• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2 Kajian Pustaka

2.2.2 Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal merupakan komunikasi tanpa bahasa atau komunikasi tanpa kata, maka tanda nonverbal berarti tanda minus bahasa atau tanda minus kata (Sobur, 2004: 122). Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai potensial bagi pengirim atau penerimanya. Jadi, komunikasi nonverbal mencakup perilaku yang disengaja dan tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, dimana kita banyak mengirim pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain (Mulyana, 2008: 343). Adapun bentuk dari nonverbal tersebut menurut Duncan adalah berupa kinesik atau gerak tubuh, paralinguistik atau suara, proksemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial, olfaksi atau penciuman, sensitivitas kulit, dan faktor akrtifaktual seperti pakaian dan kosmetik.

Pesan kinesik, terdiri dari tiga komponen utama, yaitu pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural. Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Menurut Leathers, wajah mengkomunikasikan

penilaian dengan ekspresi senang dan tidak senang, wajah mengkomunikasikan berminat atau tidak berminat pada orang lain atau lingkungan, wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam suatu situasi, wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataannya sendiri, dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurangnya pengertian. Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasikan berbagai makna. Menurut Galloway, makna tersebut antara lain mendorong/membatasi, menyesuaikan/mempertentang- kan, responsif/tak responsif, perasaan positif/negatif, memperhatikan/tidak memperhatikan, melancarkan/tidak reseptif, dan menyetujui/menolak. Pesan postural berkaitan dengan postur badan yang memiliki makna immediacy atau ungkapan kesukaan/ketidaksukaan, power atau status komunikator, dan

responsiveness atau emosi positif/negatif (Rakhmat, 2007: 290).

Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang, yaitu dimana seseorang mengungkapkan jarak keakrabannya dengan orang lain. Hall menemukan bahwa jarak dapat diperkirakan bergantung pada kondisi dan isi percakapan, yaitu percakapan publik (12 kaki atau lebih hingga batas yang dapat dilihat), percakapan informal dan bisnis (4 sampai 12 kaki), percakapan biasa (1,5 sampai 4 kaki), dan percakapan intim (0 sampai 18 inci). Fluktuasi jarak dalam setiap kategori tergantung pada sejumlah faktor, yaitu budaya dimana percakapan berlangsung, usia dari yang saling berinteraksi, topik yang sedang dibahas, keadilan, sifat hubungan, sikap, perasaan dari individu dan seterusnya. Misalnya, penggunaan ruang dan posisi juga penting di tempat duduk. Dalam situasi kelompok, posisi tertentu sering dikaitkan dengan tingginya tingkat aktifitas dan kepemimpinan terhadap yang lain. Berada di depan kelompok dan lebih terpisah dari kelompok dibanding siapapun, mendukung individu yang bersangkutan untuk memiliki posisi jarak dan wewenang. Contohnya adalah seorang guru di depan kelas, seorang hakim di depan pengadilan, seorang pemimpin agama di bagian depan gereja dan sebagainya (Ruben, 2013: 193).

Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan, seperti pakaian dan kosmetik. Meskipun bentuk tubuh relatif tetap, dalam hubungan dengan orang lain seseorang sering berperilaku sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body

image). Hal ini erat kaitannya dengan tubuh yaitu dengan pakaian dan kosmetik kita berupaya untuk membentuk citra tubuh. Umumnya, pakaian digunakan untuk menyampaikan identitas atau mengungkapkan siapa diri kita kepada orang lain (Rakhmat, 2007: 292).

Pesan paralinguistik berhubungan dengan cara mengungkapkan pesan

verbal. Paralinguistik mengacu pada setiap pesan yang menyertai dan lebih melengkapi bahasa. Bentuk vokal dan bentuk tertulis merupakan bagian dari paralinguistik. Bentuk vokal meliputi tinggi rendah suara, kecepatan berbicara, irama, batuk, tertawa, sengau, berhenti, bahkan keheningan yang bersumber dalam penyampaian pesan tatap muka (Ruben, 2013: 175).

Pesan sentuhan dan bau-bauan termasuk pesan nonverbal nonvisual dan

nonvokal. Kita mampu menerima dan membedakan berbagai emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Alat penerima sentuhan adalah kulit. Smith telah meneliti kemampuan kulit yang mampu menyampaikan berbagai perasaan yang pada umumnya meliputi: tanpa perhatian (detached), kasih sayang (mothering), takut (fearful), marah (angry), dan bercanda (playful). Sedangkan bau-bauan digunakan manusia untuk berkomunikasi secara sadar dan tidak sadar. Dr. Harry Wiener dari New York Medical College menyimpulkan bahwa manusia menyampaikan dan menerima pesan kimiawi eksternal (Rakhmat, 2007: 293- 294).

Pesan nonverbal menurut Mark L. Knapp memiliki lima fungsi, yaitu (1) Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya, setelah saya menjelaskan penolakan saya, saya menggelengkan kepala berkali-kali, (2) Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya, tanpa sepatah kata pun Anda berkata, Anda dapat menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-angguk, (3) Kontradiksi, yaitu menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya, Anda memuji prestasi kawan Anda dengan mencibirkan bibir Anda, “Hebat, kau memang hebat”, (4) Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan verbal. Misalnya, air muka Anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata; (5) Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal

atau menggarisbawahinya. Misalnya, Anda mengungkapkan betapa jengkelnya Anda dengan memukul mimbar (Rakhmat, 2007: 287).

Studi komunikasi nonverbal sebenarnya masih relatif baru. Pada zaman Yunani kuno, apabila bidang pertama dimulai dengan studi tentang persuasi, khususnya pidato, maka studi bidang kedua mengajarkan tentang ekspresi wajah sebagaimana dengan yang telah ditulis Charles Darwin pada tahun 1873. Sejak terdapat studi tersebut, banyak orang yang mengkaji komunikasi nonverbal ini demi keberhasilan komunikasi, bukan hanya ahli-ahli komunikasi, tetapi juga antropolog, psikolog, dan sosiolog. Simbol-simbol nonverbal lebih sulit ditafsirkan daripada simbol-simbol verbal. Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa isyarat nonverbal pada umumnya adalah tidak berlaku secara universal. Nonverbal ini harus dipelajari, karena isyarat nonverbal yang merupakan bawaan hanyalah sedikit. Kita semua lahir dan mengetahui bagaimana tersenyum, namun kebanyakan ahli sepakat bahwa dimana, kapan, dan kepada siapa kita menunjukkan emosi ini adalah dengan dipelajari dan dipengaruhi oleh konteks serta budaya (Mulyana, 2008: 343).

Dilihat dari fungsinya, perilaku nonverbal memiliki bebeberapa fungsi. Paul Ekman menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal, seperti yang dapat digambarkan dengan perilaku mata, yaitu sebagai berikut (Mulyana, 2008: 349):

a. Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki

kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan, “Saya tidak sungguh-sungguh.”

b. Ilustrator. Pandangan ke bawah dapat menunjukkan depresi atau

kesedihan.

c. Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka.

Memalingkan muka menandakan ketidaksetiaan berkomunikasi.

d. Penyesuai. Kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada

dalam tekanan. Itu merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan.

e. Affect Display. Pembesaran manik-mata (pupil dilation) menunjukkan peningkatan emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut, atau senang.

Komunikasi nonverbal memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya komunikasi verbal yang sering kita lakukan. Ada sejumlah kesamaan antara komunikasi verbal dan nonverbal, yaitu (1) adanya aturan yang memerintah, (2) memungkinkannya produksi pesan yang tidak disengaja dan disengaja, dan (3) berbagi ragam fungsi pesan secara bersama-

sama. Sedangkan perbedaan kunci antara komunikasi verbal dan nonverbal adalah (1) dibandingkan dengan bahasa verbal, telah terjadi kurangnya kesadaran dan perhatian terhadap isyarat-isyarat nonverbal dan dampaknya terhadap perilaku, (2) komunikasi nonverbal melibatkan aturan yang utamanya tertutup, daripada yang terbuka, dan (3) pengolahan pesan verbal diduga terjadi di belahan otak kiri, sedangkan belahan otak kanan sangat penting untuk pengolahan informasi yang berkaitan dengan kegiatan nonverbal (Ruben, 2013: 201).

Pengetahuan komunikasi nonverbal atau yang juga berupa bahasa tubuh banyak digunakan untuk bidang intelejen seperti di Amerika, dimana setiap agen FBI atau CIA dibekali kemampuan membaca bahasa tubuh dan mutlak untuk mereka miliki. Meskipun dalam dunia pendidikan komunikasi nonverbal belum mendapatkan banyak perhatian dibandingkan komunikasi verbal, bagi beberapa kalangan, mempelajari komunikasi nonverbal sangatlah penting. Dalam sebuah penelitian, Profesor Mehrabian menyimpulkan bahwa seseorang dapat dipercaya bergantung pada konsistensinya dalam tiga faktor komunikasi, yaitu verbal (perkataan), vokal (nada suara), dan visual (bahasa tubuh). Masing-masing faktor mempunyai pengaruh yang berbeda-beda. Perkataan yang diucapkan hanya merupakan 7% dari bagian yang menjadi perhatian lawan bicara, sedangkan bahasa tubuh 55%. Hal ini menunjukkan bahwa pesan nonverbal lebih mendapatkan perhatian lawan bicara daripada pesan verbal yang disampaikan (Putra, 2013: 14-15).

Pesan nonverbal pada umumnya memiliki enam sumber utama yang sangat penting, yaitu kinesik atau gerak tubuh, paralinguistik atau suara, proksemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial, olfaksi atau penciuman, sensitivitas kulit, dan faktor artifaktual. Pesan nonverbal yang ditampilkan memainkan peran penting dalam hubungan interpersonal, khususnya dalam kesan awal. Baju atau gaun dan perhiasan fisik adalah aspek penampilan yang berfungsi sebagai sumber informasi potensial. Wajah adalah aspek sentral dari penampilan seseorang yang menyediakan sumber utama informasi tentang keadaan emosi seseorang. Rambut pun merupakan sumber pesan (Ruben, 2013: 201). Karenanya, pesan nonverbal dapat menjadi sumber informasi berkelanjutan bagi orang lain. Pada akhirnya, dengan secara berlanjut dan tak terhindarkan, kita mampu

memproses informasi tentang orang-orang, situasi, objek pada lingkungan, dan juga mengenai diri kita sendiri.

Dokumen terkait