• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik dengan rekan kerja adalah adanya ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok di tempat kerja, responden yang merasaan munculnya ketidak sesuaian atau konflik tinggi adalah sejumlah 54,3% dan yang merasaan konflik rendah adalah sejumlah 54,3%. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa p value 0,000 menunjukkkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara adanya adanya konflik yang terjadi dengan kejadian stress dikalangan perawat di RSUD Poresa.

Bekerja dapat menjadi pengalaman yang sangat mengesankan; bagi banyak orang pekerjaan merupakan bagian yang cukup besar dari identitas mereka, namun, terkadang pekerjaan terasa menganggu bila muncul permasalah pada pekerjaan tersebut. Sebagai contoh bila konflik dengan rekan kerja timbul, konflik ini akan menjadi beban psikologis dalam pekerjaan, beban tersebut dapat berubah menjadi depresi atau bentuk stress.

Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah/konflik ( Hurrell dalam Munandar, 2001 ). Konflik terjadi jika seorang tenaga kerja mengalami adanya :

1. Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki.

2. Tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya.

3. Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahan atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya.

4. Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaannya.

Hasibuan SP (2003), konflik yang bersifat negatif, emosional dan merusak kerja sama akan merugikan perusahaan. Konflik terjadi diantara individu karyawan, kelompok dengan kelompok, vertikal (atasan dengan bawahan), maupun horizontal diantara sesama individu karyawan. Konflik yang tidak teratasi akan menimbulkan konfrontasi, perkelahian dan frustasi. Semua ini akan menimbulkan kerugian perusahaan. Hal inilah yang mengharuskan manajer sedini mungkin harus mengatasi konflik yang terjadi pada perusahaan supaya kerjasama karyawan tetap terpelihara dengan baik.

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien membutuhkan kerjasama dengan tenaga profesi lainnya di Rumah Sakit, apabila timbul konflik dengan rekan kerja akan menjadi beban berat bagi perawat yang dapat mengakibatkan stres, sebab perawat yang salah dalam melakukan tindakan pada pasien oleh sebab tidak adaya koordinasi dengan sesama perawat dan dokter dapat berakibat fatal bagi pasien.

Variabel independen yakni karakteristik organisasional (otonomi, mutasi, karier, beban kerja dan interaksi perawat) dan karakteristik individual (dukungan keluarga, kejenuhan dan konflik dengan rekan kerja) yang berpengaruh terhadap terjadinya stres kerja di RSUD Porsea, dari kedua karakteristik yang paling dominan menyebabkan stres kerja perawat adalah karakteristik individual (variabel kejenuhan, variabel konflik dan variabel dukungan keluarga) dibanding dengan karakteristik organisasional (variabel karier dan variabel mutasi) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Ada pengaruh karakteristik individual (kejenuhan) seorang perawat dalam melaksanakan pekerjaannya terhadap terjadinya stres kerja di ruang rawat inap RSUD Porsea.

2. Ada pengaruh karakteristik organisasional (karier) seorang perawat dalam melaksanakan pekerjaannya terhadap stres kerja di ruang rawat inap RSUD Porsea.

3. Ada pengaruh karakteristik individual (konflik dengan rekan kerja) seorang perawat dalam melaksanakan pekerjaannya terhadap stres kerja di ruang rawat inap RSUD Porsea.

4. Ada pengaruh karakteristik organisasional (mutasi) seorang perawat dalam melaksanakan pekerjaannya terhadap stres kerja di ruang rawat inap RSUD Porsea.

5. Ada pengaruh karakteristik individual (dukungan keluarga) seorang perawat dalam melaksanakan pekerjaannya terhadap stres kerja di ruang rawat inap RSUD Porsea.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan diatas, bahwa karakteristik individual lebih dominan pengaruhnya menyebabkan stres kerja perawat dibanding karakteristik organisasional, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:

6.2.1. Saran untuk Karakteristik Individual :

1. Kejenuhan.

Salah satu alasan terbesar munculnya kejenuhan perawat adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Solusi yang cepat diperlukan untuk meringankan kejenuhan, untuk itu pihak manajemen RSUD Porsea perlu mencari penyebab dan cara mengatasi kejenuhan yang dialami oleh seorang perawat baik dengan cara melakukan variasi pekerjaan kepada perawat atau memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.

Mengatasi kejenuhan yang dialami oleh perawat, perawat disarankan melakukan :

a. Menyesuaikan diri dengan jadwal kerja, kurangi stres ketika merawat pasien sekarat atau kritis dengan bekerja sama dengan perawat lain.

b. Melibatkan diri dengan kegiatan di luar atau bekerja suka rela yang tidak berhubungan dengan bidang perawatan kesehatan.

c. Mengambil waktu istirahat atau libur untuk bepergian atau rileks. d. Berolahraga.

e. Memelihara pola tidur yang teratur. 2. Konflik dengan rekan kerja.

Konflik terjadi karena seseorang memiliki kebutuhan, keinginan dan kepentingan yang harus dipuaskan dan hal tersebut terancam karena adanya tindakan, ucapan atau keputusan orang lain.

Manajemen RSUD Porsea perlu menyelesaikan konflik yang dialami oleh perawat dengan metode sebagai berikut :

1. Dominasi atau penekanan dengan cara :

a. Penenangan (smoothing), merupakan cara yang lebih diplomatis b. Penghindaran (avoidance), manajer menghindar untuk mengambil

posisi yang tegas

c. Aturan mayoritas (majority rule), melakukan pemungutan suara (voting) melalui prosedur yang adil.

2. Kompromi. Manajer mecoba menyelesaikan konflik melalui jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak yang bertikai.

3. Pemecahan masalah integratif (secara menyeluruh). Konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan masalah bersama melalui

teknik-teknik pemecahan masalah. Ada tiga macam metode penyelesaian integratif yaitu :

4. Langsung satu sama lain, dan dengan kepemimpinannya yang terampil serta kesediaan untuk menerima Konsensus. Kedua belah pihak bertemu bersama untuk mencari penyelesaian terbaik masalah mereka dan bukan mencari kemenangan satu pihak.

5. Konfrontasi. Kedua belah pihak menyatakan pendapatnya secara penyelesaian.

6. Penggunaan tujuan-tujuan yang lebih tinggi. Dapat juga menjadi metode penyelesaian konflik bila tujuan tersebut disetujui bersama.

3. Dukungan Keluarga.

Manajemen RSUD Porsea perlu melakukan sosialisasi terhadap seluruh keluarga perawat tentang apa tugas dan tanggung jawab seorang perawat yang bekerja di sebuah rumah sakit.

6.2.2. Saran untuk Karakteristik Organisasional :

1. Karier.

Manajemen RSUD Porsea perlu mempertimbangkan peningkatan/ kemajuan karier seorang perawat khususnya bagi perawat yang bekerja dengan baik dan bertanggung jawab akan tugas yang dikerjakannya.

Program pengembangan karyawan hendaknya disusun secara cermat dan didasarkan kepada metode ilmiah serta berpedoman pada keterampilan yang dibutuhkan oleh rumah sakit saat ini maupun untuk masa depan.

2. Mutasi.

Manajemen RSUD Porsea perlu melakukan mutasi terhadap perawat yang bekerja di ruang perawatan, khususnya bagi perawat yang telah lama bertugas di ruang perawatan dan sebaiknya dilakukan mutasi sekali dalam tiga tahun

Sakit Universitas Indonesia.

Adi Wardana, A.S, 1989. Pencegahan Kecelakaan, Cetakan Pertama, PT. Pustaka Binama Pressindo, Jakarta.

Anies, 2005. Penyakit Akibat Kerja, Berbagai Penyakit Akibat Lingkungan Kerja dan Upaya Penanggulangannya, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Anoraga, P, 2004. Psikologi Kerja, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Arwani & Heru Supriyatno, 2004 Manajemen Bangsal Keperawatan,

Kedokteran EGC.

Arikunto Suharsimi, 2000. Manajemen Penelitian, Cetakan kelima PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Arwani & Heru Supriyatno, 2004 Manajemen Bangsal Keperawatan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Bakeer, dkk, 1987. Penelitian Stres Kerja, E-Psikologi Com, Team E – Psikologi, Informasi, Psikologi Online, Jakarta.

Bartlet & Jones, 2004. Stres Manajement, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Beehr TA, dan Newman JE, 1987. Penelitian stres Kerja, E- Psikologi.Com, Team E-Psikologi, Informasi Online, Jakarta.

Brecht, Grant, 2000. Mengenal dan Menanggulangi Stres, PT. Prenhallindo, Jakarta.

Brown Montange, 1997. Manajemen Keperawatan Kesehatan; Strategi, Struktur dan Proses, ECG, Jakarta.

Charles Abraham and Eamon Shanley, 1992. Social Psychology For Nurses, First Published in Great Britain.

Cooper CL, Managerial Occupational and Organizational Stres Research. Available at; http://www.ashgate.com.

Dadang Hawari, 2006. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi, Gaya Baru, Jakarta.

Davis & Newstron, 2001. http://www.Google.com/Archives/Article5- 987.html.

Departemen Kesehatan RI, 1992. Undang-Undang Kesehatan, Depkes RI, Jakarta.

Depkes RI, 1997. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai, Jakarta.

Depkes RI, 2000. Paradigma Baru Pelayanan Kesehatan Indonesia, Jakarta.

Depkes RI, 1996. Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Kerja di Rumah Sakit, Pusdiknakes.

Donglas, L.M., 1992. The Effective Nurse: Leader and Manager, St. Louis.

Ed Boenisch & Michele Haney, 2004. The Stres Owner’s Manual, Meaning, Balance & Health In Your Life, Menggapai Keseimbangan Hidup, Gramedia, Jakarta.

Fraser, 1992. Stres dan Kepuasan Kerja, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Gullies DA, 1992. Nursing Management a System Approach, Philadelphia,WB Sounder Co.

Hidayat, T, 1989. Stress Dalam Lingkungan Pekerjaan, Jiwa, Majalah Psikiatri, Tahun XXXI, No. 3, Yayasan Kesehatan Jiwa “Dharmawangsa”, Jakarta.

Jacobalis, 1989. Menjaga Mutu Pelayanan Rumah Sakit, PT. Citra Wisnu Satria, Jakarta.

Johanes, 2002. Kebosanan Kerja, E-Psikologi. Com, Team E-Psikologi, Informasi Psikologi Online, Jakarta.

Lesley Towner, 2002. Managing Employee stress, PT Elex Media Kompetindo, Kelompok Gramedia, Jakarta.

Maramis, W.F, 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya.

Munandar Ashar Sunyoto, 2001. Psikologi Industri Dan Organisasi. Universitas indonesia, Jakarta.

National Safety Council, 2004. Manajemen Stres. Penerbit EGC, Jakarta. Nasution, H.H, 2000. Modul Kuliah Psikologi Industri Program Magister

Ilmu Kesehatan masyarakat, PPs USU, Medan.

Notoamodjo, S, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Cetakan Pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Nursalam, 2001. Proses & Dokumentasi Keperawatan Konsep & Praktek, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Nurmiati, A, 1999. stres dan Hubungannya dengan Gangguan Kardiovasculer, Jiwa, Majalah Psikiatri, Tahun XXXII, No 4, Yayasan Kesehatan jiwa “Dharma Wangsa”, Jakarta. Rice PL, 1992. Stress and Health, 2nd ed. Pacifik Grove, California,

Brooks/Cole.

Riduwan, 2002. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Robbins P. Stephen, 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, San Diego State University, Penerbit ERLANGGA.

Sabarguna Boy S, 2004. Quality Assurance Pelayanan Rumah Sakit, Penerbit Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng-DIY, Surakarta.

Sabri Luknis & HP Sutanto, 2006. Statistik Kesehatan, Cetakan pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Scholler, 2002. Penelitian Dampak Stres, E-Psikologi. Com, Team E- Psikologi, Informasi, Psikologi Online, Jakarta.

Suroto, 2001. Stres Cara Mengendalikan, Pengalaman pribadi sebagai pasien PT. Ortindo, Gajah Mada University Press.

Sunaryo, 2002. Psikologi Untuk Perawat, Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 983/Menkes/SK/IX/1992,

Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum.

Widyastuti, P, 1999. Manajemen Stres, National Safety Council, Buku kedokteran EGC, Jakarta.

Wursanto, Ig, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi, Cetakan Pertama, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

2,3 Staf Pengajar Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Abstract

When treating patients, nurses are susceptible to work stress. There are two factors causing work stress in nurses, namely, the organizational characteristic factor which includes autonomy, work mutation, work load/responsibility, career, and nurse interaction, and the individual characteristic factor comprising support from the nurse”s families such as spouse, children, and relatives, boredom, and conflict with co-workers at work place.

The purpose of this analytical study with cross section design is to look at the influence of the organizational and individual factors on the incidence of work stress in the in-patient ward at Porsea General Hospital. The samples are all of the 70 respondents. The data were obtained through questionnaires distributed to the nurses and were analyzed through chi-square and logistic regression tests.

Based on the study of the characteristics of respondents, it is found out that 40 nurses are SPK (Nursing Education School) graduates (57,14%), 68 nurses are female (97,14%), and 30 nurses are working in the internal medicine in-patient wards (42,86%). The result of statistical analysis reveals that work mutation (p = 0,0029), career development (p = 0,005), family support (p = 0,036), boredom (p = 0,006), and conflict with co-workers (p = 0,016) have an influence on the incidence of work stress in the in-patient wards of Porsea General Hospital.

It is suggested that the management of Porsea General Hospital solve the stess by searching the cause of the boredom experienced by nurses, providing time for vacation and sport, overcoming the conflict by means of domination, compromise and solving the problem as a whole, arranging work mutation for the nurses who have been long working in one in-patient ward, and socializing the duty of the nurses to their family.

Key words : Work Stress, Nurses, Organizational characteristic, Individual

characteristic. Pendahuluan

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional telah diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Tujuan pembangunan kesehatan nasional adalah peningkatan mutu, cakupan, dan efisiensi melalui penerapan dan penyempurnaan standar pelayanan, standar tenaga, standar

peralatan, standar profesi dan peningkatan manajemen rumah sakit18.

Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang kompleks, hal ini disebabkan karena rumah sakit merupakan institusi yang padat karya, padat modal dan padat iptek. Pesatnya perkembangan ilmu kedokteran dan teknologi serta membaiknya keadaan sosial ekonomi dan pendidikan, mengakibatkan perubahan sistem penilaian

harus 24 jam, karena setiap saat orang sakit membutuhkan pelayanan. Untuk itu dibutuhkan kecekatan dan keterampilan serta kesiagaan setiap saat dari seorang perawat dalam menangani pasien, kondisi ini akan membuat seorang perawat akan lebih mudah mengalami stres34.

Di Propinsi Sumatera Utara terdapat 115 Rumah sakit milik pemerintah maupun swasta17 yang terdiri dari bermacam tipe, rumah sakit tipe C sejumlah 10 rumah sakit , dari kesepuluh tipe C ini salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Daerah Porsea yang merupakan milik pemerintah Kabupaten Toba Samosir (TOBASA) yang menjadi pusat rujukan bagi daerah sekitarnya serta sebagai tempat untuk penelitian penulis. Adapun alasan sebagai pertimbangan untuk memilih Rumah Sakit Umum Porsea sebagai tempat penelitian adalah karena rendahnya cakupan masyarakat yang berobat dilihat dari BOR Tahun 2002-2006 rata-rata 19 % dibanding dengan standar Nasional 60 %, LOS yang tinggi (>12 hari), BTO yang rendah (< 30), TOI yang tinggi (> 3 hari), lokasi Rumah Sakit Umum Daerah Porsea relatif dekat dengan tempat tinggal peneliti, adanya kerjasama yang baik dari pihak manajemen Rumah Sakit Umum Porsea dan keterbatasan kemampuan dari peneliti.

Hasil wawancara awal peneliti bulan Februari 2007 dengan beberapa orang pasien maupun keluarga pasien, menunjukkan bahwa pasien atau keluarga sering merasa tidak nyaman menerima perawatan oleh karena kurangnya keramahtamahan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Wawancara dengan perawat juga menunjukkan bahwa perawat yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Porsea memiliki beban kerja yang cukup banyak, karena selain memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien, juga harus membersihkan ruangan pasien,

pihak manajemen rumah sakit, akan dapat menurunkan minat masyarakat untuk berkunjung ke rumah sakit dengan demikian maka BOR akan mengalami penurunan yang drastis.

Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI, 2006) sebanyak 50,9 % perawat Indonesia yang bekerja mengalami stres kerja, sering merasa pusing, lelah, kurang ramah, kurang istirahat akibat beban kerja terlalu tinggi serta penghasilan yang tidak memadai.

Stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan yang disebabkan oleh stressor dari lingkungan kerja seperti faktor lingkungan fisik, sistem organisasi dan individu. Penyebab karakteristik organisasional yang sering menyebabkan stres kerja31 adalah : 1. Kurangnya otonomi, 2. Mutasi, 3. Beban kerja, 4. Karier, 5. Interaksi . Situasi dan kondisi individu seorang perawat juga berperan dalam terjadinya stres kerja. Penyebab karakteristik individual yang menyebabkan stres kerja31 adalah : 1.Dukungan Keluarga, 2. Kejenuhan, 3. Konflik dengan rekan kerja.

Dari beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas, banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stres dalam pekerjaan. Peneliti memilih teori yang dikemukakan oleh National Safety Council dalam melakukan penelitian ini, karena menurut peneliti teori yang dikemukakan oleh para ahli yang lain sudah tercakup sebagian besar dalam teori yang ada dalam National Safety Council tentang penyebab stres kerja.

Dari keseluruhan penjabaran diatas maka timbul keinginan peneliti untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya stres pada perawat disebuah rumah sakit. Banyak ruangan disebuah rumah sakit dimana perawat bekerja yang pada umumnya menyebabkan

Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan studi analitik

dengan pendekatan cross sectional yaitu data yang menyangkut variabel independen dan variabel dependen dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan 6 untuk mengetahui pengaruh karakteristik organisasional dan individual terhadap stres kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Porsea. Penelitian

ini dilaksanakan di RSUD Porsea yang merupakan rumah sakit milik pemerintah, menjadi pusat pelayanan kesehatan, serta pusat rujukan kesehatan bagi penduduk yang berdomisili di Kabupaten Toba Samosir. Penelitian ini dilaksanakan bulan November sampai Desember Tahun 2007, dengan sampel 70 orang perawat yang bertugas di ruang rawat inap.

Hasil dan Pembahasan Karakteristik Responden

Karakteristik perawat sebagai responden

meliputi : jenis kelamin, pendidikan dan unit kerja. Responden berjenis kelamin perempuan adalah sebanyak 97,14 % dan

Laki-laki 2,86 %; pendidikan responden adalh SPK 57,14 %, Bidan 8,57 %, D III Keperawatan 21,42 % dan D III Kebidanan 12,85 % serta unit kerja responden lebih banyak di ruang penyakit dalam 42, 86 % sedangkan responden yang lain bertugas di ruang anak 28,58 %, ruang kebidanan dan penyakit kandungan 14,29 % dan di ruang bedah 14,29 %.

Distribusi Variabel Karakteristik Organisasional

Pada tabel 1. dapat dilihat bahwa

responden yang bekerja mandiri adalah 52,9 % dan yang kurang mandiri adalah 47,1 %. Mutasi yang dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku adalah 51,4 % dan mutasi yang tidak sesuai 48,6 %. Responden yang merasakan ada peningkatan karier adalah 57,1 % dan responden yang merasakan tidak ada peningkatan karier

sebanyak 42,9 %. Responden yang merasakan beban kerja yang berat 55,7 % dan yang merasakan beban kerja ringan adalah 44,3 %, demikian halnya dengan interaksi perawat 54,3 % responden jarang berinteraksi dengan pasien maupun keluarga pasien dan 45,7 % perawat sering berinteraksi dengan pasien maupun keluarga pasien.

Tabel 1. Distribusi Responden Variabel Karakteristik Organisasional RSUD Porsea

Variabel Organisasional Frekuensi Persentase

1. Otonomi - Mandiri - Kurang 37 33 52.9 47.1 2. Mutasi -Sesuai -Tidak 36 34 51.4 48.6 3. Karier -Meningkat -Tidak 40 30 57.1 42.9 4.Beban Kerja - Ringan 31 44.3

Individual

Responden dalam melaksanakan pekerjaan di RSUD yang mendapat dukungan dari keluarga sebanyak 58,6 % dan yang tidak mendapat dukungan dari keluarga dalam bekerja adalah 41,4%. Responden yang merasakan kejenuhan tinggi dalam melaksanakan tugas sebesar 48,6% dan 51,4% merasakan kejenuhan

Konflik dengan rekan kerja adalah adanya ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok di tempat kerja. Responden yang merasakan munculnya ketidaksesuaian atau konflik tinggi adalah sejumlah 45,7% dan yang merasakan konflik rendah adalah sejumlah 54,3%. Distribusi responden berdasarkan variabel individual disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Distribusi Responden Variabel Karakteristik Individual RSUD Porsea

Variabel Individual Frekuensi Persentase

1. Dukungan Keluarga - Mendukung - Kurang mendukung 41 29 58.6 41.4 2. Kejenuhan -Rendah -Tinggi 36 34 51.4 48.6 3. Konflik -Rendah -Tinggi 38 32 54.3 45.7

Distribusi Responden Berdasarkan Vari abel Dependen

Stres adalah hasil dari suatu interaksi yang unik antara kondisi stimulus dalam lingkungan dan kecendrungan individu menanggapi dengan cara tertentu. Responden yang merasakan stres dalam

melaksanakan kerja sebesar 37,1% dan yang tidak merasakan stres dalam melaksanakan pekerjaan adalah sejumlah 62,9%. Distribusi responden berdasarkan variabel dependen disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Dependen di RSUD Porsea

Variabel Dependen Frekuensi Persentase

Stres - Tidak - Ya 44 26 62.9 37.1

Tabel 4. Hubungan Variabel Dependen dengan Variabel Independen di RSUD Porsea Variabel

Dependen

Variabel Independen Nilai p Keterangan

Variabel Organisasional

1. Otonomi 0,004 Berhubungan signifikan

2. Mutasi 0,002 Berhubungan signifikan

3. Karier 0,000 Berhubungan signifikan

4. Beban kerja 0,006 Berhubungan signifikan 5. Interaksi Perawat 0,011 Berhubungan signifikan

Variabel Individual

1. Dukungan keluarga 0,034 Berhubungan signifikan 2. Kejenuhan 0,008 Berhubungan signifikan Kejadian

Stres Pada Perawat

3. Konflik 0,000 Berhubungan signifikan

Analisis Multivariat

Dalam analisis multivariat kita ingin melihat variabel yang paling berpengaruh dan membuat persamaan akhir dengan

regresi logistik. Pemilihan analisis regresi logistik, disebabkan variabel dependennya kategorik.

Tabel 5. Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Mutasi,

Peningkatan Karier, Dukungan keluarga, Kejenuhan dan Konflik Terhadap Kejadian Stress Pada Perawat di RSUD Porsea

Variabel B P value Exp (B)

Mutasi 1.697 0.029 5.457 Karier 2.088 0.005 8.068 Dukungan keluarga 1.684 0.036 5.385 Kejenuhan 2.164 0.006 8.702 Konflik 1.819 0.016 6.166

Dari tabel 5. dapat disimpulkan bahwa dari delapan variabel yang diduga berpengaruh dengan kejadian stress pada perawat di RSUD Porsea, ternyata hanya lima variabel yang secara signifikan berpengaruh dengan kejadian stress pada perawat di RSUD Porsea yaitu :

1. Variabel Kejenuhan 2. Variabel Karier 3. Variabel Konflik 4. Variabel Mutasi

5. Variabel Dukungan Keluarga

Variabel independen (karakteristk organisasional) dari 5 variabel yaitu otonomi, mutasi, karier, beban kerja dan interaksi perawat yang paling dominan menyebabkan stres adalah variabel karier dan variabel mutasi, sedangkan dari karakteristik individual dari 3 variabel yaitu dukungan keluarga, kejenuhan dan konflik dengan rekan kerja yang paling dominan menyebakan stres adalah ke tiga variabel yaitu variabel kejenuhan, variabel konflik dengan rekan kerja serta variabel dukungan keluarga.

konflik. Demikian juga pada variabel Peningkatan Karier, perawat yang merasa tidak ada peningkatan karier di RSUD Porsea berpeluang 8,068 kali mengalami stres dibandingkan dengan perawat yang merasa ada peningkatan karier setelah dikontrol varaibel mutasi, dukungan keluarga, kejenuhan dan konflik.

Perawat yang merasakan adanya konflik di tempatnya bekerja berpeluang 6,166 kali mengalami stres dibandingkan dengan dengan perawat yang yang tidak merasakan adanya konflik setelah mengontrol variabel mutasi, peningkatan karier, dukungan keluarga dan kejenuhan. Responden yang merasakan bahwa mutasi yang terjadi selama ini kurang berpeluang 5,457 kali mengalami stres dibandingkan dengan yang merasakan bahwa mutasi yang terjadi baik

variabel mutasi, peningkatan karier,

Dokumen terkait