• Tidak ada hasil yang ditemukan

LINA KRISTINA DEWI. Skripsi. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjanaa Kehutanan pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LINA KRISTINA DEWI. Skripsi. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjanaa Kehutanan pada"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

SEBAGAI POTENSI WISATA

DI TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION

TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN,

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SEBAGAI POTENSI WISATA

DI TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION

TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN,

PROVINSI LAMPUNG

LINA KRISTINA DEWI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

DI TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION

TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN,

(2)

SEBAGAI POTENSI WISATA

DI TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION

TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN,

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SEBAGAI POTENSI WISATA

DI TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION

TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN,

PROVINSI LAMPUNG

LINA KRISTINA DEWI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

DI TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION

TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN,

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

(3)

Lina Kristina Dewi. E34050785. Kekayaan Jenis Burung pada Habitat Perairan sebagai Potensi Wisata Birdwatching di Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung. Dibimbing oleh ANI MARDIASTUTI dan YENI ARYATI MULYANI

Kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) merupakan kawasan konservasi yang terletak di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Pengelolaan kawasan ini dilakukan oleh PT.Adhiniaga Kreasinusa yang memperoleh IPPA (Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam) sesuai SK Menteri Kehutanan No.415/Kpts-II/1992. Kegiatan wisata yang sudah dilaksanakan di kawasan ini adalah “safari malam” yang dilaksanakan malam hari. Untuk memaksimalkan kunjungan diperlukan kegiatan lain yang dapat memberikan nilai lebih bagi wisatawan serta memberi dampak positif bagi dunia konservasi. Salah satu alternatif yang dapat diusulkan adalah wisata pengamatan burung atau birdwatching. Penelitian ini bertujuan untuk mendata jenis-jenis burung, menghitung kelimpahan individu, membuat sebaran spasial dan temporal, serta membuat rekomendasi birdwatching.

Penelitian dilaksanakan di kawasan TWNC pada habitat perairan (danau, pantai, muara). Survei pendahuluan dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 dan penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2009. Alat yang digunakan adalah binokuler, buku panduan lapang ”Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan, GPS, dan kamera digital. Adapun obyek yang diteliti adalah burung-burung di habitat perairan (danau, pantai, muara) dan kekhasan masing-masing habitat (danau, pantai, dan muara) meliputi vegetasi dan asosiasi habitat.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode concentration count, metode survei dan metode look and see. Analisis data dilakukan dengan menghitung kekayaan jenis burung, kelimpahan, dan penyebarannya pada setiap lokasi penelitian. Analisis penyebaran jenis burung dilakukan berdasarkan tempat (sebaran spasial) dan berdasarkan waktu aktivitas harian (sebaran temporal).

(4)

rendah, dan habitat perairan (danau, pantai, rawa, muara dan terumbu karang). Pada saat penelitian ditemukan 83 jenis burung pada lokasi pengamatan di TWNC. Jenis dengan kelimpahan tertinggi adalah Pergam laut (Ducula bicolor). Jenis yang ditemukan hampir di semua lokasi diantaranya Copsychus saularis, Egretta sacra, Charadrius dubius, Tringa hypoleucos, dan Todirhamphus chloris, . sedangkan jenis yang hanya ditemukan pada lokasi tertentu diantaranya Burhinus giganteus, Egretta garzetta, Eudynamys scolopacea. Aktivitas burung paling banyak terjadi pukul 06.00-10.00 (pagi) dan 15.00-18.00 (sore).

Jenis yang potensial untuk birdwatching adalah Burhinus giganteus, Leptoptilos javanicus, Phaenicophaeus spp., Haliaeetus leucogaster, Ichthyophaga ichthyaetus, Anthracoceros albitrosis, Ardea sumatrana, Pelargopsis capensis, dan Egretta sacra. Lokasi yang direkomendasikan untuk birdwatching adalah Saung Bajau, Sei Leman, Way Tinggal dan Menjukut dengan rekomendasi waktu antara pukul 06.00-10.00 (pagi) dan 15.00-18.00 (sore).

Dari hasil penelitian ini pengelola diharapkan dapat membuat paket wisata minat khusus birdwatching di kawasan TWNC, mengadakan monitoring mengenai burung di habitat perairan. Selain itu pengelola diharapkan dapat membuat sarana dan prasarana untuk kegiatan birdwatching seperti peralatan pengamatan, papan interpretasi, leaflet dan pemandu lapangan.

(5)

Lina Kristina Dewi. E34050785. Bird Species Richness in Aquatic Habitats as a Potential Birdwatching Tourism in Tambling Wildlife Nature Conservation, Bukit Barisan Selatan National Park, Lampung Province. Under supervisions of ANI MARDIASTUTI and YENI ARYATI MULYANI.

Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) is a conservation area located in Bukit Barisan Selatan National Park (TNBBS). The management of this area is conducted by PT. Adhiniaga Kreasinusa through the Minister of Forestry Decree No.415/Kpts-II/1992 using IPPA (The Consension of Nature Tourism Bussiness) . Tourism activity that has been already run in this area is night safari. To maximize the visitation to this area, other tourism activities should be provided to give more experiences to visitors and contribute positive impact for conservation. One of alternative tourism is birdwatching. The objectives of this study are to record bird species, count the abundance of bird, describe bird spatial and temporal distribution, and give recommendations for birdwatching tourism.

Habitats in TWNC consisted of coastal forest, mangrove forest, lowland forest, and aquatic habitats (lakes, beaches, swamps, estuaries and coral reefs). The study was conducted in the aquatic habitats of TWNC (lakes, beaches, estuaries). Preliminary survey was conducted in October 2008 and the research was conducted in August-September 2009. Data was collected by using concentration count methods, survey methods and the “look and see” methods. Data analysis was done by counting bird species richness, abundance, and distribution at each study site. Bird species distribution was analyzed based on the place (spatial distribution) and time of daily activity (temporal distribution).

There were 83 bird species found in TWNC. The highest abundance was sea Imperial-pigeon (Ducula bicolor). The species that were commonly found in every locations included Copsychus saularis, Egretta sacra, Charadrius dubius, Tringa hypoleucos, and Todirhamphus chloris. Species that was found in only certain locations were Burhinus giganteus, Egretta garzetta, and Eudynamys scolopacea. Most bird activities occurred between 06.00-10.00 a.m. and 03.00 – 06.00 p.m.

(6)

Leptoptilos javanicus, Phaenicophaeus spp., Haliaeetus leucogaster, Ichthyophaga ichthyaetus, Anthracoceros albitrosis, Ardea sumatrana, Pelargopsis capensis, and Egretta sacra. The recommended locations for Birdwatching are Saung Bajau, Sei Leman, Way Tinggal, and Menjukut. The birdwatching activity will be better if done during 06.00-10.00 am (morning) and between 03.00-06.00 pm.

The results of this study is expected to be a baseline data for managers to prepare packages of special interest toursim, that is birdwatching, in TWNC area, and conduct birds monitoring in aquatic habitats. In addition, the manager is expected to provide infrastructure and facilities for birdwatching activities such as birds observation equipment, interpretation boards, leaflets and guide person.

(7)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kekayaan Jenis Burung pada Habitat Perairan sebagai Potensi Birdwatching di Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung” adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah digunakan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2010

Lina Kristina Dewi E34050785

(8)

Potensi Wisata Birdwatching di Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Provinsi Lampung.

Nama : Lina Kristina Dewi NRP : E 34050785

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr.Ir.Ani Mardiastuti, M.Sc. Dr.Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc. NIP. 195909251983032002 NIP. 196104111987032001

Mengetahui, Ketua Departemen

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. NIP. 19580915 198403 1 003

(9)

Bismillahirrahmanirrahiim..

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian adalah “Kekayaan Jenis Burung pada Habitat Perairan sebagai Potensi Wisata Birdwatching di Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Provinsi Lampung” yang dibimbing oleh Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc dan Ibu Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, MSc. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Proses berliku serta suka dan duka mewarnai perjalanan ilmiah ini. Hal ini memperkaya informasi dan pengalaman penulis sehingga menjadi masukan yang sangat berharga dalam menyajikan hasil akhir dari keseluruhan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Dari dasar hati yang paling dalam dan penuh hormat penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun selama proses penyelesaian karya ilmiah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Bogor, Februari 2010

(10)

Penulis dilahirkan di Subang, Jawa Barat pada tanggal 20 Mei 1986. Penulis merupakan merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Ade Sulaeman dan Ibu Hidayah dan kemudian diangkat sebagai anak pertama oleh pasangan Bapak Nono Kiyono dan Ibu Anih Supriati. Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1993-1999 di SDN Sagalaherang IV, kemudian melanjutan di YPI Al-Ma’mun Baibars (1999-2002), dan SMA Negeri 1 Subang (2002-2005). Setelah lulus SMA pada tahun 2005, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) yaitu pada mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB dengan minor Perlindungan Hutan.

Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif di berbagai organisasi diantaranya aktif sebagai anggota UKM Catur IPB (2007-2008), anggota Biro Sosial Lingkungan HIMAKOVA (2006-2007), Bendahara KPB “Perenjak” (2006-2007) dan Sekretaris KPB “Perenjak” (2007-2008). Adapun kegiatan lapang yang pernah diikuti adalah Eksplorasi Fauna dan Flora Indonesia (RAFFLESIA) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi (2007) dan Cagar Alam Gunung Simpang Bandung (2008) serta Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TNBaBul), Sulawesi Selatan (2007) dan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBR), Kalimantan Barat (2008). Selain itu penulis juga pernah menjadi notulen II pada acara Lokakarya Nasional Banteng dan Macan Tutul pada tahun 2009 yang diselenggarakan oleh Departemen Kehutanan.

Kegiatan akademik lapangan yang pernah diikuti antara lain praktikum Ekologi Satwaliar di Pulau Rambut, Praktikum Ekologi Hutan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Sukabumi, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di KPH Losarang Indramayu dan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) Kuningan (2007), Praktek Pengelolaan Konservasi Eksitu di P.T. Megacitrindo dan Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi (PUSPIPTEK)

(11)

Purwo Jawa Timur (2009).

Penulis berpengalaman sebagai asisten dosen (2008-sekarang), kemudian menjadi asisten praktikum mata kuliah Ekologi Satwaliar (2008-2009 & 2009-2010), dan asisten mata kuliah Metode Statistik (2009-2010). Pengalaman lain diantaranya menjadi asisten pada praktikum lapang di Pulau Rambut, Kawasan Konservasi Bodogol TNGP, dan Kebun Binatang Ragunan.

Untuk menyelesaikan tugas sebagai syarat meraih gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Kekayaan Jenis Burung pada Habitat Perairan sebagai Potensi Wisata Birdwatching di Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung” dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, MSc.

(12)

Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk tu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ungkapan terimakasih tak terhingga untuk ibu dan bapak atas semua cinta, doa tulus dan semua yang sudah dicurahkan untuk penulis, kakak dan adik-adikku tercinta atas dukungannya, serta keluarga besar penulis atas semua pengharapan dan doa tiada henti untuk penulis. Semoga ini menjadi persembahan yang membanggakan dari ananda.

2. Prof. Dr. Ir. Ani Mardisatuti, MSc (pembimbing I) beserta keluarga atas motivasi dan nasihat-nasihat serta pelajaran berharga untuk penulis. Semua yang “Bunda” berikan tidak mungkin penulis lupakan.

3. Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, MSc (pembimbing II) beserta keluarga atas semua masukan berharga serta motivasi kepada penulis. Terimakasih sudah menjadikan penulis sebagai bagian dari keluarga.

4. Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MSc sebagai dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan, Prof. Dr. Ir. I Ketut N Pandit, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan, Ir. Endang A Husaeni sebagai dosen penguji dari departemen Silvikultur. Terimakasih tak terhingga atas arahan dan masukan untuk penulis.

5. Pihak PT. Adhiniaga Kreasinusa atas kesediaannya memberikan fasilitas kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di kawasan TWNC. Penghargaan penulis untuk pimpinan Artha Graha Bapak Tomi Winata atas dana penelitian yang diberikan, Ibu Hannalilies, Ibu Intan, Ibu Rully dan seluruh staf TWNC atas bantuannya.

6. Bapak Kurnia Rauf (Kepala Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan), Bapak Afrizal, Mas Mardiansyah beserta seluruh staf TNBBS atas izin dan bantuan selama penelitian.

7. Insan Kurnia, S.Hut atas motivasi dan dukungan kepada penulis, dan terimakasih sudah menjadi seorang kakak yang mengayomi.

(13)

Dera ndut, dan Bro Arif) atas kebersamaan di lapangan melewati hari-hari penuh pelajaran berharga dengan sahabat-sahabat terbaikku.

9. Tim PKLP Alas Purwo (Bobi, Iwan, Farikhin, Meutia, Itha dan Ika), hari-hari penuh kenangan, suka cita, canda tawa dan perjuangan tanpa henti, tersesat di hutan sadengan dan terapung-apung di lautan, jadi cerita yang tak mungkin terlupakan.

10.Harri Purnomo atas kerjasama dan bantuannya kepada penulis. Terimakasih telah menjadi partner yang baik selama 3 tahun ini.

11.KPB “Perenjak” atas semua dukungan terutama kepada Dwi Warni Idaman, S.Hut, Gilang F. Ramadhan, S.Hut, dan Ruri Risnawati, S.Hut., adik-adikku dari 43, 44, dan 45 serta semua yang telah membantu penulis. 12.Mutia Ramadhani, Bayu, dan Fitri Shancai terimakasih sudah menjadi

bagian dari hidup penulis.

13.Tim sukses dan teman-teman terbaikku Agustina “itink”, Elia, Herna, Sopian Hidayat, De Ozy, Cory, Wirama, Wany, Nina, Jojo, Raco, Iska&Ainah, bu boss, Pesta, Evoy, Sera, Jadda dan Neneng.

14.Keluarga besar Himakova atas semua perjuangan dan kebersamaannya. 15.Keluarga besar KSHE 42, sembilan semester penuh cinta.

16.Keluarga besar DKSHE atas bantuannya terutama untuk staf TU yang sudah membantu penulis selama menimba ilmu di IPB.

17.Velma, Rika, Mpit, Putri, Veni, De Ajeng, Mbak Elia, Teh Ayu, dan Heni serta sahabat-sahabatku di Asrama Putri TPB-IPB A1 Lorong 5

18.Umar Hadikusumah atas motivasi, semangat, kasih sayang dan impian di masa yang akan datang.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

1.3. Manfaat penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Burung ... 4

2.1.1 Burung Air ... 4

2.1.2 Kategori Burung Air ... 4

2.1.3 Pola penyebaran Burung ... 6

2.2. Habitat ... 6

2.2.2 Perairan sebagai Habitat Burung ... 7

2.3 Keanekaragaman Jenis Burung ... 9

2.4 Wisata Birdwatching ... 10

BAB III. METODE PENELITIAN ... 13

3.1 Tempat dan Waktu ... 13

3.2 Alat ... 14

3.3 Data yang Dikumpulkan ... 14

3.4 Metode Pengumpulan data ... 15

3.4.1 Burung ... 15

3.4.2 Habitat ... 16

3.5 Analisis Data ... 16

3.5.1 Kekayaan Jenis Burung ... 16

3.5.2 Kelimpahan ... 16

3.5.3 Jumlah Individu ... 17

3.5.4 Penyebaran Burung di Habitat Perairan ... 17

BAB IV. KONDISI UMUM LAPANGAN ... 18

4.1. Letak ... 18

(15)

4.3. Sarana dan Prasarana ... 21

4.4. Keanekaragaman Hayati ... 21

4.5. Topografi dan Iklim ... 22

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

5.1. Menjukut ... 23

5.1.1. Deskripsi Habitat ... 23

5.1.2. Kekayaan dan Kelimpahan Individu Burung ... 24

5.2. Sei Leman ... 25

5.2.1 Deskripsi Habitat ... 25

5.2.2 Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung ... 26

5.3. Saung Bajau ... 28

5.3.1 Deskripsi Habitat ... 28

5.3.2 Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung ... 30

5.4. Muara Blambangan ... 31

5.4.1 Deskripsi Habitat ... 31

5.4.2 Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung ... 32

5.5. Muara Way Tinggal ... 33

5.5.1 Deskripsi Habitat ... 33

5.5.2 Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung ... 34

5.6. Muara Belimbing ... 35

5.6.1 Deskripsi Habitat ... 35

5.6.2 Kekayaan dan Kelimpahan Individu dari tiap Jenis Burung ... 36

5.7. Pembahasan Umum ... 37

5.7.1. Perbandingan tiap Habitat ... 37

5.7.2. Kekayaan Jenis Burung antar Habitat ... 39

5.7.3. Penyebaran Jenis pada tiap Habitat ... 40

5.7.4. Sebaran Temporal ... 46

5.7.5. Sebaran Spasial ... 47

5.7.6. Frekuensi Pertemuan Jenis ... 49

5.8. Rekomendasi Wisata Birdwatching ... 50

5.8.1 Rekomendasi Lokasi ... 50

5.8.2 Rekomendasi Waktu ... 53

5.8.3 Pengamatan Jenis Burung Tertentu ... 58

(16)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68 6.1 Kesimpulan ... 68 6.2 Saran ... 68

(17)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari (rata-rata, minimum dan

maksimum) di habitat Danau dan Pantai Menjukut ... 25

2. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Danau dan Pantai Sei Leman ... 27

3. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Saung Bajau ... 30

4. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Muara Blambangan ... 33

5. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Muara Way Tingga……….34

6. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Belimbing ... 36

7. Kekayaan jenis burung yang terdapat pada tiap lokasi penelitian ... 39

(18)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Peta lokasi penelitian di Kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation

(TWNC)... 13

2. Peta kawasan TWNC, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ... 18

3. (a) Vegetasi di sekitar Danau Menjukut; (b) Danau Menjukut berbatasan langsung dengan laut lepas. ... 23

4. (a) Danau Sei Leman saat pagi hari; (b) Vegetasi Nipah (Nypa fruticans) mendominasi Danau Sei Leman. ... 26

5. (a) Kapal karam di Saung Bajau; (b) Terumbu karang saat senja hari... 29

6. (a) Airstrip yang menjadi habitat burung terestrial; (b) Mercusuar sebagai salah satu daya tarik kawasan TWNC ... 29

7. (a) Muara Blambangan saat air naik; (b) Vegetasi di sekitar Muara Blambangan ... 32

8. (a) Perbatasan pantai dengan Muara Way Tinggal; (b) Muara Way Tinggal sebagai habitat burung-burung air. ... 34

9. (a) Vegetasi hutan dataran rendah di Muara Belimbing; (b) Vegetasi hutan pantai di sekitar Muara Belimbing ... 36

10. Perbandingan sebaran temporal burung pada beberapa habitat di kawasan TWNC. ... 46

11. Sebaran spasial jenis burung yang potensial untuk wisata birdwatching. ... 48

12. Saung Bajau dan kenampakan mercusuar. ... 51

13. Danau Sei Leman dan vegetasi di sekitarnya. ... 52

14. Muara Way Tinggal dengan berbagai asosiasi habitatnya. ... 52

15. Pesona Danau Menjukut ... 53

16. (a) Tegakan Nipah dan populasi kalong di dalamnya; (b) Keindahan danau sei Leman saat pagi hari; (c) Kerbau liar (Bubalus bubalis) di danau Sei Leman; (d) Ular Sanca batik (Phyton reticulatus) di hábitat sekitar Danau Sei Leman. ... 54

17. Jenis burung yang ditemukan: (a) Gagak hutan (Corvus enca), (b) Burung-madu sriganti (Nectarinia jugularis), (c) Delimukan zambrud (Chalcophas indica) dan (d) Kadalan Kera (Phaenicophaeus tristis). ... 55

18. (a) Cangak merah (Ardea purpurea); (b) Wili-wili besar (Burhinus giganteus) ... 56

19. (a) Ular laut. (b) Biawak erasia (Varanus salvator) ... 57

20. (a) Mercusuar sekitar airstrip; (b) Kuntul karang (Egretta sacra) pada sore hari di Saung bajau; (c) Pergam laut (Ducula bicolor); (d) Burung-burung pantai di Saung Bajau. ... 58

(19)

21. Jenis-jenis burung yang ditemukan di kawasan TWNC (a) Elang-laut

perut-putih (Haliaeetus leucogaster); (b) Kuntul karang (Egretta sacra). .... 59

22. Wili-wili besar (Burhinus giganteus) (a) saat berjalan di pantai; (b) saat terbang. ... 59

23. Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus) ... 60

24. (a) Kadalan birah (Phaenicophaeus curvirotris); (b) Kadalan kera (Phaenicophaeus tristis). ... 61

25. Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster). ... 62

26. Elang-ikan kepala-abu (Ichthyophaga ichthyaetus). ... 63

27. Kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostrsis). ... 64

28. Cangak laut (Ardea sumatrana) ditemukan di sarang ... 65

29. Pekaka emas (Pelargopsis capensis) ... 65

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Daftar jenis burung yang ditemukan ... 74 2. Daftar kekayaan jenis burung untuk tiap habitat yang diamati ... 77 3. Jumlah burung yang ditemukan paling banyak dan paling sedikit di setiap

habitat masing-masing ... 83 4. Jenis-jenis burung yang ditemukan pada waktu tertentu pada

masing-masing habitat yang diamati. ... 89 5. Status konservasi dan perlindungan tiap jenis burung di habitat perairan,

(21)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan Tampang Belimbing yang sering disebut Tambling merupakan bagian dari wilayah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang

terletak di Provinsi Lampung dan merupakan kawasan IBA (Important Bird

Area). Kawasan ini memiliki beberapa kekhasan, antara lain posisi kawasan

Tambling yang terletak di ujung bagian selatan dan barat daya Pulau Sumatera, sehingga menjadikan kawasan ini habitat ekotone atau peralihan antara ekosistem

darat dan laut dan memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Tambling menjadi kawasan konservasi yang istimewa setelah menjadi tempat pelepasliaran harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang pertama di Indonesia. Dalam

kegiatan tersebut pengangkutan dilakukan dengan menggunakan pesawat dari Aceh ke Tambling dan dipublikasikan secara besar-besaran yaitu pada bulan Agustus 2008 (TWNC 2008).

Tipe ekosistem di kawasan ini cukup beragam, meliputi hutan mangrove, hutan hujan tropika dataran rendah dengan beberapa sub tipe hutan di dalamnya. Sebagian besar kawasan Belimbing merupakan ekosistem hutan pantai primer dan hutan mangrove yang berbatasan dengan hutan pantai, Dipterocarpacea di bagian hutan primer, dan vegetasi Nipah (Nypa fruticans) di bagian habitat danau yang

menjadi habitat beberapa satwaliar.

Kawasan Tampang-Belimbing (Tambling Wildlife Nature Conservation) memiliki beberapa tipe habitat, dan salah satu yang menarik untuk dikaji adalah habitat perairannya. Kawasan ini berbatasan langsung (terhubung) dengan laut lepas, yaitu Samudera Hindia. Kawasan Tambling memiliki tiga muara sungai utama yaitu Blambangan, Way Tinggal, dan Belimbing, yang kaya akan berbagai jenis ikan dan potensial untuk menjadi habitat burung. Kawasan Tambling juga memiliki dua danau besar yang salah satu diantaranya, yaitu Danau Menjukut, memiliki keunikan dan panorama yang indah karena langsung berhadapan dengan perairan laut lepas. Kawasan eksotik seperti ini akan sangat baik dimanfaatkan untuk kegiatan wisata, namun tetap harus memperhatikan kelestariannya.

(22)

Keunikan lain kawasan Tambling yaitu adanya Danau Sei Leman yang letaknya berada di antara hutan dataran rendah dan hutan pantai, sehingga daerah ini memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Selain itu, di danau bagian tengah terdapat vegetasi Nipah (Nypa fruticans) yang menjadi habitat

berbagai jenis burung air seperti Cangak abu (Ardea cinerea), Cangak laut (Ardea sumatrana), Cangak merah (Ardea purpurea), dan Kuntul karang (Egretta sacra).

Jika kawasan ini dimanfaatkan untuk kegiatan wisata maka akan menambah nilai manfaat kawasan ini, tidak hanya sebagai tempat hidup berbagai satwaliar tapi juga sebagai tempat pendidikan dan wisata minat khusus.

Menurut TWNC (2008) pengelolaan kawasan Tambling sudah dilimpahkan kepada PT.Adhiniaga Kreasinusa melalui SK Menteri Kehutanan No.415/Kpts-II/1992. Saat ini kawasan ini dikenal dengan nama Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC). Pihak TNBBS memberikan hak kelola kepada pihak Adhiniaga untuk mengelola kawasan Tambling dan memanfaatkan kawasan ini dengan mengembangkan kegiatan wisata sesuai SK Menteri Kehutanan No.294/Menhut-II/ 2007. Kegiatan wisata yang sudah dilaksanakan di kawasan ini adalah “safari malam” yaitu kegiatan menjelajahi hutan dan kawasan Tambling dengan menggunakan kendaraan jip. Safari malam ini dilaksanakan dengan tujuan mengamati satwaliar di malam hari. Kegiatan yang dilaksanakan malam hari ini membuat pengunjung tidak memiliki kegiatan pada pagi atau siang hari sehingga biasanya para pengunjung hanya berdiam diri di guest house atau

dermaga pantai.

Untuk mengoptimalkan kunjungan diperlukan kegiatan alternatif yang dapat dilakukan sebelum kegiatan safari malam. Salah satu alternatif kegiatan pemanfaatan kawasan berbasis konservasi yang dapat diusulkan adalah wisata pengamatan burung atau birdwatching. Pada saat ini di beberapa negara, misalnya

di Australia dan U.S.A., wisata birdwatching ini merupakan komponen penting

dari wisata berbasis alam dan memberikan dampak positif secara ekonomi (Jones & Buckley 2001). Di beberapa daerah lain di Indonesia kegiatan birdwatching

juga semakin populer, terbukti dengan cukup banyaknya tawaran-tawaran wisata pengamatan burung oleh operator wisata baik dari luar negeri maupun dalam negeri.

(23)

Untuk mengembangkan suatu tempat menjadi kawasan tempat berlangsungnya kegiatan birdwatching terlebih dahulu harus diketahui potensi

dari tempat tersebut, misalnya potensi dari keanekaragaman jenis, spesies kunci atau maskot, peluang ditemukannya jenis-jenis burung tertentu, penyebaran burung di daerah tersebut, dan perlu diketahui pula hal-hal yang menjadi obyek

utama dalam kegiatan birdwatching misalnya keunikan spesies tertentu, populasi

jenis tertentu yang melimpah dan jenis-jenis migran. Posisi Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) yang yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan Laut Jawa membuat kawasan ini kemungkinan menjadi jalur migrasi burung, khususnya burung-burung air dan lahan basah, sehingga berpotensi besar

untuk dikembangkan sebagai wilayah ekowisata birdwatching.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendata jenis-jenis burung yang ada pada habitat perairan, yaitu habitat danau, pantai dan muara, serta menghitung kelimpahan individu burung pada setiap habitat yang diamati di TWNC-TNBBS;

2. Membuat data sebaran spasial dan temporal burung tiap habitat yang diamati pada habitat perairan yaitu danau, pantai dan muara di TWNC-TNBBS;

3. Menentukan waktu dan lokasi serta membuat rekomendasi wisata

birdwatching, pada habitat perairan yaitu di danau, pantai dan muara di

TWNC-TNBBS.

1.3. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengelola kawasan TWNC-TNBBS, dunia pariwisata, dan kelestarian burung di TNBBS.

1. Untuk TWNC antara lain dapat meningkatkan pengelolaan tanpa merusak

lingkungan;

2. Manfaat untuk kelestarian burung adalah memberikan informasi dan data

mengenai keanekaragaman burung untuk menjadi dasar konservasi burung di TWNC, TNBBS.

(24)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Burung

Burung merupakan salah satu kelompok terbesar dari hewan bertulang belakang (vertebrata) yang jumlahnya diperkirakan ada 8.600 jenis dan tersebar di seluruh dunia. Bentuk tubuh burung telah terbukti menjadi salah satu hal yang berhasil mempengaruhi penyebarannya di seluruh muka bumi. Mereka menempati setiap tipe habitat dari khatulistiwa sampai daerah kutub. Burung-burung tersebut dapat dibedakan menjadi burung hutan, burung padang terbuka, burung gunung, burung air, dan adapula burung-burung yang menjelajahi samudera terbuka serta ada juga burung yang hidup dalam gua dan dapat menemukan arah dalam kegelapan (MacKinnon 1990).

2.1.1 Burung Air

Burung air adalah burung yang hidup dan tinggal di daerah perairan seperti daerah pinggir sungai, laut, rawa, hutan bakau, hutan payau estuaria danau, sawah, bendungan dan pantai. Konvensi Ramsar 1971 mendefinisikan burung air sebagai jenis burung yang secara ekologis kehidupannya bergantung kepada keberadaan lahan basah. Oleh karena itu kehidupan burung air sangat tergantung pada air, baik untuk mencari makan, berlindung, istirahat, berbiak dan untuk melakukan aktivitas sosial lain (Nirarita et al. 1996).

Burung air merupakan satwaliar yang umum dan sering dijumpai di berbagai wilayah di Indonesia. Kuntul, Cangak, dan Bangau adalah beberapa jenis burung air yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia terutama di wilayah pesisir. Beberapa burung air telah dimanfaatkan sebagai sumber gizi bagi masyarakat, beberapa lagi dikenal sebagai hama yang sering mengganggu di tambak dan persawahan.

2.1.2 Kategori Burung Air

Menurut MacKinnon (1990) burung air dibagi kedalam empat kategori ekologi yaitu:

1. Burung-burung laut, bersifat pelagik (hidup di laut bebas) dan bersifat aerial (lebih banyak beraktivitas dengan terbang) yang makan dan hidup di laut. Adapun yang termasuk dalam burung-burung jenis ini adalah

(25)

Penggunting laut suku Procellariidae, Petrel badai suku Hydrobatidae, Burung buntut suku Phaetontidae, Gangsa batu Slidae, Dara laut suku Sternidae, Cikalang suku Fregatidae, dan Camar kejar suku Stercorariidae. 2. Burung-burung berenang di air tawar, yaitu burung pelagik yang umum

dijumpai berenang di perairan tawar. Burung-burung ini biasanya adalah dari jenis perenang dan lebih mirip bebek kecuali Pecuk ular dari suku Phalacrocoracidae. Burung yang masuk dalam kategori ini antara lain Titihan suku Podicipedidae, Belibis itik suku Anatidae, Kaki sirip suku Heliornithidae dan Pecuk suku Phalacrocoracidae.

3. Burung air berkaki panjang, burung ini berukuran besar, umumnya makan

di dalam air tetapi dengan cara berdiri di dasar perairan dangkal ataupun tepi sungai. Meskipun burung ini banyak menghabiskan waktu diperairan mereka merupakan burung penerbang yang kuat dan bukan perenang. Jenis ini antara lain Cangak suku Ardeidae, Bangau suku Ciconidae, dan Ibis suku Thereskiornithidae.

4. Perancah dan pemakan organisme tanah, burung ini hidup di tepi perairan

dengan paruh panjang untuk memeriksa ke dalam lumpur dan pasir untuk mendapatkan makanan yang terpendam di dalamnya. Burung-burung jenis ini adalah Kaki lebar suku Phalacopidae, Trulek suku Charadriidae, Wili-wili suku Burhinidae, Blekek kembang suku Rostratulidae, dan Terik suku Glareolidae.

Sesuai dengan keadaan ekologisnya secara umum dan daerah keadaan fisiografi daerah sebaran burung dapat dijelaskan sebagai berikut (Dirjen PHKA, 1980 dalam Prakoso 2003):

a. Pada daerah pantai yang merupakan empang, rawa, dan hutan bakau

biasanya tempat persinggahan atau tempat hidup burung pemakan ikan, misalnya Belibis (Dendrocygna sp.), Kuntul (Egretta sp.).

b. Pada daerah agak kedalam biasanya dijumpai kolam ikan. Oleh karena itu

daerah ini merupakan sebaran burung pemakan ikan dan biji, misalnya Bluwok (Mycteria cinerea), Mandar (Porphyrio sp.), Trinil (Tringa hypoleycos), Perenjak (Prinia sp.).

(26)

c. Pada daerah yang banyak ditanam pohon buah-buahan merupakan daerah

burung pemakan buah, misalnya Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster),

Jalak suren (Sturus contra), Murai (Copsychus saularis).

2.1.3 Pola penyebaran Burung

Individu dalam populasi dapat menyebar dengan tiga macam pola penyebaran (Odum 1971):

a) Acak (random), terjadi karena lingkungan sangat seragam dan tidak ada

kecenderungan untuk berkelompok.

b) Teratur (uniform), terjadi karena kompetisi antar individu yang ketat,

sehingga burung memiliki kecenderungan untuk mempertahankan jarak yang sama dengan individu saingannya.

c) Berkelompok (clumped), individu ditemukan dalam kelompok, akan tetapi

secara keseluruhan pengelompokan ini menyebar secara acak.

2.2. Habitat

2.2.1 Habitat Perairan

Burung sebagai salah satu komponen dalam ekosistem memerlukan tempat atau ruang untuk mencari makan, minum, berlindung, bermain, dan tempat untuk berkembangbiak, tempat yang menyediakan kebutuhan tersebut membentuk suatu kesatuan yang disebut habitat (Alikodra 1990). Habitat adalah suatu kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun biotik yang merupaka satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiak satwaliar (Alikodra 1990).

Faktor yang menentukan keberadaan burung antara lain adalah ketersediaan makanan, serta tempat untuk istirahat, kawin, main, bersarang bertengger dan berlindung. Kemampuan suatu wilayah dalam menampung burung ditentukan oleh luasan, komposisi dan struktur vegetasi, banyak tipe ekosistem dan bentuk habitat. Burung umumnya akan bertahan hidup di suatu tempat apabila terpenuhi suatu tuntutan hidupnya antara lain habitat yang mendukung dan aman dari gangguan (Hernowo 1985). Kelengkapan komponen habitat mempengaruhi banyaknya jenis burung di suatu habitat (Mulyani 1985).

Lahan basah (wetland) adalah habitat perairan yang berupa daerah-daerah

(27)

tergenang atau mengalir; tawar, payau, asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu surut (Konvensi Ramsar 1971 dalam KNPELB 2004). Pengertian tersebut menunjukkan bahwa cakupan lahan basah di wilayah pesisir meliputi terumbu karang, padang lamun, dataran lumpur dan dataran pasir, mangrove, wilayah pasang surut, maupun estuari (muara), sedangkan di daratan cakupan lahan basah meliputi rawa-rawa baik air tawar maupun gambut, danau, sungai, dan lahan basah buatan seperti kolam, tambak, sawah, embung, dan waduk (KNPELB 2004).

Untuk tujuan pengelolaan lahan basah dibawah kerjasama Internasional, Konvensi Ramsar mengeluarkan sistem pengelompokan tipe-tipe lahan basah menjadi tiga tipe utama yaitu: lahan basah pesisir dan lautan, terdiri dari 11 tipe antara lain terumbu karang dan estuari; lahan basah daratan, terdiri dari 20 tipe antara lain sungai dan danau; serta lahan basah buatan, terdiri dari sembilan tipe antara lain tambak dan kolam pengolahan limbah.

2.2.2 Perairan sebagai Habitat Burung

Habitat perairan, dalam hal ini lahan basah, memiliki beberapa manfaat dan nilai utama misalnya untuk kegiatan penelitian dan pendidikan karena banyak lahan basah yang menyimpan misteri ilmu pengetahuan sehingga menarik untuk dikaji dan digunakan sebagai lokasi penelitian, termasuk kegiatan pendidikan. Selain itu lahan basah dapat digunakan juga untuk kegiatan rekreasi terutama yang memiliki nilai estetika, dapat menjadi lokasi yang menarik untuk rekreasi. Beberapa lokasi yang cocok dimanfaatkan sebagai tempat untuk penelitian, pendidikan dan rekreasi diantaranya danau, pantai, muara dan terumbu karang.

a. Danau

Danau adalah badan air alami berukuran besar yang dikelilingi oleh daratan dan tidak berhubungan dengan laut, kecuali melalui sungai. Danau bisa berupa cekungan yang terjadi karena peristiwa alam yang kemudian menampung dan menyimpan air yang berasal dari hujan, mata air, rembesan, dan atau air sungai (KNPELB 2004).

Beberapa jenis burung yang dapat ditemukan pada habitat ini biasanya berukuran besar, umumnya makan di dalam air tetapi dengan cara berdiri di dasar perairan dangkal ataupun tepi sungai. Meskipun burung ini banyak menghabiskan

(28)

waktu di perairan mereka merupakan burung penerbang yang kuat dan bukan perenang. Jenis ini antara lain Cangak (Ardea sp.) suku Ardeidae, Bangau

(Mycteria sp.) suku Ciconidae, dan Ibis (Dendrocygna sp.) suku

Thereskiornithidae (MacKinnon 1990).

b. Pantai

Wilayah pantai atau pesisir merupakan pertemuan antara dua ekosistem yaitu laut dan darat. Wilayah ini secara ekologi tidak dapat berdiri sendiri, karena tergantung pada keseimbangan antara berbagai elemen alam, seperti angin dan air, batu dan pasir, flora dan fauna yang berinteraksi membentuk ekosistem pesisir yangunik.

Pada habitat ini biasanya terlihat dataran lumpur dan dataran pasir yaitu dataran tidak bervegetasi yang terbentuk di daerah pantai yang landai, terutama di dekat muara sungai dan terumbu karang. Kawasan yang kelihatannya tandus ini sebetulnya sangat subur karena menerima banyak suplai nutrien dan biasanya dihuni oleh berbagai jenis organisme bentik. Ketika air surut kawasan ini menjadi tempat makan burung air, sebaliknya saat pasang menggenangi kawasan ini, berbagai jenis ikan pesisir mendatanginya untuk mencari makan (KNPELB 2004). Menurut MacKinnon et. al (1998) jenis-jenis burung yang dapat dijumpai pada

habitat ini pada umumnya adalah dari Cerek (Charadrius sp.) suku Charadriidae,

Trinil (Tringa sp.) dari suku Scolopacidae, dan Wili-wili besar (Burhinus giganteus) dari suku Burhanidae.

c. Muara

Muara adalah ekosistem tempat pertemuan air tawar dan air laut yang masih dipengaruhi oleh pasang surut. Muara sangat produktif karena kaya akan nutrien dari sungai dan laut. Muara juga merupakan tempat memijah dan makan bagi berbagai jenis ikan dan udang, yang biasanya merupakan kawasan hutan bakau (mangrove) yang berkembang dengan baik secara alamiah (KNPELB 2004).

Sebagian besar daerah pesisir Indonesia dipengaruhi oleh keberadaan muara. Daerah yang mempunyai kawasan muara yang luas antara lain wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Papua. Kawasan muara bisa juga berupa delta yaitu daratan yang terbentuk akibat sedimentasi yang terbawa dari daratan

(29)

melalui sungai. Delta-delta yang besar biasanya berupa hutan bakau atau rawa air payau yang subur karena kandungan sedimen yang kaya hara berasal dari daratan.

d. Terumbu karang

Terumbu karang merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan laut dangkal, jernih, hangat, dan memiliki kadar kalsium karbonat tinggi. Komunitas terumbu karang didominasi berbagai jenis hewan karang keras dan berbagai biota yang berasosiasi dengannya. Terumbu karang adalah salah satu

ekosistem paling produktif di dunia. Banyak kalangan bahkan

membandingkannya dengan produktivitas hutan hujan tropis. Rata-rata produktivitas primer terumbu karang dunia adalah 2.500 gC/m2 per tahun. Terumbu karang merupakan sumber devisa negara dari sektor perikanan dan pariwisata laut (KNPELB 2004).

Menurut MacKinnon et al. (1998) beberapa jenis burung yang dapat

ditemui pada habitat ini adalah Kuntul (Egretta sp) dari suku Ardeidae, Cangak

(Ardea sp.) suku Ardeidae, Bangau (Mycteria sp.) suku Ciconidae, dan

Raja-udang (Halcyon sp.), umumnya burung-burung yang dijumpai di kawasan ini

berupa burung pemakan ikan dan memiliki kaki yang panjang.

2.3 Keanekaragaman Jenis Burung

Menurut WALHI (1995) keanekaragaman hayati adalah keseluruhan genus, spesies, dan ekosistem di dalam suatu wilayah. Kekayaan hayati di bumi saat ini merupakan produk beratus-ratus juta tahun sejarah evolusi. Dalam perjalanan waktu, peradaban manusia muncul dan mengadaptasi lingkungan lokal dengan menemukan, memakai, dan mengubah sumberdaya hayati lokal. Keanekaragaman hayati dapat dibagi ke dalam tiga kategori tingkatan: genus, spesies, dan ekosistem. Ketiga kategori tersebut menggambarkan aspek yang cukup berbeda dalam sistem kehidupan dan para cendekiawan mengukurnya dengan cara yang berbeda pula.

Keanekaragaman hayati merupakan semua kehidupan di atas bumi, baik itu tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme, serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup. Keanekaragaman hayati disebut juga “biodiversitas”, keanekaragaman atau

(30)

keberagaman dari makhluk hidup, dapat terjadi karena adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan sifat-sifat lainnya. Sedangkan keanekaragaman dari makhluk hidup dapat terlihat dengan adanya

persamaan ciri antara makhluk hidup (WWF 1989 dalam Primack et al. 1998).

Selain itu Begon et al. (1990) menyatakan bahwa belum ada pengertian

yang pasti mengenai istilah ”biodiversity” terutama sebelum adanya

laporan-laporan ilmiah karena kebanyakan orang mendefinisikan hal yang serupa dengan definisi-definisi yang telah dikemukakan sebelumnya. Namun Begon et al (1990) menyebutkan bahwa salah satu parameter yang diukur untuk mengetahui keanekaragaman jenis adalah mengetahui kekayaan dan kesamaan jenis individu-individu yang ada dalam komunitas tersebut.

Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bisa jadi ”diversity” memiliki lebih dari satu arti. Bahkan Hulbert (1971) dalam

Magurran (1983) menyatakan bahwa keanekaragaman ini merupakan sesuatu yang ”non konsep”. Keanekaragaman sulit untuk didefinisikan, karena keanekaragaman itu tidak hanya memiliki satu komponen tetapi dua komponen yaitu keanekaragaman jenis dan kelimpahan relatif.

Menurut Temple (1991) dalam Primack et al. (1998), keanekaragaman

hayati dibedakan atas tiga level yaitu keanekaragaman dalam spesies, antar spesies dan ekosistem. Keanekaragaman hayati memiliki beragam nilai atau arti bagi kehidupan, diantaranya bermakna sebagai modal untuk menghasilkan produk dan jasa saja (aspek ekonomi), selain itu keanekargaman hayati juga mencakup aspek sosial, lingkungan. Pada tingkat yang paling sederhana, keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai jumlah spesies yang ditemukan pada suatu komunitas, suatu ukuran yang disebut kekayaan spesies (Primack et al. 1998).

2.4 Wisata Birdwatching

Kegiatan wisata pengamatan burung (birdwatching) sebagai salah satu

kegiatan ekowisata adalah perjalanan ke alam bebas dengan penekanan pada apresiasi manusia pada keindahan burung yang hidup bebas di habitatnya, baik akan kemerdekaan suara, keindahan bentuk dan warna tubuh, maupun keunikan tingkah lakunya. Kegiatan ini sangat populer di negara maju tetapi kurang populer di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mempopulerkan

(31)

kegiatan wisata pengamatan burung sebagai bagian dari kepedulian terhadap konservasi alam khususnya burung (Wisnubudi 2007)

MacKinnon (1990) menyatakan salah satu yang mendukung suatu kawasan menarik dikunjungi yaitu jika kawasan itu memiliki atraksi yang menonjol misalnya satwaliar yang menarik atau khas untuk tempat tertentu.

Kegiatan birdwatching sebagai rekreasi masih merupakan hal baru di Indonesia.

Bagi orang-orang tertentu yang menyukai alam (naturalis), mengamati burung dapat merupakan keasyikan tersendiri. Menikmati keindahan warna, keunikan bentuk, tingkah laku serta mendengarkan kicauan burung-burung dapat

mengurangi rasa stress yang mungkin terjadi akibat kesibukan-kesibukan

sehari-hari. Bagi orang-orang yang berjiwa seni, mengamati burung dapat memberikan inspirasi sehingga dapat meningkatkan kreativitas atau daya cipta mereka (Mulyani dan Mardiastuti 1993).

Selain itu Mulyani dan Pakpahan (1993), menyebutkan pula bahwa ada

beberapa karakteristik dari birdwatching untuk dikembangkan sebagai salah satu

bentuk ekoturisme adalah:

1. Relatif murah (hanya memerlukan teropong dan buku panduan lapang atau

field guide)

2. Dapat dilakukan dimana saja (pada berbagai tipe habitat)

3. Meningkatkan wawasan akan lingkungan, yang selanjutnya diharapkan dapat

membangun dan meningkatkan semangat konservasi.

4. Dapat dilakukan oleh siapa saja (tua-muda laki-laki dan perempuan, segala tingkat pendidikan), dengan demikian aktivitas ini memiliki sasaran konsumen yang luas

Walaupun pada awalnya wisata birdwatching belum populer dan

berkembang di Indonesia, minat generasi muda terutama pelajar dan mahasiswa cukup besar untuk mengamati burung. Selain itu, potensi pasar dari wisatawan mancanegara cukup besar karena di negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Inggris, wisata birdwatching cukup banyak diminati berbagai kalangan dan

menghasilkan keuntungan finansial yang besar bagi dunia usaha pariwisata.

Wisata birdwatching merupakan kegiatan non konsumtif yang ramah lingkungan

(32)

Saat ini minat masyarakat terhadap kegiatan birdwatching semakin

meningkat, bukan hanya para birdwatcher tetapi juga masyarakat umum,

mahasiswa, pelajar, dan komunitas tertentu yang hanya sekedar menyalurkan hobi atau mengisi waktu luang. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya kawasan wisata atau kawasan tertentu di dalam hutan yang menyediakan jasa wisata minat

khusus birdwatching, selain itu semakin maraknya kegiatan-kegiatan atau

event-event yang mengambil tema burung misalnya Bird of Parahyangan, Bird Race Surabaya, dan lain-lain. Kegiatan ini berupa perlombaan mengamati burung untuk mengidentifikasi jenis dan menduga populasinya. Adapula kegiatan yang dilakukan oleh para pencinta burung yang melakukan pengamatan di tempat-tempat tertentu pada saat musim migrasi, misalnya saja di puncak ataupun di pantai.

Apabila dikelola dengan baik dan semua pihak dapat bekerjasama secara profesional, maka kegiatan wisata birdwatching ini dapat menjadi sesuatu yang

sangat potensial untuk dikembangkan dan dapat memberikan keuntungan secara finansial. Selain itu kegiatan ini dapat membantu upaya konservasi karena dengan

kegiatan birdwatching, pengelola akan berusaha melaksanakan pengelolaan

habitat burung-burung tersebut sehingga kelestariannya dapat terjaga.

Beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan kegiatan

birdwatching (Cahyana 2007) adalah:

1. menentukan lokasi yang akan dijadikan tempat pengamatan,

2. menentukan waktu pelaksanaan pengamatan burung, dan

3. mempersiapkan peralatan

Sementara itu Darjono (2007) menambahkan bahwa dalam pengamatan burung ada kemudahan diantaranya apabila melihat jenis-jenis yang mudah dijumpai karena suatu jenis sudah terbiasa dengan keadaan manusia ataupun karena memiliki ukuran yang besar sehingga mudah untuk diamati seperti burung-burung air baik yang hidup di pantai maupun yang ada di sekitar perairan tawar seperti danau dan sungai.

(33)

BAB

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Kegiatan penelitian dilakukan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC), TNBBS (Gambar 1). Survei pendahuluan telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2008, sedangkan pengumpulan data dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Agustus sampai September 2009. Plot-plot pengamatan ditempatkan di habitat danau, pantai, muara, landasan pacu (airstrip) serta terumbu karang (khusus untuk terumbu karang pengamatan hanya

dilakukan selama air laut sedang surut).

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC).

Pengamatan pada habitat danau dilaksanakan di Danau Menjukut dan Danau Sei Leman. Pengamatan dilaksanakan di Danau Menjukut karena danau ini merupakan salah satu danau yang terdapat di TWNC dan memiliki berbagai karakteristik yang khas. Danau Menjukut memiliki panorama yang indah karena

(34)

berhadapan langsung dengan laut lepas, selain itu di bagian tengah danau ini terdapat pulau-pulau kecil diantaranya Pulau Kirin. Danau ini juga berasosiasi dengan hutan pantai dan hutan dataran rendah sehingga diduga di kawasan ini terdapat berbagai jenis satwaliar terutama burung.

Danau Sei Leman dipilih untuk menjadi lokasi pengamatan karena danau ini memiliki asosiasi dengan berbagai vegetasi seperti adanya Pulau Endapat yang didominasi oleh tegakan Nipah dan menjadi habitat berbagai macam burung air. Selain itu di danau ini juga bermuara sungai, terdapat rawa dan asosiasi danau dengan hutan pantai dan hutan dataran rendah.

Pengamatan di pantai dilaksanakan di Pantai Menjukut, Pantai Sei Leman dan Saung Bajau. Ketiga pantai ini memiliki keunikan masing-masing, untuk Pantai Menjukut keunikannya tidak jauh berbeda dengan Danau Menjukut karena lokasinya berdekatan, begitu pun dengan Pantai Sei Leman, keunikan dan kekhasan hampir sama dengan Danau Sei Leman. Adapun untuk Saung Bajau keunikan pantai ini adalah adanya objek yang menarik untuk dikunjungi yaitu pemandangan kapal karam dan mercusuar. Selain itu pada sore hari saat air laut surut terlihat terumbu karang yang terhampar luas dan sangat indah serta menjadi habitat beberapa burung air untuk mencari makan.

Pengamatan di muara dilaksanakan di tiga muara yaitu Blambangan, Way Tinggal dan Belimbing. Ketiga muara ini diduga menjadi habitat berbagai burung air karena merupakan daerah tempat pertemuan air tawar dan air laut yang masih dipengaruhi oleh pasang surut sehingga kawasan muara ini kaya akan ikan dan organisme lain yang menjadi pakan burung-burung air.

3.2 Alat

Peralatan yang digunakan adalah peta kerja (skala 1:100.000), binokuler, teleskop, kamera digital, kompas, GPS, buku panduan lapang: Pengenalan jenis burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan oleh MacKinnon et al. (1998).

3.3 Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan meliputi jenis burung, jumlah individu, penyebaran secara spasial dan temporal, aktivitas burung dan penggunaan habitat, kondisi habitat secara umum, baik fisik maupun vegetasinya.

(35)

3.4 Metode Pengumpulan data 3.4.1 Burung

Untuk mengetahui kekayaan jenis burung dilakukan metode jelajah, yaitu dengan langsung mendatangi lokasi-lokasi yang dianggap potensial terutama di habitat perairan. Setiap burung yang ditemukan dicatat secara langsung mengenai jenis, jumlah, waktu penemuan, aktivitas dan lokasinya. Metode Look and See

(Bibby et al. 2000) digunakan dalam penelitian ini untuk mempersempit pilihan

penelitian suatu jenis. Pelaksanaan metode Look and See ini didahului dengan

cara mewawancarai petugas lapang serta masyarakat sekitar Tambling mengenai jenis-jenis burung yang pernah ditemukan di suatu tempat, setelah itu dilakukan pengamatan lapangan ke kawasan yang diduga menjadi habitat dari jenis burung yang diinformasikan oleh petugas lapang dan masyarakat sekitar.

Untuk pengamatan di habitat danau Menjukut dilakukan dengan menjelajahi pinggiran danau, selain itu dilakukan pengamatan dengan bersembunyi di suatu tempat yang tertutup dan tidak terlihat oleh burung. Untuk di habitat hutan pantai dilakukan dengan menyusuri pantai dan mencatat setiap jenis yang ditemukan.

Pengamatan di Danau Sei Leman dilakukan dengan beberapa cara yaitu

penjelajahan ke dalam danau dengan menggunakan speed boat, penjelajahan

dengan cara menyusuri tepian danau, dan dengan cara bersembunyi di tempat yang memungkinkan sehingga keberadaan pengamat tidak terlihat oleh burung. Untuk pengamatan di muara dilakukan dengan mengamati burung pada tempat yang tersembunyi di sekitar muara.

Untuk mengetahui kelimpahan (jumlah individu) digunakan metode

concentration count. Metode ini digunakan hanya di lokasi dan waktu tertentu.

Umumnya pada pagi dan sore hari beberapa jenis-jenis tertentu berkumpul sehingga memudahkan dalam penghitungan. Kegiatan ini dilakukan dengan menghitung langsung jumlah burung dari tiap jenis yang terlihat dalam suatu habitat tertentu yang biasanya digunakan oleh burung-burung tertentu untuk berkumpul seperti di danau, pantai, muara, dan terumbu karang.

Untuk mengetahui sebaran temporal (harian), pengambilan data dilaksanakan dengan menjelajah serta mencatat waktu perjumpaan. Selain itu

(36)

lokasi diplotkan dengan GPS tetapi hanya lokasi secara umum, tidak spesifik untuk tiap penemuan jenis burung. Pada saat pengamatan, pengambilan data ini dilakukan dengan mencatat jenis burung yang ditemukan beserta waktu penemuannya. Dengan cara ini dapat diketahui waktu perjumpaan burung setiap harinya sehingga dapat diketahui waktu perjumpaan jenis maksimal dan minimal pada setiap harinya.

Untuk mendapatkan gambaran mengenai aktivitas burung di habitat perairan, maka aktivitas burung air yang teramati langsung dicatat, termasuk waktu pengamatan serta lokasi pemanfataan habitat oleh burung air tersebut (substrat dan ketinggian).

3.4.2 Habitat

Data habitat yang dikumpulkan berupa penutupan lahan, struktur vegetasi, serta tipe-tipe habitat yang potensial untuk dijadikan kawasan kegiatan

birdwatching. Untuk penutupan lahan dilihat dari peta yang ada di TWNC serta

melihat peta terbaru dari Biotrop, sedangkan untuk struktur vegetasi dan tipe habitat yang potensial untuk birdwatching dilakukan dengan mendata langsung

vegetasi di lapangan serta mendata di habitat mana dapat dijumpai jenis-jenis burung dengan mudah. Selain itu dicatat juga kondisi permukaan air (dalam keadaan pasang atau surut) pada saat pengamatan, kondisi pasang surut ditentukan dengan terlihat atau tidaknya terumbu karang di sekitar pantai Belimbing.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Kekayaan Jenis Burung

Daftar jumlah jenis untuk masing-masing habitat yang diamati disajikan dalam bentuk tabel. Selain itu, disajikan pula data perbandingan dari masing-masing habitat.

3.5.2 Kelimpahan

Kelimpahan diketahui dengan menghitung langsung jumlah individu dari

suatu jenis pada masing-masing lokasi. Kelimpahan dihitung per lokasi dan

(37)

3.5.3 Jumlah Individu

Analisis data disajikan dalam bentuk tabel yang menunjukkan jenis dan jumlah individu dalam lokasi tertentu. Data disajikan dalam angka jumlah individu rata-rata per hari, jumlah individu paling sedikit dan jumlah individu paling banyak.

3.5.4 Penyebaran Burung di Habitat Perairan

Hasil penyebaran burung disajikan secara deskriptif, yang meliputi penyebaran baik menurut lokasi maupun menurut waktu. Pada saat pengamatan setiap jenis yang dijumpai dicatat secara lengkap mengenai lokasi serta substratnya walaupun tidak dipetakan dengan alat GPS tetapi dicatat lokasi perjumpaan setiap jenis burung yang ditemukan (danau, muara, pantai, pinggiran danau dan lain-lain) sehingga akan memudahkan apabila akan dilakukan pendataan ulang. Data mengenai sebaran temporal disajikan dalam bentuk histogram, sedangkan data mengenai sebaran spasial ditampilkan dalam bentuk peta.

(38)

BAB IV. KONDISI UMUM LAPANGAN

4.1. Letak

Kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) dari segi wilayah pengelolaan termasuk dalam Sub-seksi Wilayah Konservasi (SSWK) Sukaraja Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BTNBBS), sedangkan secara administrasi pemerintahan berada dalam wilayah dua kabupaten, yaitu Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Secara geografis kawasan ini sebelah Utara berbatasan dengan kawasan TNBBS dan sebelah Timur, Barat dan Selatan berhadapan dengan Samudera Hindia (Gambar 2).

Gambar 2. Peta kawasan TWNC, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Pada kawasan ini terdapat enclave seluas 500 hektar yang dimanfaatkan

sebagai permukiman warga sekitar yaitu Desa Pengekahan dan dimanfaatkan juga sebagai habitat untuk budidaya lobster. Menurut masyarakat adat marga Belimbing, mereka telah bermukim di lokasi tersebut sejak tahun 1700-an.

(39)

Masyarakat ini awalnya berasal dari Talang Aman Tanah Darat Sumatera Selatan yang menetap di Dusun Kanyut (yang saat ini disebut Pengekahan). Kemudian, tahun 1934 yaitu pada masa pemerintah Kolonial Belanda wilayah ini ditetapkan

sebagai enclave dengan batas wilayah dari Way Belimbing sampai dengan Way

Haru. Hal ini ditunjukkan dengan bukti peta dan surat kesepakatan yang ditandatangani oleh perwakilan masyarakat dan pemerintah Belanda saat itu. Di wilayah enclave ini masih terdapat jejak-jejak leluhur mereka seperti makam

leluhur yang dikeramatkan. Pada tahun 2008 tercatat 164 kepala keluarga atau sekitar 500 jiwa bermukim di wilayah ini.

Untuk menuju kawasan Tambling dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain (TWNC 2008):

a. Melalui jalan darat dari Bandar Lampung ke Kota Agung dan dari Kota Agung dapat langsung menuju lokasi Kawasan Konservasi dan Wisata Alam Tambling dengan menggunakan fasilitas transportasi laut menuju Tampang, Blubuk, atau Teluk Belimbing;

b. Melalui jalan laut kawasan Tambling, dapat ditempuh dengan menggunakan

kapal laut dari Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Bakauheni, Pelabuhan Merak, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Ujung Kulon, Pelabuhan Krui dan Pelabuhan Bengkulu.

Di dalam kawasan Tambling telah tesedia jalan setapak yang menghubungkan antara Wilayah Tampang dan Wilayah Belimbing yang dapat ditempuh melalui dua akses jalan, yaitu:

a. Melalui Pantai: Tampang – Blubuk – Danau Menjukut – Way Sei Leman – Belimbing, dengan jarak tempuh sejauh kurang lebih 33.065 km;

b. Melalui lintas kawasan hutan konservasi: jarak tempuh dari Tampang – Way

Belimbing sejauh 21,735 km;

c. Lintas udara dapat ditempuh melalui: Lapangan Udara Branti- Tambling

(TWNC), Halim Perdanakusuma - Tambling (TWNC) dengan waktu tempuh kurang lebih 35 – 45 menit.

(40)

4.2. Sejarah Kawasan

Kawasan TWNC awalnya mempunyai luas 100 hektar untuk dimanfaatkan dan dikelola sebagai kegiatan ekowisata namun yang dikelola saat ini seluruhnya adalah sekitar 45.000 hektar (luas lahan TNBBS adalah 356.800 hektar). Pengelolaan kawasan wisata Tambling mulanya dilaksanakan oleh PT. Sac Nusantara di atas lahan seluas 100 hektar sesuai dengan SK Menteri Kehutanan Nomor: 415/Kpts-II/1992. Pengelolaannya kini dipegang oleh PT. Adhiniaga Kreasinusa (Artha Group), melalui kerja sama operasional (KSO) dengan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan konservasi.

Sejak SK itu diturunkan pada tahun 1992, di kawasan ini mulai dikelola berbagai satwa, seperti berbagai spesies burung, Buaya muara, Kerbau liar dan Menjangan. Beberapa satwa sudah ada sejak lama, selain itu terdapat Buaya muara yang dilepas di muara yang melintasi kawasan ini, puluhan tukik (bayi penyu) juga selalu dilepas di dermaga pantai. Ada juga seekor Penyu sisik berukuran besar yang sudah dilepas, dan sampai saat ini setiap ada tukik (bayi penyu) baru maka akan secara berkala dilepaskan ke pantai. Kawasan ini pada nantinya diharapkan benar-benar ideal disebut sebagai kawasan konservasi dengan beragam satwa dan tumbuhan hutan. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No.294/Menhut-II/2007, tanggal 28 Agustus 2007, Pengelola Tambling diberi hak pengusahaan seluas 100 ha. dan 10% dari lahan tersebut akan dibuat sarana dan prasarana fisik dengan ukuran masing-masing secara proporsional.

Pemerintah sudah memberikan ijin kepada P.T Adhiniaga Kreasinusa untuk mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan wisata melalui IPPA (Ijin Pengelolaan Pariwisata Alam). Namun saat ini belum dapat dikembangkan secara maksimal karena beberapa kendala diantaranya data potensi kawasan serta sumber daya manusia yang belum memadai. Ijin pengeloaan atau IPPA yang diberikan kepada TWNC adalah di empat lokasi yang ada di kawasan TWNC yaitu Tanjung Belimbing, Menjukut, Blubuk dan Tanjung Mas. Namun saat ini yang baru dikembangkan adalah di Tanjung Belimbing.

(41)

4.3. Sarana dan Prasarana

Kawasan TWNC memiliki berbagai macam fasilitas sehingga berbagai

kegiatan olah raga air dapat dilakukan di kawasan ini seperti berenang, berselancar, snorkeling, menyelam, fotografi, penjelajahan hutan dan pantai, susur

sungai, pengamatan flora dan fauna, memancing dan safari malam. Berbagai fasilitas lengkap tersedia di kawasan ini di antaranya dermaga, airstrip sepanjang

1,5 kilometer, shelter, 5 buah cottage, guest house, kendaraan roda empat,

kendaraan roda dua, kuda, speed boat, kapal motor (KM Bronco dan KM Sadam),

restoran, pondok kerja, pos jaga, jalan setapak, jalan cross dan mercusuar setinggi

70 meter yang dibangun Belanda pada tahun 1879 pada masa pemerintahan Z.M. Willem III.

4.4. Keanekaragaman Hayati

Kawasan ini terdiri dari ekosistem hutan pantai sampai hutan hujan dataran rendah yang relatif masih asli, yang merupakan habitat penting bagi berbagai jenis flora penyusun hutan pantai dan hutan hujan dataran rendah. Jenis-jenis satwa liar langka yang berada di kawasan ini antara lain Rusa sambar (Cervus unicolor), Kerbau liar (Bubalus bubalis), Mentok rimba (Cairina scutulata), Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), Tarsius (Tarsius bancanus), Tapir (Tapirus indicus), Beruang madu (Helarctos malayanus), dan

berbagai jenis burung.

Pada kawasan ini sudah dilaksanakan penelitian mengenai burung khusus untuk burung strata bawah yaitu penelitian yang dilaksanakan oleh Imanuddin pada tahun 2009. Beberapa jenis burung yang sudah ditemukan pada penelitian

tersebut adalah Srigunting batu (Dicrurus paradiseus), Pijantung kecil

(Arachnothera longirostra), Merbah belukar (Pycnonotus plumosu),

Burung-madu rimba (Hypogramma hypogrammicum), Burung-madu sepah-raja

(Aetophyga siparaja), Cinenen merah (Orthotomus sericeus), Udang

pungung-merah (Ceyx rufidorsa) dan Tepus merbah-sampah (Stachyris erythroptera).

Kawasan TWNC juga memiliki berbagai macam tumbuhan yang terdiri dari tumbuhan yang hidup di hutan dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove, habutat danau, rawa, muara dan lainnya. Jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan ini diantaranya Bayur (Pterospermum javanicum), Bintaro (Cerbera manghas),

(42)

Cemara laut (Casuarina equisetifolia), Pulai (Alstonia scholaris), Salam

(Syzigium polyathum) dan Nipah (Nypa fruticans). Selain jenis tumbuhan asli, di

kawasan ini ditemukan jenis-jenis tanaman eksotik diantaranya Pinus (Pinus merkusii), Mangga (Mangifera indica), Jambu air (Eugenia aquea), Bacang

(Mangifera foetida), Sirsak (Annoana muricata), dan Krey payung (Filicium decipiens) (TWNC 2008).

Pada kawasan Muara Way Sleman terdapat Pulau Endapat yang didominasi oleh jenis Nipah (Nypa fruticans) dan merupakan habitat bagi

populasi kalong yang jumlahnya ribuan ekor. Selain itu dapat dijumpai pantai pasir yang panjang dan indah yang merupakan habitat bagi penyu belimbing. Pantai Karang Sawang Bajau, Savana Kobakan Bandeng, Way Sleman, Way Blambangan, Danau Menjukut (habitat buaya), pusat penangkaran rusa dan

enclave Pengekahan (habitat bagi lobster).

4.5. Topografi dan Iklim

Bentang alam di kawasan TWNC ini berupa hutan dataran rendah, hutan pantai, hutan savana atau padang rumput, danau, serta terumbu karang. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, bagian barat Kawasan TNBBS termasuk tipe iklim A (basah) dengan lebih dari 9 (sembilan) bulan basah per tahun dan di bagian timur termasuk tipe iklim B yang lebih kering dari tipe A dan mempunyai 7 (tujuh) bulan basah per tahun (Imanuddin 2009).

Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pada umumnya memiliki curah hujan rata-rata 1000 mm sampai dengan 4000 mm per tahun, dengan demikian keadaan curah hujan dapat dikatakan relatif tinggi. Musim hujan dibagian Barat lebih dari sembilan bulan, sedangkan dibagian Timur tujuh sampai dengan sembilan bulan (TWNC 2008).

(43)

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Menjukut

5.1.1. Deskripsi Habitat

Menjukut merupakan suatu kawasan yang terdapat di kawasan TWNC yang terdiri atas hutan, danau dan pantai di sekitarnya. Danau merupakan salah satu tipe habitat utama yang terdapat di kawasan ini dan memiliki luas kurang lebih 150 hektar. Vegetasi yang ada di danau ini adalah vegetasi hutan pantai yang

terdiri dari tanaman Pandan laut (Pandanus odoratissimus), Cemara laut

(Casuarina equisetifolia) dan tanaman khas pantai yang lain, selain itu terdapat

hutan campuran disekitarnya yang terdiri dari berbagai jenis pohon (Gambar 3.a). Danau ini berhadapan langsung dengan laut lepas (Samudera Hindia) sehingga memiliki panorama yang sangat indah (Gambar 3.b).

(a) (b)

Gambar 3. (a) Vegetasi di sekitar Danau Menjukut; (b) Danau Menjukut berbatasan langsung dengan laut lepas.

Wilayah Menjukut memiliki habitat utama berupa danau yang bersih dengan air yang sangat jernih serta memiliki beberapa pulau di bagian tengahnya. Pulau-pulau ini memiliki vegetasi berupa tegakan pohon yang cukup rapat serta dihuni berbagai satwaliar. Pada habitat Danau Menjukut ini terdapat pula habitat berlumpur di tepian danau yang langsung berbatasan dengan hutan dataran rendah yang ada di sekitarnya.

Letak Danau Menjukut yang berbatasan dengan laut lepas mengakibatkan, pada saat air laut pasang, pasir yang memisahkan danau dan pantai akan terendam sehingga air laut akan masuk ke dalam danau dan akan berpengaruh terhadap kandungan garam serta organisme di dalam danau. Setelah air laut surut di

(44)

kawasan ini akan didatangi berbagai jenis burung yang mencari makan di sekitar danau. Selain itu pada saat air laut surut, pasir pantai akan terlihat kembali seperti jalan yang memisahkan danau menjukut dengan laut lepas, dan biasanya digunakan sebagai jalan alternatif oleh masyarakat sekitar untuk keluar masuk kawasan TWNC ini.

Selain berupa habitat danau, kawasan Menjukut ini juga terdiri atas tipe habitat berupa pantai yang memanjang dan seolah memisahkan danau ini dengan laut lepas. Pantai disekitar danau ini tersusun atas pasir yang teksturnya sangat halus sehingga sangat sulit untuk berjalan di atas pasir ini.

5.1.2. Kekayaan dan Kelimpahan Individu Burung

Jenis burung yang ditemukan di kawasan ini sebanyak 29 jenis (Tabel 1; Lampiran 2) yang terdiri dari burung air sebanyak 6 jenis dan burung arboreal serta terrestrial sebanyak 23 jenis. Individu yang paling banyak ditemukan adalah Pergam laut (Ducula bicolor) yaitu sekitar 20 individu untuk rata-rata perjumpaan

per hari. Untuk penemuan terbanyak jenis ini adalah 44 jenis pada hari tertentu dan adapula dalam satu hari tidak ditemukan sama sekali.

Pergam laut (Ducula bicolor) memiliki kebiasaan terbang diantara

pulau-pulau kecil. Selain itu jenis ini juga biasa bertengger di atas pohon-pohon yang tinggi. Danau dan Pantai Menjukut terdiri dari ekosistem yang cukup bervariasi terutama tersusun atas hutan pantai dan hutan dataran tendah yang memiliki pohon dengan tajuk yang tinggi. Selain itu di Danau Menjukut terdapat pulau-pulau kecil, salah satunya Pulau Kirin yang terletak di tengah danau. Hal ini

memungkinkan Pergam laut (Ducula bicolor) menggunakan habitat ini melakukan

aktivitasnya.

Pada saat pengamatan dapat dilihat pula jenis-jenis penetap (umumnya ditemukan setiap hari dalam jumlah individu yang relatif sama) yaitu Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster), Cangak merah (Ardea purpurea), Cangak

abu (Ardea cinerea), Walet sapi (Collocalia esculenta), Trinil pantai (Tringa hypoleucos), dan Cerek kalung-kecil (Charadrius dubius).

Gambar

Gambar  1.  Peta  lokasi  penelitian  di  Kawasan  Tambling  Wildlife  Nature  Conservation (TWNC)
Tabel 1.  Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari (rata-rata, minimum dan  maksimum) di habitat Danau dan Pantai Menjukut
Tabel 2.  Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Danau dan  Pantai Sei Leman
Tabel 3. Perbandingan jumlah individu tiap jenis per hari di habitat Saung Bajau
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berawal dari kerjasama strategis antara Para Group dan Kelompok Kompas Gramedia (KKG) pada tanggal 4 Agustus 2006, TRANS7 lahir sebagai sebuah stasiun swasta

Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa siswa di SMA Negeri Kecamatan Tangerang Kota Tangerang memiliki kebutuhan yang tinggi akan layanan online self-help dengan menampilkan

[r]

nutrien (nutrient balance) di waduk, sehingga dapat diketahui dari mana asal nutrien, apakah berasal dari eksternal atau internal dan berapa besarnya nutrien yang

Mengatasi kekurangan tersebut penelitian kali ini mencoba melakukan modifikasi sebelum melakukan klasifikasi dalam metode K-NN dengan menggunakan metode clustering

Untuk alasan inilah Anda tidak dapat mengatur kata sandi admin jika kata sandi sistem atau kata sandi hard drive telah diatur. Oleh karena itu, kata sandi admin harus

Generasi muda seharusnya menjadi bagian pemersatu bangsa dengan jiwa nasionalisme yang telah tertanam didalam diri masing – masing indivudu, sehingga untuk menyikapi suatu