• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Kondisi Simpan pada Suhu AC

Rekapitulasi hasil analisis ragam (Tabel 10) pengaruh pelapisan benih, periode simpan dan interaksi antara pelapisan benih dan periode simpan terhadap kadar air, viabilitas dan vigor benih kedelai menunjukkan bahwa faktor tunggal pelapisan benih memberikan pengaruh nyata terhadap kecepatan tumbuh dan berpengaruh sangat nyata terhadap T50. Faktor tunggal periode simpan

memberikan pengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur. Interaksi antara pelapisan benih dan periode simpan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar air dan T50.

Tabel 10. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pelapisan Benih, Periode Simpan, dan Interaksinya terhadap Tolok Ukur Kadar Air, Viabilitas, dan Vigor Benih Kedelai pada Suhu AC

Tolok Ukur Perlakuan dan Interaksinya

P T P x T Kadar air tn ** ** Viabilitas : Daya berkecambah tn ** tn Vigor : Kecepatan tumbuh * ** tn Indeks vigor tn ** tn Keserempakan tumbuh tn ** tn T50 ** ** **

Keterangan: P (perlakuan pelapisan benih), T (periode simpan), * (berpengaruh nyata pada taraf 5 %), ** (berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %), tn (tidak berpengaruh nyata).

Kadar air benih merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi daya simpan benih. Hasil uji lanjut interaksi antara pelapisan benih dan periode simpan terhadap kadar air benih dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Pengaruh Interaksi Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Kadar Air Benih Kedelai (%) pada Suhu AC

Perlakuan benih Periode simpan (bulan)

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 9.0 de 8.4 e 8.4 e 8.4 e 8.6 de 9.7 bc 10.7 a Pelapisan benih

dengan CMA 9.6 bc 9.2 cd 8.8 de 8.4 e 9.0 de 9.6 bc 9.9 b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 3.56 %.

Tabel 11 menunjukkan bahwa kadar air benih mengalami peningkatan setelah disimpan selama 6 bulan pada suhu AC. Pada awal penyimpanan kadar air perlakuan pelapisan benih dengan CMA nyata lebih tinggi dibanding kontrol. Hal ini diduga karena setelah pelapisan, proses pengeringan kurang sempurna sehingga kandungan air bahan pelapis benih belum menguap secara maksimal. Hal ini mengakibatkan kadar air awal perlakuan pelapisan benih dengan CMA menjadi lebih tinggi dibanding kontrol. Sari (2009) menyatakan bahwa dibutuhkan pengeringan yang cukup lama untuk menguapkan air dari bahan coating, sehingga dihasilkan bahan coating dengan kadar air lebih rendah dibandingkan tanpa coating. Pada periode simpan 6 bulan kadar air perlakuan pelapisan benih dengan CMA nyata lebih rendah dibanding kontrol. Hal ini diduga karena bahan pelapis yang mampu mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan. Kadar air erat hubungannya dengan viabilitas benih. Kadar air yang konstan selama penyimpanan mampu menjaga viabilitas benih. Hal ini terlihat dari viabilitas benih yang diukur dengan nilai daya berkecambah benih pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengaruh Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Daya Berkecambah Benih Kedelai (%) pada Suhu AC

Perlakuan benih Periode simpan (bulan) Rata-rata 0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 95.7 97.3 88.3 85.0 81.6 67.0 51.6 80.9 Pelapisan benih

dengan CMA 96.3 80.7 91.1 87.3 89.0 65.0 49.6 79.8 Rata-rata 96.0a 89.0a 89.7a 86.1a 85.3a 66.0b 50.6c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 12.06 %.

Tabel 12 menunjukkan bahwa daya berkecambah benih kedelai masih tinggi (> 85%) hingga periode simpan 4 bulan, kemudian menurun hingga akhir periode simpan menjadi 50.6%. Penurunan daya berkecambah benih dari sebelum simpan hingga periode simpan 4 bulan tidak berbeda nyata, namun nyata pada periode simpan 5 dan 6 bulan. Hal ini diduga karena adanya peningkatan kadar air benih. Menurut kaidah Harrington setiap peningkatan kadar air sebesar 1%, daya simpan benih turun setengahnya (pada kisaran kadar air 5-14%). Kadar air yang tinggi akan meningkatkan laju respirasi benih sehingga mempercepat kemunduran benih. Benih ortodoks yang disimpan pada suhu rendah mampu mempertahankan viabilitas lebih lama. Pada suhu rendah, respirasi berjalan lambat dibanding suhu tinggi. Purwanti (2004) menyatakan bahwa benih kedelai varietas Wilis yang disimpan pada kemasan plastik maupun kaleng selama 6 bulan dengan suhu rendah (21-23°C) dapat mempertahankan daya tumbuh (> 80%), vigor dan pertumbuhan bibit yang tinggi.

Viabilitas benih mengalami penurunan selama penyimpanan 6 bulan, hal ini disebabkan benih telah mengalami kemunduran dan adanya cendawan yang menyerang benih. Pada periode simpan 1 bulan perlakuan pelapisan benih dengan CMA mulai terserang cendawan sebesar 8%, kemudian meningkat hingga akhir periode simpan 6 bulan menjadi 29%. Akan tetapi, perlakuan kontrol mulai terserang cendawan pada periode simpan 2 bulan, kemudian meningkat hingga akhir periode simpan menjadi 28% (Tabel 13). Pada umumnya cendawan atau patogen yang terdapat pada benih dapat terbawa dalam tiga cara yaitu patogen terbawa secara internal dan berada didalam jaringan struktur perbanyakan tanaman seperti benih (embrio ,endosperma atau kulit benih), patogen menempel

pada permukaan benih, dan patogen secara terpisah terbawa biji (berada dalam sisa tanaman, butiran tanah atau dalam bentuk struktur tertentu) (Soekarno, 2003).

Tabel 13. Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan pada Suhu AC Periode Simpan

(bulan)

Perlakuan benih

Kontrol Pelapisan benih dengan CMA

0 0 0 1 0 8.0 2 5.3 3.0 3 12.7 7.7 4 10.3 2.7 5 22.3 17.7 6 28.0 29.0

Hasil uji lanjut pengaruh perlakuan pelapisan benih dan periode simpan terhadap kecepatan tumbuh benih (Tabel 14) menunjukkan bahwa pada awal penyimpanan hingga periode simpan 4 bulan nilai kecepatan tumbuh benih cenderung konstan, namun pada bulan berikutnya mengalami penurunan hingga akhir periode simpan. Penurunan nilai kecepatan tumbuh pada benih menunjukkan bahwa benih telah mengalami kemunduran. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa benih yang mundur dapat diamati dari penampilan kecambah, yaitu terlambatnya perkecambahan benih.

Tabel 14. Pengaruh Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Kecepatan Tumbuh Benih Kedelai (%/etmal) pada Suhu AC

Perlakuan benih Periode simpan (bulan) Rata- rata 0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 21.2 23.5 20.9 20.6 20.0 14.7 10.5 18.8 a Pelapisan benih

dengan CMA 20.2 15.5 19.2 20.9 21.1 13.0 9.9 17.1 b Rata-rata 20.7a 19.5a 20.1a 20.8a 20.5a 13.9b 10.2c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 13.64 %.

Benih kedelai yang dilapisi CMA menghasilkan nilai kecepatan tumbuh (17.1%/etmal) yang lebih rendah dibanding kontrol (18.8%/etmal). Rendahnya nilai kecepatan tumbuh pada perlakuan pelapisan benih dengan CMA diduga

karena bahan pelapis (gambut-gipsum) yang melapisi benih tidak larut sempurna ketika terkena air, sehingga menghambat proses perkecambahan, terutama proses pemunculan plumula. Hal ini disebabkan oleh butiran granul yang terlalu keras. Oleh karena itu, ketika benih telah terlapisi oleh bahan pelapis gambut-gipsum (50 : 50) sebaiknya tidak dilakukan pelapisan kembali dengan gipsum.

Indeks vigor yang tinggi menunjukkan benih berkecambah lebih cepat, sehingga digolongkan dalam vigor. Tabel 15 menunjukkan bahwa selama penyimpanan nilai indeks vigor mengalami penurunan dari semula 85.3% menjadi 24.8% hingga akhir periode simpan (6 bulan). Penurunan nilai indeks vigor disebabkan oleh benih yang telah mengalami kemunduran selama penyimpanan.

Tabel 15. Pengaruh Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Indeks Vigor Benih Kedelai (%) pada Suhu AC

Perlakuan benih

Periode simpan (bulan) Rata- rata 0 1 2 3 4 5 6 Kontrol 87.3 90.3 80.7 81.7 77.7 40.3 23.6 68.8 Pelapisan benih dengan CMA 83.3 52.0 83.9 79.3 79.3 39.0 26.0 63.2 Rata-rata 85.3 a 71.1 a 82.3 a 80.5 a 78.5 a 39.6b 24.8c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 17.69 %.

Laju kemunduran benih dapat dihambat dengan mengendalikan faktor yang berpengaruh selama penyimpanan seperti suhu dan kelembaban meskipun kemunduran kronologis tetap berlangsung. Menurut Tatipata et al. (2004) benih kedelai cepat mengalami kemunduran dalam penyimpanan karena kandungan lemak dan protein yang relatif tinggi sehingga perlu ditangani secara serius sebelum simpan. Faktor-faktor yang berperan sebagai penyebab tingginya laju penurunan viabilitas benih kedelai selama penyimpanan adalah benih kedelai yang disimpan memiliki vigor awal yang rendah, benih disimpan atau dikemas pada kadar air yang tinggi, kondisi penyimpanan yang lembab dan panas, dan kerusakan benih oleh hama, penyakit terbawa benih dan kerusakan benih secara mekanis.

Tabel 16 menunjukkan bahwa keserempakan tumbuh benih selama penyimpanan mengalami penurunan dari semula 95.1% hingga akhir periode simpan menjadi 43.6%. Penurunan nilai keserempakan tumbuh tidak berbeda

nyata hingga periode simpan 4 bulan, sedangkan pada periode simpan 5 dan 6 bulan penurunannya nyata. Hal ini diduga karena terjadinya peningkatan

kadar air benih (lihat Tabel 11) yang dapat meningkatkan laju respirasi benih sehingga mempercepat kemunduran benih.

Tabel 16. Pengaruh Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap Keserempakan Tumbuh Benih Kedelai (%) pada Suhu AC

Perlakuan benih Periode simpan (bulan) Rata-rata

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 95.3 97.0 87.6 84.3 81.6 61.6 43.6 78.7 Pelapisan benih

dengan CMA 95.0 78.6 90.1 86.0 87.3 55.0 43.6 76.5 Rata-rata 95.1a 87.8a 88.9a 85.1a 84.5a 58.3b 43.6c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 12.99 %.

Kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Pada umumnya semakin lama benih disimpan maka benih mengalami kemunduran. Hal ini dapat dilihat dengan menurunnya keserempakan tumbuh benih. Benih ortodoks akan menurun vigornya akibat suhu dan kelembaban yang tidak menunjang (Sadjad et al., 1999).

Hasil uji lanjut pengaruh perlakuan pelapisan benih dan periode simpan terhadap tolok ukur T50 dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Pengaruh Interaksi Pelapisan Benih (P) dan Periode Simpan (T) terhadap T50 Benih Kedelai (hari) pada Suhu AC

Perlakuan benih Periode simpan (bulan)

0 1 2 3 4 5 6

Kontrol 4.1 d 3.6 e 3.6 e 3.6 e 3.6 e 4.3 cd 5.4 a Pelapisan benih

dengan CMA 4.3 cd 4.7 bc 4.4 cd 3.6 e 3.6 e 4.7 bc 5.0 ab Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

Tabel 17 menunjukkan bahwa secara umum perlakuan kontrol menghasilkan benih dengan T50 lebih singkat dibanding perlakuan pelapisan benih

dengan CMA hingga periode simpan 5 bulan, tetapi tidak berbeda nyata pada akhir periode simpan. Nilai T50 yang rendah mengindikasikan kecepatan benih

untuk berkecambah lebih tinggi. Bahan pelapis yang terlalu keras diduga menghambat proses perkecambahan benih.

Munculnya hifa dari spora CMA merupakan tanda bahwa spora CMA telah berkecambah. Tabel 18 menyajikan data rata-rata persentase perkecambahan spora CMA yang dihitung setelah 16 hari inkubasi. Selama penyimpanan 6 bulan terjadi peningkatan persentase perkecambahan walaupun tidak berbeda nyata dengan sebelum simpan. Hal ini menunjukkan bahwa viabilitas spora CMA dapat dipertahankan selama penyimpanan 6 bulan. Adanya bahan perekat tapioka dan pelapis gambut-gipsum pada aplikasi pelapisan benih diduga memberikan tambahan nutrisi bagi perkecambahan spora CMA selama penyimpanan.

Tabel 18. Pengaruh Periode Simpan pada Suhu AC terhadap Persentase Perkecambahan Spora CMA

Periode simpan Persentase perkecambahan (%)

0 bulan 2.4 a (50.2) 1 bulan 3.0 a (75.0) 2 bulan 2.9 a (66.6) 3 bulan 3.1 a (83.3) 4 bulan 3.0 a (75.0) 5 bulan 3.0 a (79.1) 6 bulan 2.9 a (62.5)

Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5% dengan KK = 13.97%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah ditransformasi √(x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi.

Komposisi kimia pati tapioka (per 100 gram bahan) adalah energi 307 kalori, kadar air 9.1%, karbohidrat 88.2%, protein 1.1%, lemak 0.5%, fosfor 125 mg, kalsium 84 mg, dan besi 1 mg (Yengkokpam et al., 2007), sedangkan bahan pelapis gambut-gipsum memberikan tambahan hara mineral berupa karbon (C), kalsium (Ca), dan sulfat (SO4) bagi CMA. Inokulum CMA dengan bahan

pembawa (carrier) zeolit dapat disimpan selama 12-18 bulan dan tetap infektif terhadap perakaran inang (Ditjenbun, 2010). Nasahi (2010) menyatakan bahwa

populasi inokulan mikoriza yang akan digunakan harus tinggi mengandung > 50 spora/gram carrier dan viabilitas spora tetap tinggi pada saat diaplikasikan.

Dokumen terkait