• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunitas Lamun di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua .1 Komunitas lamun Pulau Pramuka

DAFTAR PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA

4.2 Komunitas Lamun di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua .1 Komunitas lamun Pulau Pramuka

Pengamatan komunitas lamun di Pulau Pramuka didapatkan hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Komunitas lamun di Pulau Pramuka

Stasiun Penutupan

Lamun (%)

Komposisi Spesies Lamun (%) Tinggi

Kanopi (cm) Penutupan Epifit (%) Cr Cs Ea Th Ho Hp 1 6,64 2,11 0 0 4,43 0,09 0 6,50 11,09 2 23,68 12,48 0,49 0,87 9,09 0,75 0 12,55 16,55 3 36,82 5,86 12,57 3,45 8,30 0,89 5,75 13,62 9,45 Rata-rata 22,38 6,82 4,35 1,44 7,27 0,58 1,92 10,89 12,36

Keterangan : Cr = Cymodocea rotundata Ho = Halophila ovalis Cs = Cymodocea serrulata Hp = Halodule pinifolia Th = Thalassia hemprichii

a. Penutupan jenis lamun Pulau Pramuka (%)

Penutupan lamun menggambarkan seberapa luas lamun yang menutupi suatu kawasan tertentu. Selain dipengaruhi oleh kepadatan jenisnya, persen penutupan dipengaruhi juga oleh ukuran morfologi daun lamun itu sendiri. Dari tiga stasiun yang diamati dapat diketahui nilai persen penutupan dari stasiun 1 sampai stasiun 3 memiliki nilai yang berbeda-beda namun membentuk pola penyebaran tertentu (Gambar 8). Semakin ke selatan nilai persen penutupan lamun semakin tinggi.

Gambar 8. Penutupan lamun di Pulau Pramuka (%)

Nilai persen penutupan lamun terendah terukur pada stasiun 1 dengan nilai 6,64% dan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 (Tabel 6). Perbedaan nilai ini diduga akibat perbedaan lokasi stasiun, pola distribusi dan kesediaan nutrien pada masing-masing lokasi pengamatan. Pada stasiun 2 nilai persentase penutupan lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 1 yaitu 23,68%. Sedangkan nilai persen penutupan lamun terbesar adalah pada stasiun 3 yang terletak sebelah selatan dari kawasan pengamatan senilai 36,82%.

Tabel 6. Penutupan masing-masing jenis lamun di Pulau Pramuka (%)

No. Jenis Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

1 Cymodocea rotundata 2,11 12,48 5,86 2 Cymodoceae serrulata - 0,49 12,57 3 Enhalus acoroides - 0,87 3,45 4 Thalasia hemprichii 4,43 9,09 8,30 5 Halophila ovalis 0,09 0,75 0,89 6 Halodule pinifolia - - 5,75 Total 6,64 23,68 36,82

Persen penutupan jenis lamun Cymodocea serrulatamemiliki nilai tertinggi pada stasiun 3 yaitu sebesar 12,57% kemudian diikuti dari jenis C. rotundata

sebesar 12,48% pada stasiun 2. Kedua jenis lamun ini merupakan jenis lamun yang paling banyak ditemukan di lokasi pengamatan Pulau Pramuka.

6,64% 23,68% 36,82% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%

Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam putusannya No. 200 Tahun 2004 menetapkan kriteria baku kerusakan padang lamun sebagai berikut (Nontji 2009):

 Tingkat kerusakan tinggi : luas area kerusakan %

 Tingkat kerusakan sedang : luas area kerusakan 30-49,9%  Tingkat kerusakan rendah : luas area kerusakan , % Sementara itu status padang lamun ditetapkan sebagai berikut :

 Kondisi baik : kaya/sehat %

 Kondisi kurang : kurang kaya/kurang sehat 30-59,9%

 Kondisi rusak : miskin , %

Kondisi Komunitas lamun di kawasan rehabilitasi di Pulau Pramuka tergolong rendah atau termasuk kriteria kurang pada stasiun 3 dan tergolong miskin pada stasiun 1 dan 2 sesuai dengan kriteria status padang lamun yang dinyatakan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 200 tahun 2004 tentang kriteria baku kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun.

b. Komposisi jenis lamun Pulau Pramuka

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Pulau Pramuka ditemukan enam spesies lamun yang termasuk kedalam dua famili yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. Keenam spesies tersebut adalah

Cymodoceae rotundata, Cymodocea serrulata (Cymodoceae), Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophila pinifolia (Hydrocharitaceae), seperti tampak pada Gambar 9. Pada penelitian yang dilakukan oleh Meinar (2009) terdapat satu jenis lamun lagi yang ditemukan di Pulau Pramuka yaitu

Syringodium isoetifolium. Jenis lamun ini banyak ditemukan di bagian utara Pulau Pramuka.

Keberadaan keenam spesies tersebut tidak merata dan tidak semuanya terdapat pada setiap stasiun. Spesies lamun yang dapat ditemukan di semua stasiun pengamatan yaitu Cymodocea rotundata, Thalassia Hemprichii dan

Halophila ovalis. Sedangkan spesies lamun Halophila pinifoliahanya ditemukan pada stasiun pengamatan ketiga (Gambar 9).

Gambar 9. Komposisi jenis lamun berdasarkan penutupan di Pulau Pramuka

Dari hasil pengamatan perbedaan komposisi jenis ditandai penyebaran dari

disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak merata sehingga dimana tersedia nutrien yang

lamun, kemudian arah dan kecepatan jenis lamun karena ada jenis

yang cukup besar dan ada penyebaran dari lamun itu sendiri.

Thalassia hemprichii 67% Thalassia hemprichii 38% Thalassia hemprichii 23% Halophila ovalis 2%

Gambar 9. Komposisi jenis lamun berdasarkan penutupan di Pulau Pramuka

pengamatan yang dilakukan pada ketiga stasiun terdapat komposisi jenis (Gambar 9). Perbedaan komposisi jenis lamun penyebaran dari jenis lamun yang tidak merata. Hal ini

kondisi lingkungan seperti kandungan nutrien pada substrat merata sehingga lamun hanya tumbuh pada titik-titik terten

nutrien yang mencukupi dan dilihat dari pola penyebaran kemudian arah dan kecepatan arus mempengaruhi keberadaan beberapa

karena ada jenis lamun yang dapat beradaptasi dengan kondisi besar dan ada yang tidak, hal ini juga mempengaruhi penyebaran dari lamun itu sendiri.

Cymodocea rotundata 32% Thalassia hemprichii 67% Halophila ovalis 1% Stasiun 1 Cymodocea rotundata 53% Cymodoceae serrulata 2% Enhalus acoroides 4% Thalassia prichii 38% Halophila ovalis 3% Stasiun 2 Cymodocea rotundata 16% Cymodoceae serrulata 34% Enhalus acoroides 9% Halophila ovalis Halodule pinifolia 16% Stasiun 3

Gambar 9. Komposisi jenis lamun berdasarkan penutupan di Pulau Pramuka

stasiun terdapat komposisi jenis lamun ini merata. Hal ini diduga nutrien pada substrat titik tertentu penyebaran jenis radaan beberapa dengan kondisi arus mempengaruhi pola

Pada stasiun 1 ditemukan tiga spesies lamun dan didominasi dari jenis

Thalassia hemprichii, pada stasiun 2 ditemukan lima spesies lamun dan didominasi oleh jenis Cymodocea rotundata, serta Pada stasiun tiga ditemukan enam jenis lamun dan di dominasi oleh jenis Cymodocea serrulata.

Pada stasiun 3 jenis lamun yang ditemukan lebih beragam yaitu sebanyak 6 spesies dibandingkan dengan kedua stasiun lainnya. Seperti halnya dengan persen penutupan, keberagaman spesies lamun pada stasiun 3 ini desebabkan oleh kondisi perairan yang lebih terlindung dari perubahan lingkungan dibandingkan dengan stasiun lainnya. Lamun-lamun pada stasiun ini dapat tumbuh dan berkembang lebih optimal.

Zonasi sebaran lamun di Pulau Pramuka tergolong vegetasi campuran karena lamun yang ditemukan lebih dari satu jenis. Dari keenam jenis lamun yang ditemukan, sebaran lamun di pulau ini termasuk kedalam tipe jenis lamun yang tumbuh didaerah dangkal yang selalu terbuka saat air surut (Kiswara 1992) bahwa sebaran lamun dapat dikelompokan berdasarkan genangan air atau kedalaman.

c. Frekuensi jenis lamun Pulau Pramuka

Frekuensi jenis lamun adalah peluang ditemukannya suatu jenis lamun dalam suatu kawasan yang diamati. Nilai frekuensi masing-masing jenis lamun yang diamati dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Frekuensi jenis lamun di Pulau Pramuka

No. Jenis Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

1 Cymodocea rotundata 0,55 0,91 0,36 2 Cymodoceae serrulata 0 0,18 0,55 3 Enhalus acoroides 0 0,36 0,36 4 Thalasia hemprichii 0,73 0,91 0,82 5 Halophila ovalis 0,09 0,27 0,45 6 Halodule pinifolia 0 0 0,64

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa spesies Thalassia hemprichii memiliki nilai frekuensi jenis yang tertinggi sehingga dapat diketahui sebaran jenis ini cukup merata di ketiga stasiun pengamatan. Spesies lainnya yaitu Cymodocea rotundata dan Halophila ovalis juga berpeluang ditemukan di semua stasiun

pengamatan dengan nilai yang lebih rendah. Dari penelitian Dwintasari (2009) dapat diketahui bahwa lamun jenis T. hemprichii mempunyai pengaruh yang paling besar dibandingkan dengan jenis lamun lainnya, karena lamun jenis ini paling banyak dijumpai hampir di seluruh tipe perairan dan sangat baik tumbuh di kondisi perairan Pulau Pramuka yang dangkal dan terbuka saat surut. Selain itu, menurut Rohmimohtarto dan Juwana (2001) T. hemprichiimerupakan jenis lamun yang memiliki daya tahan yang baik terhadap pencemaran. Hal ini menandakan jenis T. hemprichii adaptif terhadap gangguan lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran.

4.2.2 Komunitas lamun Pulau Kelapa Dua

Komunitas lamun di Pulau Kelapa dua berbeda dengan Pulau Pramuka. Hasil pengamatan komunitas lamun di Pulau Kelapa Dua dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Komunitas lamun di Pulau Kelapa Dua

Stasiun Penutupan

Lamun (%)

Komposisi Spesies Lamun (%) Tinggi

Kanopi (cm) Penutupan Algae (%) Penutupan Epifit (%) Cr Cs Th Ho Hu 1 18,77 1,91 0 3,91 0,32 12,64 12,88 0 29,45 2 3,06 0,27 0,27 2,20 0,18 0,14 6,81 0 10,36 3 11,52 0 0 1,32 0,56 9,64 10,05 1,00 34,27 Rata-rata 11,12 0,73 0,09 2,48 0,35 7,47 9,92 0,33 24,70

Keterangan : Cr = Cymodocea rotundata Ho = Halophila ovalis Cs = Cymodocea serrulata Hu = Halodule uninervis Th = Thalassia hemprichii

a. Penutupan jenis lamun Pulau Kelapa Dua (%)

Pada Gambar 10 dapat dilihat nilai persen penutupan lamun pada tiga stasiun pengamatan di Pulau Kelapa Dua memiliki nilai yang berbeda-beda. Pada stasiun 1 terdapat nilai persen penutupan lamun tertinggi dibandingkan dengan kedua stasiun lainnya yaitu sebesar 19%, sedangkan nilai terendah terdapat pada stasiun 2 dengan nilai 3%. Perbedaan nilai ini menandakan jenis lamun di kawasan ini tumbuh dalam kelompok yang terpisah-pisah dengan batas yang tidak jelas serta penyebaran yang tidak merata seperti dilihat pada Tabel 9. Persen penutupan lamun di tiga stasiun berbeda tidak membentuk pola tertentu menandakan penyebaran lamun tidak merata. Hal ini seperti dijelaskan

sebelumnya diduga disebabkan oleh titik-titik tempat lamun itu tumbuh memiliki kondisi yang dapat mendukung perkembangan dari lamun itu sendiri, seperti tersedianya nutrien yang cukup, pola penyebaran lamun tersebut dan kondisi perairan sesuai dengan habitat lamun.

Gambar 10. Penutupan lamun di Pulau Kelapa Dua (%)

Tabel 9. Penutupan masing-masing jenis lamun di Pulau Kelapa Dua (%)

No. Jenis Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

1 Cymodocea rotundata 1,91 0,27 0 2 Cymodoceae serrulata 0 0,27 0 3 Enhalus acoroides 0 0 0 4 Thalassia hemprichii 3,91 2,20 1,32 5 Halophila ovalis 0,32 0,18 0,56 6 Halodule uninervis 12,64 0,14 9,64 Total 18,77 3,06 11,52

Spesies lamun yang memiliki nilai persen penutupan yang tertinggi adalah

Halodule uninervis sebesar 12,77% pada stasiun 1. Jenis lamun ini merupakan yang paling banyak ditemukan di lokasi pengamatan Pulau Kelapa Dua. Dilihat dari nilai persen penutupan, kondisi Komunitas lamun tergolong miskin berdasarkan Keputusan Meteri Lingkungan Hidup no. 200 Tahun 2004 tentang kriteria baku kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun dengan nilai , %. 19% 3% 12% 0% 5% 10% 15% 20%

b. Komposisi jenis lamun Pulau Kelapa Dua

Pengamatan yang di lakukan di Pulau Kelapa Dua menunjukan terdapat lima spesies lamun yang termasuk kedalam dua famili yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. Kelima spesies tersebut adalah Cymodoceae rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis (Cymodoceae), Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis(Hydrocharitaceae).

Keberadaan kelima spesies ini tidak merata dan biasanya tumbuh dalam kelompok-kelompok kecil. Spesies lamun yang dapat ditemukan di ketiga stasiun pengamatan adalah Thalassia hemprichii, Halophila ovalis,dan Halodule uninervis. Sedangkan jenis Cymodoceae serrulatahanya ditemukan di stasiun 2 (Gambar 11).

Berdasarkan hasil pengamatan ketiga stasiun yang dilakukan di Pulau Kelapa Dua terdapat perbedaan komposisi jenis (Gambar 11). Perbedaan komposisi jenis lamun ini disebabkan oleh penyebaran lamun yang tidak merata di kawasan tersebut dan tergabung dalam kelompok-kelompok kecil. Zonasi penyebaran lamun di Pulau Kelapa Dua tergolong vegetasi campuran karena lamun yang ditemukan lebih dari satu jenis.

Pada Stasiun 1 ditemukan empat spesies lamun. Jenis lamun yang paling sering ditemukan dan memiliki penutupan terbanyak dari jenis lainnya adalah

Halodule uninervis sebesar 67% dari total penutupan lamun sebesar 19%. Komposisi terendah di stasiun ini adalah Halophila ovalis sebesar 2%. Kiswara (2004) menyatakanH. ovalistumbuh di daerah pasang surut tepi pantai sebagai vegetasi tunggal atau bersama C. rotundata dan H. uninervis di antara jenis lamun lainnya sehingga kadang-kadang tidak dapat terlihat. Jenis lamun ini memiliki ukuran yang kecil jika dibandingkan dengan ke tiga spesies lainnya yang ditemukan sehingga persen penutupannyapun juga kecil, namun H. ovalis

dapat ditemukan di ketiga stasiun pengamatan sehingga dapat dikatakan jenis ini menyebar merata.

Pada stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 11 terdapat lima spesies lamun yang teramati dan didominasi oleh jenis T. hemprichii sebesar 72% dari total penutupan lamun pada stasiun 2. Keempat spesies lainnya adalah H. ovalis, H. uninervis, C. rotundata, dan C. serrulata. Kemudian nilai penutupan jenis terendah adalah H. uninervis sebesar 4%.

Gambar 11. Komposisi jenis lamun berdasarkan

Pada stasiun 3 merupakan sedikit yaitu hanya tiga jenis dengan nilai persen penutupan oleh jenis H. ovalissebesar 5%.

c. Frekuensi jenis lamun P

Tabel 10 menjelaskan merata sehingga mempunyai diperkuat oleh pernyataan luas sebarannya dan paling

Halodule uninervis 67% Thalassia hemprichii 72% Halodule uninervis 84%

Komposisi jenis lamun berdasarkan penutupan di Pulau Kelapa Du

stasiun 3 merupakan stasiun yang ditemukan jumlah jenis hanya tiga jenis dan didominasi oleh jenis H. uninervis

persen penutupan sebesar 84%. Nilai penutupan terendah dimiliki sebesar 5%.

si jenis lamun Pulau Kelapa Dua

menjelaskan bahwa spesies Thalassia hemprichiitersebar mempunyai frekuensi jenis yang tinggi di semua stasiun. pernyataan Kuriandewa (2009) bahwa jenis lamun yang

dan paling dominan di perairan Indonesia adalah T. hemprichii Cymodocea rotundata 10% Thalassia hemprichii 21% Halophila ovalis 2% Halodule uninervis 67% Stasiun 1 Cymodocea rotundata 9% Cymodocea serrulata 9% Thalassia prichii 72% Halophila ovalis 6% Halodule uninervis 4% Stasiun 2 Thalassia hemprichii 11% Halophila ovalis 5% Halodule uninervis Stasiun 3

enutupan di Pulau Kelapa Dua

jumlah jenis paling

uninervis kembali terendah dimiliki

tersebar cukup nggi di semua stasiun. Hal ini lamun yang paling

Spesies lain yang ditemukan di semua stasiun dengan nilai frekuensi jenis yang rendah yaitu H. ovalis dan H. uninervis. Nilai frekuensi masing-masing jenis lamun yang diamati di tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Frekuensi jenis lamun di Pulau Kelapa Dua

No. Jenis Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

1 Cymodocea rotundata 0,64 0,09 0 2 Cymodoceae serrulata 0 0,18 0 3 Enhalus acoroides 0 0 0 4 Thalassia hemprichii 1,00 1,00 0,82 5 Halophila ovalis 0,18 0,09 0,27 6 Halodule uninervis 0,64 0,09 0,27

4.3 Biomasa Lamun di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua

Biomasa lamun dibedakan atas biomassa diatas permukaan substrat (above-ground biomass) dan biomasa di dalam substrat (below-ground biomass). Biomassa daun dinyatakan dalam gram berat kering (gbk) per satuan unit luas (m2). Nilai biomasa lamun pada kedua pulau dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 12.

Tabel 11. Biomasa lamun di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua (gbk/m2)

Stasiun Pramuka Kelapa Dua

Atas Bawah Atas Bawah

1 11,6190 106,3258 10,6636 50,4861

2 5,4771 25,7053 6,4290 71,1842

3 59,5983 258,1202 12,1698 63,4737

Rata-rata 25,5648 130,0504 9,7541 61,7147

Rasio 1 5 1 6

Keterangan : gbk/m2= gram berat kering per meter persegi.

Biomasa lamun alami pada Pulau Pramuka lebih tinggi dibandingkan dengan Pulau Kelapa Dua. Hal ini disebabkan pada Pulau Pramuka jenis lamun yang ditemukan memiliki morfologi tubuh yang lebih besar dan penutupan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pulau Kelapa Dua sehingga berpengaruh terhadap nilai biomasa lamun tersebut, seperti pernyataan Azkab (2007) bahwa padang lamun yang padat (rapat) menyebabkan biomasanya lebih tinggi, begitu pula dengan jenis lamun yang mempunyai ukuran daun dan rizhoma yang lebih

besar akan menyebabkan biomassanya lebih tinggi. Selain itu, rendahnya nilai biomasa lamun di Pulau Kelapa Dua dibandingkan dengan Pulau kelapa juga disebabkan oleh kadar nutrien yang lebih tinggi sehingga mengakibatkan peningkatan biomasa makro algae. Deegan et al. (2002) in Kiswara (2009) menemukan suatu perubahan dalam produsen primer dari lamun ke makro algae sebagai reaksi terhadap peningkatan masuknya nutrisi adalah naiknya biomasa algae dan turunnya kerapatan dan biomas lamun.

Gambar 12. Biomasa lamun di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua

Biomasa bagian tumbuhan yang berada di bawah substrat pada kedua pulau lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tumbuhan di atas permukaan substrat. Hal ini disebabkan oleh tumbuhan lamun lebih banyak menyerap nutrien dari substrat dibandingkan dari kolom perairan seperti pernyataan Erftemeijer (1993) in Dahuri (2003) bahwa lamun mengambil ±90% nutrien untuk pertumbuhannya melalui sistem perakaran. Hal ini juga dipengaruhi oleh jenis substrat pada kedua pulau yang bertipe pasir sehingga dibutuhkan akar dan rimpang yang besar dan kuat untuk dapat bertahan dari arus dan gelombang.

Rasio antara biomasa bagian atas dan bawah substrat pada Pulau Pramuka yaitu 1 : 5 dan pada Pulau Kelapa Dua 1 : 6. Nilai ini menandakan bagian tubuh tumbuhan lamun bagian bawah substrat lima kali lebih besar dibandingkan dengan bagian atas pada Pulau Pramuka dan pada Pulau Kelapa Dua enam kali lebih besar. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis dan

25,56 9,75 130,05 61,71 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 180.00

Pramuka Kelapa Dua

g b k / m 2 Atas Bawah

morfologi tubuh lamun yakni daun, rimpang dan akar yang berbeda ditiap lokasi, komposisi partikel substrat, kondisi lingkungan seperti kandungan nutrien dan kecepatan arus. Pada Pulau Pramuka morfologi daunnya lebih besar dibandingkan dengan di Pulau Kelapa Dua, jenis lamun yang ditemukan pun berbeda dari kedua pulau ini dengan komposisi jenis yang berbeda pula tiap jenisnya. Komposisi substrat dan kecepatan arus mempengaruhi ukuran akar dan rimpang seperti dijelaskan sebelumnya.

4.4 Transplantasi Lamun

4.4.1 Tingkat keberhasilan pertumbuhan transplantasi lamun

Tingkat keberhasilan dari berbagai jenis lamun transplantasi dengan menggunakan metode Plugs di Pulau Pramuka dan Kelapa Dua dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14.

Gambar 13. Tingkat keberhasilan transplantasi lamun di Pulau Pramuka

0 2 4 6 8 10 12 14 1 2 3 4 12 U n it Minggu ke-Unit Transplantasi Thalassia hemprichii Halodule pinifolia Cymodocea rotundata Enhalus acoroides Cymodocea serulata 0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 12 u n it Minggu ke-Jumlah Tegakan 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 1 2 3 4 12 L e m b a r Minggu ke-Jumlah Daun

Dari kelima jenis lamun yang di transplantasi dengan metode Plugsdapat diketahui jenis yang tingkat keberhasilan tertinggi adalah T. hemprichii. Sedangkan jenis-jenis lainnya mengalami penurunan pada pertumbuhan baik dari jumlah unit transplantasi, jumlah tegakan maupun jumlah daun. Pada awal penanaman terjadi fluktuasi jumlah yang hidup hal ini disebabkan pada awal perlakukan tumbuhan lamun ini melakukan penyesuaian terlebih dahulu dengan lingkungan yang baru dan pemulihan pada bagian tubuh yang terluka akibat pemotongan, setelah beberapa waktu baru dapat tumbuh dengan perlahan dan stabil. Keempat jenis lainnya yaitu dari jenis H. pinifolia, E. acoroides, C. serrulata

dan C. rotundata mengalami penurunan yang drastis, hal ini diduga karena ketiga jenis ini tidak mampu beradaptasi dengan perlakuan penanaman dan menjadikan perlakuan ini sebagai tekanan yang menjadi penghambat perkembangan hidupnya. Secara umum dapat dikatakan keempat jenis lamun ini kurang tepat untuk dilakukan transplantasi dengan metode Plugs.

Gambar 14. Tingkat keberhasilan transplantasi lamun di Pulau Kelapa Dua

0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 12 U n it Minggu ke-Unit Transplantasi Thalassia hemprichii Halodule uninervis Cymodocea rotundata 0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 12 U n it Minggu ke-Jumlah Tegakan 0 20 40 60 80 100 120 140 160 1 2 3 4 12 L e m b a r Minggu ke-Jumlah Daun

Hasil yang didapatkan pada Pulau Kelapa Dua agak sedikit berbeda dengan Pulau Pramuka, seperti dilihat pada Gambar 14 jenis lamun H. uninervismemiliki pertumbuhan tegakan dan daun yang tertinggi. Walaupun pada tiga minggu pertama pengamatan jenis ini menurun cukup drastis tiap minggunya, namun pada pengamatan terakhir mengalami peningkatan. Hal ini diduga akibat jenis lamun H. uninervis membutuhkan waktu yang lebih lama untuk beradaptasi dengan lingkungan dan perlakuan penanaman agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Jenis T. hemprichii memiliki pertumbuhan unit transplantasi yang berfluktuatif dari awal pengamatan hingga mengalami peningkatan pada minggu ke dua belas. Jika dilihat dari pertumbuhan tegakan dan daun dapat dikatakan pertumbuhan jenis ini meningkat sedikit demi sedikit sehingga dapat dikatakan jenis ini cukup berhasil dilakukan transplantasi. Walaupun T.hemprichii

memiliki jumlah unit transplantasi yang lebih tinggi dari H. uninervis, namun jumlah tegakan dan jumlah daun lebih rendah. Hal ini diduga karena morfologi tubuh H. uninervisyang tipis dan memanjang ke atas sehingga kerapatan tumbuh lebih tinggi. Sedangkan pada jenis T. hemprichiimemiliki daun yang lebih lebar dan merunduk kesamping. Dapat dilihat pula pada minggu ke-3 dan 4 suatu pola pertumbuhan pada H. uninervis yang menurun dapat meningkatkan pertumbuhan dari jenis C. serrulata, begitu juga sebaliknya.

4.4.2 Laju pertumbuhan lamun transplantasi

Pengukuran pertumbuhan lamun yang dilakukan pada penelitian ini berupa pertumbuhan panjang daun. Pertumbuhan panjang yang dimaksud disini adalah selisih panjang daun yang tumbuh antara waktu penandaan awal dan penandaan akhir pada interval waktu yang telah ditentukan yaitu tujuh hari sebanyak tiga kali pengulangan (empat minggu pengukuran) yang dapat disebut pertumbuhan mutlak.

Pengukuran pertumbuhan daun selain dibedakan atas jenis lamun, juga digolongkan berdasarkan kelompok umur yaitu daun muda, daun sedang dan daun tua. Daun muda adalah daun baru, yang tumbuh setelah tahap penandaan. Umumnya daun berwarna hijau muda, tipis dan kondisi ujung daun yang masih utuh dan tidak rusak akibat gangguan dari luar seperti dimakan oleh konsumer

atau patah karena aktifitas manusia. Daun sedang merupakan daun yang tumbuh saat penandaan berada dibagian tengah dari kumpulan daun dan memiliki daun yang lebih tebal, berwarna hijau dan ujung daun yang juga masih utuh belum terkena gangguan dari lingkungan seperti daun muda. Sedangkan daun tua adalah daun yang berada paling luar dari kumpulan daun pada tiap tunas. Daun tua melindungi daun yang lebih muda dengan seludangnya. Pada beberapa tegakan yang teramati di lapangan, daun tua terlihat meluruh.

Tabel 12 menyajikan kisaran pertumbuhan panjang daun dari beberapa jenis lamun di Pulau Pramuka. Pada Pulau Pramuka terdapat dua jenis lamun yaitu T. hemprichii dengan pertumbuhan daun muda, sedang, dan tua secara berturut-turut adalah 2,64 mm/hari; 1,89 mm/hari; 1,78 mm/hari dan C. rotundata yaitu 1,00 mm/hari; 1,01mm/hari. Tidak didapatkan data pertumbuhan rata-rata daun tua untuk jenis C. rotundata. Pada T. hemprichii

pertumbuhan terbesar sampai terkecil secara berturut-turut terjadi pada daun muda, daun sedang dan terakhir daun tua. Hal ini disebabkan daun muda cepat untuk mencapai ukuran yang stabil dan tahan terhadap tekanan lingkungan. Sedangkan pada jenis C. rotundata tidak didapatkan perbedaan hasil pengukuran pertumbuhan pada daun muda sedang dan tua yang signifikan. Hal ini disebabkan pengukuran daun muda yang tidak diketahui waktunya dengan pasti dan pertumbuhan daun tua yang tidak tercatat Hal ini disebabkan oleh antara lain konsumer yang memakan daun sehingga panjang awal lebih panjang dari pada panjang akhir dan pertumbuhan daun yang tidak sempat dicatat sudah meluruh dan terlepas dari seludangnya.

Tabel 12. Laju pertumbuhan lamun transplantasi di Pulau Pramuka (mm/hari)

Jenis Laju Pertumbuhan Daun (mm/hari)

Daun Muda Kisaran Daun Sedang Kisaran Daun Tua Kisaran Thalassia hemprichii 2,64 1,03-3,80 1,89 0,76-3,03 1,78 0,77-1,74