DAFTAR PUSTAKA
2. TINJAUAN PUSTAKA
3.4 Pengukuran Parameter Fisika -Kimia .1 Suhu
Suhu perairan diukur sebanyak tiga kali ulangan pada tiap stasiun dengan menggunakan thermometer air raksa dengan cara dicelupkan kedalam perairan dan suhu dilihat di dalam perairan untuk menghindari berubahnya suhu apabila pengamatan dilakukan di luar air.
3.4.2 Kedalaman perairan
Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan tongkat berskala pada setiap transek kuadrat dengan satuan cm. Tongkat dicelupkan ke dalam perairan sampai menyentuh dasar, lalu diperoleh nilai kedalaman.
3.4.3 Kecerahan
Kecerahan perairan diukur di setiap transek garis pada bagian ujungnya dengan menggunakan Secchi disk. Kecerahan dapat dihitung dengan rumus (Kesuma 2005) :
Keterangan : m = Panjang tali saat Secchi disksudah tidak terlihat n = Panjang tali saat Secchi diskmulai terlihat lagi Z = Kedalaman Perairan
3.4.4 Substrat
Pengambilan substrat dilakukan dengan menggunakan corer berdiameter 10 cm dengan kedalaman 15-20 cm pada setiap kedua ujung stasiun kemudian dimasukkan kedalam plastik sampel yang sudah diberi nomor dan dianalisis nilai kandungan C-organik dan ukuran partikel di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.4.5 Arus
Arus perairan diukur pada setiap stasiun dengan tiga kali ulangan. Perhitungan arus menggunakan benda mengapung yang diikatkan dengan tali berukuran panjang 1 m, lalu diukur kecepatannya dengan menggunakan
stopwatch. % 100 ) ( 5 , 0     Z n m C
3.4.6 Derajat keasaman (pH)
Pengukuran pH dilakukan satu kali setiap stasiun dengan menggunakan kertas indikator pH yang dicelupkan di perairan setelah itu dicocokkan warna yang muncul di kertas pH dengan warna standar yang sudah mempunyai nilai baku.
3.4.7 Salinitas
Salinitas diukur sebanyak tiga kali setiap stasiun dengan menggunakan refraktometer. Cara pengukurannya adalah contoh air laut diambil dengan menggunakan pipet kemudian diteteskan ke refraktometer dan nilai salinitas dapat dilihat dengan meneropong refraktometer. Sebelum melihat nilai sampel berikutnya dilakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan aquades agar netral kembali.
3.4.8 Oksigen terlarut
Nilai oksigen terlarut didapat dengan cara titrasi Winkler di lapangan. Contoh air laut diambil lalu direaksikan dengan pereaksi DO, sehingga didapatkan nilai kadar oksigen terlarut dari contoh air laut tersebut.
3.4.9 Nitrat dan ortofosfat
Kandungan nitrat dan ortofosfat perairan dianalisis dengan menggunakan metode spektrofotometrik, analisis dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Contoh air laut diambil dengan menggunakan botol sampel dan dimasukkan kedalam kotak pendingin (cooler box) agar tidak terjadi perubahan kandungan nitrat dan ortofosfat di dalam air tersebut. Prosedur analisis nitrat dan ortofosfat dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.5 Pengamatan Status Lamun di Lokasi Rehabilitasi
Pengamatan status lamun di lokasi rehabilitasi diamati dengan menggunakan metode yang digunakan oleh seagrass watch (Mckenzie dan Yoshida 2009) yaitu dengan transek kuadrat berukuran 50 x 50 cm2 pada bentangan tiga transek garis sepanjang masing-masing 50 m dengan jarak 5 m
seperti dijelaskan pada Gambar 4. Pengamatan status kawasan meliputi jenis lamun, biomasa lamun, penutupan dari masing-masing jenis lamun. Penentuan penutupan lamun menggunakan estimasi penutupan (%) berdasarkan acuan gambar seperti pada Lampiran 3. Penutupan lamun yang dihitung yaitu penutupan total dan penutupan jenis (%).
Gambar 4. Rancangan pengumpulan data komunitas lamun
3.6 Biomasa Lamun
Sampel biomasa lamun diambil dari 3-5 titik di setiap transek kuadrat dengan menggunakan corer berdiameter 10 cm seperti pada Gambar 5, kemudian dipisahkan antara bagian daun, rimpang dan akar, simpan dalam plastik sampel yang diberi nomor. Selanjutnya dilakukan pengovenan 110°C selama 2 jam untuk menghilangkan kadar airnya dan didapatkan berat kering. Pemisahan antara biomasa bagian tumbuhan yang berada di atas substrat (above-ground biomass) dan yang berada di bawah substrat (below-ground biomass) dilakukan untuk memudahkan pembahasan (Azkab 2008).
K e a ra h tu b ir K e a ra h d a ra ta n Keterangan : St. = Stasiun = Transek kuadrat 50 x 50 cm 50 t. St 50 St 5 m 50 m 25 m 25 m St. 1 St. 2 St. 3
Gambar 5. Pengambilan sampel biomasa lamun pada transek kuadrat 50 x 50 cm
3.7 Metode Transplantasi Lamun
Tranplantasi lamun yang diujicobakan di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua menggunakan metode Plugs (Short dan Coles 2001). Kajian mengenai kesesuaian lokasi transplantasi dilakukan sebelum melakukan penanaman/transplantasi lamun dimulai. Penilaian parameter fisika-kimia perairan maupun substrat merupakan syarat utama keberhasilan dalam melakukan transplantasi lamun.
Bibit lamun yang digunakan untuk transplantasi diambil dari area dengan kondisi lamun yang sehat dengan penutupan yang tinggi pada lokasi yang tidak jauh dari area. Jenis bibit lamun yang dipilih untuk transplantasi yaitu jenis lamun pionir yang mudah diamati dan yang paling banyak ditemukan di lokasi yakni Thalassia hemprichii di kedua pulau dan jenis yang mendominasi di kawasan tersebut seperti Cymodocea rotundatadi Pulau Pramuka dan Halodule uninervisdi Pulau Kelapa Dua.
Bibit diambil dengan menggunakan coreryang berdiameter 10 cm dengan kedalaman substrat 15-20 cm (Gambar 6). Pada daerah penanaman dibuat lubang dengan menggunakan coreryang sama untuk kemudian diletakkan bibit yang sudah diambil di dalamnya. Penomoran unit transplantasi dilakukan untuk memudahkan pengamatan selanjutnya. Penempatan unit transplantasi pada lokasi rehabilitasi didasarkan pada lokasi yang miskin dilihat dari hasil pengamatan status komunitas lamun. Peta lokasi penempatan unit transplantasi dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
50 cm 5 0 c m Petak pengambilan sampel biomas lamun
Gambar 6. Bibit unit transplantasi metode Plugs
3.8 Pengukuran Pertumbuhan Unit Transplantasi Lamun
Pengamatan keberhasilan transplantasi dilihat dari pertumbuhan unit transplantasi, pertumbuhan jumlah tegakan, dan jumlah daun. Laju pertumbuhan daun lamun dihitung dengan menghitung pertumbuhan mutlak daun. Pengamatan keberhasilan transplantasi dilakukan setiap bulannya setelah penanaman, sedangkan laju pertumbuhan lamun transplantasi dilakukan setiap minggu setelah penandaan selama satu bulan.
Metode yang digunakan untuk pengukuran laju pertumbuhan daun lamun adalah metode penandaan daun, yang sejak awal tahun 1970 telah diperkenalkan oleh Patriquin (1973), Zieman (1974), dan Sand-Jensen (1975) (Short dan Coles 2001). Metode penandaan lamun didasarkan pada penandaan/pelubangan daun atau tegakan pada tinggi frekuensi tertentu. Pada penelitian ini pelubangan dilakukan pada titik awal daun mulai muncul. Pada hari pertama dilakukan pemilihan tegakan secara acak, kemudian dilakukan pelubangan pada tegakan tersebut pada tempat yang ditentukan. Tegakan-tegakan yang telah dilubangi diberi tanda penomoran (tagging) untuk memudahkan pada pengamatan dan selanjutnya pengamatan dilakukan pada setiap minggu selama satu bulan.
3.9 Analisis Data