• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Gambaran Umum Penyaluran Kredit UMKM di BN

5.1.3 Kondisi Penyaluran Kredit UMKM Agribisnis di BN

Pada segmentasi untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) pihak BNI sendiri juga telah memiliki space available yang terdapat pada lampiran 6 yang digunakan untuk segmentasi usaha kecil, termasuk diantaranya sektor pertanian. Pada BNI sektor pertanian terbagi menjadi beberapa unit sektor atau biasa disebut dengan sub sektor antara lain:

a. Sektor pertanian itu sendiri yang mencakup tanaman pangan,tanaman perkebunan, perikanan dan peternakan.

b. Sektor kehutanan dan pemotongan kayu (logging) c. Sektor perburuan

d. Sektor sarana pertanian.

Untuk segmentasi usaha pertanian itu sendiri, kredit yang disalurkan melalui BNI berada pada mapping dark green yang artinya sektor ini masih diperbolehkan dalam segi penyaluran kredit.

Bagi Kabupaten Karawang, penyaluran kredit UMKM potensial untuk pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah. Iklim usaha yang potensial ini membuat lembaga keuangan berproyeksi bahwa penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) akan menjadi suatu yang profitable.

Dalam teknis penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), terdapat beberapa permasalahan mengenai kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan proses penyaluran kredit tersebut seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk BNI sendiri yakni BNI Wirausaha (BWU). Permasalahan yang ditinjau dari sisi perbankan selaku penyalur dana antara lain:

a. Debitur merupakan debitur baru dan tidak sedang menerima kredit.

b. Aksesibilitas penyaluran dana ke masyarakat di tingkat desa maupun kelurahan dirasakan masih kurang.

c. Karakter masyarakat peminjam kredit yang lebih senang membayar tidak sekaligus, seperti : membayar Rp 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah) per bulan lebih berat daripada sebesar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) per hari.

d. Tingkat bunga yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan bank konvensional lain.

Sistem Informasi Debitur (SID) yang dibuktikan dengan hasil BI Checking

menyulitkan bagi bank mendapatkan debitur. Sebaliknya bagi debitur yang telah mendapatkan kredit baik dalam bentuk kredit konsumsi, kredit investasi dan kredit modal kerja) menjadi penghalang untuk permohonan Kredit Usaha Rakyat (KUR) padahal mereka sangat membutuhkan modal usaha. Selain itu definisi debitur baru telah menutup peluang bagi debitur yang sedang menerima kredit dari lembaga perbankan atau kredit program pemerintah untuk mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau sehingga solusi yang dilaksanakan oleh pihak bank adalah memberikan skim pinjaman komersial lain kepada calon debitur tersebut.

Selain permasalahan mengenai status calon debitur, masalah lain yakni mengenai aksesibilitas penyaluran dana ke masyarakat di tingkat Desa maupun Kelurahan masih kurang sehingga perlu dilakukan penambahan bank penyalur. Hal ini diperlukan mengingat jumlah bank penyalur yang ada sekarang dirasakan sangat terbatas bila menginginkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) lebih merakyat terutama dalam menjangkau calon debitur sektor pertanian dan perikanan. Keberadaan Unit Kredit Kecil (UKC) dan Sentra Kredit Kecil (SKC) sebagian besar berada di kantor cabang BNI tingkat Kabupaten maupun Kecamatan. Oleh karena itu, masyarakat yang berada di Desa maupun Kelurahan kurang dapat terjangkau oleh pihak BNI.

Lain halnya dengan aksesibilitas salah satu bank BUMN yang sudah lama dikenal oleh rakyat karena aksesnya yang merata hingga ke tingkat pedesaan. Bila

pihak BNI menambah Unit Kredit Kecil (UKC) untuk memenuhi kebutuhan penyaluran dana masyarakat, maka perlu ditinjau ulang mengenai urgensinya. Hal ini erat kaitannya dengan penambahan sumber daya manusia (SDM ) dan beban biaya yang akan dikeluarkan untuk operasionalisasi kantor tersebut. Adapun solusi yang ditawarkan untuk sementara waktu yakni dengan diadakannya kerja sama dengan pihak bank perkreditan rakyat yang dapat menjangkau hingga ke tingkat Desa dan Kelurahan. Selain itu perlu terus dilaksanakannya metode jemput bola kepada usaha – usaha usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang berada di tingkat pedesaan dan berpotensi untuk disalurkannya kredit kepada usaha tersebut.

Permasalahan ketiga yakni mengenai karakter masyarakat peminjam yang lebih senang membayar secara rutin per hari dengan nominal yang lebih kecil dibandingkan pembayaran sekaligus per bulan. Mengingat karakter masyarakat daerah yang seperti itu, maka pihak perbankan hanya memaklumi sambil terus melakukan penagihan cicilan pinjaman dengan rutin setiap bulannya. Hal ini lebih efektif dibandingkan mengikuti karakteristik masyarakat untuk menagih setiap hari. Perlu diketahui bahwa batasan kemampuan pihak bank dalam penagihan dikarenakan sumber daya manusia dari tiap Unit Kredit Kecil yang terbatas.

Pertimbangan akan tingkat bunga yang cukup tinggi juga menjadi permasalahan di kalangan perbankan. Dimana tingkat bunga dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang berkisar 16% efektif dan BNI Wirausaha (BWU) sekitar 17 - 18% flat cukup tinggi dibandingkan tingkat bunga di bank lain yakni sekitar 12 % efektif. Tingkat bunga yang tinggi akan menyulitkan debitur dalam pengembalian

pinjaman terkait persaingan bisnis yang cukup ketat sehingga menekan perolehan laba. Oleh sebab itu pengenaan tingkat bunga kredit haruslah layak dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian modal yang ditanamkan dalam suatu usaha.

Pada Unit Kredit Kecil (UKC) BNI Cabang Karawang, penyaluran kredit kepada sektor agribisnis tidak terlalu banyak. Hal ini dikarenakan penyaluran kredit terkait dengan permohonan kredit itu sendiri. Penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM ) dari pihak BNI yang telah disalurkan antara lain mayoritas disalurkan ke sektor perdagangan umum. Sedangkan yang berkaitan dengan penelitian ini yakni untuk sektor agribisnis, kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang telah disalurkan oleh pihak BNI yakni kepada bidang perdagangan beras dan sarana produksi pertanian (saprotan).

Secara umum dapat dilihat bahwa penyaluran kredit yang dilakukan oleh pihak BNI sebagian besar berasal dari pengajuan kredit dari calon debitur walaupun usaha untuk mencari prospek calon debitur pun tetap dilakukan dengan beberapa cara seperti menawarkan kredit dan partisipasi dalam pameran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) baik tingkat regional maupun nasional.

Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan kredit program yang ditawarkan untuk koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan komposisi perbandingan penjaminan antara pemerintah dengan perbankan sebesar 70% : 30% dengan bunga maksimum 16% per tahun efektif serta jumlah kredit maksimum Rp. 500.000.000 (lima ratus ribu rupiah) per debitur. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) memang bukan produk satu institusi pemerintah saja.

Akibatnya, realisasi program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sangat bergantung pada koordinasi antarinstitusi. Saat ini penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhambat dengan tidak sejalannya kebijakan antar institusi. Pengawasan pengusaha bermodal kecil tetap diperlakukan sama seperti investor kelas kakap. Salah satunya penerapan kebijakan baru BI yang mengatur mekanisme penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Sementara itu dana-dana perbankan konvensional, yang memiliki likuiditas sangat cukup masih tetap kurang menarik bagi para pelaku bisnis usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Selain aspek formalitas yang masih sulit dipenuhi seperti aspek jaminan dan proposal kelayakan usaha, bunga kredit perbankan pun saat ini masih dianggap terlalu mewah. Menurunnya bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) di bawah 7% ternyata tidak serta-merta menurunkan bunga bank penyalur kredit di lapangan. Dengan demikian, likuiditas besar yang tersedia itu tidak mampu secara signifikan memberikan kontribusi pada perkembangan usaha para pelaku bisnis mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

Indikasi rendahnya penyaluran kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) kepada sektor agribisnis cukup disayangkan mengingat potensi usaha UMKM di daerah Kabupaten Karawang sebagian besar masih berskala usaha rumah tangga dan pertanian masih menjadi tumpuan hidup sebagian besar pelaku usaha UMKM di daerah tersebut. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang berada di daerah Kabupaten Karawang umumnya berupa usaha penggilingan padi organik, usaha olahan herbal seperti jahe instan, temulawak instan, kunyit

instan, usaha makanan olahan seperti kue kering, tepung roti, rangginang, pengolahan escargot (olahan bekicot), kue semprong, usaha pengolahan telur asin, usaha pengolahan madu hutan, kerajinan tangan (handicraft) yang berupa kerajinan rotan dan pahatan kayu, usaha konveksi jaket, usaha pembuatan bola sepak dan kerajinan boneka anak.

Sebagai bahan evaluasi dari perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Karawang adalah publisitas informasi produk UMKM yang baik sehingga produk UMKM Kabupaten Karawang dapat dikenal dengan baik dan meningkatkan kapasitas penjualan. Selain publisitas informasi produk UMKM, diperlukan juga pendekatan kerja sama antar daerah sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengalokasian sumber daya. Kerja sama antar daerah dalam pengembangan UMKM ini dapat menumbuhkan iklim usaha kondusif secara regional, mengelola pemasaran bersama, meningkatkan akses baik pembiayaan, informasi maupun teknologi bagi UMKM.

Pendekatan kegiatan dapat dilakukan secara regional karena kekuatan kewilayahan dalam mengembangkan UMKM diperlukan untuk membentuk skala ekonomi yang besar dan tidak terpisah secara kedaerahan. Kerja sama beberapa Kabupaten/Kota yang tergabung dalam suatu daerah diharapkan mampu mengerahkan seluruh potensi wilayah dalam semangat kebersamaan pengembangan UMKM.

5.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit UMKM

Dokumen terkait