• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995: 40).

Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi dan proporsi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variable, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2007: 6). Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

I.6. 1. Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berguna untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis baru. Penelitian kualitatif biasanya mengejar data verbal yang lebih mewakili fenomena dan bukan angka-angka yang penuh prosentaase dan merata yang kurang mewakili keseluruhan fenomena. Dari penelaitian kualitatif tersebut, data yang diperoleh dari lapangan biasanya tidak terstruktur dan relative banyak, sehingga memungkinkan peneliti untuk menata, mengkritis, dan mengklasifikasikan yanglebih menarik melalui penelitian kualitatif. Istilah penelitian kualitatif, awalnya beraasal dari sebuah pengamatan pengamatan kuantitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif (Suwardi Endraswara, 2006:81).

Menurut Brannen (1997:9-12), secara epistemologis memangada sedikit perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Jika penelitian kuantitatif selalu menentukan data dengan variabel-veriabel dan kategori ubahan, penelitian kualitatif justru sebaliknya. Perbedaan penting keduanya, terletak pada pengumpulan data. Tradisi kualitatif, peneliti sebagai instrument pengumpul data, mengikuti asumsi cultural, dan mengikuti data.

Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif) adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi.

Dalam penelitian kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau deskriptif. Penelitian kualitatif mencakup berbagai pendekatan yang berbeda satu sama lain tetapi memiliki karakteristik dan tujuan yang sama. Berbagai pendekatan tersebut dapat dikenal melalui berbagai istilah seperti: penelitian kualitatif, penelitian lapangan, penelitian naturalistik, penelitian interpretif, penelitian etnografik, penelitian post positivistic, penelitian fenomenologik, hermeneutic, humanistik dan studi kasus. Metode kualitatif menggunakan beberapa bentuk pengumpulan data seperti transkrip wawancara terbuka, deskripsi observasi, serta analisis dokumen dan artefak lainnya. Data tersebut dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang memaknainya. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian kualitatif

adalah untuk memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional. Sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat indukt if.

Penelitian kualitatif adalah satu model penelitian humanistik, yang menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam peristiwa sosial/budaya. Jenis penelitian ini berlandaskan pada filsafat fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1928) dan kemudian dikembangkan oleh Max Weber (1864-1920) ke dalam sosiologi. Sifat humanis dari aliran pemikiran ini terlihat dari pandangan tentang posisi manusia sebagai penentu utama perilaku individu dan gejala sosial. Dalam pandangan Weber, tingkah laku manusia yang tampak merupakan konsekwensi-konsekwensi dari sejumlah pandangan atau doktrin yang hidup di kepala manusia pelakunya. Jadi, ada sejumlah pengertian, batasan-batasan, atau kompleksitas makna yang hidup di kepala manusia pelaku, yang membentuk tingkah laku yang terkspresi secara eksplisit.

I.6. 2. Komunikasi dan Strategi Komunikasi

a. Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal dari bahasa Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa

percakapan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila keduanya, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan. (Effendy, 1993: 9).

Harold Laswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society, mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who says what in which channel to whom with what effect? Paradigma Lasswell tersebut menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsure sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni: komunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media (channel, media), komunikan (communicant, receiver, recipient), efek (effect, impact, influence). Jadi berdasarkan paradigm Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2006: 10).

b. Strategi Komunikasi

Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen

(management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi strategi bukan merupakan peta yang hanya menunjukan jalan dalam menuju tujuan saja, melainkan harus bisa menunjukan bagaimana taktik operasionalnya. Dalam Keberhasilan kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh penentuan strategi komunikasi. Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku berjudul “Dimensi-dimensi Komunikasi” menyatakan bahwa:

“.... strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen (communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan,

dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi”. (1981: 84).

Sedangkan menurut Anwar Arifin dalam buku ‘Strategi Komunikasi’ menyatakan bahwa:

“….. Sesungguhnya suatu strategi adalah keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan, guna mencapai tujuan. Jadi merumuskan strategi komunikasi, berarti memperhitungkan kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang dihadapi dan yang akan mungkin dihadapi di masa depan, guna mencapai efektivitas. Dengan strategi komunikasi ini, berarti dapat ditempuh beberapa cara memakai komunikasi secara sadar untuk menciptakan perubahan pada diri khalayak dengan mudah dan cepat. (1984:10)

Dalam rangka menyusun strategi komunikasi akan lebih baik apabila memperhatikan unsur-unsur komunikasi, proses komunikasi, metode komunikasi, teknik komunikasi, komponen-komponen komunikasi dan factor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen tersebut.

Dari beberapa hasil definisi yang pernah dikemukakan oleh ahli komunikasi, maka suatu rancangan komunikasi agar dapat efektif, komunikator perlu lebih dahulu memahami unsur-unsur utama yang mendasari komunikasi, yaitu :

Unsur-unsur Komunikasi

1) Sumber, Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi.

2) Pesan, Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima.

3) Media, Media yang dimaksud disini adalah ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.

4) Penerima, Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber.

5) Pengaruh, Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan.

6) Tanggapan, Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsure lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima.

7) Lingkungan, Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.

Dalam hal penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan banyak cara (metode) yang ditempuh, hal ini tergantung pada macam-macam tingkat pengetahuan, pendidikan, sosial budaya dan latar belakang dari komunikan sehingga komunikator harus dapat melihat metode atau cara apa yang akan dipakai supaya pesan yang disampaikan mengenai sasaran. Ada tiga Metode atau Metode Komunikasi

cara komunikasi tersebut antara lain : Komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sabagai transaksi.

1) Komunikasi sebagai tindakan satu arah

Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatap-muka, namun mungkin tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi public (pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab dan komunikasi massa (cetak dan elektronik). Pemahaman komunikasi sebagai proses searah ini oleh Michael Burgoon disebut sebagai ‘definisi berorientasi-sumber’. Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi sebagai semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respon orang lain. Komunikasi ini dianggap suatu tindakan untuk membangkitkan respon orang lain. Komunikasi ini dianggap suatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan sesuatu. Dengan kesimpulan komunikasi satu arah menyoroti penyampaian pesan yang efektif dan mengisyaratkan bahwa semua kegiatan bersifat persuasif.

2) Komunikasi sebagai Interaksi

Pandangan ini menyertakan komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seseorang penerima bersaksi dengan memberi jawaban verbal kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari orang kedua. Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis dari pada komunikasi sebagai tindakan satu arah. Salah satu unsure

yang dapat ditambahkan dalam metode ini adalah umpan balik (feed back), yaitu apa yang disampaikan penerima pesan kepada sumber pesan, yang sekaligus digunakan sumber pesan sebagai petunjuk mengenai efektivitas pesan yang disampaikan sebelumnya, apakah dapat dimengerti atau dapat diterima sehingga berdasarkan umpan balik, sumber dapat mengubah pesan selanjutnya agar sesuai dengan tujuannya. Suatu pesan disebut umpan balik bila hal itu merupakan respons terhadap pesan pengirim dan bila mempengaruhi prilaku selanjutnya pengirim. Konsep umpan balik dari penerima sebenarnya merupakan pesan penerima yang disampaikan kepada pengirim pertama, jawaban pengirim pertama merupakan umpan balik bagi penerima pertama.

3) Komunikasi sebagai Transaksi

Metode komunikasi ini adalah suatu proses personal karena makna atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat pribadi. Metode ini bersifat dinamis dan juga lebih sesuai untuk komunikasi tatap muka yang memungkinkan pesan atau respons verbal dan nonverbal bisa diketahui secara langsung. Kelebihan metode ini adalah bahwa komunikasi tersebut tidak membatasi pada komunikasi yang disengaja atau respon yang dapat diamati.

Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal ataupun perilaku nonverbalnya. Istilah transaksional mengisyaratkan bahwa pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam keadaan interpendensi atau timbal balik, eksestensi satu pihak ditentukan oleh eksistensi pihak lainnya. Pendekatan transaksi menyarankan bahwa semua unsur dalam proses komunikasi saling berhubugan. (Mulayan, 2005:61-68).

Begitu pentingnya komunikasi bagi manusia, dan agar komunikasi dapat mencapai sasarannya dan dapat berjalan dengan efektif, maka diperlukan teknik-teknik komunikasi dalam berkomunikasi yaitu dengan memunculkan ide yang jelas sebelum berkomunikasi, kemudia membuat tujuan komunikasi, setelah itu sebelum berkomunikasi dengan komunikan terlebih dahulu periksa lingkungan fisik atau keberadaan pribadi komunikan. Selanjutnya didalam berkomunikasi komunikator senantiasa mengimbangi isi dan nada suara supaya pesan yang disampaikan dapat dengan jelas diterima komunikan. Dalam merencanakan komunikasi, berkonsultasi kepada pihak lain agar memperoleh dukungan. Setelah itu, didalam berkomunikasi isi pesan yang disampaikan diutamakan hal-hal yang penting atau berharga. Mengkomunikasikan pesan-pesan secara singkat, komunikasi yang efektif diperlukan ada tindak lanjut dan tindakan komunikator harus sesuai dengan yang dikomunikasikan. Dan yang terakhir jadilah pendengar yang baik.

Teknik Komunikasi

I.6. 3. Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Dean C. Barnlund (Liliweri, 1991:12), mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antar dua orang atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Ada juga definisi lain menurut Rogers dalam Depari (Liliweri, 1991:12), mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.

Sementara itu de Vito (Liliweri, 1991:12), komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. De Vito juga mengemukakan suatu komunikasi antar pribadi mengandung ciri-ciri;

1) Keterbukaan (Opennes), Sikap keterbukaan paling tidak menunjuk pada dua aspek dalam komunikasi antarpribadi. Pertama, kita harus terbuka pada orang lain yang berinteraksi dengan kita, agar orang lain mampu mengetahui pendapat, gagasan, atau pikiran kita, sehingga komunikasi akan mudah dilakukan. Kedua, dari keterbukaan menunjuk pada kemauan kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain secara jujur dan terus terang terhadap segala sesuatu yang dikatakannya.

2) Empati (Empathy), Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada posisi atau peranan orang lain. Dalam arti bahwa seseorang secara emosional ataupun intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain.

3) Dukungan (Support), Setiap pendapat, ide, atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan demikian keinginan atau hasrat yang ada dimotivasi untuk mencapainya.

4) Rasa Positif (positivnes), Jika setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang positif, maka lebih mudah melanjutkan percakapan yang selanjutnya. Rasa positif

menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk curiga atau berprasangka yang mengganggu jalinan interaksi.

5) Kesamaan (Equality), Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antarpribadi pun lebih kuat, apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, kesamaan sikap, kesamaan usia, kesamaan idiologi dan sebagainya.

Komunikasi Antarpribadi merupakan kegiatan yang dinamis, dengan tetap memperhatikan kedinamisannya, komunikasi antarpribadi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Hardjana, 2003:86):

1) Komunikasi antarpribadi adalah verbal dan nonverbal

Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk verbal atau nonverbal. Dalam komunikasi itu, seperti pada komunikasi umumnya, selalu mencakup dua unsur pokok: isi pesan dan bagaimana isi itu dikatakan atau dilakukan, baik secara verbal maupun nonverbal. Untuk efektifnya, kedua unsur itu sebaiknya diperhatikan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi, dan keadaan penerima pesannya. 2) Komunikasi antarpribadi mencakup perilaku tertentu, yakni :

a) Perilaku spontan (spontaneus behavior) adalah perilaku yang dilakukan karena desakan emosi dan tanpa sensor serta revisi secara kognitif. Artinya, perilaku itu terjadi begitu saja.

b) Perilaku menurut kebiasaan (script behavior) adalah perilaku yang kita pelajari dari kebiasaan kita. Perilaku itu khas, dilakukan pada situasi tertentu, dan dimengerti orang. c) Perilaku sadar (contrived behavior) adalah perilaku yang

dipilih karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu dipikirkan dan dirancang sebelumnya, dan disesuaikan dengan orang yang akan dihadapi, dan situasi serta kondisi yang ada.

3) Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang berproses pengembangan

Komunikasi antarpribadi berbeda-beda tergantung dari tingkat hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan cara pesan disampaikan. Komunikasi itu berkembang berawal dari saling pengenalan yang dangkal, berlanjut makin mendalam, dan berakhir dengan saling kenal yang amat mendalam, tetapi bisa juga putus sampai akhirnya saling melupakan.

4) Komunikasi antarpribadi mengandung umpan balik, interaksi, dan koherensi

Kemungkinan umpan balik (feed back) dalam komunikasi antarpribadi besar sekali. Dalam komunikasi ini, penerima pesan dapat langsung menanggapi dengan menyampaikan umpan balik. Dengan demikian, di antara pengirim dan penerima pesan terjadi interaksi (interaction) yang satu mempengaruhi yang lain, dan

kedua-duanya saling mempengaruhi dan memberi serta menerima dampak. Dari sini terjadilah koherensi dalam komunikasi baik antara pesan yang disampaikan dan umpan balik yang diberikan, maupun dalam keseluruhan komunikasi.

5) Komunikasi antarpribadi berjalan menurut peraturan tertentu

Agar berjalan baik, maka komunikasi antarpribadi hendaknya mengikuti peraturan (rules) tertentu. Peraturan itu ada yang intrinsik dan ada yang ekstrinsik. Peraturan intrinsik adalah peraturan yang dikembangkan oleh masyarakat untuk mengatur cara orang harus berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan peraturan ekstrinsik adalah peraturan yang ditetapkan oleh situasi atau masyarakat.

6) Komunikasi antarpribadi adalah kegiatan aktif,

Komunikasi antarpribadi bukan hanya komunikasi dari pengirim kepada penerima pesan dan sebaliknya, melainkan komunikasi timbal balik antara pengirim dan penerima pesan. Komunikasi ini bukan sekedar serangkaian rangsangan-tanggapan, stimulus-respons, tetapi serangkaian proses saling penerimaan, penyerapan, dan penyampaian tanggapan yang sudah diolah oleh masing-masing pihak.

7) Komunikasi antarpribadi saling mengubah

Melalui interaksi dalam komunikasi, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dapat saling memberi inspirasi, semangat dan dorongan untuk mengubah pemikiran, perasaan, dan sikap yang sesuai

dengan topik yang dibahas bersama. Oleh sebab itu, komunikasi ini merupakan wahana untuk saling belajar dan mengembangkan wawasan, pengetahuan, dan kepribadian.

Kemudian Hardjana (2003:91) juga menyatakan agar komunikasi antarpribadi berhasil, kita perlu memiliki kecakapan (skill) komunikasi antarpribadi baik sosial maupun behavioral.

Kecakapan sosial adalah kecakapan pada tingkat pemahaman (kognitif), yang meliputi:

1) Empati (empathy), kecakapan untuk memahami pengertian dan perasaan orang lain tanpa meninggalkan sudut pandang sendiri tentang hal yang menjadi bahan komunikasi.

2) Perspektif sosial (social perspective), kecakapan melihat kemungkinan-kemungkinan perilaku yang dapat diambil orang yang berkomunikasi dengan dirinya. Dengan demikian kita dapat meramalkan perilaku apa yang sebaiknya diambil dan dapat menyiapkan tanggapan kita yang tepat dan efektif.

3) Kepekaan (sensitivity) terhadap peraturan atau standar yang berlaku dalam komunikasi antarpribadi. Dengan kepekaan itu kita dapat menetapkan perilaku mana yang diteima dan perilaku mana yang ditolak oleh rekan yang berkomunikasi dengan kita.

4) Pengetahuan akan situasi pada waktu berkomunikasi. Pengetahuan akan situasi dan keadaan orang merupakan pegangan bagaimana kita harus berperilaku dalam situasi itu. Berdasarkan pengetahuan akan situasi, kita dapat menetapkan kapan dan bagaimana masuk

dalam percakapan, menilai isi dan cara berkomunikasi pihak yang berkomunikasi dengan kita, dan selanjutnya mengolah pesan yang kita terima.

5) Memonitor diri (self-monitoring), kecakapan memonitor diri membantu kita menjaga ketepatan perilaku dan jeli memperhatikan pengungkapan diri orang yang berkomunikasi dengan kita.

Sedangkan kecakapan behavioral merupakan kecakapan pada tingkat perilaku, yang meliputi:

1) Keterlibatan interaktif (interactive involvement), yang menentukan keikutsertaan dan partisipasi kita dalam komunikasi dengan orang lain, meliputi:

a) Sikap tanggap (responsiveness), dengan sikap ini kita dengan cepat akan membaca situasi sosial di mana kita berada dan tahu apa yang harus dikatakan, dilakukan, kapan dikatakan dan dilakukan, serta bagaimana dikatakan dan dilakukan.

b) Sikap perseptif (perceptiveness), dengan kecakapan ini kita dibantu untuk memahami bagaimana orang yang berkomunikasi dengan kita mengartikan perilaku kita dan tahu bagaimana kita mengartikan perilakunya.

c) Sikap penuh perhatian (attentiveness), kecakapan ini membantu kita untuk menyadari faktor-faktor yang menciptakan situasi di mana kita berada.

2) Manajemen interaksi (interaction management), kecakapan itu membantu kita mampu mengambil tindakan-tindakan yang berguna bagi kita untuk mencapai tujuan komunikasi kita. Misalnya, kapan mengambil inisiatif untuk mengawali topik baru, dan kapan mengikuti saja topik yang dikemukakan orang lain.

3) Keluwesan perilaku (behavioral flexibility), kecakapan ini membantu kita untuk melaksanakan berbagai kemungkinan perilaku yang dapat diambil untuk mencapai tujuan komunikasi. 4) Mendengarkan (listening), kecakapan ini membantu kita untuk

dapat mendengarkan orang yang berkomunikasi dengan kita tidak hanya isi, tetapi juga perasaan, keprihatinan, dan kekhawatiran yang menyertainya. Sehingga kita menjadi rekan komunikasi yang baik karena membuat orang tersebut merasa diterima, dan kita dapat menanggapinya dengan baik.

5) Gaya sosial (social style), kecakapan ini membantu kita dapat berperilaku menarik, khas, dan dapat diterima oleh orang yang berkomunikasi dengan kita.

6) Kecemasan komunikasi (communication anxiety), dengan kecakapan ini kita dapat mengatasi rasa takut, bingung, dan kacau pikiran, tubuh gemetar, dan rasa demam panggung yang muncul dalam komunikasi dengan orang lain.

I.6. 4. Pengertian Anak Jalanan

Menurut lisa (1996) anak jalanan adalah anak-anak yang bekerja di jalanan. Studi yang dilakukan oleh Soedijar (1989/1990) menunjukkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia antara 7-15 tahun yang bekerja di jalanan dan dapat mengganggu ketentraman dan keselarnatan orang lain serta mebahayakan dirinya sendiri. Sementara itu, Direktorat Bina Sosial DKI menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berkeliaran di jalan raya sambil bekerja mengemis atau menganggur saja. Panti Asuhan klender mengatakana bahwa anak jalanan adalah anak yang sudah biasa hidup sangat tidak teratur di jalan raya, bisa diambil bekerja tetapi dapat juga hanya menggelandang

sepanjang hari (Kirik Ertanto dala

Hasil temuan lapangan yang diperoleh panji Putranto menunjukkan bahwa ada dua tipe anak jalanan, yaitu anak yang bekerja di jalan dan anak yang hidup di jalan. Perbedaan antara kedua kategori ini adalah kontak dengan orang tua. Mereka yang bekerja masih memiliki kontak dengan orang tua sedang yang hidup di jalanan sudah putus hubungan dengan keluarga. Hal ini sejalan dengan kategori anak jalanan menurut Azas Tigor Nainggolan menunjukkan ada tiga kategori anak-anak yang bekerja di jalanan. Pertama, anak-anak miskin perkampungan kumuh yaitu anak-anak kaum urban yang tinggal bersama orang tuanya di kampung-kampung yang tumbuh secara liar di perkotaan. Kedua, pekerja anak perkotaan yaitu mereka yang hidup dan bekerja tetapi tidak tinggal bersama orang tua. Kategori ketiga, adalah anak-anak jalanan yang sudah putus hubungan dengan

Dokumen terkait