• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN TEORITIS

2.2 Kerangka Teori

2.2.3 Komunikasi Nonverbal

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter menjelaskan bahwa komunikasi nonverbal adalah mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima (Mulyana, 2007:343)

Menurut Mark Knapp (1978) menyebutkan bahwa penggunaan komunikasi nonverbal dalam berkomunikasi memilki fungsi untuk (Cangara, 2006:100):

a. Meyakinkan apa yang diucapkan (repetition)

b. Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata (subsitution)

c. Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity) d. Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum

sempurna

Pemberian arti terhadap kode nonverbal sangat dipengaruhi oleh sistem sosial budaya masyarakat yang menggunakannya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada hal-hal yang unik, atau kita sering dihadapkan dengan suatu yang kontradiksi dengan persepsi. Misalnya orang cenderung menggunakan atribut untuk menipu orang lain. Dari berbagai studi yang pernah dilakukan sebelumnya, kode nonverbal dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk, antara lain: (Cangara, 2006:101)

a. Kinesics

Ialah kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan –gerakan badan. Gerakan-gerakan badan yang dilakukan meliputi gerakan yang dilakukan oleh kepala, tangan atau pun gerakan kaki.

b. Gerakana mata

Mata adalah alat komunikasi yang paling berarti dalam memberi isyarat tanpa kata.lirikan mata memiliki arti adalah isyarat yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan mata.

c. Sentuhan (touching)

Ialah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan d. Paralanguage

Ialah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara sehingga penerima dapat memahami sesuatu dibalik apa yang diucapkan

e. Diam

Sikap diam juga merupakan sebagai kode nonverbal yang mempunyai arti. Max picard menyatakan bahwa diam tidak semata-mata mengandung arti bersikap negatif, tetapi juga bisa melambnagkan sikap positif (Cangara, 2006:106)

f. Postur tubuh

Well dan Siegel (1961) melalui studi yang mereka lakukan berhasil menggambarkan bentuk-bentuk manusia berdasarkan karakternya. Kedua ahli ini membagi membagi bentuk tubuh menjadi tiga yakni ectomorphy (kurus dan tinggi), mesomorphy (tegap,tinggi dan atletis), dan endomorphy (pendek, bulat dan gemuk) (Cangara, 2006:106) yang pada bentuk-bentuk tubuh tersebut melambang karakteristik sifat-sifat seseorang.

g. Kedekatan dan ruang (proximity and spatial)

Proximity adalah kode nonverbal yang menunjukkan kedekatan dari dua objek yang mengandung arti. Proximity dapat atas teority atau zone. Edwart T. Hall (1959) membagi kedekatan menurut territory menjadi empat macam, yaitu wilayah intim (rahasia), wilayah pribadi, wilayah sosial, wilayah umum. Selain kedekatan dari segi territory, ada juga dari sudut ruang dan posisi.

h. Artifak dan visualisasi

Artifak adalah hasil kerajinan manusia. Artifak selain untuk kepentingan estetika, juga untuk menunjukkan status atau identitas diri seorang atau suatu bangsa.

i. Warna

Warna juga memberi arti terhadap suatu objek j. Waktu

Waktu mempunyai arti tersendiri dari kehidupan manusia bagi masyarakat tertentu melakukan sesuatu sering sekali melihat waktu. Waktu tersebut juga dapat melambangkan suatu hal.

k. Bunyi

Kalau paralanguage dimaksudkna sebagai tekanan suara untuk menjelaskan verbal, maka banyak bunyi-bunyi an yang dilakukan sebagai tanda isyarat yang tidak dapat digolongkna sebagai paralanguage.

l. Bau

Bau juga meupakan bentuk dari nonverbal selain untuk melambangkan status kosmetik, bau juga dapat dilajadikan sebagai petunjuk arah.

2.2.4 Simbol

Salah satu kebutuhan pokok manusia menurut Susanne K. Langer adalah kebutuhan simbolisasi atau kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang, lambang meliputi kata-kata (pesan verbal) , perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama (Mulyana, 2010:92).

Teori simbol yang diciptakan Susanne K. Langer adalah teori terkenal dan dinilai bermanfaat karena mengemukakan sejumlah konsep dan istilah yang biasa digunakan dalam ilmu komunikasi. Sedemikian rupa, teori ini memberikan semacam standar atau tolak ukur bagi tradisi semiotika di dalam studi ilmu komunikasi. Langer yang seorang ahli filsafat menilai simbol sebagai hal yang sangat penting dalam ilmu filsafat, karena simbol menjadi penyebab dari semua pengetahuan dan pengertian yang dimiliki manusia. Menurut Langer, kehidupan binatang diatur oleh perasaan (feeling), tetapi perasaan manusia diperantarai oleh sejumlah konsep, simbol, dan bahasa. Binatang memberikan respons terhadap tanda, tetapi manusia membutuhkan lebih dari sekadar tanda, manusia membutuhkan simbol (Morissan, 2009:89)

Suatu tanda (sign) adalah suatu stimulus. Suatu tanda berhubungan erat dengan maksud tindakan yang sebenarnya (actual signified action). Hubungan sederhana seperti itu dinamakan signifikasi, yaitu makna yang dimaksudkan dari suatu tanda. Simbol, sebaliknya bekerja dengan cara yang lebih kompleks, yaitu dengan membolehkan seseorang untuk berpikir mengenai suatu yang terpisah dari kehadiran suatu tanda. Dengan kata lain, simbol adalah suatu instrumen pikiran. Simbol menjadi sesuatu yang sentral dalam kehidupan manusia. Manusia memliki kemampuan untuk menggunakan simbol dan manusia memilki kebutuhan terhadap simbol yang sama pentingnya dengan kebutuhan terhadap makan atau tidur. Kita mengarahkan dunia fisik dan sosial kita melalui simbol dan maknanya.

Manusia menggunakan simbol yang terdiri atas satu kata, namun lebih sering kita menggunakan kombinasi sejumlah kata. Makna yang sesungguhnya dari bahasa terdapat pada wacana dimana kita dapat mengikat sejumlah kata ke dalam kalimat dan paragraf. Wacana menyatakan preposisi, yaitu beberapa simbol bersifat kompleks yang menunjukkan gambaran dari sesuatu. Kemampuan bahasa untuk berkombinasi dan mengorganisasi diri menjadikan bahasa alat yang sangat kaya dan tidak tergantikan bagi manusia. Melalui bahasa, kita berpikir, merasa dan berkomunikasi.

Setiap simbol atau seperangkat simbol menyampaikan suatu konsep, yaitu suatu ide umum, pola, bentuk. Menurut langer, konsep adalah makna bersama di antara sejumlah komunikator yang merupakan denotasi dari simbol. Sebaliknya, gambaran personal adalah pengertian yang bersifat pribadi (Morissan, 2009:90). Langer menyatakan bahwa manusia memliki kecenderungan yang melekat untuk melakukan abstraksi, yaitu proses membentuk ide umum dari berbagai pengalaman konkrit yang didasarkan atas denotasi dan konotasi simbol. Abstraksi adalah proses meninggalkan berbagai detail dalam menggambarkan suatu objek, peristiwa atau situasi kedalam istilah yang lebih umum (Morissan, 2009:90). 2.2.5 Interkasionisme Simbolik

Interaksi simbolik dapat dikatakan perpaduan dari perpaduan dari perspektif sosiologis dan perspeltif komunikologis, oleh karena interaksi adalah istilah dan

garapan sosiologis, sedangkan simbolik adalah istilah dan garapan komunikologi atau komunikasi (Effendy, 1993:390).

Mead mengatakan bahwa pikiran manusia mengartikan dan menafsirkan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang dialaminya, menerangkan asal mulanya dan meramalkannya (Effendy, 1993:391) Pikiran manusia menerobos dunia luar, seolah-olah mengenalnya dari balik penampilan. Ia juga menerobos dirinya sendiri dan membuat hidupnya sendiri menjadi objek pengenalannya yang disebut self (aku atau diri). Cara manusia mengartikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan erat dengan masyarakatnya. Mead melihat pikiran (mind) dan dirinya (self) menjadi bagian dari perilaku manusia, yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. interaksi itu membuatnya mengenal dunia dan dia sendiri (Effendy, 1993:391)

Teori interaksionisme simbolik merupakan teori yang menekankan pada hubungan simbol dan interaksi. Dalam teori interaksionisme simbolik memiliki tiga tema besar yaitu (West, 2008:99) :

 Pentingnya makna bagi perilaku manusia  Pentingnya konsep mengenai diri

 Hubungan antara individu dan masyarakat

Teori interaksionisme simbolik berpegang bahwa individu membentuk makna melalui proses komunikasi karena makna tidak bersifat intrinsik terhadap apapun. Dibutuhkan konstruksi interpretif diantara orang-orang untuk menciptakan makna. Bahkan, tujuan dari interaksi menurut teori ini adalah untuk menciptakan makna yang sama (West, 2008:99).

Menurut LaRosaa dan Reitzes tema ini mendukung tiga asumsi dari teori interaksionisme simbolik yang diambil dari karya Herbert Blumer (1969). Asumsi-asumsi ini adalah sebagai beriku (dalam West, 2008:99):

a. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka.

Asumsi ini menjelaskan perilaku sebagai suatu rangkaian pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respon orang

berkaitan dengan rangsangan tersebut. Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu.

b. Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia.

Asumsi ini menekankan bahwa makna akan ada hanya ketika orang-orang memiliki interpretasi yang sama mengenai simbol yang mereka pertukaran dalam interaksi. Blumer (1969) menjelaskan bahwa terdapat tiga cara untuk menjelaskan asal sebuah makna. Pertama, makna adalah sesuatu yang bersifat intrinsik dari suatu benda. Kedua, asal-usul makna melihat makna itu, dalam pendekatan ini makna dijelaskan dengan mengisolasi elemen-elemen psikologis didalam seorang individu yang menghasilkan makna. ketiga, melihat makna sebagai sesuatu yang terjadi diantara orang-orang. Makna adalah produk sosial atau ciptaan yang dibentul dalam dan melalui pendefinisian aktifitas manusia ketika mereka berinteraksi.

c. Makna dimodifikasi melalu proses interpretif

Blumer Menyatakan bahwa proses interpretif ini memiliki dua langkah. Pertama para perilaku menentukan benda-benda yang mempunyai makna. Blumer berargumen bahwa bagian dari proses ini berbeda dari pendekatan psikologis dan terdiri atas orang yang terlibat dalam komunikasi dengan dirinya sendiri. Kedua, melibatkan si pelaku untuk memilih, mengecek dan melakukan transformasi makna didalam konteks dimana mereka berada.

Dokumen terkait