) 1,66 %; tutup (Macaranga sp.) 2,20 %; nangkan (Litsea diversifolia) 1,53 %; putihan (Buddleja asiantica) 1,81 %, dan katesan (Macropanax dispermus) 2,11 %.

Pada spesies tumbuhan tingkat tiang yang mendominasi adalah dampul (Ficus lepicarpa) dengan nilai INP sebesar 42,65 %. Spesies yang memiliki INP terendah pada tingkat tiang adalah bima (Symplocos lucida) dengan nilai INP

sebesar 0,78 %; anggrung (Trema Orientalis) 0,79 %; baros (Prunus cf. arborea) 0,87 %; putihan (Buddleja asiantica) 0,87 %; tutup (Macaranga sp.) 1,68 %.

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai INP untuk tingkat pancang yang tertinggi yaitu kopian (Glochidion macrocarpum) dengan nilai sebesar 34,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat pancang, spesies kopian (Glochidion macrocarpum) adalah spesies yang paling dominan. Spesies yang memiliki nilai INP terendah yaitu tutup (Macaranga sp.) 1 %, genitri (Elaeocarpus sphaericus) 1 %, kukrup (Engelhardia spicata) 2 %, kupu ketek (Astronia spectabilis) 4 %, dan ketupuk (Claoxylon longifolium) dengan nilai INP 4,4 %. Menurut Kade et al. (2006) tingkat pancang dapat dikatakan sebagai komponen permudaan yang sangat penting karena kunci sukses tidaknya proses permudaan tersebut berlangsung dapat dilihat pada fase ini. Banyak jenis pohon sangat sukses dalam memproduksi semai namun secara lambat-laun semai tersebut akan mati karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung.

Nilai INP tertinggi untuk tingkat semai dimiliki oleh spesies kopian (Glochidion macrocarpum) dengan nilai 51,40 %, hal ini menunjukkan bahwa spesies tersebut yang mendominasi pada tingkat semai. Selain itu, hal tersebut juga berarti bahwa frekuensi perjumpaan yang sering serta jumlah individu yang lebih banyak dibandingkan spesies yang lain. Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui dominansi spesies pada tingkat semai berbeda dengan tingkat pohon. Spesies yang dominan pada tingkat pohon adalah pasang (Quercus sundaica) sedangkan pada tingkat semai adalah kopian (Glochidion macrocarpum). Keadaan ini dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap regenerasi dari spesies pasang (Q. Sundaica) karena jumlah semainya yang sedikit. Hal tersebut akan mengakibatkan kelangkaan spesies pasang (Q. Sundaica) di Tahura R. Soerjo.

Spesies tumbuhan yang mempunyai nilai INP terendah pada tingkat semai adalah kukrup (Engelhardia spicata) dengan nilai 0,9 %. Menurut Abdurrohim et al. (2004) permudaaan untuk spesies kukrup (Engelhardia spicata) di alam jarang dan tersebar jauh dari pohon induknya oleh karena itu dapat dilakukan permudaan buatan dengan cara menyemaikan biji-biji dari spesies ini. Selanjutnya, spesies yang memiliki INP terendah yaitu nangkan (Litsea diversifolia Blume), lembayungan (Turpinia montana), dan kebek (Ficus padana) dengan nilai 0,9 %.

28

Selanjutnya, putihan (Buddleja asiantica) dan baros (Prunus cf. arborea) dengan nilai 1,9 %.

Hasil analisis vegetasi tingkat tumbuhan bawah berhabitus semak dan terna diketahui bahwa spesies yang mempunyai nilai INP tertinggi adalah seperti yang tercantum pada Tabel 6.

Tabel 3 Nilai INP tertinggi pada tingkat tumbuhan bawah di lokasi penelitian

No Nama Spesies Nama Ilmiah INP (%)

1 Remejun Euphatorium riparium 74,91

2 Urang-rangan merah Elatostema latifolium 36,78

3 Paku-pakuan Pteris sp. 14,23

4 Jengkon merah Pilea sp. 14,04

5 Suruhan Piper miniatum 12,26

Spesies remejun (Euphatorium riparium) yang berhabitus semak memiliki nilai INP yang paling tinggi yaitu sebesar 74,91 %. Hal ini menunjukkan bahwa spesies tersebut adalah yang paling dominan dengan jumlah individu lebih banyak dibandingkan spesies tumbuhan bawah lainnya. Setiap spesies tumbuhan mempunyai suatu kondisi minimum, maksimum dan optimum terhadap faktor lingkungan yang ada. Spesies yang mendominasi berarti memiliki batasan kisaran yang lebih luas jika dibandingkan dengan spesies yang lainnya terhadap faktor lingkungan, sehingga kisaran toleransi yang luas pada faktor lingkungan menyebabkan spesies ini akan memiliki sebaran yang luas. Adanya spesies yang mendominasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain persaingan antara tumbuhan yang ada yaitu berkaitan dengan iklim dan mineral yang diperlukan. Apabila iklim dan mineral yang dibutuhkan mendukung maka spesies tersebut akan lebih unggul dan lebih banyak ditemukan (Syafei (1990) diacu dalam Maisyaroh (2010)).

Tumbuhan bawah yang memiliki nilai INP terendah adalah temu ireng (Curcuma aeruginosa), codo (Elaeagnus latifolia), anggrek (Macodes sp.) dengan nilai INP sebesar 0,32%. Selanjutnya yaitu piji (Pinanga sp.) dengan nilai INP 0,67% dan patikan emas (Euphorbia hirta) dengan nilai INP 0,96 %.

Dokumen terkait