BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan bidang agama memainkan peranan strategis dalam pembangunan nasional Indonesia. Peran strategis tersebut terbentuk karena agama mampu membentuk karakter dan perilaku positf masyarakat, meningkatkan motivasi, serta membatasi perilaku negatif masyarakat. Pada spektrum pembangunan yang lebih essensial, agama memiliki fungsi edukatif (mendidik), fungsi salvatif (penyelamatan), fungsi profetik (kenabian), fungsi integratif (pemersatu), fungsi transformatif (mengubah) dan fungsi solutif (pemecahan masalah). Fungsi‐fungsi itulah yang saling bertukar peran sesuai dengan situasi dan kondisi sosial yang dihadapi. Berpijak dari pentingnya peranan agama dalam pembangunan bangsa Indonesia, maka pembangunan agama sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan nasional lainnya.
Pembangunan agama yang diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia merupakan penjabaran pelaksanaan amanat konstitusi. UUD 1945 BAB XA tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28I ayat (1) bahwa hak beragama merupakan salah satu hak hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan ayat (4) bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Selanjutnya BAB XI tentang Agama pada ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap‐ tiap penduduk untuk memeluk agamnya masing‐masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu. Apa yang telah diamanatkan dalam diktum peraturan perundang‐undangan di atas secara tegas menyatakan bahwa hak beragama merupakan hak asasi dan oleh karenanya merupakan tanggung jawab pemerintah untuk dapat memenuhinya.
Penyelenggaraan Pembangunan agama sebagai bagian yang terintegrasi dengan agenda pembangunan nasional harus mampu menciptakan sinergi dengan pembangunan di bidang lainnya. Hal ini secara jelas dinyatakan dalam
Undang‐Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005‐2025, bahwa Pembangunan agama diarahkan untuk memantapkan fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dan etika dalam pembangunan, membina akhlak mulia, memupuk etos kerja, menghargai prestasi, dan menjadi kekuatan pendorong guna mencapai kemajuan dalam pembangunan. Di samping itu, pembangunan agama diarahkan pula untuk meningkatkan kerukunan hidup umat beragama dengan meningkatkan rasa saling percaya dan harmonisasi antar kelompok masyarakat sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis.
Didasari latar belakang pemikiran di atas, maka perumusan rencana program dan kegiatan pembangunan agama perlu diupayakan untuk mempertegas peran nyata dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional secara berkelanjutan. Pada tahap inilah, maka program dan kegiatan
pembangunan agama yang menjadi tanggungjawab dan kewenangan
Departemen Agama diarahkan untuk memenuhi tuntutan peran tersebut sekaligus menjaga kesinambungan pembangunan yang telah direncanakan baik dalam skenario rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah, hingga tahunan.
B. TUJUAN
Berbagai program dilaksanakan oleh Departemen Agama dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara pembangunan bidang agama. Berbagai program ini tidak serta merta dapat dibuat dan dilaksanakan dengan mudah. Pembuatan dan pelaksanaan program harus melalui serangkaian proses dan juga dengan menggunakan beberapa pendekatan. Penyusunan anggaran Departemen Agama dilakukan dengan menggunakan beberapa kombinasi pendekatan yaitu bottom‐up dan top‐down planning,
pertimbangan teknokratik, politik, dan partisipatif serta dalam koridor
peraturan dan perundang‐undangan yang berlaku.
Tujuan penyusunan buku perencanaan program dan anggaran Departemen Agama Tahun 2010 adalah tersusunnya data perencanaan
program dan anggaran Departemen Agama sebagai upaya penyatuan
pemahaman terhadap penyelenggaraan pembangunan agama yang
dilaksanakan oleh Departemen Agama dengan menyertakan berbagai
komponen yang terkait, baik internal maupun eksternal. Berbagai program yang akan direncanakan maupun telah direncanakan dan siap untuk dilaksanakan harus sedapat mungkin diupayakan untuk diketahui dan dipahami oleh pihak‐ pihak terkait demi kesuksesan pencapaiannya.
Dalam rangka penyebaran informasi tersebut. Buku Perencanaan Program dan Anggaran 2010 ini mencoba memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai berbagai informasi seputar perencanaan program dan anggaran, Kebijakan‐kebijakan dan arah pembangunan agama melalui berbagai program‐ program yang direncanakan dan dianggarkan
C. ALUR PENYAJIAN
Buku Perencanaan Program dan Anggaran Departemen Agama Tahun 2010 ini disusun dengan alur penyajian sebagai berikut:
Bab I memuat latar belakang, tujuan penyusunan serta sistematika penulisan.
Bab II berisi tentang penjelasan mengenai arah kebijakan dan prioritas pembangunan yang mengelaborasi landasan hukum dan implikasinya terhadap pembangunan agama yang dikelola oleh Departemen Agama. Selain itu, bab ini juga memuat visi, misi cantata nilai Departemen Agama, kedudukan, tugas dan fungsi Departemen Agama serta arah dan prioritas kebijakan nasional Departemen Agama.
Bab III merangkum tentang analisis kondisi terkini dan lingkungan strategik yang dihadapi Departemen Agama disertai dengan rumusan kekuatan, kelemahan, tantangan, dan peluang yang dihadapi, sekaligus data dan informasi terkini yang menggambarkan kinerja program yang dikelola oleh Departemen Agama.
Bab IV mencakup perencanaan program dan kegiatan tahun 2010 yang mengelaborasi tentang tugas dan fungsi dengan program prioritas Departemen
Agama disertai dengan rincian program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2010.
Bab V membahas tentang profil anggaran Departemen Agama tahun 2010 yang dibutuhkan bagi pengelolaan program dan kegiatan pembangunan agama tahun 2010 dan tahun‐tahun selanjutnya.
Bab VI berisi penutup yang secara umum menggambarkan rekomendasi dan rencana tindak lanjut.
BAB II
KERANGKA KEBIJAKAN DEPARTEMEN AGAMA
Perencanaan program dan kegiatan tahun 2010 di Departemen Agama dilakukan dengan mengacu kepada 1) Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, 2) Keputusan Menteri Agama Nomor 85 Tahun 2008 tentang Sistem Perencanaan Departemen Agama, 3) Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE‐2679/MK.02/2009 Tanggal 24 September 2009 27.238.717.517.000 tentang Pagu Definitif Tahun 2010. UU No. 17 Tahun 2003 menjelaskan dalam Bab III pasal 14 ayat (1) dalam rangka penyusunan rancangan APBN, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga tahun berikutnya dan ayat (2) Rencana Kerja dan Anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Sedangkan KMA No. 85 Tahun 2008 menjelaskan bahwa untuk menjamin kegiatan perencanaan bidang agama dan keagamaan agar dapat berjalan efektif, efesien dan berdasarkan sistem penyusunan anggaran terpadu, berbasis kinerja dan penyusunan kerangka menengah maka diperlukan pembangunan bidang agama dan keagamaan dengan Sistem Perencanaan Departemen Agama yang menjadi pedoman bagi para pejabat satuan organisasi dan atau satuan kerja di lingkungan Departemen Agama.
Berikutnya akan diuraikan mengenai kerangka kebijakan Departemen Agama mulai dari dasar hukum, visi, misi, tata nilai, kedudukan, tugas, dan fungsi, serta arah kebijakan yang akan ditempuh sehingga perencanaan program dan kegiatan yang akan dilakukan dapat diimplementasikan.
A. DASAR HUKUM
Penyelenggaraaan pembangunan agama yang menjadi tanggung jawab Departemen Agama dilaksanakan dengan mengacu pada peraturan dan perundang‐undangan yang berlaku. Peraturan dan perundang‐undangan yang melandasi Perencanaan Program dan Anggaran Departemen Agama antara lain adalah sebagai berikut:
1. UUD 1945;
Bab XA, Hak Asasi Manusia PASAL 28 i menyatakan agama merupakan hak asasi manusia dan Bab XI tentang Agama pasal 29 ayat (1); negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa; ayat (2) negara menjamin kemerdekaan tiap‐tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing‐masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Selanjutnya pada BAB XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan dimanatkan bahwa: (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang‐undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang‐kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai‐ nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
2. Undang‐Undang No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Nikah, Talak dan Rujuk;
Undang‐Undang ini antara lain mencantumkan bahwa ”Nikah yang dilakukan menurut agama Islam, selanjutnya disebut nikah, diawasi oleh pegawai pencatat nikah yang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai yang ditunjuk olehnya. Talak dan rujuk yang dilakukan menurut agama Islam, selanjutnya disebut talak dan rujuk, diberitahukan kepada pegawai pencatat nikah”. Selanjutnya juga dicantumkan bahwa ”Yang berhak melakukan pengawasan atas nikah dan menerima pemberitahuan tentang talak dan
rujuk, hanya pegawai yang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai yang ditunjuk olehnya”.
3. Undang‐Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
Dalam undang‐undang tersebut ditentukan prinsip‐prinsip atau asas‐ asas mengenai perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Selain itu juga dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing‐masing agamanya, dan di samping itu tiap‐tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang‐ undangan yang berlaku.
4. Undang‐Undang RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat; Undang‐undang ini menyatakan bahwa pemerintah tidak mengelola zakat, tetapi berfungsi sebagi regulator, fasilitator, koordinator, dan pengawas. Pengelola zakat sesuai dengan undang‐undang dilakukan oleh Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat.
5. Undang‐Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas);
UU Sisdiknas ini menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk pembangunan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Selanjutnya UU Sisdiknas menempatkan Pendidikan Agama sebagai satu bagian tak terpisahkan dalam bagian utuh Sistem Pendidikan Nasional serta setara kedudukannya dengan sistem pendidikan lainnya.
6. Undang‐Undang RI Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf;
Undang‐undang ini menjadi dasar hukum mengenai berbagai kegiatan terkait wakaf yang dilaksanakan untuk kemaslahatan umat. Dalam UU ini
menteri yang bertanggung jawab di bidang agama yaitu Menteri Agama mendapatkan mandat untuk menetapkan pejabat pembuat akta ikrar wakaf. Selanjutnya Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia wajib melakukan administrasi dan mengumumkan daftar harta benda wakaf.
7. Undang‐Undang RI Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji;
Undang‐ Undang ini merupakan penyempurnaan dari UU RI No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dalam UU ini juga disebutkan bahwa pemerintah berkewajiban melaksanakan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan secara baik dengan menyediakan fasilitas dan kemudahan yang diperlukan calon jamaah haji/jamaah haji. Mengingat penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menyangkut martabat serta nama baik bangsa, kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah haji merupakan tanggung jawab Pemerintah di bawah koordinasi Menteri Agama.
Selain undang‐undang pokok yang secara khusus mengatur tentang kegiatan keagamaan sebagaimana tercantum di atas, beberapa peraturan dan perundang‐undangan terkait penyelenggaraan negara yang bersifat umum juga menjadi landasan bagi penyelenggaraan pembangunan agama oleh Departemen Agama. Peraturan dan perundang‐undangan tersebut antara lain:
1. UU No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik;
2. UU No. 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
3. Undang‐Undang RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 4. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan
Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme; 5. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 6. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
7. UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
8. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2004‐2009;
9. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat & Daerah; 10. UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005‐2025
11. UU tentang APBN (UU No. 18 Tahun 2006 tentang APBN 2007, UU No. 45 Tahun 2007 tentang APBN 2008, UU No. 16 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UUU No. 45 Tahun 2007 tentang APBN 2008; UU No. 41 Tahun 2008 tentang APBN Tahun 2009, dll)
12. PP No. 20 Tahun 2004 tentang RKP;
13. PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan RKA‐KL;
14. PP No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
15. PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan;
16. Perpres RI No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 ‐2009;
17. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
18. Inpres No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e‐Government;
19. Permenkeu No.571/KMK.06/2004 tentang Juknis Penyelesaian DIPA; 20. Permenkeu No. 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi & Pelaporan
Keuangan Pemerintah Pusat;
21. SEB Menteri Negara PPN / Ka BAPPENAS dan Menteri Keuangan Nomor 0080/M.PPN/04/2009 dan SE‐1223/MK/2009 tentang Pagu Indikatif dan Rancangan Awal RKP Tahun 2010, SE Menkeu No. SE‐1297/MK.02/2009 Tanggal 6 Juli 2009 tentang Pagu Sementara Kementerian/Lembaga Tahun 2010
22. PMA No. 32 Tahun 2005 tentang Renstra Departemen Agama;
23. PMA No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama;
25. Instruksi Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2007 tentang Peningkatan Koordinasi Lintas Sektoral.
26. KMA No. 85 Tahun 2008 tentang Sistem Perencanaan Departemen Agama;
B. VISI, MISI DAN TATA NILAI
Visi dan Misi Departemen Agama yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Agama No. 8 Tahun 2006 tentang Visi dan Misi Departemen Agama menjadi garis besar arah tujuan pembangunan agama yang diselenggarakan oleh Departemen Agama. Visi dan Misi Departemen Agama dijabarkan sebagai berikut:
Visi Departemen Agama:
”Terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, maju, sejahtera, dan cerdas serta saling menghormati antar sesama pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia”
Misi Departemen Agama:
1. Meningkatkan kualitas bimbingan, pemahaman, pengamalan, dan pelayanan kehidupan beragama
2. Meningkatkan penghayatan moral dan etika keagamaan 3. Meningkatkan kualitas pendidikan umat beragama 4. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji
5. Memberdayakan umat beragama dan lembaga keagamaan 6. Memperkokoh kerukunan umat beragama
7. Mengembangkan keselarasan pemahaman keagamaan dengan wawasan
kebangsaan Indonesia
Tata Nilai dalam penyelenggaraan pembangunan agama menggambarkan bagaimana Departemen Agama menampilkan jatidirinya terhadap para stakeholder, termasuk juga seluruh anggota organisasinya. Tata nilai yang baik akan membentuk karakter yang baik terhadap pelayanan dan sistem manajemen
institusi Departemen Agama. Tata nilai yang dijunjung tinggi merupakan modal intrinsik yang sangat substansial bila dikaitkan dengan upaya mempertahankan
keberlangsungan, mencapai tujuan dan memajukan penyelenggaraan
pembangunan agama.
Nilai‐nilai luhur yang menjadi nafas dalam penyelenggaraan Departemen Agama adalah: ikhlas beramal, amanah, profesional, kebersamaan, keteladanan, taat azas, dan visioner. Secara singkat, nilai‐nilai luhur tersebut dijabarkan sebagai berikut:
• Ikhlas Beramal:
Ikhlas dalam pengabdian kepada masyarakat, negara dan bangsa serta mengutamakan pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat.
• Amanah:
Memiliki integritas, jujur, adil, bertanggung jawab dan mampu mengemban kepercayaan.
• Profesional:
Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai serta memahami bagaimana mengimplementasikannya, disiplin, kreatif dan inovatif.
• Kebersamaan:
Bekerjasama berdasarkan komitmen, kepercayaan, keterbukaan, saling menghargai dan partisipasi aktif bagi kepentingan bangsa dan negara, menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan.
• Keteladanan:
Berusaha melakukan hal yang baik sehingga menjadi contoh bagi yang lain.
• Taat Azas:
Mematuhi tata tertib, prosedur kerja dan peraturan perundangan. • Visioner:
Memiliki etos kerja berpandangan jauh ke depan.
Hubungan antara visi, misi dan tata nilai Departemen Agama dapat digambarkan dalam sebuah skema, sebagai berikut
C. KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI DEPARTEMEN AGAMA
Kedudukan, tugas dan fungsi Departemen Agama dijelaskan dalam Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama. Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 2006 Pasal 1 menyebutkan: 1. Departemen dalam Pemerintahan Negara Republik Indonesia, yang
selanjutnya dalam peraturan ini disebut Departemen Agama merupakan unsur pelaksana pemerintah;
2. Departemen dipimpin oleh Menteri yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Dalam Pasal 2, tugas Departemen Agama adalah: Departemen Agama mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keagamaan.
Selanjutnya sebagaimana yang tercantum dalam pasal 3 PMA No. 3 Tahun 2006, dalam melaksanakan tugasnya Departemen Agama memiliki fungsi sebagaimana berikut ini:
1. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang Keagamaan;
2. Pelaksanaan urusan Pemerintah di bidang keagamaan; 3. Pengelolaan barang milik/kekayaan Negara;
4. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidang pembinaan kehidupan keagamaan;
5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang pelaksanaan tugas dan fungsi Departemen kepada Presiden.
D. ARAH KEBIJAKAN NASIONAL DEPARTEMEN AGAMA
Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2010 yang disampaikan oleh Presiden, dijelaskan bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004–2009, telah ditetapkan 3 (tiga) agenda pembangunan nasional, yang merupakan arah kebijakan pembangunan jangka menengah, yaitu: (1) menciptakan Indonesia yang aman dan damai; (2) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis; serta (3) meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ketiga agenda pembangunan tersebut merupakan pilar pokok untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Keberhasilan pelaksanaan satu agenda erat kaitannya dengan kemajuan pelaksanaan agenda lainnya, yang dalam pelaksanaan tahunan dirinci ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RKP tahun 2005, yang merupakan tahun pertama pelaksanaan pembangunan setelah berakhirnya Program Pembangunan
Nasional (Propenas) tahun 2000–2004, disusun berdasarkan Rencana
Pembangunan Nasional (Repenas) Transisi yang dimaksudkan untuk mengisi kekosongan perencanaan pembangunan nasional tahun 2005, yang selanjutnya menjadi acuan dalam penyusunan RAPBN 2005. Dalam RKP tahun 2006, tema
pembangunan yang ditetapkan adalah “Reformasi menyeluruh untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat berlandaskan Indonesia lebih aman, damai dan demokratis”. Sementara itu, untuk RKP tahun 2007, tema yang ditetapkan adalah “Meningkatkan kesempatan kerja dan menanggulangi kemiskinan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat”. Untuk RKP 2008, tema yang ditetapkan adalah “Percepatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan
pengangguran”. Sedangkan untuk RKP 2009, sebagai tahun terakhir dari pelaksanaan RPJMN Tahun 2004–2009, tema yang di tetapkan adalah “Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Dan Pengurangan Kemiskinan”.
Untuk tahun 2010, kegiatan prioritas nasional sebagaimana tercantum dalam RKP 2010, yaitu:
Peroiritas 1 : Pemeliharaan kesejahteraan rakyat, seeta penataan kelembagaan
dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial.
Perioritas 2 : Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Perioritas 3 : Pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan
demokrasi dan keamanan nasional.
Perioritas 4 : Pemulihan ekonomi yang disukung oleh pembangunan pertanian,
infrastruktur dan energi.
Perioritas 5 : Peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan
kapasitas penanganan perubahan iklim.
Untuk Departemen Agama, pada masa mendatang paling tidak ada 5 fokus arah kebijakan Pembangunan Agama, yaitu:
1. Peningkatan, pemahaman, dan pengamalan pembinaan umat beragama; • Peningkatan dan perluasan pelayanan dan pembinaan keagamaan. • Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga penyuluh agama. • Penataan pengelolaan dan peningkatan kualitas rumah ibadah. • Peningkatan kualitas dan kapasitas lembaga keagamaan.
• Peningkatan kesadaran masyarakat untuk membayar zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, dana punia, kolekte, dll. serta profesionalitas pengelolaannya yang lebih berdaya guna bagi pembangunan masyarakat. • Refungsionalisasi KUA sebagai unit layanan terendah Departemen Agama
di daerah.
• Pembinaan keluarga harmonis (sakinah/bahagia/sukinah/hita sukaya) untuk menempatkan keluarga sebagai pilar utama pembentukan moral dan etika; pembinaan remaja usia nikah atau calon pengantin perlu dilakukan secara terprogram disamping pembinaan pasca nikah.
• Peningkatan kualitas dan kapasitas lembaga sosial keagamaan termasuk lembaga seperti LPTQ, LP2A, BKM, BAZ, LAZ, dan Badan Wakaf Indonesia (BWI);
• Peningkatan kualitas penelitian dan pengembangan agama untuk mendukung perumusan kebijakan pembangunan bidang agama.
• Peningkatan tatakelola kepemerintahan di bidang agama
2. Peningkatan kualitas dan kerukunan umat beragama; • Peningkatan harmonisasi dan keserasian sosial.
• Pencegahan potensi konflik sosial keagamaan, penyelesaian konflik sosial dan pemulihan kondisi sosial pasca konflik.
• Peningkatan wawasan multikultural di kalangan umat beragama.
• Peningkatan kerjasama intern dan antar umat beragama di bidang sosial ekonomi.
• Peningkatan kerjasama dengan majelis‐majelis agama untuk meluruskan dan membina kelompok/aliran/sekte sesuai dengan aqidah/kepercayaan dan ajaran agamanya masing‐masing.
3. Pemerataan dan Peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan;
• Peningkatan mutu pendidikan agama di sekolah melalui penyediaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan serta kelengkapan bahan ajar penyangga kurikulum yang memadai, pembudayaan agama pada satuan pendidikan disertai dengan penyelenggaraan ujian nasional pendidikan agama.
• Peningkatan mutu madrasah sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP).
• Pengembangan kurikulum pendidikan agama dan keagamaan sejalan dengan perkembangan masyarakat dan IPTEK.
• Peningkatan mutu Perguruan Tinggi Agama yang lebih relevan dan kompetitif sesuai dengan perkembangan masyarakat dan IPTEK.
• Perluasan layanan pendidikan keagamaan dengan memberdayakan rumah ibadah dan lembaga pendidikan keagamaan lainnya.
• Peningkatan profesionalitas dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan agama dan keagamaan.
• Peningkatan mutu madrasah diniyah, pondok pesantren dll.
4. Peningkatan kualitas pelayanan ibadah Haji
• Penetapan BPIH yang bersifat direct cost yang dikelola secara akuntabel dan penyediaan dana indirect cost melalui APBN/APBD.
• Peningkatan mutu dan perluasan jangkauan SISKOHAT.
• Penerapan sistem proporsional untuk pemondokan di Saudi Arabia dan melakukan kontrak jangka panjang (multi years).
• Peningkatan mutu pembimbing dengan memperketat kriteria, sistem penilaian dan pola pelatihan.
• Penerapan sistem penyelenggaran haji yang lebih transparan dan akuntabel.
• Penyederhanaan sistem bank penerima setoran yang lebih kompetitif. • Melakukan sistem sewa penerbangan yang lebih luas dan kompetitif. • Pengelolaan DAU yang lebih profesional dan akuntabel.
• Penyusunan dan implementasi SOP (Standart Operational Procedure). • Optimalisasi potensi ekonomi haji.
5. Penguatan tata kelola pemerintahan yang baik • Pengembangan tata nilai dan budaya kerja.
• Peningkatan kualitas perencaanan, pengelolaan dan pelaporan program dan anggaran.
• Penataan regulasi dan standarisasi.
• Peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat. • Peningkatan sarana prasarana lembaga.
• Pengembangan sistem akuntabilitas kinerja dan penghargaan.
• Peningkatan sistem pengawasan pelaksanaan program serta pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi.
• Pengembangan e‐governance dalam rangka meningkatkan efisiensi, transparansi dan akuntabilitas.
• Pelaksanaan INPRES No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). • Peningkatan citra publik Departemen Agama.
BAB III
TELAAH LINGKUNGAN STRATEGIK DEPARTEMEN AGAMA
A. GAMBARAN UMUM DEPARTEMEN AGAMA
Sebagai Departemen yang tersentralisasi secara vertikal, Departemen Agama memiliki nilai strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain untuk mencapai tujuan pembangunan bidang agama sebagaimana yang telah diamanatkan melalui berbagai paraturan dan perundang‐undangan, Departemen Agama diharapkan mampu menciptakan sesuatu yang mempunyai Nilai Tambah (added value) dalam mengisi tugas‐tugas pembangunan di setiap lini, baik pada tingkat pusat maupun jajaran tingkat daerah. Nilai tambah ini tercermin baik melalui program pembangunan yang dikelola (agama dan pendidikan), sumber daya manusia, koordinasi struktural hingga ke kecamatan, serta interrelasi dengan para stakeholders baik dari para pemuka agama hingga para pengelola satuan pendidikan yang berasal dari masyarakat.
Dalam pelaksanaannya nilai tambah yang diharapkan dari Departemen Agama belum dapat terwujud dengan maksimal bila tanpa didukung peran serta dan koordinasi lintas sektoral. Hal ini dapat dilihat melalui penerbitan Instruksi Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2007 yang menegaskan tentang perlunya Peningkatan Koordinasi Lintas Sektoral. Instruksi ini berisi imbauan Menteri Agama kepada segenap jajarannya di daerah untuk melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pembangunan agama di daerahnya masing‐masing. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menjelaskan bahwa belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Demikian pula struktur penganggaran program Departemen Agama dipilah berdasarkan organisasi, fungsi dan jenis belanja. Dengan kata lain, program‐program yang akan dijalankan oleh Departemen Agama struktur penganggarannya juga diatur oleh undang‐undang terkait.
Secara umum cakupan ruang lingkup tugas Departemen Agama cukup besar. Menjelang tahun 2010, struktur anggaran Departemen Agama masih mencakup 5 fungsi, yaitu Fungsi Pelayanan Umum, Fungsi Agama, Fungsi Pendidikan, Fungsi Pariwisata & Budaya, dan Fungsi Perlindungan Sosial.
Selanjutnya penyelenggaraan pembangunan agama yang dilakukan oleh Departemen Agama dirinci ke dalam bentuk program‐program. Anggaran fungsi pendidikan pada tahun anggaran 2010 mencapai 23.853.444.795.000,‐ (87,57 %)
dan lainnya yaitu fungsi agama, fungsi pelayanan unum, fungsi pariwisata dan budaya dan fungsi perlindungan sosial semuanya digabungkan berjumlah 3.385.272.722.000,‐, (12,43 %) total anggaran Departemen Agama tahun 2010 adalah 27.238.717.517.000,‐, Untuk fungsi agama yang menjadi inti dari tugas dan fungsi Departemen Agama sendiri relatif yaitu berjumlah 913.075.700.000,‐ (3,35 %).
Kecilnya anggaran Departemen Agama untuk fungsi agama secara mikro menjadi beban tersendiri bagi Departemen Agama. Secara makro berimplikasi kepada publik atau pemerintah yang dalam hal ini Departemen Agama belum dapat mewujudkan secara maksimal tentang terciptanya kondisi keserasian, keselarasan dan kebersamaan masyarakat dalam pemenuhan kehidupan beragama. Faktor implikasi negatif dari kecilnya anggaran fungsi agama bukan mustahil akan berbias semu terhadap Departemen Agama, padahal indikator penilaian keberhasilan Departemen Agama dalam melaksanakan tugas dan fungsi agama bukan hanya ditentukan oleh subyektivitas Departemen Agama itu sendiri, melainkan banyak korelasi substansi lain yang berhubungan satu dengan lainnya. Oleh karena itu untuk anggaran Departemen Agama untuk Fungsi Agama menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan.
B. KONDISI LINGKUNGAN EKSTERNAL
Arus pembangunan global yang gencar dilaksanakan masyarakat dunia, secara substansial turut mempengaruhi arah pembangunan nasional secara umum. Perubahan kondisi politik, krisis ekonomi, perkembangan sosial budaya, serta kemajuan teknologi turut mempengaruhi kondisi pembangunan agama secara nasional. Kesepakatan tujuan pembangunan dalam millenium (Milenium
Development Goals/MDGs) 2015 yang diikuti oleh 192 negara memuat isu‐isu strategis yang menjadi acuan dan harus dipecahkan secara bersama oleh negara‐ negara di dunia termasuk Indonesia. Isu‐isu strategis MDGs 2015 tersebut:
1. Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan 2. Meningkatkan pendidikan dasar
3. Promosi kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan 4. Penurunan angka kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainya 7. Pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan 8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Selain MDGs, komitmen untuk memperbaiki situasi global juga dicanangkan oleh UNESCO dalam paradigma baru dalam pembangunan pendidikan. Saat ini UNESCO mencantumkan paradigma baru dengan apa yang
disebut sebagai pendidikan bagi pembangunan yang berkelanjutan (education
for sustainable development). Apa yang diharapkan dari paradigma ini adalah bahwa sektor pembangunan pendidikan di seluruh dunia harus merespons tiga isu besar dalam pembangunan saat ini sekaligus mencerminkan relevansinya.
Tiga isu tersebut adalah: 1) pembangunan ekonomi, 2) pembangunan sosial
budaya, dan 3) pembangunan lingkungan hidup.
Kesepakatan MDGs dan arahan UNESCO sebagai komitmen masyarakat dunia memberikan dampak besar bagi Departemen Agama dalam melaksanakan pembangunan agama dan pendidikan. Setidaknya terdapat empat sektor utama pembangunan di Departemen Agama yang kini harus mengikuti berbagai tuntutan komitmen global, yaitu : 1) perluasan dan pemerataan akses serta peningkatan mutu pendidikan dasar, 2) pengarusutamaan dan pemberdayaan gender, 3) Memerangi HIV/AIDS, dan 4). Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Selain berbagai kesepakatan di atas, aras globalisasi juga mempengaruhi substansi, fokus, dan penyelenggaraan pembangunan agama. Kaburnya batas sebuah negara yang diiringi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat pembangunan di bidang agama harus menginisiasi berbagai strategi alternatif sehingga berbagai dampak negatif dari globalisasi dapat dikendalikan. Kondisi ekonomi, sosial, pertahanan, keamanan, budaya dan sebagainya pada
suatu negara kini kian dipengaruhi oleh kondisi negara‐negara lainnya. Kebijakan suatu negara juga saling mempengaruhi dengan kondisi maupun kebijakan negara lainnya. Pelemahan ekonomi dunia yang ditandai dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi di beberapa negara maju serta berjatuhannya raksasa‐ raksasa industri di negara‐negara maju pada akhirnya juga berdampak pada pembiayaan penyelenggaraan pembangunan agama.
Gambar 1. Proyeksi Pertumubuhan Negara di Dunia
Sumber: Paparan Menkeu pada peluncuran buku “Pedoman Reformasi Perencanaan Dan Penganggaran” di Jakarta, 14 Juli 2009
Tugas dan fungsi Departemen Agama mempunyai korelasi langsung dengan kepentingan publik, dimana situasi dan kondisi publik saat ini masih menghadapi berbagai permasalahan internal dan mendasar antara lain seperti krisis ekonomi, inflasi, kemiskinan, pengangguran dan bencana alam. Dampak
fungsi Departemen Agama. Diperkirakan, beban sebagaimana tersebut masih akan berlangsung sampai tahun 2014. Sejumlah tantangan yang disebabkan oleh kondisi eksternal yang juga turut menjadi perhatian bagi Departemen Agama antara lain :
1. Kondisi ekonomi yang belum mapan mengakibatkan kesejahteraan rakyat yang belum merata penyebarannya dan munculnya berbagai masalah sosial mendasar seperti pengangguran dan kemiskinan, kondisi politik yang kadang tidak stabil pada beberapa wilyah dan konflik sosial di berbagai daerah, kemudian ditambah juga dengan berbagai bencana alam.
2. Rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ditandai antara lain dengan rendahnya hasil‐hasil pendidikan yang belum mampu memenuhi hak‐hak dasar warga negara, masih tingginya angka buta aksara dan disparitas tingkat pendidikan kelompok mampu dan penduduk miskin kota dan desa.
3. Derajat kesehatan dan status gizi masyarakat yang masih rendah, tercermin dengan masih tingginya angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan dan rentan penyakit akibat kekurangan gizi.
4. Tingginya laju pertumbuhan penduduk dan kuantitas penduduk, kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja akan hak‐hak reproduksi, masih tingginya usia kawin muda dan kurangnya penyuluhan agama terhadap calon pengantin.
5. Rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan, disamping masih adanya berbagai bentuk praktek diskriminasi terhadap perempuan dan terjadinya kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur sosio‐kultural masyarakat.
6. Munculnya konflik kepentingan antara ekonomi sumber daya alam (pertambangan, kehutanan) dengan lingkungan yang diakibatkan adanya kebijakan yang cenderung berpihak terhadap kegiatan eksploitasi sumber daya alam dan berakibat lemahnya kelembagaan pengelolaan dan penegakan hukum.
7. Tingginya angka HIV/AID, malaria dan penyakit lainnya yang telah masuk tidak hanya pada lingkungan masyarakat tetapi juga untuk lingkungan pendidikan termasuk pondok pesantren
8. Kesenjangan pembangunan antar daerah yang masih lebar terutama antara Jawa – luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) – Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta antara kota – desa.
9. Terbatasnya kemampuan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur terutama pada daerah‐daerah terpencil termasuk melakukan rehabilitasi terhadap kondisi infrastruktur yang telah rusak.
Sementara itu jumlah umat beragama yang dilayani terus berkembang sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk yang terus bertambah. Jumlah pemeluk agama sampai tahun 2005 berdasarkan data statistik yang diterbitkan BPS tahun 2005 berjumlah 213.375.287 jiwa, dengan rincian: pemeluk agama Islam 189.014.015 (88,58%), pemeluk agama Kristen 12.356.404 (5,79%), pemeluk agama Katolik 6.558.541 (3,07%), pemeluk agama Hindu 3.697.971 (1,73%), pemeluk agama Budha 1.299.565 (0,61%), pemeluk agama Kong Hu Cu 205.757 (0,10%) dan lainnya 243.034 (0,11%). Jumlah pemeluk agama seperti gambaran data tesebut, dilihat dari satu sisi sebagai subjek pembangunan adalah merupakan peluang yang dapat digerakkan untuk kemajuan pembangunan bangsa, namun sebagai objek pembangunan yang sangat majemuk maka diperlukan kearifan dalam penetapan kebijakan‐kebijakan termasuk kebijakan pada sektor agama.
Tabel 1
Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2005
No
Agama
Jumlah Penduduk
%
1
Islam
189.014.015
88,58
2
Kristen
12.356.404
5,79
3
Katholik
6.558.541
3,07
4
Hindu
3.697.971
1,73
5
Budha
1.299.565
0,61
6
Kong Hu Cu
205.757
0,10
7
Lainnya
243.034
0,11
213.375.287
100
Jumlah
Sumber BPS: SUPAS 2005Cat: Sesuai hasil SUPAS Tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 218.868.791 orang, namun yang tercatat dengan karakteristiknya hanya 213.375.287 orang
.
Grafik 1
Tabel 2
Jumlah Penduduk per‐Propinsi Menurut Agama Tahun 2005 Islam Katholik Protestan Hindu Budha Kong hu
chu Lainnya 1Nanggroe Aceh darussalam 2Sumatera Utara 8.358.192 451.977 2.615.014 12.243 243.382 3.655 4.524 11.688.987 3Sumatera Barat 4.455.251 38.308 59.178 715 604 1.608 146 4.555.810 4Riau 4.233.592 67.024 189.709 3.097 61.896 5.333 2.755 4.563.406 5Jambi 2.523.542 22.323 62.457 324 14.718 3.852 0 2.627.216 6Sumatera Selatan 6.620.135 34.954 44.736 36.126 30.393 1.064 237 6.767.645 7Bengkulu 1.515.510 5.421 17.562 6.727 1.066 0 0 1.546.286 8Lampung 6.779.663 63.975 70.833 152.715 36.882 176 328 7.104.572 9Bangka Belitung 898.293 15.012 11.638 682 72.849 44.354 0 1.042.828 10Kepulauan Riau 1.093.678 41.563 80.854 1.771 47.337 7.746 62 1.273.011 11DKI Jakarta 7.767.369 361.308 414.393 11.367 235.111 45.839 3.860 8.839.247 12Jawa Barat 38.034.636 292.367 472.996 23.165 51.948 11.739 124 38.886.975 13Jawa Tengah 30.978.227 331.017 502.334 22.923 48.047 7.451 6.115 31.896.114 14DI Yogyakarta 3.088.209 149.927 89.718 5.036 3.962 0 243 3.337.095 15Jawa Timur 35.280.993 263.526 369.227 92.875 40.919 5.578 4.989 36.058.107 16Banten 8.639.722 109.773 135.305 4.866 92.351 2.916 23.218 9.008.151 17Bali 394.691 14.220 33.968 2.926.887 7.551 614 161 3.378.092 18Nusa Tenggara Barat 4.072.265 8.362 6.410 57.879 24.618 161 0 4.169.695 19Nusa Tenggara Timur 367.495 2.312.817 1.463.969 1.558 1.520 1.228 94.595 4.243.182 20Kalimantan Barat 2.369.403 1.040.616 363.841 2.048 212.639 53.118 1.152 4.042.817 21Kalimantan Tengah 1.409.100 34.275 335.324 75.652 0 491 58.184 1.913.026 22Kalimantan Selatan 3.172.912 20.251 23.137 33.174 16.387 1.430 4.122 3.271.413 23Kalimantan Timur 2.416.490 130.179 269.643 12.662 9.200 1.819 881 2.840.874 24Sulawesi Utara 608.192 72.812 1.403.512 25.783 1.932 426 8.360 2.121.017 25Sulawesi Tengah 1.827.896 27.311 348.172 77.097 5.522 963 4.008 2.290.969 26Sulawesi Selatan 7.509.495 132.560 701.105 61.483 36.779 2.028 13.673 8.457.123 27Sulawesi Tenggara 1.871.779 24.061 25.901 38.061 677 218 0 1.960.697 28Gorontalo 902.133 1.599 10.425 5.239 544 75 0 920.015 29Sulawesi Barat 30Maluku 570.890 79.912 583.654 3.613 316 696 10.131 1.249.212 31Maluku Utara 661.722 11.285 208.270 347 95 148 0 881.867 32Irian Jaya Barat
33Papua 592.540 399.806 1.443.119 1.856 320 1.031 1.166 2.439.838 Total 189.014.015 6.558.541 12.356.404 3.697.971 1.299.565 205.757 243.034 213.375.287 Persentase 88,58% 3,07% 5,79% 1,73% 0,61% 0,10% 0,11% 100% No. Propinsi Agama Total Sumber BPS: SUPAS 2005
Cat: 1. Sesuai hasil SUPAS Tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 218.868.791 orang, namun yang tercatat dengan karakteristiknya hanya 213.375.287 orang.
2. Jumlah penduduk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam belum termasuk (ada pendataan tersendiri setelah tsunami). Dimungkinkan setelah pendataan total jumlah penduduk akan bertambah
3. Sulawesi Barat masuk ke Sulawesi Selatan dan Irian Jaya Barat masuk ke Papua
Sesuai dengan Rancangan Undang‐Undang (RUU) tentang APBN tahun 2010, telah terjadi perubahan signifikan pada indikator ekonomi makro yang menjadi dasar perhitungan APBN tahun 2010 tersebut. Asumsi pertumbuhan ekonomi 6,8 % turun menjadi 6,4 %, inflasi 6 % menjadi naik 6,5 %, nilai tukar rupiah Rp. 9.100,‐ per US$ naik dalam kisaran mencapai Rp 12.000,‐ per US$, asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$ 40‐60 per barel berubah menjadi US$ 50‐70 per barel. Berdasarkan angka perubahan tersebut di atas maka pemerintah perlu melakukan penyesuaian terhadap APBN 2010
Pemaparan kondisi APBN dalam buku ini dimaksudkan mempunyai korelasi yang sangat erat kaitannya dengan tersedianya anggaran Departemen Agama. Secara mikro bahwa besaran APBN termasuk kebijakan tentang pengelolaannya akan mempengaruhi pula alokasi dan pengelolaan besaran anggaran di lingkungan Departemen Agama. APBN 2010 mengalami tekanan ekonomi yang sangat berat dari berbagai faktor penyebab baik internal maupun eksternal, antara lain fluktuasinya harga minyak mentah di pasar dunia, krisis ekonomi di Amerika yang berdampak kepada terhambatnya investasi di dalam negeri, eksport komoditi, ditariknya modal dari dalam negeri, pemutusan hubungan kerja, meningkatnya jumlah pengangguran, bencana alam, tingginya angka kemiskinan, dipacunya modal ke sektor pendidikan dan sektor kesehatan. Tekanan ini berdampak kepada belanja pemerintah pusat dan daerah yang harus diberikan sesuai kemampuan dan skala prioritas. Di sisi lain, penerimaan APBN yang berasal dari pendapatan dalam negeri dan hibah masih mengalami fluktuatif akibat dampak dari krisis ekonomi sebagaimana tersebut di atas dan antara lain mengharuskan kepada pemerintah untuk melakukan efesiensi dan efektivtas terhadap sumber‐sumber yang ada. Penerimaan negara itu terdiri dari :
1. Penerimaan Negara dan Hibah: a. Penerimaaan Dalam Negeri :
1) Pajak dalam negeri (pajak penghasilan migas dan non migas) 2) Pajak pertambahan nilai
3) Pajak bumi dan bangunan 4) BPHTB
6) Pajak lainnya
b. Pajak Perdagangan Internasional 1) Bea masuk
2) Pajak/pungutan eksport c. Penerimaan Negara Bukan Pajak
1) Penerimaan sumber daya alam (migas dan non migas) 2) Bagian laba BUMN
3) PNBP lainnya d. Hibah
Sementara itu, terhadap belanja pemerintah juga agar ditekan dengan menstandarisasikan kebutuhan dan bukan melakukan belanja yang berada di luar kemampuan. Oleh karenanya terhadap belanja pemerintah termasuk belanja barang dan investasi perlu dilakukan penghematan dan penajaman sesuai skala prioritas yang tersedia. Adapun belanja pemerintah itu terdiri dari :
1. Belanja Negara :
a. Belanja Pemerintah Pusat :
1) Pembayaran bunga utang (utang dalam negeri dan luar negeri) 2) Subsidi (BBM dan non BBM)
b. Belanja Pemerintah Daerah
1) Dana Perimbangan (dana bagi hasil, DAU, DAK) 2) Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
c. Surplus/Defisit Anggaran
Untuk melihat struktur APBN 2010 dengan jelas, berikut ini dipaparkan tabel kondisi APBN 2010 sesuai RUU tentang APBN 2010
Tabel 3. Struktur APBN 2010
I. PENERIMAAN
1 Penerimaan Pajak Rp 729.165.237.000.000 Pajak Dalam Negeri Rp 702.033.879.000.000
Pajak Perdagangan Internasional Rp 27.131.358.000.000
2 Penerimaan Bukan Pajak Rp 180.889.044.189.000 Penerimaan Sumber Daya Alam Rp 111.453.864.164.000
Laba BUMN Rp 23.005.143.000.000 PNBP lainnya Rp 36.719.144.708.000 Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) Rp 9.710.892.317.000
3 Penerimaan Hibah Rp 1.421.500.000.000 Jumlah Anggaran Pendapatan Negara
II. BELANJA
1 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Rp 699.688.128.265.000 2 Anggaran Belanja Ke Daerah Rp 309.797.580.800.000
Dana Perimbangan
- Dana Bagi Hasil Rp 76.586.089.800.000 - Dana Alokasi Umum Rp 195.805.611.700.000 - Dana Alokasi Khusus Rp 20.587.850.500.000 Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
- Dana Otonomi Khusus Rp 8.878.028.800.000 - Dana Penyesuaian Rp 7.940.000.000.000 Jumlah Anggaran Belanja Negara
Selisih/Defisit Anggaran Rp 911,475,781,189,000 - Rp 1,009,485,709,065,000 =
, Pembiayaan Dalam Negeri Pembiayaan Luar Negeri Catatan tambahan :
* PNBP Dep. Agama Rp 404.569.752.000
- Pendapatan Jasa KUA Rp 58.574.400.000 - Pendapatan Pendidikan Depag Rp 345.995.352.000 *
* *
Rocan, ... September 2009
Anggaran Pendidikan 20% x Rp.1,009,485,709,065,000,- = Rp. 201,930,649,204,000,- dibagi A. Daerah = Rp.122,799,656,400,000,- B. Pusat = Rp. 79,130,992,804,000,- dibagi a. Diknas = Rp. 51,514,324,253,000,- b. Dep. Agama = Rp. 22,695,365,732,000,- c. K/L lainnya = Rp.3,194,020,222,000,- d. Bag. Anggaran 999 = Rp. 1,727,282,597,000,-
1.009.485.709.065.000 Rp (98.009.927.876.000) Rp 107.891.435.453.000 Rp (9.881.507.577.000) Rp
APBN Dep. Agama 2010 sebesar Rp. 27.238.717.517.000,- (3,89%) dari Belanja Pemerintah Pusat Rp. 699,688,128,265,000 Besar defisit Rp. 98.009,927,876,000,- adalah (9,71% ) dari Anggaran Pendapatan Negara Rp. 911.475.781.189.000,- sehingga penggunaan anggaran belanja hanya 90,29% dari Anggaran
RINCIAN JUMLAH 911.475.781.189.000 Rp 292.979.552.000.000 Rp 16.818.028.800.000 Rp
C. KONDISI LINGKUNGAN INTERNAL
Di lingkungan internal Departemen Agama, masih banyak faktor yang harus dibenahi agar pembangunan bidang agama dapat mencapai sasaran sesuai yang ditetapkan. Di bidang sumber daya manusia, sebagian pegawai Departemen Agama belum dapat melaksanakan tugasnya masing‐masing. Kelemahan tersebut terjadi antara lain karena rekrutmen pegawai belum
berjalan sesuai tuntutan paradigma baru yang berkembang dan belum berdasarkan analisis jabatan yang cermat. Penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan skill yang dimiliki (the right man on the wrong place) menyebabkan pegawai tidak cakap dalam menyelesaikan tugasnya.
Selain lemahnya kualitas sumber daya manusia pegawai Departemen Agama, dari segi kuantitas pegawai memang besar tetapi ternyata besaran tersebut belum sesuai dengan kebutuhan, sebagai contoh; kebutuhan jumlah tenaga guru masih dirasa kurang. Tenaga guru untuk Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah maupun Aliyah sejauh ini dirasakan belum memadai. Demikian juga untuk guru‐guru agama di sekolah umum masih perlu ditambah. Kondisi yang sama juga dialami oleh dunia pendidikan Kristen, Katolik, Hindu maupun Buddha. Walaupun setiap tahun pengangkatan tenaga guru diutamakan, utamanya pengangkatan tenaga guru honorer yang mengalami hambatan. Jumlah guru honorer yang diangkat belum memenuhi dari yang diusulkan. Hal ini juga berpengaruh terhadap mutu pendidikan anak serta mentalitas bangsa. Dari sisi lain, permasalahan di bidang pendidikan terjadi karena distribusi atau penyebaran tenaga administrasi kurang merata. Oleh karena itu, selain perlunya peninjauan penyebaran tenaga administrasi, juga perlu usaha untuk peningkatan tenaga administasi menjadi pegawai fungsional atau sebaliknya membatasi tenaga fungsional yang akan beralih profesi ke tenaga administrasi. Proses kesetaraan guru agama, sertifikasi guru, tunjangan profesi masih belum selesai. Ditamabah lagi untuk guru agama NIP 13 yang belum jelas apakah masuk ranah Departemen Agama atau ranah Departemen Pendidikan Nasional. Padahal batas waktu sertifikasi bagi guru agama yang belum sertifikasi itu diperkirakan sampai dengan tahun 2014, sesudahnya semua guru agama yang yang diangkat harus sudah memiliki sertifikasi. Artinya ke depan kualitas guru memang diharapkan mumpuni dan semakin sarat dengan profesionalitas.
Minimnya jumlah sumber daya manusia yang melayani bidang sosial keagamaan juga dapat dilihat pada kurangnya jumlah tenaga penyuluh keagamaan. Padahal, di beberapa daerah terpencil dimana sarana pendidikan agama dan keagamaan sangat terbatas, maka peran tenaga penyuluh sangat signifikan dalam memberikan bimbingan keagamaan. Sementara, kebijakan
pembinaan kepegawaian terhadap tenaga penyuluh yang sudah ada juga tidak mendorong terbangunnya etos kerja. Sebagian tenaga penyuluh yang ada masih
berstatus honorer dan jumlah honor penyuluh yang mereka terima sesuai DIPA Departemen Agama sangat kecil dan masih sangat jauh dari kelayakan standar upah minimum regional, yaitu Rp. 100.000,‐/orang bulan. Sehingga penghasilannya sangat tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Secara manusiawi, hal ini tentu akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas sebagai penyuluh agama. Data Penyuluh Agama PNS (Pinmas 2005) berjumlah 13.765 terdiri : Islam 2.137, Kristen 4.858, Katolik 2.547, Hindu 1.145 dan Buddha 3.078. Sementara jumlah Penyuluh Agama Non PNS pada kegiatan prioritas RKP Departemen Agama tahun 2009 berjumlah 90.510.
Permasalahan lain terdapat pada pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Islam yaitu di Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Data tentang pendidikan keagamaan Islam menyebutkan bahwa jumlah siswa/santri terdiri dari 7.038.661 orang, 58.6723 lembaga yang mencakup: Salafiyah 8.001 lembaga, Ashriyah 3.881 lembaga, Kombinasi 9.639 lembaga, Madin dalam Pontren sebanyak 8.485 lembaga dan Madin di luar Pontren sebanyak 28.617 lembaga. Pendidikan agama dan pendidikan keagamaan telah memiliki dasar hukum yang kuat yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Namun demikian penjabaran Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tersebut belum selesai (dalam proses), sehingga untuk proses membuat nomenklatur dan akun di Departemen Keuangan masih memerlukan waktu yang cukup lama. Padahal bila dilihat dari korelasi sisi analisis makro PP 55 Tahun 2007 dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang di dalamnya sudah memuat dan mengatur menyeluruh aspek pendidikan formal dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, PP 55 Tahun 2007 terlepas dari UU Nomor 20 Tahun 2003. Dimungkinkan, dimana terjadi perubahan iklim political will, maka Departemen Agama hanya mengelola Pendidikan Agama dan Keagamaan. Kondisi inilah yang perlu diantisipasi oleh internal Departemen Agama.
Dari analisis row materials (data mentah) ini, tentunya akan berdampak kepada beban dan kinerja Departemen Agama yang masih sangat memerlukan
perhatian ke depan. Terbukti dengan dipaparkannya hasil dari pemeriksaan BPK tahun terakhir ini bahwa Departemen Agama masih Disclaimer. Dengan kata lain, tuntutan untuk menuju remunerisasi di Departemen Agama belum terpenuhi. Jadi artinya ketatalaksanaan dan kinerja sumber daya manusia di lingkungan Departemen Agama menjadi fokus prioritas untuk ditingkatkan guna mengisi pembangunan yang berkelanjutan.
Selain masalah kuantitas dan kualitas sumber daya manusia di Departemen Agama, sarana dan prasarana kantor masih banyak yang memperihatinkan. Sebagai gambaran, Kantor Urusan Agama, khususnya di luar Jawa, masih banyak yang belum memiliki kantor yang memadai, apalagi dengan adanya pemekaran wilayah maka penambahan gedung/kantor itu merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar‐tawar lagi. Begitu pula terhadap kebutuhan gedung Balai Nikah yang layak merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan kebutuhan masyarakat agamis. Masyarakat melaksanakan proses administrasi pernikahan dan bahkan akad nikah banyak dilakukan di gedung Balai Nikah. Jadi dilihat dari sisi kebutuhan, tugas dan fungsi Kantor Departemen Agama Kecamatan (KUA) merupakan ujung tombak pelayanan Departemen Agama yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat bawah.
Pelayanan terhadap jamaah haji sering kali dianggap sebagai barometer pelayanan dari Departemen Agama, di samping itu penyelenggaraan ibadah haji juga membawa nama baik dan martabat bangsa. Namun setiap musim haji sering kali muncul permasalahan karena terbatasnya sarana dan prasarana, dan khususnya kuantitas sumber daya manusia yang bermuara kepada kinerja institusi haji yang masih memerlukan peningkatan, pembinaan teknis dan pembinaan manajemen. Hal ini dimaksdukan guna masyarakat pengguna haji memperoleh pelayanan optimal.
Berbagai kondisi yang ada di lingkungan internal Departemen Agama seperti tergambar di atas, menjadi satu tantangan agar pembangunan bidang agama mampu meminimalisasi kekurangan dan kelemahan yang ada di satu sisi serta di lian sisi agar mempertahankan potensi yang selama ini menjadi pendukung bagi suksesnya pembangunan bidang agama. Oleh karenanya peningkatan anggaran Departemen Agama untuk fungsi agama sebagai salah
satu solusi peningkatan kinerja menjadi prioritas kebutuhan yang tidak bisa ditawar‐tawar.
Dengan melihat kondisi APBN 2010 sebagaimana tersebut di atas, maka dimaklumi terhadap alokasi anggaran di 76 kementerian/lembaga rata‐rata tidak mengalami kenaikan yang signifikan bahkan terjadi menurun. Akan tetapi untuk Departemen Agama terjadi kenaikan, besaran kenaikan tersebut
mencapai 2,18%, yaitu dari anggaran tahun 2009 sebesar
Rp.26.656.600.559.000,‐ naik di tahun 2010 menjadi 27.238.717.517.000,‐ Sehubungan hal itu, dengan melihat visi, misi, tugas pokok dan fungsi Departemen Agama serta melakukan analisis faktor internal dan eksternal (kekuatan, kelemahan dan peluang, ancaman) dan mengamati hasil evaluasi kinerja Departemen Agama tahun 2009 maka untuk tahun anggaran 2010 Departemen Agama tetap akan melanjutkan penajaman terhadap Fungsi Agama dan Fungsi Pendidikan melalui program‐program dan skala prioritas kegiatan. Hal ini dimaksudkan, disamping untuk menuntaskan kegiatan yang tertinggal dan mengantisipasi kebutuhan ke depan sesuai dinamika dan kondisi tuntutan global.
Sesuai Renstra 2010 ‐ 2014 diperkirakan pemerintah masih menghadapi pertumbuhan ekonomi yang belum menggembirakan, mengingat sektor riil, sektor pendidikan, sektor kesehatan dan sektor pertambangan dan energi yang mempunyai korelasi langsung pada tingkat kesejahteraan dan kualitas manusia Indonesia terkena dampak krisis ekonomi global. Tahun 2010, Pemerintah masih akan memberlakukan kebijakan penekanan pengeluaran terhadap government
expenditure atau belanja pemerintah, melanjutkan program dan atau pekerjaan fisik yang masih tersisa, penertiban belanja pegawai, penertiban akun. Kebijakan APBN 2010 tidak banyak mengalami perubahan signifikan dari APBN 2009, kecuali untuk sektor pendidikan dan program bantuan/subsidi. Untuk sektor pendidikan pemerintah berupaya memenuhi amanat Undang‐Undang Dasar (amandemen) tentang penyediaan dana pendidikan sebesar minimal 20 % dari APBN/APBD. Belanja pemerintah lainnya masih harus dicadangkan untuk menutupi dampak bencana alam dan peningkatan hidup rakyat miskin,
mengatasi peningkatan jumlah pengangguran akibat krisis global ekonomi serta menutup pembayaran hutang luar negeri. Oleh karena itu, secara umum
anggaran tahun 2010 kementerian/lembaga tidak banyak mengalami
peningkatan yang signifikan kecuali pada kementerian/lembaga yang mengelola pendidikan.
Kebijakan pemerintah tentang alokasi kenaikan anggaran pendidikan melaui pengikatan program/kegiatan di dalam RKP memberikan implikasi positif terhadap penerimaan total anggaran Departemen Agama tahun 2010 sehingga mengalami peningkatan yang semula sebesar Rp. 26.656.600.559.000,‐.(2009) menjadi Rp 27.238.717.517.000,‐ (2010) atau naik 2,18 %.
Tabel 4.
Struktur Anggaran Departemen Agama Tahun 2009 dan Tahun 2010
*) Anggaran 2010 merupakan Pagu Definitif berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor
SE‐2679/MK.02/2009 Tanggal 24 September 2009
Jika dikaji lebih jauh, penyebab kenaikan anggaran Departemen Agama itu juga dipengaruhi antara lain oleh beberapa kebijakan berikut:
1. Kenaikan gaji PNS, TNI, POLRI sebesar 5% dari gaji pokok yaitu sebesar Rp. 874.464.781.000,‐;
2. Kenaikan uang makan PNS (dari Rp. 15.000,‐/hari kerja menjadi Rp. 20.000,‐ /hari kerja) sebesar Rp. 657.315.793.000,‐;
3. Kenaikan uang lauk pauk TNI/POLRI (dari Rp. 35.000,‐/hari menjadi Rp. 40.000,‐/hari) sebesar Rp. 1.416.046.140.000,‐
4. Tambahan pagu penggunaan PNBP pada beberapa K/L sebesar Rp. 1.014.532.253.000,‐
5. Tambahan pagu hibah sebesar Rp. 27.686.000.000,‐
6. Tambahan anggaran pendidikan sesbesar Rp. 5.766.300.000.000,‐ yang diberikan kepada K/L yang melaksanakan fungsi pendidikan;
7. Tambahan pagu hasil optimalisasi pada beberapa K/L sebesar Rp. 2.835.900.000.000,‐
Grafik 2
Perkembangan Anggaran Departemen Agama Tahun 2000 – 2010
*) Anggaran 2010 merupakan Pagu Definitif berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE‐
Dengan memperhatikan perkembangan data time series selama sepuluh tahun terakhir ini pada grafik 2 di atas tentang data time series sepuluh tahun anggaran Departemen Agama sejak tahun 2000 – 2010 telah terjadi peningkatan anggaran yang cukup signifikan. Kenaikan anggaran sebagaimana tersebut, atas perjuangan dan bantuan seluruh satuan organisasi di lingkungan Departemen Agama Pusat dan Daerah terutama dalam membantu tersedianya bahan/data untuk penyusunan program, anggaran dan kegiatan Departemen Agama serta intensifikasi kinerja perencana yang berkualitas.
Pendekatan strategi dan kebijakan Departemen Agama dalam
penyusunan kebutuhan anggaran menggunakan pendekatan strategi kebutuhan fungsi yaitu Pendekatan Fungsi Pendidikan dan Fungsi Agama. Kebutuhan kedua fungsi ini tetap terus disampaikan Departemen Agama kepada Pemerintah melalui Bappenas, Departemen Keuangan, DPR, praktisi‐praktisi dan tokoh masyarakat untuk meyakinkan Pemerintah bahwa Departemen Agama tetap membutuhkan kenaikan anggaran pada tahun 2010 – 2014 terutama untuk
anggaran Fungsi Agama, mengingat beban Departemen Agama dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya di era globalisasi ini cukup berat, khususnya untuk fungsi agama, sehingga korelasi terhadap isu‐isu strategis nasional dan internasional
Sedangakan isu nasional yang menjadi kebutuhan mendasar internal Departemen Agama bagi seluruh jajaran Departemen Agama pusat dan daerah untuk mengisi pembangunan bangsa dapat dijabarkan sebagaimana tersebut di bawah ini sebagai berikut:
1. Penanggulangan dampak negatif globalisasi, modernisasi dan reformasi 2. Internalisasi nilai‐nilai demokrasi dan HAM
3. Indikator pembangunan bidang agama 4. Peningkatan pelayanan peribadatan
5. Perluasan wawasan dan peningkatan pendalaman keagamaan 6. Pengembangan data dan informasi kegamaan
8. Pemberdayaan dan peningkatan peran tempat ibadah dan lembaga
keagamaan
9. Peningkatan mutu pendidikan agama dan keagamaan 10. Peningkatan sarana keagamaan
11. Peningkatan kualitas keluarga sakinah / sukinah / hita sukaya, bahagia dan masyarakat madani
12. Pemberdayaan umat melalui mobilisasi potensi zakat, wakaf produktif dan dana keagamaan lainnya
13. Peningkatan fungsi budaya dan rekreasi bidang agama melalui program pengembangan budaya dan rekreasi yang bernuansa religius
14. Penguatan kelembagaan, peningkatan pegarusutamaan gender dan
perlindungan anak.
15. Penelitian agama dan keagamaan
16. Peningkatan dan penguatan kelembagaan
BAB IV
PROGRAM DAN KEGIATAN 2010 DEPARTEMEN AGAMA
A. PROGRAM DEPARTEMEN AGAMA TAHUN 2010
Dalam rangka penyusunan program tahun 2010, Departemen Agama terus melakukan upaya sinkronisasi program dan anggaran pada jajaran eselon I dan II, penajaman program dan kegiatan dan pembangunan yang berkorelasi dengan pembangunan daerah serta pengurangan kegiatan yang duplikasi di tingkat pusat dengan tingkat daerah. Hal ini ditujukan agar program Departemen Agama dapat lebih efisien dan memenuhi asas kesinambungan dan saling berkait menuju pencapaian visi dan misi Departemen Agama. Tahun 2010 Departemen Agama tetap memprioritaskan penekanan kenaikan anggaran untuk fungsi pendidikan dan fungsi agama, namun mengingat kondisi APBN
masih fluktuatif maka Departemen Agama paling tidak berupaya
mempertahankan posisi perolehan anggaran sama seperti tahun 2009.
Departemen Agama mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keagamaan. Dalam menyelenggarakan tugasnya, Departemen Agama menjalankan 5 fungsi dan 21 program, yaitu sebagai berikut :
1. Fungsi Pelayanan Umum, 6 program :
a. Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik
b. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara c. Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan
d. Program Pengelolaan Sumber Daya Aparatur e. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
f. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara
2. Fungsi Pariwisata dan Budaya, 1 program :
a. Program Pembinaan dan Peningkatan Partisipasi Pemuda
a. Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan Beragama
b. Program Peningkatan Pemahaman, Penghayatan, Pengamalan dan Pengembangan Nilai‐Nilai Keagamaan
c. Program Peningkatan Kerukunan Umat Beragama d. Program Penelitian dan Pengembangan Agama
e. Program Pengembangan Lembaga‐Lembaga Sosial Keagamaan dan Lembaga Pendidikan Agama
4. Fungsi Pendidikan, 8 program :
a. Program Pendidikan Anak Usia Dini
b. Program Wajib Belajar Pendidikan Sembilan Tahun c. Program Pendidikan Menengah
d. Program Pendidikan Non Formal e. Program Pendidikan Tinggi
f. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan g. Program Manajemen Pelayanan Pendidikan
h. Program Peningkatan Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
5. Fungsi Perlindungan Sosial, 1 program :
a. Program Penguatan Kelembagaan Pengarustamaan Gender dan Anak
B. KEGIATAN PRIORITAS DEPARTEMEN AGAMA TAHUN 2010
Dalam rangka pencapaian target, sasaran, dan output program/kegiatan prioritas nasional yang tertuang dalam RKP 2010, K/L termasuk di dalamnya Departemen Agama diminta untuk mengupayakan peningkatan efisiensi dan optimalisasi pagu dengan tidak melakukan pengurangan/pergeseran terhadap: 1. Kegiatan‐kegiatan yang tertuang dalam fungsi pendidikan untuk kegiatan
selain fungsi pendidikan di luar pendidikan kedinasan;