• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 DAYASAING AGRIBISNIS KOPI INDONESIA

2. Kondisi Permintaan

1) Komposisi Permintaan Domestik

Kondisi permintaan merupakan salah satu faktor yang penting dalam upaya peningkatan dayasaing kopi Indonesia, semakin besar permintaan konsumen terhadap kopi Indonesia maka tentunya akan dapat meningkatkan dayasaing kopi Indonesia di pasar internasional.

Komposisi permintaan domestik menurut Ditjenbun terdiri dari industri rumah tangga, industri kembang gula, industri minuman, dan industri lainnya. Konsumsi kopi terbesar adalah konsumsi industri rumah tangga yang mencapai 85 persen setiap tahunnya. Sedangkan industri kembang gula mencapai delapan persen setiap tahunnya, industri minuman sekitar lima persen dan sisanya dua persen untuk konsumsi sektor industri lain.

2) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan

Dilihat dari sejarah perkembangan kopi di Indonesia, sejak kopi menjadi salah satu komoditi andalan Pemerintah Hindia Belanda pada awal tahun 1900an, kopi-kopi yang dihasilkan oleh perkebunan yang dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda hampir semuanya diekspor. Kopi-kopi yang berkualitas rendah dan tidak laku dieksporlah yang dijual atau diberikan kepada rakyat dan buruh kebun untuk dijadikan minuman. Selera minum kopi dari bahan kopi yang berkualitas rendah ini terbawa secara turun temurun hingga sekarang dan bahkan dibeberapa daerah khususnya di Jawa, kopinya dicampur dengan beras atau jagung. Dengan

meningkatnya taraf hidup dan pergeseran gaya hidup masyarakat perkotaan di Indonesia telah mendorong terjadinya pergeseran dalam pola konsumsi kopi khususnya pada kawula muda. Generasi muda pada umumnya lebih menyukai minum kopi instant, kopi three in one maupun minuman berbasis expresso yang disajikan di café-café. Sedangkan kopi tubruk (kopi bubuk) masih merupakan konsumsi utama masyarakat/penduduk di pedesaan dan golongan tua.

Laju pertumbuhan konsumsi kopi dalam negeri selama kurun waktu 2010 sampai 2014 mengalami fluktuasi meskipun perubahannya sangat kecil, yaitu rata-rata sebesar 0.75 persen setiap tahunnya dan hanya sebesar 0.93 Kg/Kapita/tahun rata-rata konsumsinya. Berikut adalah jumlah konsumsi kopi Indonesia tahun 2010 sampai 2014.

Tabel 8 Jumlah Konsumsi Kopi Indonesia Tahun 2010-2014 No. Tahun Jumlah

Penduduk (Jiwa) Kebutuhan Kopi (Kg) Konsumsi Kopi (Kg/Kapita/Tahun) 1 2010 237 000 000 190 000 000 0.80 2 2011 241 000 000 210 000 000 0.87 3 2012 245 000 000 230 000 000 0.94 4 2013 249 000 000 250 000 000 1.00 5 2014* 253 000 000 260 000 000 1.03 *Angka Sementara Sumber : AEKI, 2014

Berdasarkan tabel di atas, jumlah konsumsi kopi rata-rata Indonesia setiap tahunnya (2010-2014) adalah sebesar 228 000 000 Kg atau 228 000 ton kopi pertahun atau hanya sebesar 32.47 persen dari total produksi kopi Indonesia. 3) Internasionalisasi Permintaan Domestik

Sebagian besar produk kopi Indonesia ditujukan untuk ekspor guna memenuhi kebutuhan pasar internasional. Hingga saat ini industri kopi domestik masih bertumpu pada ekspor dalam bentuk biji kopi yang nilai tambahnya tentu lebih rendah dari kopi olahan.

Tujuan ekspor kopi utama Indonesia antara lain adalah ke negara-negara anggota MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa), negara kawasan Amerika khususnya negara Amerika Serikat serta negara di kawasan Asia seperti Jepang, Singapura, Korea, dan Malaysia (AEKI, 2005).

Indonesia mengekspor sebagian besar kopi yang diproduksinya. Ekspor kopi Indonesia sebagian besar terdiri dari ekspor kopi Robusta. Tujuan ekspor kopi Indonesia masih didominasi oleh negara-negara Eropa, USA, dan beberapa negara Asia seperti Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, Pilipina, Singapura dan beberapa negara Afrika seperti Afrika Selatan, Mesir dan UEA. Namun negara tujuan ekspor utama Indonesia adalah Amerika, Jepang, dan Jerman. Berikut adalah perkembangan ekspor ke tiga negara tujuan utama kopi Indonesia tahun 2008 sampai 2012.

Ekspor kopi hanya dapat dilakukan oleh Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) dan Eksportir Kopi Sementara (EKS), sesuai tataniaga ekspor kopi yang diatur dalam Permendag No. 10/M-DAG/PER/5/2011 tentang ketentuan ekspor kopi,

berlaku mulai 3 Mei 2011. Berikut adalah perkembangan ekspor kopi Indonesia berdasarkan jenis pada tahun 2008 sampai Februari 2014.

Tabel 9 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Tiga Negara Utama Tujuan Ekpor Tahun 2008-2012

Negara 2008 2009 2010 2011 2012 Nilai Rata-rata (000 US$)

AS 174 000 161 000 176 000 275 000 331 000 1 117 000 223 400 Jepang 124 000 98 000 119 000 175 000 146 000 662 000 132 400 Jerman 174 000 109 000 106 000 71 000 117 000 577 000 115 400 Sumber : Diolah dari Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Kementerian

Perdagangan 2013

Berdasarkan Tabel 9, nilai rata-rata ekspor kopi Indonesia ke tiga negara utama tujuan ekspor tiap tahunnya adalah US$ 471 200 000. Ekspor terbesar adalah untuk AS dengan nilai rata-rata setiap tahunnya sebesar US$ 223 000 000 atau sebesar 21.28 persen dari total ekspor rata-rata kopi Indonesia setiap tahunnya.

Gambar 11 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Berdasarkan Jenis, Tahun 2008-2014

Sumber : Diolah dari AEKI, 2014 *sampai Februari 2014

Berdasarkan grafik di atas, Indonesia lebih banyak mengekspor kopi dalam bentuk green beans dengan rata-rata ekspor setiap tahunnya (2008-Februari 2014) sebesar 467,718 ton atau 92 persen dari total ekspor kopi Indonesia. Beberapa negara termasuk Indonesia melakukan penjualan kopi di negara-negara masing-masing. Pihak-pihak importir membeli langsung dari perusahaan-perusahaan perkebunan atau perusahaan-perusahaan-perusahaan-perusahaan eksportir, yang selanjutnya diurus oleh pihak pembeli. Ada juga yang menawarkan kopi melalui pusat-pusat pasaran komoditi, terutama melalui Coffee and Sugar Exchange di New York,

0 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Green Beans Instant Coffee Extract Coffee

Terminal Market di London,di Paris, Los Angeles. Di pusat pasaran kopi inilah bertemu para broker, baik yang mewakili perusahaan-perusahaan penjualan yang ada di banyak negara produsen maupun perusahaan-perusahaan impor.

3. Industri Terkait danPendukung

Industri terkait dan industri pendukung memiliki peran penting dalam meningkatkan daya saing kopi Indonesia. Pada industri terkait ekspor kopi meliputi industri penyediaan bahan baku sedangkan pada industri pendukung memiliki peran dalam pengembangan produk kopi olahan.

1) Industri Terkait

Industri terkait merupakan industri yang berada dalam sistem komoditas secara vertikal. Industri ini dimulai dari pengadaan bahan baku sampai pemasaran.

a) Industri Pemasok Bahan Baku

Industri kopi tentunya sangat bergantung pada kemampuan industri hulu menyediakan benih unggul. Petani kopi sebenarnya mudah untuk mendapatkan bibit unggul, PT Treno Kenangan yang terdapat di provinsi Nusa Tenggara Barat adalah salah satu penyedia bibit kopi, selain itu Pusat Kopi dan Kakao juga menyediakan bibit kopi unggul.

b) Industri Jasa Pemasaran

Industri jasa pemasaran merupakan lembaga perantara, baik pedagang besar, distributor, eksportir maupun grosir dan pedagang eceran. Lembaga pemasaran dalam industri kopi robusta berada dalam rangkaian yang cukup panjang. Rantai pemasaran yang panjang biasanya menggambarkan marjin pemasaran yang tinggi. Marjin pemasaran yang tinggi menyatakan bahwa pasar tidak efisien. Hal ini tentu saja menjadi penghambat dalam pengembangan agribisnis kopi.

2) Industri Pendukung

Industri pendukung adalah industri yang memberikan konstribusi tidak langsung dalam sistem komoditas secara vertikal. Industri pendukung yang dimaksud disini adalah industri pengolahan kopi dan industri penangkar benih kopi. Industri pengolahan kopi merupakan pengembangan industri hilir kopi yang mempunyai arti strategis untuk mengantisipasi kejenuhan pasar biji kopi, meningkatkan nilai tambah, mengurangi resiko fluktuasi harga biji kopi, memperkuat struktur ekspor dan meningkatkan peran Indonesia dalam perkopian dunia.

Bentuk olahan biji kopi mempunyai jenis yang beragam. Biji kopi dapat menghasilkan dua bagian, yaitu kopi jadi dan setengah jadi. Kopi jadi menghasilkan kopi instan, sedangkan kopi setengah jadi menjadi kopi bubuk atau kopi sangrai. Proses pengolahan adalah biji, kopi sebagai bahan baku, di industri hilir, biji kopi di proses menjadi biji kopi mentah bentuk kering, di industri antara di oleh lagi menjadi kopi beras, di industri hilir, kopi beras di oleh menjadi kopi bubuk, kopi ekstrak dam sebagainya.

Lokasi industri kopi olahan antara lain di Sumatera Utara, Lampung, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan dengan sentra produksi yang tersebar di berbagai propinsi sebanyak 32 sentra. Perusahaan yang kini sudah menerjuni industri pengolahan kopi antara lain PT Sari Incofood Corporation (Sumut), PT Mayora

Indah Tbk (Banten), PT Santos Jaya Abadi (Jatim), PT Nestle Indonesia (Jatim) dan PT Aneka Coffee Industry (Jatim).

Industri pendukung lainnya adalah industri penangkar benih. Sebagai contoh penangkar benih di Jawa Timur. Dinas Perkebunan Jawa Timur melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Benih dan Tanaman Perkebunan (BBTP) saat ini mulai mengembangkan bibit unggul bervarietas lokal. Pengembangan bibit unggul itu telah dilakukan di beberapa daerah kabupaten/kota disesuaikan dengan kondisi tanah setempat. Pembenihannya tidak dilakukan di areal sawah petani tetapi melalui mekanisme proses penangkaran yang dilakukan oleh Kebun Bibit Nener (KBN). Dari KBN kemudian ditanggarkan oleh Kebun Bibit Induk (KBI). Selain itu, BBTP juga mengembangkan bibit kopi jenis Arabika. Pengembangannya dilakukan di Kabupaten Probolinggo seluas 5 ha.

Secara keseluruhan industri pengolahan kopi di Indonesa masih berorientasi pada pemenuhan konsumsi dalam negeri sehingga perlu pengembangan lebih lanjut untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas dengan cita rasa yang tinggi sesuai dengan permintaan pasar. Pengembangan kopi spesialti juga merupakan sebuah peluang yang dapat dikembangkan.

Dokumen terkait