• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Hutan Mangrove Teluk Jakarta 1. Hasil analisis vegetasi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Kondisi Hutan Mangrove Teluk Jakarta 1. Hasil analisis vegetasi

Hutan mangrove di Teluk Jakarta saat ini dalam kondisi yang rusak dan luasnya makin berkurang. Hasil kajian pada tiga lokasi penelitian (Muara Angke, Muara Gembong, dan Teluk Naga) menggambarkan variasi jenis mangrove mulai berkurang setiap tahun. Di wilayah Teluk Naga tidak ditemukan ekosistem

hutan mangrove, karena lahan hutan mangrove telah dikonversi menjadi lahan tambak, aktifitas penambangan pasir laut, dan pariwisata.

Hasil analisis sistem informasi geografis menunjukkan perubahan tutupan lahan mangrove pada tahun 1997, 2002, dan 2006 yang signifikan. Kawasan pesisir Teluk Jakarta selama 10 tahun telah mengalami perubahan tutupan lahan yang relatif tinggi. Laju perubahan luas hutan mangrove pada tiga wilayah berbeda-beda. Hasil analisis sistem informasi geografis tentang perubahan luas hutan mangrove disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Perubahan luas hutan mangrove di lokasi penelitian

Lokasi Luas hutan mangrove (ha) Persentase perubahan (%) 1997 2002 2006 Muara Angke 122,04 102,37 117,60 3,63 Muara Gembong 174,49 121,27 108,19 37,99 Teluk Naga 44,37 12,62 6,25 85,91 Total 340,90 236,26 232,04 42,52

Sumber: Hasil analisis SIG (2007)

Hutan mangrove di lokasi penelitian mengalami perubahan luasan. Dalam waktu 10 tahun mencapai 42,52%. Perubahan luas hutan mangrove berbeda-beda antar lokasi sesuai dengan karakteristik ekologis dan sosial masyarakat. Hutan mangrove di Muara Angke relatif tidak berubah selama 10 tahun. Hal ini karena adanya perhatian pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam melestarikan hutan mangrove. Penetapan status kawasan lindung Muara Angke mendorong pemerintah untuk senantiasa menjaga kelestarian hutan mangrove. Lembaga swadaya masyarakat bersama masyarakat telah melakukan berbagai kegiatan rehabilitasi kawasan dan pendidikan lingkungan bagi masyarakat untuk menjaga hutan mangrove di Muara Angke. Fakor ini merupakan hal positif yang dapat dijadikan model pengelolaan kawasan mangrove.

Hutan mangrove di Muara Gembong mengalami degradasi fisik. Alih fungsi lahan menjadi tambak dan kerusakan habitat akibat abrasi dan sedimentasi menyebabkan kerusakan mangrove terus berlanjut. Selain itu terjadi konflik pemanfaatan antara masyarakat dengan Perum Perhutani dan Pemda sehingga para pemangku kepentingan kurang bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan mangrove.

Hutan mangrove di Teluk Naga mengalami perubahan yang sangat signifikan selama 10 tahun, yakni mencapai 85,91%. Luas kawasan mangrove yang tersisa adalah 6,25 ha. Perubahan luas hutan mangrove ini disebabkan oleh alih fungsi lahan menjadi tambak dan kawasan industri. Tidak jelasnya sistem pengelolaan dan penatagunaan lahan di kawasan pesisir mendorong pemanfaatan kawasan yang berlebih. Selain faktor pengelolaan, kerusakan ekosistem mangrove juga disebabkan oleh kegiatan penambangan pasir laut di sekitar pantai sehingga ekosistem mangrove menjadi terdegradasi. Secara visual kondisi tutupan lahan di Teluk Jakarta di sajikan pada Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6.

Selain perubahan luas tutupan lahan, hutan mangrove Teluk Jakarta juga mengalami penurunan kualitas habitat berupa pengurangan kerapatan vegetasi (Gambar 7). Hal ini terlihat rendahnya persentase tutupan lahan yang masih tergolong hijau. Laju perubahan kerapatan vegetasi pada Teluk Jakarta semakin tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya degradasi lingkungan mangrove.

Hasil pengamatan vegetasi mangrove di Teluk Jakarta menunjukkan bahwa jenis mangrove yang tumbuh sesuai dengan karakteristik tanah dan air. Selain itu juga dipengaruhi kebijakan penanaman mangrove oleh instansi pemerintah dan lembaga swadaya. Jenis vegetasi mangrove di Teluk Jakarta secara rinci disajikan berdasarkan tiga wilayah studi.

Jenis mangrove di Muara Angke yang ditemukan adalah jenis api-api, bakau, dan pidada. Berdasarkan kawasan, jenis mangrove di Muara Angke adalah: (1) hutan lindung Angke-Kapuk didominasi oleh api-api dan bakau; (2) suaka margasatwa Muara Angke didominasi oleh pidada; (3) taman wisata alam ditanami dengan jenis bakau; dan (4) Lahan dengan tujuan istimewa (LDTI) mencakup: kebun pembibitan kehutanan yang didominasi oleh jenis api-api dan bakau, Cengkareng drain ditanami dengan jenis ketapang, jalur transmisi PLN didominasi jenis api, dan jalur hijau tol Sedyatmo didominasi oleh jenis api-api, bakau, dan pidada.

Kondisi ini menunjukkan bahwa jumlah jenis tumbuhan di Muara Angke semakin berkurang. Hal ini terlihat dari kondisi tahun sebelumnya, seperti terlihat dari hasil penelitian Kusmana (1983) yang menyatakan bahwa di Muara Angke terdapat 11 spesies dan penelitian Sukardjo (1981) yang menyatakan bahwa vegetasi mangrove yang terdapat di Muara Angke di dominasi oleh Avicennia

mariana, A. alba, A. officinalis, Rhizophora apicullata, R. mucronata, Bruguiera parviflora, Someratia alba, dan Excoecasia aglocha.

Berkurangnya spesies mangrove dari tahun-tahun sebelumnya disebabkan oleh adanya perubahan lahan sekitar kawasan Muara Angke yang dialihkan menjadi pertokoan dan perindustrian, perumahan dan beberapa fungsi lainnya yang menyebabkan hilangnya daerah resapan air dan aliran air di muara sungai semakin melambat karena jalur yang ditempuh semakin panjang, sehingga laju sedimentasi di muara semakin meningkat.

Jenis mangrove di Muara Gembong yang ditemukan adalah jenis api-api, bakau, dan pidada. Berdasarkan wilayah adminisitrasi, jenis mangrove yang dominan di setiap desa adalah: (1) Desa Pantai Sederhana didominasi oleh bakau dan terdapat pula tanaman sela yaitu jeruju dan piai; (2) Desa Pantai Mekar didominasi oleh bakau dan api-api; (3) Desa Pantai Harapan Jaya didominasi oleh pidada dan bakau; (4) Desa Bakti didominasi oleh didominasi oleh bakau; (5) Desa Pantai Bahagia didominasi oleh bakau; dan (6) Desa Jayasakti didominasi oleh bakau dan api-api.

Kegiatan usaha pertambakan telah menyebabkan berkurangnya jenis mangrove. Selain itu faktor alam di beberapa lokasi berupa pantai terbuka menyebabkan anakan mangrove tidak dapat tumbuh dengan baik di wilayah tersebut. Kondisi ini mendorong perlunya kegiatan rehabilitasi mangrove sehingga jenis mangrove yang ditemukan lebih homogen.

Pada tahun 1998 telah dilakukan kegiatan rehabilitasi jalur hijau dengan luasan 5 ha. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh LPP Mangrove (survey lapang pada Juli 2000), diketahui bahwa kondisi terakhir areal hasil penanaman pada kegiatan rehabilitasi pada tahun 1998 cukup baik (LPP Mangrove, 2000). Komposisi jenis pohon yang terdapat di areal jalur hijau hasil penanaman tahun 1998 terdiri dari jenis Avicennia sp. (permudaan alam), Rhizophora mucronata,

R. apiculata, R. stylosa dan Bruguiera gymnorrhiza (hasil penanaman). Jenis pohon yang mendominasi areal ini adalah jenis Avicennia sp.

Hutan mangrove di Teluk Naga yang seluas 6,25 ha terletak di Desa Teluk Naga. Jenis mangrove yang ditemukan adalah bakau dan nipa. Saat ini berkembang usaha pembibitan bakau di beberapa lokasi. Hal ini karena masih sesuainya lahan untuk pembibitan bakau

Gambar 7. Tingkat kerapatan vegetasi di Teluk Jakarta

Kerapatan rendah Kerapatan sedang Kerapatan tinggi

Hasil penelitian Pusat Studi Kelautan Universitas Indonesia (2002) menyatakan bahwa vegetasi hutan mangrove di Kabupaten Bekasi masih alami. Jenis-jenis vegetasi yang ada sebanyak 13 jenis, yaitu Avicenna alba, Avicenna officinalis, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Excocaria agallocha, Acanthus ilicifolius, Acrostichum aureum, Derris trifoliate, Chromolaena odorate, Cyperus maritime, Nypa fruticans, Sesuvum portulacastum dan Wedelia biflora.

Komposisi jenis tumbuhan dan komponen utama penyusun kawasan hutan mangrove adalah api-api (Avicennia spp), bakau (Rhizophora mucronata) dan pidada (Sonneratia alba). Tumbuhan yang mendominasi adalah Avicenna officinalis dan Rhizophora mucronata. Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa Avicenna officinalis memiliki kerapatan relatif (KR) sebesar 30,5% dengan frekuensi relatifnya (FR) sebesar 49,5%, sedangkan Rhizophora mucronata

memiliki kerapatan relatif (KR) sebesar 44,2% dan frekuensi relatif (FR) 12,3% (PSK-UI, 2002).

Berkurangnya spesies mangrove ini diduga sebagai akibat dari meningkatnya limbah rumah tangga dan industri yang mengakibatkan menurunnya kualitas air yang akhirnya mengganggu pertumbuhan dan kehidupan berbagai spesies mangrove dan berbagai tingkatan pada setiap spesies mangrove. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kadar logam berat dan amonia yang melebihi standar baku mutu yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta (1995), yakni melebihi standar baku mutu lingkungan perairan.

Vegetasi hutan mangrove di Kecamatan Muara Gembong berbeda berdasarkan tingkatan vegetasi. Vegetasi hutan mangrove pada tingkat semai didominasi oleh mangrove dari jenis piyae (Acrostichum aureum) dan jenis nipa (Nypa fructicans), dan bakau (Rhizophora mucronata). Vegetasi hutan mangrove tingkat pancang dijumpai didominasi oleh Rhizophora mucronata, Acrostichum auereum dan Acanthus Illicifolius. Vegetasi hutan mangrove tingkat pohon didominasi oleh Rhizophora mucronata dan Avicennia marina.

Kondisi vegetasi mangrove tersebut menggambarkan bahwa hutan mangrove di Teluk Jakarta masih baik dan layak untuk dilestarikan. Masih terdapat variasi sejumlah spesies mangrove di lokasi penelitian. Namun jika pertumbuhan hutan mangrove yang ada tidak dijaga dengan baik, maka akan terjadi pengurangan kuantitas maupun kualitas hutan mangrove itu. Secara umum jenis vegetasi mangrove yang terdapat di Teluk Jakarta disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Spesies mangrove yang ditemukan di Muara Angke, Muara Gembong, Teluk Naga

Spesies Mangrove Muara Angke

Muara Gembong

Teluk Naga

Jeruju putih (Acanthus ebracteatus) √

Jeruju hitam (Acanthus ilicifolius) √

Piai raya (Acrostichum aureum) √ √

Piai lasa (Acrostichum speciosum) √

Teruntun (Aegiceras corniculatum) √ √

Api-api (Avicennia alba) √ √

Api-api putih (Avicennia marina) √ √ √

Lenggadai (Bruguiera cylindrical) √

Tancang merah (Bruguiera gymnorrhiza) √ √

Buta-buta (Excoecaria agallocha) √ √

Nipah (Nypa fructicans) √ √

Bakau minyak (Rhizopora apiculata) √ √

Bakau merah (Rhizopora mucronata) √ √ √

Bakau (Rhizopora stylosa) √

Pidada (Sonneratia alba) √

Pidada (Sonneratia caseolaris) √ √ √

Sumber: LPP-Mangrove (2004)