• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Letak

Kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) dari segi wilayah pengelolaan termasuk dalam Sub-seksi Wilayah Konservasi (SSWK) Sukaraja Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BTNBBS), sedangkan secara administrasi pemerintahan berada dalam wilayah dua kabupaten, yaitu Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Secara geografis kawasan ini sebelah Utara berbatasan dengan kawasan TNBBS dan sebelah Timur, Barat dan Selatan berhadapan dengan Samudera Hindia (Gambar 2).

Gambar 2. Peta kawasan TWNC, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Pada kawasan ini terdapat enclave seluas 500 hektar yang dimanfaatkan sebagai permukiman warga sekitar yaitu Desa Pengekahan dan dimanfaatkan juga sebagai habitat untuk budidaya lobster. Menurut masyarakat adat marga Belimbing, mereka telah bermukim di lokasi tersebut sejak tahun 1700-an.

Masyarakat ini awalnya berasal dari Talang Aman Tanah Darat Sumatera Selatan yang menetap di Dusun Kanyut (yang saat ini disebut Pengekahan). Kemudian, tahun 1934 yaitu pada masa pemerintah Kolonial Belanda wilayah ini ditetapkan sebagai enclave dengan batas wilayah dari Way Belimbing sampai dengan Way Haru. Hal ini ditunjukkan dengan bukti peta dan surat kesepakatan yang ditandatangani oleh perwakilan masyarakat dan pemerintah Belanda saat itu. Di wilayah enclave ini masih terdapat jejak-jejak leluhur mereka seperti makam leluhur yang dikeramatkan. Pada tahun 2008 tercatat 164 kepala keluarga atau sekitar 500 jiwa bermukim di wilayah ini.

Untuk menuju kawasan Tambling dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain (TWNC 2008):

a. Melalui jalan darat dari Bandar Lampung ke Kota Agung dan dari Kota Agung dapat langsung menuju lokasi Kawasan Konservasi dan Wisata Alam Tambling dengan menggunakan fasilitas transportasi laut menuju Tampang, Blubuk, atau Teluk Belimbing;

b. Melalui jalan laut kawasan Tambling, dapat ditempuh dengan menggunakan kapal laut dari Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Bakauheni, Pelabuhan Merak, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Ujung Kulon, Pelabuhan Krui dan Pelabuhan Bengkulu.

Di dalam kawasan Tambling telah tesedia jalan setapak yang menghubungkan antara Wilayah Tampang dan Wilayah Belimbing yang dapat ditempuh melalui dua akses jalan, yaitu:

a. Melalui Pantai: Tampang – Blubuk – Danau Menjukut – Way Sei Leman – Belimbing, dengan jarak tempuh sejauh kurang lebih 33.065 km;

b. Melalui lintas kawasan hutan konservasi: jarak tempuh dari Tampang – Way Belimbing sejauh 21,735 km;

c. Lintas udara dapat ditempuh melalui: Lapangan Udara Branti- Tambling (TWNC), Halim Perdanakusuma - Tambling (TWNC) dengan waktu tempuh kurang lebih 35 – 45 menit.

4.2. Sejarah Kawasan

Kawasan TWNC awalnya mempunyai luas 100 hektar untuk dimanfaatkan dan dikelola sebagai kegiatan ekowisata namun yang dikelola saat ini seluruhnya adalah sekitar 45.000 hektar (luas lahan TNBBS adalah 356.800 hektar). Pengelolaan kawasan wisata Tambling mulanya dilaksanakan oleh PT. Sac Nusantara di atas lahan seluas 100 hektar sesuai dengan SK Menteri Kehutanan Nomor: 415/Kpts-II/1992. Pengelolaannya kini dipegang oleh PT. Adhiniaga Kreasinusa (Artha Group), melalui kerja sama operasional (KSO) dengan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan konservasi.

Sejak SK itu diturunkan pada tahun 1992, di kawasan ini mulai dikelola berbagai satwa, seperti berbagai spesies burung, Buaya muara, Kerbau liar dan Menjangan. Beberapa satwa sudah ada sejak lama, selain itu terdapat Buaya muara yang dilepas di muara yang melintasi kawasan ini, puluhan tukik (bayi penyu) juga selalu dilepas di dermaga pantai. Ada juga seekor Penyu sisik berukuran besar yang sudah dilepas, dan sampai saat ini setiap ada tukik (bayi penyu) baru maka akan secara berkala dilepaskan ke pantai. Kawasan ini pada nantinya diharapkan benar-benar ideal disebut sebagai kawasan konservasi dengan beragam satwa dan tumbuhan hutan. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No.294/Menhut-II/2007, tanggal 28 Agustus 2007, Pengelola Tambling diberi hak pengusahaan seluas 100 ha. dan 10% dari lahan tersebut akan dibuat sarana dan prasarana fisik dengan ukuran masing-masing secara proporsional.

Pemerintah sudah memberikan ijin kepada P.T Adhiniaga Kreasinusa untuk mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan wisata melalui IPPA (Ijin Pengelolaan Pariwisata Alam). Namun saat ini belum dapat dikembangkan secara maksimal karena beberapa kendala diantaranya data potensi kawasan serta sumber daya manusia yang belum memadai. Ijin pengeloaan atau IPPA yang diberikan kepada TWNC adalah di empat lokasi yang ada di kawasan TWNC yaitu Tanjung Belimbing, Menjukut, Blubuk dan Tanjung Mas. Namun saat ini yang baru dikembangkan adalah di Tanjung Belimbing.

4.3. Sarana dan Prasarana

Kawasan TWNC memiliki berbagai macam fasilitas sehingga berbagai kegiatan olah raga air dapat dilakukan di kawasan ini seperti berenang, berselancar, snorkeling, menyelam, fotografi, penjelajahan hutan dan pantai, susur sungai, pengamatan flora dan fauna, memancing dan safari malam. Berbagai fasilitas lengkap tersedia di kawasan ini di antaranya dermaga, airstrip sepanjang 1,5 kilometer, shelter, 5 buah cottage, guest house, kendaraan roda empat, kendaraan roda dua, kuda, speed boat, kapal motor (KM Bronco dan KM Sadam), restoran, pondok kerja, pos jaga, jalan setapak, jalan cross dan mercusuar setinggi 70 meter yang dibangun Belanda pada tahun 1879 pada masa pemerintahan Z.M. Willem III.

4.4. Keanekaragaman Hayati

Kawasan ini terdiri dari ekosistem hutan pantai sampai hutan hujan dataran rendah yang relatif masih asli, yang merupakan habitat penting bagi berbagai jenis flora penyusun hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah. Jenis-jenis satwa liar langka yang berada di kawasan ini antara lain Rusa sambar (Cervus unicolor), Kerbau liar (Bubalus bubalis), Mentok rimba (Cairina scutulata), Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), Tarsius (Tarsius bancanus), Tapir (Tapirus indicus), Beruang madu (Helarctos malayanus), dan berbagai jenis burung.

Pada kawasan ini sudah dilaksanakan penelitian mengenai burung khusus untuk burung strata bawah yaitu penelitian yang dilaksanakan oleh Imanuddin pada tahun 2009. Beberapa jenis burung yang sudah ditemukan pada penelitian tersebut adalah Srigunting batu (Dicrurus paradiseus), Pijantung kecil (Arachnothera longirostra), Merbah belukar (Pycnonotus plumosu), Burung-madu rimba (Hypogramma hypogrammicum), Burung-Burung-madu sepah-raja (Aetophyga siparaja), Cinenen merah (Orthotomus sericeus), Udang pungung-merah (Ceyx rufidorsa) dan Tepus merbah-sampah (Stachyris erythroptera).

Kawasan TWNC juga memiliki berbagai macam tumbuhan yang terdiri dari tumbuhan yang hidup di hutan dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove, habutat danau, rawa, muara dan lainnya. Jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan ini diantaranya Bayur (Pterospermum javanicum), Bintaro (Cerbera manghas),

Cemara laut (Casuarina equisetifolia), Pulai (Alstonia scholaris), Salam (Syzigium polyathum) dan Nipah (Nypa fruticans). Selain jenis tumbuhan asli, di kawasan ini ditemukan jenis-jenis tanaman eksotik diantaranya Pinus (Pinus merkusii), Mangga (Mangifera indica), Jambu air (Eugenia aquea), Bacang (Mangifera foetida), Sirsak (Annoana muricata), dan Krey payung (Filicium decipiens) (TWNC 2008).

Pada kawasan Muara Way Sleman terdapat Pulau Endapat yang didominasi oleh jenis Nipah (Nypa fruticans) dan merupakan habitat bagi populasi kalong yang jumlahnya ribuan ekor. Selain itu dapat dijumpai pantai pasir yang panjang dan indah yang merupakan habitat bagi penyu belimbing. Pantai Karang Sawang Bajau, Savana Kobakan Bandeng, Way Sleman, Way Blambangan, Danau Menjukut (habitat buaya), pusat penangkaran rusa dan enclave Pengekahan (habitat bagi lobster).

4.5. Topografi dan Iklim

Bentang alam di kawasan TWNC ini berupa hutan dataran rendah, hutan pantai, hutan savana atau padang rumput, danau, serta terumbu karang. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, bagian barat Kawasan TNBBS termasuk tipe iklim A (basah) dengan lebih dari 9 (sembilan) bulan basah per tahun dan di bagian timur termasuk tipe iklim B yang lebih kering dari tipe A dan mempunyai 7 (tujuh) bulan basah per tahun (Imanuddin 2009).

Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pada umumnya memiliki curah hujan rata-rata 1000 mm sampai dengan 4000 mm per tahun, dengan demikian keadaan curah hujan dapat dikatakan relatif tinggi. Musim hujan dibagian Barat lebih dari sembilan bulan, sedangkan dibagian Timur tujuh sampai dengan sembilan bulan (TWNC 2008).

Dokumen terkait