4.1 Letak, Luas dan Status Kawasan
Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) merupakan perpaduan kawasan pantai, hutan rawa dan dataran rendah. Secara administrasi pemerintahan, TNTP terletak di Kalimantan Tengah, tepatnya di Kabupaten Kotawaringin Barat (240.778 ha) yang meliputi Kecamatan Kumai serta Kabupaten Seruyan (174.202 ha). yang meliputi Kecamatan Hanau, Danau Semburan, dan Seruyan Hilir. Batas wilayah sebelah utara
adalah anak Sungai Kumai, Sungai Sekonyer, sebelah timur Sungai Seruyan, sebelah barat Teluk Kumai dan sebelah selatan adalah Laut Jawa (Gambar 5). Secara geografis, kawasan Taman Nasional Tanjung
Puting terletak antara 20 33’ 01” LS - 30 32’ 40”LS dan 1110 42’ 12”BT - 1120 14’
11”BT. (Ditjen PHKA 2007).
Taman Nasional Tanjung Puting ditetapkan sebagai Cagar Biosfer oleh UNESCO pada tahun 1977 dengan dasar perlindungan terhadap satwa langka yaitu bekantan (Nasalis larvatus) dan Orangutan (Pongo pygmaeus) (Soedjito 2004). Upaya untuk melindungi kedua satwa langka tersebut telah dimulai sejak tahun 1936/1937 oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan ditetapkannya Cagar Alam Sampit dan Suaka Margasatwa Kotawaringin seluas 305.000 hektar.
Setelah kemerdekaan berdasarkan Surat Pernyataan No.736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982 tentang Calon Taman-Taman Nasional, disebutkan bahwa Suaka Margasatwa Tanjung Puting dinyatakan sebagai Calon Taman
Gambar 5 Peta kawasan Taman Nasional Tanjung Puting.
Desa Teluk Pulai
Sungai Buluh Kecil Tanjung Paring
Sungai Buluh Besar Pos Kerikil
Nasional dengan luas 355.000 ha. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan No.46/Kpts/VI-Sek/84 tanggal 11 Desember 1984, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam mengubah status Suaka Margasatwa Tanjung Puting seluas 300.040 ha menjadi taman nasional. Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting kemudian diperluas melalui SK Menteri Kehutanan No. 687/kpts-II/1996 tanggal 25 Oktober 1996 menjadi 415.040 ha yang terdiri dari Suaka Margasatwa Tanjung Puting (300.040 ha), hutan produksi eks. PT Hesubazah (90.000 ha), dan kawasan daerah perairan sekitar 25,000 ha (Ditjen PHKA 2007). Pada tahun 2009 kawasan Taman Nasional Tanjung Puting dibagi menjadi 9 zonasi yang belum definitif (Tabel 1).
Tabel 1 Rencana luasan zonasi kawasan Taman Nasional Tanjung Puting
No. Zona Luas (Ha) Persen (%)
1 Inti 115.260 27,77 2 Rimba 95.693 23,06 3 Pemanfaatan Intensif 1.045 0,25 4 Pemanfaatan Khusus 8.861 2,13 5 Pemanfaatan Terbatas 2.458 0,59 6 Rehabilitasi 98.659 23,77 7 Tradisional 33.910 8,17 8 Khusus 24.842 5,99 9 Bahari 34.312 8,27 Total 415.040 100,00 Sumber: BTNTP (2009) 4.2 Kondisi Fisik 4.2.1 Topografi
Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) memiliki topografi relatif datar sampai bergelombang dengan ketinggian tempat bervariasi dari 0 sampai 1000 m dpl. Beberapa pegunungan yang rendah dan bergelombang terdapat di bagian utara hingga bagian selatan. Akan tetapi di bagian selatan dari Sungai Sekonyer tidak terdapat pegunungan atau bukit. Anak-anak sungai telah terbentuk karena terjadinya luapan air sungai pada waktu musim hujan. Sedangkan di bagian tengah kawasan taman nasional banyak dijumpai natai atau tanah tinggi.
Natai ini terisolasi oleh rawa atau danau yang besar dan jarang dijumpai pepohonan. Keadaan ini akan lebih tampak terutama pada musim hujan, yaitu antara bulan Oktober sampai dengan Februari (Soedjito 2004).
Daerah pantai sebagian berpasir mulai dari sungai Arut Tebal sampai Teluk Ranggau di bagian barat dan Pantai Selatan. Sedangkan sebagian lainnya
berlumpur mulai dari muara Sungai Sekonyer ke selatan sampai Sungai Arut Tebal. Kawasan Tanjung puting juga mengalami pendangkalan pasir dan lumpur setiap tahun yang bergerak ke arah selatan dan barat (Ditjen PHKA 2007).
4.2.2 Geologi dan tanah
Secara geologis kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) relatif berumur muda dengan kawasan berawa-rawa datar yang meluas ke pedalaman sekitar 5−20 km. Jenis bebatuan yang menjadi komponen penyusun kawasan TNTP sebagian besar adalah sedimen aluvial dengan bentuk fisik tanah berlumpur dan miskin hara (Soedjito 2004).
Pada umumnya tanah di kawasan TNTP adalah miskin hara. Oleh karena itu, jenis tanah ini hanya mampu mendukung usaha pertanian secara temporer. Semua tanah di TNTP memiliki kisaran pH antara 3.8 hingga 5.0 sehingga dikategorikan asam. Tanah-tanah sekitar anak-anak sungai dicirikan oleh suatu lapisan top soil
yang berwarna abu-abu kecoklatan serta suatu lapisan sub soil yang lengket yang juga berwarna abu-abu kecoklatan (Soedjito 2004).
Tanah di rawa-rawa daerah hulu memiliki kandungan unsur organik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan formasi gambut lainnya yang tersebar luas di kawasan TNTP dengan ketebalan mencapai 2 meter. Jalur-jalur tanah tinggi yang mendukung tumbuhnya hutan tanah kering (dry land forest) memiliki kandungan pasir yang lebih tinggi berupa pasir kuarsa putih. Namun kandungan pasir ini telah tercuci habis akibat adanya perubahan zat besi menjadi senyawa- senyawa besi serta terlarutnya unsur-unsur ini (Ditjen PHKA 2007).
4.2.3 Iklim
Kawasan ini tergolong beriklim ekuatorial bercurah hujan berkisar antara 2.000 hingga 3.000 m dengan rata-rata 2.400 mm/tahun. Kisaran suhu udara minimun antara 18° sampai 21° C dan maksimum 31°−33° C, serta kelembaban udara nisbi antara 55% hingga 98%. Sehingga berdasarkan klasifikasi Schmidt & Ferguson kawasan ini termasuk dalam iklim A (Ditjen PHKA 2007).
4.3 Kondisi Biologi 4.3.1 Ekosistem
Ekosistem Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) dapat dikategorikan lengkap, yakni meliputi: ekosistem hutan tropika dataran rendah, ekosistem hutan
kerangas, ekosistem hutan rawa air tawar, ekosistem hutan rawa gambut, ekosistem hutan bakau, ekosistem hutan pantai dan ekosistem hutan sekunder (Ditjen PHKA 2007).
4.3.2 Flora
TNTP sebenarnya memiliki potensi bagi pengembangan wilayah Kalimantan Tengah secara berkelanjutan. Keanekaragaman ekosistemnya mulai dari hutan pesisir pantai, lahan basah mangrove, rawa air tawar, hutan gambut, hingga hutan daratan dataran rendah, hutan kerangas, serta sebagian diantaranya berupa semak belukar dan hutan sekunder. Formasi pantainya ditumbuhi cemara (Casuarina sp.), pandan (Pandanus tectorius), keben (Barringtonia asiatica),
nyamplung (Calophylum inophyllum), dudulan (Scaevola sp.), dan katang-katang (Ipomoea pes-capre). Tumbuhan lahan basah mangrove dan rawa gambut umumnya adalah bakau (Rhizophora sp.), pedada (Sonneratia sp.), butun
(Barringtonia sp.), nipah (Nypa fruticans), pulai (Alstonia scholaris), jelutung (Dyera lowii), antumbus (Campnosperma sp.),nyatoh (Palaquium sp.) dan gaharu (Gonystylus bancanus). Jenis pohon belangiran (Shorea belangeran) banyak tumbuh di pingiran rawa gambut. Sedangkan flora khas pinggiran Sungai Sekonyer adalah pandan (Pandanus sp.)dan bakung (Crinum asiaticum) (Soedjito 2004).
Ekosistem hutan dataran rendahnya sangat kaya jenis diantaranya adalah meranti dan tengkawang (Shorea sp.) keruing (Dipterocarpus sp.), kayu ulin
(Eusideroxylon zwageri) dan berbagai jenis dari marga Alstonia, Beckia, Campnosperma, Castanopsis, Dacrydium, Diospyros, Durio, Eusgenia, Ganua, Hopea, Jackia, Licuala, Lithocarpus, Melaleuca, Mesua, Palaquium, Schima, Tetramerista, dan Vatica. Selain tumbuhan berkayu, terdapat juga berbagai jenis rotan, anggrek, paku-pakuan, dan tumbuhan bawah lainnya seperti kantong semar (Nepenthes sp.) (Soedjito 2004).
4.3.3 Fauna
Potensi fauna yang sudah teridentifikasi sebanyak 38 jenis mamalia termasuk 9 jenis primata. Selain itu, di Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) juga telah teridentifikasi 16 jenis reptilia dan lebih dari 200 jenis burung. Salah satu jenis burung bangau paling langka di dunia yaitu sindanglawe (Cicona
stormi) masih dijumpai di danau yang berada dalam kawasan taman nasional. Satwa langka endemik lain yang mudah ditemukan adalah orangutan (Pongo pygmaeus) dan bekantan (Nasalis larvatus) (Soedjito 2004). Selain itu, satwa langka lainnya adalah klampiau (Hylobates agilis), lutung merah (Presbytis rubicunda), lutung abu-abu (Trachypithecus cristatus), monyet (Macaca fascicularis dan Macaca nemestrina), beruang (Helarctos malayanus), sambar
(Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulusjavanus), macan dahan (Neofelis nebulosa), kucing hutan (Felis bengalensis), babi hutan (Sus barbatus), dan tupai (Callosciurus notatus). Kawasan ini juga memiliki satwa yang berasosiasi dengan air seperti biawak (Varanus salvator), buaya muara
(Crocodylus porosus), buaya kalimantan (Crocodylus raninus), dan buaya senyulong (Tomistoma schegeltii) (Ditjen PHKA 2007).
Keterangan:
(a) Hutan Dataran Rendah (b) Hutan Rawa Air Tawar (c) Padang Rumput (d) Semak Belukar
Gambar 6 Beberapa tipe habitat di kawasan Resort Teluk Pulai, Taman Nasional Tanjung Puting.