• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2.2 Parameter lingkungan untuk transplantasi lamun a. Suhu

Beberapa peneliti melaporkan adanya pengaruh nyata perubahan suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Marsh et al.(1986) in

Badria (2007) melaporkan bahwa pada kisaran suhu 25 - 30°C fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C.

Pengaruh suhu juga terlihat pada biomassa Cymodocea nodosa, dimana pola fluktuasi biomassa mengikuti pola fluktuasi suhu. Penelitian yang dilakukan Barber (1985) in Badria (2007) melaporkan produktivitas lamun yang tinggi pada suhu tinggi, bahkan diantara faktor lingkungan yang diamati hanya suhu yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas tersebut. Pada kisaran suhu 10-35 °C produktivitas lamun meningkat dengan meningkatnya suhu.

b. Kedalaman

Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia, Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah (Hutomo 1997).

Selain itu, ke dalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun. Brouns dan Heijs (1986) mendapatkan pertumbuhan tertinggi E. acoroidespada lokasi yang dangkal dengan suhu tinggi.

c. Kecerahan

Kecerahan perairan menunjukan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami, kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Kebutuhan cahaya yang tinggi bagi lamun untuk kepentingan fotosintesis terlihat dari sebarannya yang terbatas pada daerah yang masih menerima cahaya matahari (Berwick 1983 in Kesuma 2005). Nilai kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan lumpur, plankton dan zat-zat terlarut lainnya (Mintane 1998 in

Kesuma 2005).

d. Arus

Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan periodik jangka panjang. Arus yang disebabkan oleh gerakan periodik ini antara lain arus yang disebabkan oleh pasang surut.

Kecepatan arus perairan berpengaruh pada produktifitas padang lamun. Arus 0,66 m/s akan menghanyutkan semua transplantasi metode Plugs dalam kurun waktu dua minggu (Thorhaug 1976 in Azkab 1999b). Pada daerah yang arusnya lemah, sedimen pada padang lamun terdiri dari lumpur halus dan detritus.

e. Substrat

Substrat merupakan medium dimana tumbuhan secara normal memperoleh nutrien. Substrat dapat didefinisikan pula sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yan tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Air dan udara berada dalam pori-pori substrat. Distribusi dan ukuran rongga pori-pori tergantung pada struktur dan tekstur substrat (Badria 2007).

Tipe substrat juga mempengaruhi standing crop lamun (Zieman 1986 in

Badria 2007). Selain itu rasio biomassa di atas dan di bawah substrat sangat bervariasi antar jenis substrat. Pada Thalassia, rasio bertambah dari 1 : 3 pada lumpur halus menjadi 1 : 5 pada lumpur dan 1 : 7 pada pasir kasar (Burkholder

f. Salinitas

Salinitas adalah kadar seluruh ion-ion yang terlarut dalam air. Salinitas menunjukkan jumlah garam zat-zat terlarut dalam 1 kg air laut. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji 1987). Tumbuhan lamun mempunyai toleransi yang berbeda-beda, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10-40 PSU.

Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat menoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman 1986 in

Badria 2007). Ditambahkan bahwa lamun jenis Thalassiaditemukan hidup dari salinitas 3,5-60 PSU, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk pertumbuhan Thalassiadilaporkan dari salinitas 24-35 PSU.

g. Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) menyatakan intensitas keasaman atau kebasaan dari suatu cairan yang mewakili konsentrasi ion hidrogennya. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, kisaran pH optimal untuk kisaran air laut adalah 7,5 - 8,5. Menurut Beer, Eshel dan Waisel (1977) in

Phillip dan Menez (1988), kisaran pH yang baik untuk lamun adalah pada saat pH 7,5 - 8,5.

h. Oksigen terlarut (DO)

Kelarutan oksigen dalam air laut dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Semakin tinggi temperatur dan salinitas perairan makin kecil kelarutan oksigen dalam air. Lapisan atas permukaan laut dalam keadaan normal mengandung oksigen terlarut sebesar 4,5 - 9,0 mg/l (KepMen No. 51 Tahun 2004 Tentang pedoman penetapan baku mutu air laut untuk biota laut).

Sumber oksigen terlarut bisa berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35% dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novonty dan Olem 1994 inEffendi 2003).

i. Nutrien

Karakteristik nutrien berkaitan erat dengan pertumbuhan dan tingkat produksi lamun. Meningkatnya nutrien pada keadaan tertentu secara kuantitatif dapat menaikan laju pertumbuhan dan produksi daun lamun. Keadaan ini merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi lamun (Azkab 1999a).

Elemen penting yang diperlukan oleh lamun adalah nitrogen (N), fosfat (P), dan C-organik. Derivat N dan P yang banyak digunakan oleh lamun adalah nitrat, amonium, dan orthofosfat. Ketiganya termasuk ke dalam jenis bahan anorganik.

Peran amonium adalah dalam proses nitrifikasi, yaitu mineralisasi nitrogen menjadi nitrit (sebagai produksi intermediet) dan nitrat (sebagai produksi tujuan). Nitrat dalam tanah diserap oleh tumbuhan secara cepat untuk membentuk biomassa sedangkan fosfat digunakan dalam proses fotosintesis dan respirasi lamun.

Karbon disimpan dalam tanah ketika tanaman dan hewan membusuk (terurai). Bahan organik ini didekomposisi oleh bakteri, melepaskan CO2 dan methana kedalam tanah lembab. Wood (1987), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kandungan C-organik dengan ukuran tekstur substrat, makin tinggi jumlah liat makin tinggi pula C-organik bila kondisi lainnya sama. Tinggi rendahnya kandungan C-organik dipengaruhi oleh pasokan air dari daratan sehingga lokasi juga mempengaruhi nilai C-organik.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008-Mei 2009 di Lokasi Rehabilitasi Lamun PKSPL-IPB Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Kedua pulau ini merupakan pulau dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Pada Pulau Pramuka lokasi rehabilitasi berada di timur pulau dimana terdapat tempat pembuangan akhir (TPA), dekat dengan daerah pengerukan pasir untuk pembangunan dan beberapa titik pembuangan limbah rumah tangga. Kemudian di Pulau Kelapa Dua lokasi rehabilitasi berada di utara pulau yang merupakan kawasan penangkapan ikan oleh penduduk dengan menggunakan alat tangkap jaring dan terdapat keramba jaring apung (KJA) dapat dilihat pada Gambar 3. Secara georafis kedua lokasi ini terletak pada lintang dan bujur yang ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1. Letak geografis lokasi rehabilitasi di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua Lintang Bujur Pulau Pramuka 05˚ , ' 106˚ , ' 05˚ , ' 106˚ ,003' 05˚ , ' 106˚ , ' 05˚ , ' 106˚ , '

Pulau Kelapa Dua 05˚ . ' 106˚ . '

05˚ . ' 106˚ . '

05˚ . ' 106˚ . '

05˚ . ' 106˚ . '

Pengamatan status komunitas lamun dan parameter fisika - kimia pada kawasan rehabilitasi pada Pulau Kelapa Dua dilaksanakan pada bulan Desember 2008, sedangkan pada Pulau Pramuka dilaksanakan pada bulan Maret 2009. Tujuan pengamatan tersebut adalah untuk mengetahui kesesuaian lokasi untuk dilakukan transplantasi lamun. Pengamatan tingkat keberhasilan transplantasi lamun dilakukan tiap bulan setelah kegiatan transplantasi dan untuk pengamatan laju pertumbuhan daun lamun transplantasi dilakukan setiap minggu selama satu bulan pada Maret 2009.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian di Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 2.

Kep. Seribu Kep. Seribu

Tabel 2. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian

Parameter Unit Alat/Bahan Keterangan

Fisika

Temperatur ˚C Termometer Pengukuran langsung

Salinitas PSU Refraktometer Pengukuran langsung Kedalaman cm Tongkat berskala Pengukuran langsung

Kecerahan % Secchi disk Pengukuran langsung

Arus m/s Floating drauge, stopwatch. Pengukuran langsung Tekstur substrat % PVC Corer Analisis laboratorium Tanah

pH Kertas indikator pH Pengukuran langsung

Kimia

Oksigen terlarut mg/l Pereaksi DO Metode Winkler Nitrat mg/l Spektrofotometer Analisis laboratorium Orthophospat mg/l Spektrofotometer Analisis laboratorium

C-organik % Analisis laboratorium Tanah

Biologi

Panjang daun mm/hari Jangka sorong Pengukuran langsung Biomasa daun gbk/m2 Timbangan digital, oven,

alumunium foil

Analisis laboratorium

Penutupan % Transek kuadrat ukuran 50x50 cm2

Pengukuran langsung

Jumlah spesies - Pengukuran langsung

Tambahan

Posisi koordinat GPS Pengukuran langsung

Dokumentasi Kamera underwater Pengukuran langsung Lain-lain Roll meter, pasak bambu,

tagging, kertas newtop, plastik sampel, maskerdan snorkle, spidol permanen, tisu, alat tulis, saringan, sepatu boot, jarum.

Keterangan : gbk/m2= gram berat kering per meter persegi.

3.3 Penentuan Lokasi Rehabilitasi Lamun

Lokasi penelitian mengenai status lamun dilakukan pada lokasi rehabilitasi seluas 50 x 50 m2. Penentuan lokasi pengamatan didasarkan pada kondisi kawasan yang memiliki sejarah pernah ditumbuhi lamun namun mengalami kerusakan dan dilihat dari kondisi perairan yang sesuai berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi (status komunitas lamun). Kemudian dipilih lokasi yang miskin lamun pada kawasan tersebut untuk dilakukan transplantasi lamun.

3.4 Pengukuran Parameter Fisika -Kimia