I. PENERIMAAN
1 Penerimaan Pajak Rp 729.165.237.000.000 Pajak Dalam Negeri Rp 702.033.879.000.000
Pajak Perdagangan Internasional Rp 27.131.358.000.000
2 Penerimaan Bukan Pajak Rp 180.889.044.189.000 Penerimaan Sumber Daya Alam Rp 111.453.864.164.000
Laba BUMN Rp 23.005.143.000.000 PNBP lainnya Rp 36.719.144.708.000 Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) Rp 9.710.892.317.000
3 Penerimaan Hibah Rp 1.421.500.000.000 Jumlah Anggaran Pendapatan Negara
II. BELANJA
1 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Rp 699.688.128.265.000 2 Anggaran Belanja Ke Daerah Rp 309.797.580.800.000
Dana Perimbangan
- Dana Bagi Hasil Rp 76.586.089.800.000 - Dana Alokasi Umum Rp 195.805.611.700.000 - Dana Alokasi Khusus Rp 20.587.850.500.000 Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
- Dana Otonomi Khusus Rp 8.878.028.800.000 - Dana Penyesuaian Rp 7.940.000.000.000 Jumlah Anggaran Belanja Negara
Selisih/Defisit Anggaran Rp 911,475,781,189,000 - Rp 1,009,485,709,065,000 =
, Pembiayaan Dalam Negeri Pembiayaan Luar Negeri Catatan tambahan :
* PNBP Dep. Agama Rp 404.569.752.000
- Pendapatan Jasa KUA Rp 58.574.400.000 - Pendapatan Pendidikan Depag Rp 345.995.352.000 *
* *
Rocan, ... September 2009
Anggaran Pendidikan 20% x Rp.1,009,485,709,065,000,- = Rp. 201,930,649,204,000,- dibagi A. Daerah = Rp.122,799,656,400,000,- B. Pusat = Rp. 79,130,992,804,000,- dibagi a. Diknas = Rp. 51,514,324,253,000,- b. Dep. Agama = Rp. 22,695,365,732,000,- c. K/L lainnya = Rp.3,194,020,222,000,- d. Bag. Anggaran 999 = Rp. 1,727,282,597,000,-
1.009.485.709.065.000 Rp (98.009.927.876.000) Rp 107.891.435.453.000 Rp (9.881.507.577.000) Rp
APBN Dep. Agama 2010 sebesar Rp. 27.238.717.517.000,- (3,89%) dari Belanja Pemerintah Pusat Rp. 699,688,128,265,000 Besar defisit Rp. 98.009,927,876,000,- adalah (9,71% ) dari Anggaran Pendapatan Negara Rp. 911.475.781.189.000,- sehingga penggunaan anggaran belanja hanya 90,29% dari Anggaran
RINCIAN JUMLAH 911.475.781.189.000 Rp 292.979.552.000.000 Rp 16.818.028.800.000 Rp
C. KONDISI LINGKUNGAN INTERNAL
Di lingkungan internal Departemen Agama, masih banyak faktor yang harus dibenahi agar pembangunan bidang agama dapat mencapai sasaran sesuai yang ditetapkan. Di bidang sumber daya manusia, sebagian pegawai Departemen Agama belum dapat melaksanakan tugasnya masing‐masing. Kelemahan tersebut terjadi antara lain karena rekrutmen pegawai belum
berjalan sesuai tuntutan paradigma baru yang berkembang dan belum berdasarkan analisis jabatan yang cermat. Penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan skill yang dimiliki (the right man on the wrong place) menyebabkan pegawai tidak cakap dalam menyelesaikan tugasnya.
Selain lemahnya kualitas sumber daya manusia pegawai Departemen Agama, dari segi kuantitas pegawai memang besar tetapi ternyata besaran tersebut belum sesuai dengan kebutuhan, sebagai contoh; kebutuhan jumlah tenaga guru masih dirasa kurang. Tenaga guru untuk Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah maupun Aliyah sejauh ini dirasakan belum memadai. Demikian juga untuk guru‐guru agama di sekolah umum masih perlu ditambah. Kondisi yang sama juga dialami oleh dunia pendidikan Kristen, Katolik, Hindu maupun Buddha. Walaupun setiap tahun pengangkatan tenaga guru diutamakan, utamanya pengangkatan tenaga guru honorer yang mengalami hambatan. Jumlah guru honorer yang diangkat belum memenuhi dari yang diusulkan. Hal ini juga berpengaruh terhadap mutu pendidikan anak serta mentalitas bangsa. Dari sisi lain, permasalahan di bidang pendidikan terjadi karena distribusi atau penyebaran tenaga administrasi kurang merata. Oleh karena itu, selain perlunya peninjauan penyebaran tenaga administrasi, juga perlu usaha untuk peningkatan tenaga administasi menjadi pegawai fungsional atau sebaliknya membatasi tenaga fungsional yang akan beralih profesi ke tenaga administrasi. Proses kesetaraan guru agama, sertifikasi guru, tunjangan profesi masih belum selesai. Ditamabah lagi untuk guru agama NIP 13 yang belum jelas apakah masuk ranah Departemen Agama atau ranah Departemen Pendidikan Nasional. Padahal batas waktu sertifikasi bagi guru agama yang belum sertifikasi itu diperkirakan sampai dengan tahun 2014, sesudahnya semua guru agama yang yang diangkat harus sudah memiliki sertifikasi. Artinya ke depan kualitas guru memang diharapkan mumpuni dan semakin sarat dengan profesionalitas.
Minimnya jumlah sumber daya manusia yang melayani bidang sosial keagamaan juga dapat dilihat pada kurangnya jumlah tenaga penyuluh keagamaan. Padahal, di beberapa daerah terpencil dimana sarana pendidikan agama dan keagamaan sangat terbatas, maka peran tenaga penyuluh sangat signifikan dalam memberikan bimbingan keagamaan. Sementara, kebijakan
pembinaan kepegawaian terhadap tenaga penyuluh yang sudah ada juga tidak mendorong terbangunnya etos kerja. Sebagian tenaga penyuluh yang ada masih
berstatus honorer dan jumlah honor penyuluh yang mereka terima sesuai DIPA Departemen Agama sangat kecil dan masih sangat jauh dari kelayakan standar upah minimum regional, yaitu Rp. 100.000,‐/orang bulan. Sehingga penghasilannya sangat tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Secara manusiawi, hal ini tentu akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas sebagai penyuluh agama. Data Penyuluh Agama PNS (Pinmas 2005) berjumlah 13.765 terdiri : Islam 2.137, Kristen 4.858, Katolik 2.547, Hindu 1.145 dan Buddha 3.078. Sementara jumlah Penyuluh Agama Non PNS pada kegiatan prioritas RKP Departemen Agama tahun 2009 berjumlah 90.510.
Permasalahan lain terdapat pada pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Islam yaitu di Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Data tentang pendidikan keagamaan Islam menyebutkan bahwa jumlah siswa/santri terdiri dari 7.038.661 orang, 58.6723 lembaga yang mencakup: Salafiyah 8.001 lembaga, Ashriyah 3.881 lembaga, Kombinasi 9.639 lembaga, Madin dalam Pontren sebanyak 8.485 lembaga dan Madin di luar Pontren sebanyak 28.617 lembaga. Pendidikan agama dan pendidikan keagamaan telah memiliki dasar hukum yang kuat yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Namun demikian penjabaran Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tersebut belum selesai (dalam proses), sehingga untuk proses membuat nomenklatur dan akun di Departemen Keuangan masih memerlukan waktu yang cukup lama. Padahal bila dilihat dari korelasi sisi analisis makro PP 55 Tahun 2007 dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang di dalamnya sudah memuat dan mengatur menyeluruh aspek pendidikan formal dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, PP 55 Tahun 2007 terlepas dari UU Nomor 20 Tahun 2003. Dimungkinkan, dimana terjadi perubahan iklim political will, maka Departemen Agama hanya mengelola Pendidikan Agama dan Keagamaan. Kondisi inilah yang perlu diantisipasi oleh internal Departemen Agama.
Dari analisis row materials (data mentah) ini, tentunya akan berdampak kepada beban dan kinerja Departemen Agama yang masih sangat memerlukan
perhatian ke depan. Terbukti dengan dipaparkannya hasil dari pemeriksaan BPK tahun terakhir ini bahwa Departemen Agama masih Disclaimer. Dengan kata lain, tuntutan untuk menuju remunerisasi di Departemen Agama belum terpenuhi. Jadi artinya ketatalaksanaan dan kinerja sumber daya manusia di lingkungan Departemen Agama menjadi fokus prioritas untuk ditingkatkan guna mengisi pembangunan yang berkelanjutan.
Selain masalah kuantitas dan kualitas sumber daya manusia di Departemen Agama, sarana dan prasarana kantor masih banyak yang memperihatinkan. Sebagai gambaran, Kantor Urusan Agama, khususnya di luar Jawa, masih banyak yang belum memiliki kantor yang memadai, apalagi dengan adanya pemekaran wilayah maka penambahan gedung/kantor itu merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar‐tawar lagi. Begitu pula terhadap kebutuhan gedung Balai Nikah yang layak merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan kebutuhan masyarakat agamis. Masyarakat melaksanakan proses administrasi pernikahan dan bahkan akad nikah banyak dilakukan di gedung Balai Nikah. Jadi dilihat dari sisi kebutuhan, tugas dan fungsi Kantor Departemen Agama Kecamatan (KUA) merupakan ujung tombak pelayanan Departemen Agama yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat bawah.
Pelayanan terhadap jamaah haji sering kali dianggap sebagai barometer pelayanan dari Departemen Agama, di samping itu penyelenggaraan ibadah haji juga membawa nama baik dan martabat bangsa. Namun setiap musim haji sering kali muncul permasalahan karena terbatasnya sarana dan prasarana, dan khususnya kuantitas sumber daya manusia yang bermuara kepada kinerja institusi haji yang masih memerlukan peningkatan, pembinaan teknis dan pembinaan manajemen. Hal ini dimaksdukan guna masyarakat pengguna haji memperoleh pelayanan optimal.
Berbagai kondisi yang ada di lingkungan internal Departemen Agama seperti tergambar di atas, menjadi satu tantangan agar pembangunan bidang agama mampu meminimalisasi kekurangan dan kelemahan yang ada di satu sisi serta di lian sisi agar mempertahankan potensi yang selama ini menjadi pendukung bagi suksesnya pembangunan bidang agama. Oleh karenanya peningkatan anggaran Departemen Agama untuk fungsi agama sebagai salah
satu solusi peningkatan kinerja menjadi prioritas kebutuhan yang tidak bisa ditawar‐tawar.
Dengan melihat kondisi APBN 2010 sebagaimana tersebut di atas, maka dimaklumi terhadap alokasi anggaran di 76 kementerian/lembaga rata‐rata tidak mengalami kenaikan yang signifikan bahkan terjadi menurun. Akan tetapi untuk Departemen Agama terjadi kenaikan, besaran kenaikan tersebut
mencapai 2,18%, yaitu dari anggaran tahun 2009 sebesar
Rp.26.656.600.559.000,‐ naik di tahun 2010 menjadi 27.238.717.517.000,‐ Sehubungan hal itu, dengan melihat visi, misi, tugas pokok dan fungsi Departemen Agama serta melakukan analisis faktor internal dan eksternal (kekuatan, kelemahan dan peluang, ancaman) dan mengamati hasil evaluasi kinerja Departemen Agama tahun 2009 maka untuk tahun anggaran 2010 Departemen Agama tetap akan melanjutkan penajaman terhadap Fungsi Agama dan Fungsi Pendidikan melalui program‐program dan skala prioritas kegiatan. Hal ini dimaksudkan, disamping untuk menuntaskan kegiatan yang tertinggal dan mengantisipasi kebutuhan ke depan sesuai dinamika dan kondisi tuntutan global.
Sesuai Renstra 2010 ‐ 2014 diperkirakan pemerintah masih menghadapi pertumbuhan ekonomi yang belum menggembirakan, mengingat sektor riil, sektor pendidikan, sektor kesehatan dan sektor pertambangan dan energi yang mempunyai korelasi langsung pada tingkat kesejahteraan dan kualitas manusia Indonesia terkena dampak krisis ekonomi global. Tahun 2010, Pemerintah masih akan memberlakukan kebijakan penekanan pengeluaran terhadap government
expenditure atau belanja pemerintah, melanjutkan program dan atau pekerjaan fisik yang masih tersisa, penertiban belanja pegawai, penertiban akun. Kebijakan APBN 2010 tidak banyak mengalami perubahan signifikan dari APBN 2009, kecuali untuk sektor pendidikan dan program bantuan/subsidi. Untuk sektor pendidikan pemerintah berupaya memenuhi amanat Undang‐Undang Dasar (amandemen) tentang penyediaan dana pendidikan sebesar minimal 20 % dari APBN/APBD. Belanja pemerintah lainnya masih harus dicadangkan untuk menutupi dampak bencana alam dan peningkatan hidup rakyat miskin,
mengatasi peningkatan jumlah pengangguran akibat krisis global ekonomi serta menutup pembayaran hutang luar negeri. Oleh karena itu, secara umum
anggaran tahun 2010 kementerian/lembaga tidak banyak mengalami
peningkatan yang signifikan kecuali pada kementerian/lembaga yang mengelola pendidikan.
Kebijakan pemerintah tentang alokasi kenaikan anggaran pendidikan melaui pengikatan program/kegiatan di dalam RKP memberikan implikasi positif terhadap penerimaan total anggaran Departemen Agama tahun 2010 sehingga mengalami peningkatan yang semula sebesar Rp. 26.656.600.559.000,‐.(2009) menjadi Rp 27.238.717.517.000,‐ (2010) atau naik 2,18 %.
Tabel 4.
Struktur Anggaran Departemen Agama Tahun 2009 dan Tahun 2010
*) Anggaran 2010 merupakan Pagu Definitif berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor
SE‐2679/MK.02/2009 Tanggal 24 September 2009
Jika dikaji lebih jauh, penyebab kenaikan anggaran Departemen Agama itu juga dipengaruhi antara lain oleh beberapa kebijakan berikut:
1. Kenaikan gaji PNS, TNI, POLRI sebesar 5% dari gaji pokok yaitu sebesar Rp. 874.464.781.000,‐;
2. Kenaikan uang makan PNS (dari Rp. 15.000,‐/hari kerja menjadi Rp. 20.000,‐ /hari kerja) sebesar Rp. 657.315.793.000,‐;
3. Kenaikan uang lauk pauk TNI/POLRI (dari Rp. 35.000,‐/hari menjadi Rp. 40.000,‐/hari) sebesar Rp. 1.416.046.140.000,‐
4. Tambahan pagu penggunaan PNBP pada beberapa K/L sebesar Rp. 1.014.532.253.000,‐
5. Tambahan pagu hibah sebesar Rp. 27.686.000.000,‐
6. Tambahan anggaran pendidikan sesbesar Rp. 5.766.300.000.000,‐ yang diberikan kepada K/L yang melaksanakan fungsi pendidikan;
7. Tambahan pagu hasil optimalisasi pada beberapa K/L sebesar Rp. 2.835.900.000.000,‐
Grafik 2
Perkembangan Anggaran Departemen Agama Tahun 2000 – 2010
*) Anggaran 2010 merupakan Pagu Definitif berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE‐
Dengan memperhatikan perkembangan data time series selama sepuluh tahun terakhir ini pada grafik 2 di atas tentang data time series sepuluh tahun anggaran Departemen Agama sejak tahun 2000 – 2010 telah terjadi peningkatan anggaran yang cukup signifikan. Kenaikan anggaran sebagaimana tersebut, atas perjuangan dan bantuan seluruh satuan organisasi di lingkungan Departemen Agama Pusat dan Daerah terutama dalam membantu tersedianya bahan/data untuk penyusunan program, anggaran dan kegiatan Departemen Agama serta intensifikasi kinerja perencana yang berkualitas.
Pendekatan strategi dan kebijakan Departemen Agama dalam
penyusunan kebutuhan anggaran menggunakan pendekatan strategi kebutuhan fungsi yaitu Pendekatan Fungsi Pendidikan dan Fungsi Agama. Kebutuhan kedua fungsi ini tetap terus disampaikan Departemen Agama kepada Pemerintah melalui Bappenas, Departemen Keuangan, DPR, praktisi‐praktisi dan tokoh masyarakat untuk meyakinkan Pemerintah bahwa Departemen Agama tetap membutuhkan kenaikan anggaran pada tahun 2010 – 2014 terutama untuk
anggaran Fungsi Agama, mengingat beban Departemen Agama dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya di era globalisasi ini cukup berat, khususnya untuk fungsi agama, sehingga korelasi terhadap isu‐isu strategis nasional dan internasional
Sedangakan isu nasional yang menjadi kebutuhan mendasar internal Departemen Agama bagi seluruh jajaran Departemen Agama pusat dan daerah untuk mengisi pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagaimana tersebut di bawah ini sebagai berikut:
1. Penanggulangan dampak negatif globalisasi, modernisasi dan reformasi 2. Internalisasi nilai‐nilai demokrasi dan HAM
3. Indikator pembangunan bidang agama 4. Peningkatan pelayanan peribadatan
5. Perluasan wawasan dan peningkatan pendalaman keagamaan 6. Pengembangan data dan informasi kegamaan
8. Pemberdayaan dan peningkatan peran tempat ibadah dan lembaga
keagamaan
9. Peningkatan mutu pendidikan agama dan keagamaan 10. Peningkatan sarana keagamaan
11. Peningkatan kualitas keluarga sakinah / sukinah / hita sukaya, bahagia dan masyarakat madani
12. Pemberdayaan umat melalui mobilisasi potensi zakat, wakaf produktif dan dana keagamaan lainnya
13. Peningkatan fungsi budaya dan rekreasi bidang agama melalui program pengembangan budaya dan rekreasi yang bernuansa religius
14. Penguatan kelembagaan, peningkatan pegarusutamaan gender dan
perlindungan anak.
15. Penelitian agama dan keagamaan
16. Peningkatan dan penguatan kelembagaan
BAB IV