• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini menyajikan data mengenai hubungan antara pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga terhadap kondisi sosial-ekonomi. Dalam penelitian ini, pola pengambilan keputusan dilihat dari pengambilan keputusan rumah tangga yang berkaitan dengan keputusan untuk meminjam, memanfaatkan, dan mengelola dana pinjaman SPP. Kondisi sosial-ekonomi terdiri atas tingkat pendapatan, pola konsumsi, kesempatan usaha, dan kepemilikan asset. Hubungan pola pengambilan keputusan dengan kondisi sosial-ekonomi dianalisis menggunakan tabulasi silang, kemudian dilakukan uji statistik menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s dengan nilai taraf nyata sebesar 0.05. Pengambilan keputusan untuk uji hubungan kedua variabel berdasarkan perbandingan antara p-

value hitung dengan nilai taraf nyata (α = 0.05). Jika nilai p-value hitung lebih

kecil dibandingkan dengan 0.05, maka keputusannya adalah tolak H0 dan terima H1. Jika nilai p-value hitung lebih besar dibandingkan dengan 0.05, maka keputusannya adalah terima H0. Hipotesis penelitian dijelaskan dalam pernyataan berikut:

H0 : Tidak terdapat hubungan antara pola pengambilan keputusan dengan kondisi sosial-ekonomi.

H1 : Terdapat hubungan antara pola pengambilan keputusan dengan kondisi sosial-ekonomi.

Hubungan Pola Pengambilan Keputusan terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha dengan Tingkat Pendapatan

Pendapatan rumah tangga responden sebelum mengikuti program paling banyak pada kategori sedang. Tabel 34 menunjukkan bahwa pada kategori tingkat pendapatan rendah, sedang, dan tinggi jumlah penyebaran pola pengambilan keputusan terbesar adalah pada kategori pengambilan keputusan dominan istri. Sebanyak 14 orang (25.0%) dengan pengambilan keputusan dominan istri adalah dengan pendapatan rendah, 30 orang (53.6%) dengan pendapatan sedang, dan 12 orang (21.4%) dengan pendapatan tinggi. Sebagian besar pola pengambilan keputusan dominan istri adalah responden dengan tingkat pendapatan sedang. Hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s hubungan antara pola pengambilan keputusan dan tingkat pendapatan didapatkan nilai p-value sebesar 0.016 dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0.262. Nilai p-value dari uji statistik tersebut adalah lebih kecil dari nilai taraf nyata (α = 0.05) , maka kesimpulannya adalah tolak H0 yang berarti terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara pola pengambilan keputusan dengan tingkat pendapatan.

Tabel 34 Distribusi responden berdasarkan pola pengambilan keputusan dan tingkat pendapatan

Tingkat pendapatan

Pola pengambilan keputusan

Jumlah n (%) Dominan suami n (%) Bersama- setara n (%) Dominan istri n (%) Rendah 0 (0.0) 2 (50.0) 14 (25.0) 16 (22.9) Sedang 6 (60.0) 0 (0.0) 30 (53.6) 36 (51.4) Tinggi 4 (40.0) 2 (50.0) 12 (21.4) 18 (25.7) Jumlah 12 (100.0) 4 (100.0) 54 (100.0) 70 (100.0) Keterangan: p-value = 0.016

Nilai koefisien korelasi yang negatif berarti antara pola pengambilan keputusan dengan tingkat pendapatan memiliki hubungan yang negatif. Dapat dilihat pada Tabel 30, pada pengambilan keputusan dominan istri tingkat pendapatan rumah tangga cenderung rendah yaitu dengan persentase sebesar 25.5 persen. Semakin tinggi kontrol istri dalam pemanfaatan dana pinjaman serta pengelolaan usaha maka tingkat pendapatan rumah tangga cenderung rendah. Kontrol istri yang tinggi dengan pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha tidak dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga apabila tidak adanya upaya untuk meningkatkan hasil/keuntungan. Sebagian besar jenis usaha responden adalah usaha kecil yang tidak memerlukan dana yang besar dan keuntungan yang tidak terlalu besar.

Hubungan Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha dengan

Pola Konsumsi

Pola komsumsi rumah tangga responden sebagian besar mengalami penurunan, yang berarti alokasi pendapatan yang digunakan untuk pengeluaran konsumsi makanan (pangan) semakin rendah seiring meningkatnya pendapatan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Rendanikusuma (2012) bahwa hukum ekonomi menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan penduduk semakin tinggi pula persentase atau porsi pengeluaran yang dibelanjakan untuk barang bukan makanan (semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan (Rendanikusuma 2012). Tabel 35 menjelaskan hubungan antara pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha dengan pola konsumsi rumah tangga setelah mengikuti program. Sebanyak 30 orang (53.6%) dengan pola pengambilan keputusan dominan istri menyatakan bahwa pola konsumsi setelah mengikuti program adalah rendah, dan sebanyak 26 orang (46.4%) menyatakan bahwa pola konsumsi tinggi. Pada pola pengambilan keputusan bersama-setara sebagian responden menyatakan pola konsumsi setelah mengikuti program adalah rendah dan sebagian menyatakan pola konsumsi tinggi.

Tabel 35 Distribusi responden berdasarkan pola pengambilan keputusan dan pola konsumsi rumah tangga

Pola konsumsi

Pola pengambilan keputusan

Jumlah n (%) Dominan suami n (%) Bersama- setara n (%) Dominan istri n (%) Rendah 4 (40.0) 2 (50.0) 30 (53.6) 36 (51.4) Tinggi 6 (60.0) 2 (50.0) 26 (46.4) 34 (48.6) Jumlah n (%) 10 (100.0) 4 (100.0) 56 (100.0) 70 (100.0) Keterangan: p-value = 0.345

Pada pola pengambilan keputusan dominan suami sebanyak 4 orang (40.0%) menyatakan pola konsumsi setelah mengikuti program adalah rendah dan sebanyak 8 orang (60.0%) menyatakan pola konsumsi tinggi. Hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s didapatkan nilai p-value sebesar 0.345 dan lebih besar dari nilai taraf nyata (α = 0.05), maka kesimpulannya adalah terima H0 yang berarti tidak terdapat hubungan antara pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha dengan pola konsumsi rumah tangga setelah mengikuti program SPP. Sebagian besar responden menyatakan bahwa konsumsi terhadap bahan makanan tidak berubah walaupun pendapatan mereka mengalami peningkatan.

Hubungan Pola Pengambilan Keputusan terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha dengan Kesempatan Usaha

Kesempatan usaha dalam penelitian ini diukur berdasarkan kemampuan rumah tangga responden untuk membuka usaha baru setelah mengikuti program SPP. Dikategorikan menjadi dua yaitu tidak mudah apabila rumah tangga tidak bisa membuka usaha baru setelah mengikuti program dan mudah apabila rumah tangga dapat membuka usaha baru setelah mengikuti program. Tabel 36 menunjukan hubungan antara pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha dengan kesempatan usaha. Sebagian besar pengambilan keputusan dominan istri menyatakan bahwa setelah mengikuti progam tidak mudah untuk membuka usaha baru yaitu sebanyak 48 orang (85.7%) dan sebanyak 8 orang (14.3%) menyatakan bahwa mudah untuk membuka usaha baru. Pengambilan keputusan bersama-setara sebagian responden menyatakan tidak mudah dan sebagian menyatakan mudah dalam membuka usaha baru. Pada pengambilan keputusan dominan suami sebanyak 6 orang (60.0%) menyatakan bahwa tidak mudah dan sebanyak 4 orang (40.0%) menyatakan mudah untuk membuka usaha baru.

Tabel 36 Distribusi responden berdasarkan pola pengambilan keputusan dan kesempatan usaha

Kesempatan usaha

Pola pengambilan keputusan

Jumlah n (%) Dominan suami n (%) Bersama- setara n (%) Dominan istri n (%) Tidak mudah 6 (60.0) 2 (50.0) 48 (85.7) 56 (80.0) Mudah 4 (40.0) 2 (50.0) 8 (14.3) 14 (20.0) Jumlah n (%) 10 (100.0) 4 (100.0) 56 (100.0) 70 (100.0) Keterangan: p-value = 0.059

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s didapatkan nilai pvalue sebesar 0.106 dan lebih besar dari nilai taraf nyata (α = 0.05), maka kesimpulan nya adalah terima H0 yang berarti tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha dengan kesempatan usaha. Dapat disimpulkan bahwa pola pengambilan keputusan tidak mempengaruhi kesempatan usaha, tidak berarti semakin dominan istri atau semakin dominan suami dalam pengambilan keputusan maka semakin mudah dalam membuka usaha baru. Sebagian besar respoden menyatakan bahwa ketidakmudahan membuka usaha baru karena belum mempunyai dana yang cukup untuk dapat membuka usaha baru yang diinginkan.

Hubungan Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga terhadap Pemanfaatan Dana Pinjaman dan Pengelolaan Usaha dengan Kepemilikan

Asset

Kepemilikan asset adalah jumlah asset yang dimiliki oleh responden yang diukur dengan kepemilikian lahan/sawah/tanah, kendaraan, dan barang elektronik. Dikategorikan menjadi dua yaitu rendah, apabila responden memiliki kurang dari dan sama dengan lima jenis asset dan tinggi apabila responden memiliki lebih dari lima jenis barang elektronik. Tabel 37 menunjukkan hubungan antara pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha dengan kepemilikan asset. Sebagian besar yaitu sebanyak 32 orang (57.1%) dengan pengambilan keputusan dominan istri menyatakan bahwa kepemilikan asset rumah tangga tinggi dan sebanyak 24 orang (42.9%) menyatakan kepamilikan asset rendah. Pada pengambilan keputusan bersama-setara seluruh responden sebanyak 4 orang (100.0%) menyatakan kepemilikan asset rendah dan pada pengambilan keputusan dominan suami sebanyak 8 orang (80.0%) menyatakan kepemilikan asset tinggi dan 2 orang (20.0%) menyatakan kepemilikan asset rendah.

Tabel 37 Distribusi responden berdasarkan pola pengambilan keputusan dan kepemilikan asset

Kepemilikan asset

Pola pengambilan keputusan

Jumlah n (%) Dominan suami n (%) Bersama- setara n (%) Dominan istri n (%) Rendah 2 (20.0) 4 (100.0) 24 (42.9) 30 (42.9) Tinggi 8 (80.0) 0 (0.0) 32 (57.1) 40 (57.1) Jumlah n (%) 10 (100.0) 4 (100.0) 56 (100.0) 70 (100.0) Keterangan: p-value = 0.679

Hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Tau Kendall’s pada uji hubungan antara pola pengambilan keputusan dengan kepemilikan asset nilai p-

value sebesar 0.053. Nilai p-value tersebut lebih besar dari nilai taraf nyata (α =

0.05), maka kesimpulan nya adalah terima H0 yang berarti tidak terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara pola pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dana pinjaman dan pengelolaan usaha dengan kepemilikan asset. Baik pada pengambilan keputusan dominan suami maupun dominan istri menunjukkan kepemilikan asset rumah tangga yang cenderung tinggi. Dapat dilihat pada Tabel 33, pengambilan keputusan dominan suami sebagian besar kepemilikan asset tergolong tinggi dengan persentase sebesar 72.7 persen. Sementara pada pengambilan keputusan dominan istri menunjukkan bahwa sebagian besar kepemilikan asset tergolong tinggi yaitu dengan persentase sebesar 58.2 persen.

Ikhtisar

Indikator kondisi sosial-ekonomi rumah tangga yang memiliki hubungan dengan pola pengambilan keputusan rumah tangga adalah tingkat pendapatan. Disimpulkan bahwa semakin dominan istri dalam pengambilan keputusan terhadap dana pinjaman dan pengelolaan usaha, tidak berarti semakin tinggi pendapatan rumah tangga. Kontrol istri yang besar dalam pengambilan keputusan tidak dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga apabila istri yang sebagian besar mengelola usaha tidak melakukan pengembangan terhadap jenis usaha yang dikelolanya. Kontrol istri yang besar dalam pengambilan keputusan tidak mempengaruhi pola konsumsi, kesempatan usaha, dan kepemilikan asset rumah tangga. Perubahan pola konsumsi lebih berkaitan dengan peningkatan pendapatan, semakin meningkat pendapatan, maka pengeluaran konsumsi terhadap bahan makanan semakin rendah. Tidak mudahnya kesempatan usaha responden untuk membuka usaha baru disebabkan karena belum cukupnya dana yang dibutuhkan oleh responden untuk membuka usaha baru yang diinginkan.

ANALISIS HUBUNGAN CURAHAN WAKTU KERJA