• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administratif

Kota Bogor secara geografis terletak pada 106º 45’ Bujur Timur (BT) dan 6º

40’ Lintang Selatan (LS) (Gambar 15). Secara administrasi Kota Bogor tergabung

dalam bagian pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Kota Bogor dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor dengan batas-batas sebagai berikut:

 Utara :Kec. Kemang, Bojong Gede, dan Sukaraja Kab. Bogor;  Selatan : Kec. Cijeruk dan Caringin Kab. Bogor;

 Barat : Kec. Darmaga dan Ciomas Kab. Bogor; dan  Timur : Kec. Sukaraja dan Ciawi Kab. Bogor.

Topografi dan Kemiringan Lereng

Topografi Kota Bogor berupa bentangan perbukitan bergelombang dengan ketinggian bervariasi antara 190 – 350 mdpl. Titik tertinggi Kota Bogor berada di Selatan (350 mdpl) dan titik terendahnya berada di Utara (190 mdpl). Kemiringan lereng di Kota Bogor secara garis besar merupakan dominansi dari kemiringan kelas landai sebesar 8 091.27 ha (68%) (Gambar 16).

Klimatologi

Kota Bogor menurut klasifikasi iklim Schmit dan Ferguson termasuk dalam iklim tipe B atau daerah basah dengan curah hujan berkisar antara 3 000 – 4 000 mm/tahun. Curah hujan bulanan berkisar antara 250 – 335 mm dengan curah hujan minimum terjadi pada bulan September sekitar 128 mm, sedangkan curah

hujan maksimum terjadi di bulan Oktober sekitar 346 mm. Sebagian besar hujan yang terbentuk di Kota Bogor merupakan hujan orografi karena adanya deretan pegunungan di sekelilingnya. Temperatur rata-rata wilayah Kota Bogor berada pada suhu 26oC – 34.4oC dengan kelembaban udara rata-rata lebih dari 70%.

Gambar 15 Peta Kota Bogor (sumber : googleearth.com)

Geologi dan Hidrologi

Struktur geologi Kota Bogor terdiri dari aliran andesit seluas 2 719.61 ha, kipas aluvial seluas 3 249.98 ha, endapan seluas 1 372.68 ha, tupaan seluas 3 395.75 ha, dan lanau breksi tupaan dan capili seluas 1 112.56 ha. Secara umum, Kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Salak dan Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tupaan/kpal) dengan lapisan yang berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari aliran sungai. Endapan permukaannya berupa

alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir, dan kerikil hasil pelapukan endapan dan baik untuk vegetasi.

8091,27 ha (69%) 1763,94 ha (15%) 119,94 ha (1%) 764,96 ha (6%) 1109,89 (9%) 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

Datar (0-2%) Landai (2-15%) Agak Curam

(15-25%)

Curam (25-40%) Sangat Curam (>40%)

Gambar 16 Persentase luas kemiringan lereng di Kota Bogor (sumber: Bappeda 2012)

Jenis tanah yang ada di seluruh wilayah Kota Bogor umumnya adalah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm. Tanah tersebut memiliki kandungan liat (clay) dengan tekstur halus hingga agak kasar sehingga umumnya memiliki sifat cukup peka terhadap erosi, kecuali di Kec. Bogor Barat, Tanah Sareal, dan Bogor Tengah yang masih memiliki sebagian tanah bertekstur keras.

Kondisi hidrologi di Kota Bogor dipengaruhi oleh keberadaan 2 sungai besar (Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane). Selain kedua sungai besar tersebut, terdapat juga anak-anak sungai (Sungai Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi, dan Cibalok) yang membentuk pola aliran pararel-subpararel sehingga mempercepat waktu mencapai debit puncak (time to peak) pada 2 sungai besar. Sungai-sungai tersebut memiliki permukaan air yang jauh di bawah permukaan tanah, sehingga Kota Bogor terbilang relatif aman dari ancaman bahaya banjir.

Potensi sumber daya air lainnya adalah potensi air tanah yang cukup melimpah mengingat Kota Bogor yang dikenal sebagai Kota Hujan. Potensi sumber daya air tanah terletak pada kedalaman sekitar 3 ─ 12 m dengan kalitas air tanah tersebut tergolong dalam kategori cukup baik. Kedalaman muka air tanah dalam keadaan normal (musim hujan) berkisar 3 ─ 6 m, sedangkan musim kemarau kedalaman muka air tanah mencapai 10 ─ 12 m.

Kawasan Resapan Air Hujan di Kota Bogor

Kawasan resapan air adalah daerah bercurah hujan tinggi, berstruktur tanah yang mudah meresapkan air dan mempunyai geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran. Meresapan air ke tanah sendiri terjadi

melalui 2 proses berurutan, yaitu infiltrasi (pergerakan air dari atas ke dalam permukaan tanah) dan perkolasi (gerakan air ke bawah tanah dari zona tidak jenuh ke dalam zona jenuh air) (Wibowo 2006). Selain itu, menurut Soemarto (1987) dalam Wibowo (2006), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi daya infiltrasi air, diantaranya:

 Dalamnya genangan di permukaan tanah, semakin tinggi genangan maka tekanan air untuk meresap semakin besar;

 Kadar air dalam tanah, semakin kering tanah infiltrasi semakin besar;

 Pemampatan tanah, akan memperkecil porositas, pemampatan terjadi karena pukulan butir-butir hujan, penyumbatan pori oleh butir halus, karena injakan manusia, binatang, dan lain sebagainya;

 Tumbuh-tumbuhan, jika tertutup oleh tumbuhan akan semakin besar;  Struktur tanah, yaitu adanya rekahan daya infiltrasi akan memperbesar;  Kemiringan lahan dan temperatur air (mempengaruhi kekentalan).

Kota Bogor memiliki luas kawasan sangat tinggi resapan mencapai 3 999.78 m2 (33.75%) dan tersebar di setiap kecamatannya dengan sebaran tertinggi di wilayah Kecamatan Bogor Selatan (Gambar 17). Perlindungan terhadap kawasan tersebut perlu dilakukan untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan di bawahnya maupun kawasan yang bersangkutan. Bappeda (2012) menggolongkan kriteria kawasan resapan air di Kota Bogor sebagai berikut:

 Kawasan dengan curah hujan rata-rata lebih dari 1 000 mm/tahun;  Lapisan tanah berupa pasir halus berukuran minimal 1/16 mm;

 Mempunyai kemampuan meluluskan air dengan kecepatan lebih dari 1 m/hari;  Kedalaman muka air tanah lebih dari 10 meter terhadap muka tanah setempat;  Kelerengan kurang dari 15%; dan

 Kedudukan muka air tanah dangkal lebih tinggi dari kedudukan muka air tanah dalam. 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 Kec. Bogor Barat Kec. Bogor Selatan Kec. Bogor Tengah Kec. Bogor Timur Kec. Bogor Utara Kec. Tanah Sareal Sangat Tinggi Tinggi Sedang

Gambar 17 Luas kawasan resapan air di Kota Bogor (sumber: Bappeda 2012)

Pola Penggunaan Lahan di Kota Bogor

Kota menurut Foresman et al (1997) dalam Fatimah (2011) merupakan suatu ekosistem yang terbentuk oleh beragam jenis penutupan lahan, vegetasi, dan berbagai tipe penggunaan lahan dari suatu bentangan lanskap yang sangat kompleks. Sebagai suatu kota, Kota Bogor juga tersusun atas beberapa jenis penggunaan lahan dengan pola yang terus berkembang seiring waktu. Terdapat 2 jenis kawasan yang secara garis besar menjadi penyusun pola penggunaan lahan di Kota Bogor, yaitu: Kawasan Terbangun dan Kawasan Belum Terbangun.

Kawasan Terbangun umumnya merupakan kawasan yang terdiri dari penggunaan sebagai lahan perdagangan, permukiman, perumahan terencana, komplek militer, istana, industri, terminal, dan gardu (Bappeda 2012). Kawasan ini tergolong kawasan yang terus mengalami peningkatan luas seiring perkembangan pembangunan di Kota Bogor. Selama periode 2007 – 2012, luas kawasan terbangun di Kota Bogor mengalami peningkatan dari seluas 4 406.45 ha atau 37.19% menjadi 5 567.31 ha atau 46.98%. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh kawasan permukiman dan perumahan yang semakin meluas hingga mencapai 4 178.42 ha (Bappeda 2012).

Hal sebaliknya terjadi pada Kawasan Belum Terbangun yang berupa Situ, Sungai, Kolam, RTH, Tanah Kosong Non RTH, dll. Kawasan ini cenderung mengalami penurunan luas selama periode yang sama. Tahun 2007 kawasan ini memiliki luas 7 299.20 ha atau sekitar 61.60% dan mengalami penurunan menjadi 6 282.69 ha atau 53.01% pada tahun 2012. Pada Kawasan Belum Terbangun di Kota Bogor pada tahun 2012 ini didominasi oleh RTH seluas 5 559.63 ha atau 46.92% (Bappeda 2012). Perbandingan pola penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 18.

0 20 40 60 80 100 120 Tahun 2007 Tahun 2012

Kawasan Terbangun Kawasan Belum Terbangun 7.299,20 ha

4.406,45 ha

6.282,69 ha

5.567,31 ha

Gambar 18 Perbandingan pola penggunaan lahan di Kota Bogor pada tahun 2007 dan 2012

(sumber: Bappeda 2012)

Perubahan pola penggunaan lahan tersebut terjadi akibat tekanan pertumbuhan penduduk di Kota Bogor. Dampak dari peningkatan tersebut adalah ramainya pembangunan kawasan perumahan. Selain itu, status Kota Bogor sebagai Kota Satelit yang strategis bagi pengembangan sektor ekonomi dan perdagangan membuat mulai tumbuhnya berbagai bangunan-bangunan komersil

yang cenderung mengikuti pola jaringan jalan. Adanya pemusatan sarana dan prasarana perkotaan juga membuat tingkat kerapatan bangunan baik permukiman maupun komersial semakin padat menuju ke pusat kota.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bogor

Ruang Terbuka Hijau kota sering kali digambarkan sebagai ruang yang identik dengan pengisian berbagai macam jenis dan strata vegetasi dengan fokus utama untuk mempertahankan kestabilan kondisi ekologis perkotaan. Menurut Nurisjah (1996) dalam Fatimah (2011), Ruang Terbuka Hijau suatu kota adalah bagian kawasan/ruang perkotaan yang ditumbuhi tanaman, baik yang tumbuh alami maupun yang dibudidayakan, guna meningkatkan kualitas dan kapasitas lingkungan perkotaan. Wujud RTH di Kota Bogor umumnya diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. RTH Pertamanan, terdiri dari RTH Jalur Hijau (jalur hijau jalan, sungai, pantai, rel kereta api, listrik tegangan tinggi) dan RTH Taman (taman kota, taman lingkungan, taman interaksi, taman rekreasi, taman atap;

2. RTH Pertanian, terdiri dari sawah, kebun, ladang/tegalan;

3. RTH Kehutanan, terdiri dari hutan kota, hutan rekreasi, hutan raya;

4. RTH Olahraga, terdiri dari lapangan bola, lapangan tenis, kolam renang, pacuan kuda dan tempat olahraga lainnya;

5. RTH Pemakaman, terdiri dari taman pemakaman umum/TPU, taman makam pahlawan/TMP, taman makam keluarga;

6. RTH Lainnya, seperti kebun raya, arboretum, kebun binatang, tempat latihan militer.

Menurut Fatimah (2011) eksisting RTH di Kota Bogor hampir sebagian besarnya (91.70%) merupakan RTH privat (RTH dalam pengelolaan pribadi, swasta atau balai penelitian/lembaga non pemda), sedangkan prosentase RTH publik yang dikelola oleh pemda hanya mencapai 8.30% dan memiliki kecenderungan menyebar di semua kecamatan. Salah satu bentuk RTH dalam pengelolaan pemda adalah taman-taman dengan luas yang bervariasi dan tersebar di setiap kecamatan di Kota Bogor.

Rencana Pengembangan Kota Bogor

Kota Bogor memiliki rencana pengembangan kotanya yang tercantum dalam Perda No. 8 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Bogor 2011 – 2031. Pada RTRW tersebut terdapat peta rencana pola ruang yang merupakan hasil penyusunan dari Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk menjadi arahan pembangunan Kota Bogor dan sekaligus menjadi pedoman rencana- rencana induk sektoral dan rencana rinci tata ruang (RDTR, RTRK, RTBL) di Kota Bogor (Lampiran 1).

Pada perda tersebut, Kota Bogor memiliki tujuan dalam penataan ruangnya,

yaitu “Mewujudkan Tata Ruang Berwawasan Ligkungan Mendukung Kota Jasa

Yang Nyaman, Produktif, dan Berkelanjutan”. Sebagai bentuk pencapaian tujuan tersebut, Bappeda (2012) menetapkan beberapa indikator, diantaranya:

 Pembangunan kota sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan;  Pengamanan dan pelestarian kawasan lindung;

 Upaya pencapaian RTH 30%;  Revitalisasi kawasan heritage;  Struktur ruang yang polisentris;  Sistem transportasi ramah lingkungan;  Pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

Untuk mencapai target tersebut, Bappeda (2012) telah menetapkan nilai Koefisien Dasar Hijau (KDH) dan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada setiap kecamatan sebagai acuan pembangunan kota (Tabel 4).

Tabel 4 Nilai KDB dan KDH di Kota Bogor

No Kecamatan Nilai KDB maksimum (%) Nilai KDH minimum (%) 1. Bogor Barat 1.1.Kavling rumah 1.2.Kawasan perumahan

1.3.Kawasan perdagangan, jasa dan

komersial 60 60 70 30 40 20 2. Bogor Selatan 2.1.Kavling rumah 2.2.Kawasan perumahan

2.3.Kawasan perdagangan, jasa dan

komersial 2.4.Kawasan industri 60 50 70 60 20 30 20 20 3. Bogor Tengah 3.1.Kavling rumah 3.2.Kawasan perumahan

3.3.Kawasan perdagangan, jasa dan

komersial 80 70 90 10 20 10 4. Bogor Timur 4.1.Kavling rumah 4.2.Kawasan perumahan

4.3.Kawasan perdagangan, jasa dan

komersial 70 70 80 20 30 10 5. Bogor Utara 5.1.Kavling rumah 5.2.Kawasan perumahan

5.3.Kawasan perdagangan, jasa dan

komersial 5.4.Kawasan industri 5.5.Kavling industri 60 60 60 60 80 30 30 30 30 10 6. Tanah Sereal 6.1.Kavling rumah 6.2.Kawasan perumahan

6.3.Kawasan perdagangan, jasa dan

komersial 60 60 70 30 30 10 (sumber: Bappeda 2012)

Dokumen terkait