• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

3. Konflik

a. Pengertian Konflik

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terdapat adanya suatu konflik baik konflik sosial maupun konflik politik atas dasar kepentingan atau perbedaan.

Menurut D.O.C Hendropuspito (1989) pengertian konflik adalah :

Kata konflik berasal dari kata Latin confligere yang berarti

didefinisikan sebagai suatu proses sosial di mana dua orang atau kelompok berusaha untuk menyingkirkan pihak lain dengan (hlm. 247).

Menurut Soerjono Soekanto (1990), pertentangan atau pertikaian (konflik) adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannnya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan (hlm. 98-99).

Dalam Kamus Bahasa Indonesia W. J. S. Poerwodarminto (1990), konflik diartikan dengan percecokan, perselisihan, pertentangan yang terjadi pada satu tokoh atau lebih. Konflik dapat terjadi karena ketidaksesuaian ide atau ketidakcocokan suatu paham atau kepentingan (hlm. 45).

K.J Holtsi (1988 : 168) mendefinisikan konflik secara singkat yaitu ketidaksesuaian sasaran, nilai, kepentingan atau pandangan antara dua pihak atau lebih. Menurut Ariyono Suyono ( 1985 : 211) konflik adalah keadaan dimana dua atau lebih dari dua pihak berusaha menggagalkan tujuan masing-masing pihak karena adanya perbedaan pendapat nilai-nilai atau tuntutan dari masing-masing pihak. K.J Veerger

commit to user

(1988 : 210) yang mengutip pendapat Lewis A. Coser menyatakan bahwa konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi, dimana pihak-pihak yang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan melainkan juga memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan.

Kartini Kartono (1990) memberikan rumusan mengenai konflik yaitu semua benturan, tabrakan, ketidaksesuain, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi yang antagonistis bertentangan (hlm.173).

Clinton F. Fink dalam Kartini Kartono (1988 : 173) mendefinisikan konflik sebagai berikut :

a. Konflik ialah relasi-relasi psikologis yang antagonistis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tidak bias disesuaikan, interest-interest eksklusif dan tidak bias dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan, dan struktur-struktur nilai yang berbeda.

b. Konflik ialah interaksi yang antagonistis, mencakup: tingkah laku lahiriah yang tampak jelas, mulai dari bentuk-bentuk perlawanan halus terkontrol, tidak langsung; sampai pada bentuk perlawanan terbuka, kekerasan, perjuangan tidak terkontrol, benturan latent, pemogokan, huru-hara, makar, gerilya perang dan lain-lain.

Dari berbagai pendapat tentang pengertian konflik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang antagonistis terjadi sebagai akibat perbedaan paham atau perselisihan tentang tuntutan terhadap suatu nilai tertentu antara pihak-pihak yang sedang berselisih, sehingga menimbulkan usaha untuk menjatuhkan pihak lawan guna mencapai perubahan yang dikehendaki kelompoknya.

Konflik yang terjadi antara suku Kurdi dengan Pemerintah Turki disebabkan karena adanya perselisihan tentang tuntutan sesuatu yakni keinginan suku Kurdi Turki untuk memperoleh otonomi di Kurdistan sebagai tempat untuk suku Kurdi dapat mengatur diri dan mempertahankan identitas serta sistem budaya mereka. Tuntutan untuk memberikan otonomi penuh ditolak oleh Pemerintah Turki. Pemerintah

commit to user

Turki ingin mengamankan sumber minyaknya yang merupakan penghasilan utama dan menjaga integritas bangsanya. Karena merasa tuntutannya tidak terpenuhi, maka suku Kurdi melancarkan perlawanan hingga terjadi beberapa kali peperangan antara kedua belah pihak.

b. Sebab-Sebab Timbulnya Konflik

Menurut Abu Ahmadi (1975), konflik biasanya ditimbulkan oleh adanya kepentingan yang bertentangan terutama kepentingan ekonomi dan sering juga karena perebutan kekuasaan dan kedudukan (hlm.93).

Sebab atau akar dari timbulnya konflik adalah sebagai berikut: 1) Perbedaan antara individu-individu

Perbedaan pendirian dan perasaaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara mereka.

2) Perbedaan kebudayaan

Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian tersebut. Seorang sadar maupun tidak sadar, sedikit banyak akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan pola-pola pendirian kelompoknya. Selanjutnya keadaan tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya pertentangan antara kelompok manusia. 3) Perbedaan kepentingan

Perbedaan kepentingan antar individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari konflik. Wujud kepentingan dapat bermacam-macam ada kepentingan ekonomi, politik, dan sebagainya. Dalam hal ini konflik yang terjadi antara suku Kurdi dengan Pemerintah Turki disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak yang menyangkut masalah politik, ekonomi dan budaya.

4) Perubahan sosial

Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Dan ini

commit to user

menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya mengenai reorganisasi sistem nilai (Soejono Soekanto, 1990).

T. Hani Handoko (1992) menyebutkan penyebab terjadinya konflik yaitu :

1) Komunikasi

Salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti atau informasi yang mendua dan tidal lengkap serta gaya individu pemimpin yang tidak efektif.

2) Struktur

Pertarungan kekerasan dengan kepentingan-kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber daya yang terbatas atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

3) Pribadi

Ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi pengikut atau bawahan dengan perilaku yang diperankan atasan dan perbedaan nilai-nilai atau persepsi.

Konflik yang terjadi antara suku Kurdi dengan Pemerintah Turki disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak yang menyangkut masalah politik, ekonomi dan budaya. Secara politik, suku Kurdi menuntut pemberian status otonomi di wilayah Kurdistan di Turki bagian tenggara kepada Pemerintah Turki, tetapi tuntutan tersebut tidak dipenuhi oleh Pemerintah Turki dengan alasan menjaga keutuhan bangsa. Secara ekonomi, wilayah kurdi di Turki bagian tenggara yang merupakan penghasil minyak dan gas terbesar yang berada diantara perbatasan Irak Mosul dan Kirkuk. Serta dikhawatirkan keinginan suku Kurdi yang ingin mendirikan sebuah Negara otonom Kurdistan mengganggu stabilitas pemerintahan Turki. Dalam bidang budaya suku kurdi dilarang menggunakan bahasa kurdi, dan dilarang menggunakan

commit to user

identitas yang menunjukkan kesukuannya, dengan sebab tersebut diatas maka timbullah rasa kekecewaan yang dalam terhadap pemerintah Turki dan puncak kekecewaan tersebut bterjadi pada tahun 1984 dengan dilarangnya suku kurdi merayakan tahun baru kurdi.

c. BentukKonflik

Menurut Pheni Chalid (2005), konflik dikelompokkan dalam kategori sifat, motif dan bentuk, yaitu :

1) Berdasarkan sifatnya, terdiri atas :

a) Konflik bersifat laten, yaitu ketika pertentangan dan ketegangan diantara pelaku konflik samar dan tidak jelas, namun telah ada dalam diri pelaku konflik, seperti penilaian negatif terhadap lawan yang dikontruksi melalui proses budaya sehingga menciptakan penilaian stereotip satu etnis terhadap etnis lain. Selain itu, ketika pihak yang merasa tertindas tidak dapat mengungkapkan protes dan perlawanan, karena berada pada posisi tawar yang rendah, baik secara kultural maupun struktural, maka konflik berlangsung secara laten.

b) Konflik bersifat manifes, yaitu konflik yang dapat terjadi secara spontan dan juga adanya ketidakseimbangan dalam masyarakat, seperti perilaku tidak adil, ketimpangan sosial, politik dan ekonomi.

2) Berdasarkan motifnya, terdiri atas :

a) Konflik irasional, yaitu konflik berdasarkan perspektif utilitirianisme, individu selalu mempertimbangankan aspek kepentingan pribadinya (keuntungan) dalam berhubungan dengan sesamanya.

b) Konflik emosional, yaitu konflik yang dilandasi emosi karena adanya perasaan untuk membela dan mempertahankan kepentingan kelompoknya.

commit to user

3) Berdasarkan bentuknya, terdiri atas :

a) Konflik vertikal, yaitu konflik terjadi karena suatu kelompok menghadapi ketidakseimbangan distribusi sumber daya akibat dominasi politik satu kelompok yang kuat menutup jalan bagi kelompok lain untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya yang menjadi kepentingan bersama.

b) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi karena masing-masing kelompok ingin menunjukkan identitas budaya yang dimiliki yang melibatkan masalah sosial, politik dan ekonomi.

K. J. Holtsi (1988: 174), menyebutkan ada enam bentuk utama dari konflik yaitu :

1) Konflik wilayah terbatas, dimana terdapat pandangan yang tidak cocok dengan acuan pada pemilikan suatu bagian khusus wilayah atau pada hak-hak yang dinikmati suatu negara di atau dekat wilayah negara lain. 2) Konflik yang berkaitan dengan komposisi pemerintah. Tipe konflik ini sering mengandung nada tambahan idiologis yang kuat, maksudnya adalah menjatuhkan rezim dan sebagai gantinya mendirikan suatu pemerintahan yang cenderung lebih menguntungkan kepentingan pihak yang melakukan intervensi.

3) Konflik kehormatan nasional, dimana pemerintah mengancam atau bertindak untuk membersihkan pelanggaran tertentu yang telah diduga. 4) Imperialisme regional, di mana suatu pemerintah berusaha untuk menghancurkan kemerdekaan negara lain, biasanya demi kombinasi tujuan idiologis, keamanan dan perdagangan.

5) Konflik pembebasan atau perang revolusioner yang dilakukan satu negara untuk membebasakan rakyat negara lain, biasanya karena alasan etnis atau idiologis.

6) Konflik yang timbul dari tujuan suatu pemerintah untuk mempersatukan suatu negara yang pecah.

commit to user

Menurut Ramlan Surbakti (1992) konflik dapat dibedakan menjadi dua yaitu konflik yang berwujud kekerasan dan konflik non kekerasan. Konflik yang mengandung kekerasan biasanya terjadi dalam masyarakat negara yang belum memiliki konsesus bersama tentang dasar, tujuan negara dan lembaga pengatur atau pengendali konflik yang jelas. Pemberontakan, sabotase merupakan contoh konflik yang mengandung tindak kekerasan. Konflik yang berwujud non kekerasan biasanya terjadi pada masyarakat yang telah memiliki dasar tujuan yang jelas sehingga penyelesaian konflik sudah bias ditangani melalui lembaga yang ada. Adapun konflik non kekerasan biasanya berwujud perbedaan kelompok antar kelompok (individu) dalam rapat, pengajuan petisi kepada pemerintah, polemik melalui surat kabar atau sebagainya (hlm. 243).

Soerjono Soekanto (1990) menyebutkan bahwa konflik mempunyai beberapa bentuk khusus, antara lain :

1) Konflik pribadi

Konflik ini berupa pertentangan antar individu yang terjadi dalam suatu hubungan sosial.

2) Konflik rasial

Konflik ini terjadi karena perbedaan pada ciri-ciri fisik, perbedaan kepentingan dan kebudayaan diantarakelompok atau golongan.

3) Konflik antara kelas-kelas sosial

Konflik ini disebabkan oleh perbedaan kepentingan, misalnya perbedaan kepentingan antara majikan dengan buruh.

4) Konflik politik

Konflik ini menyangkut baik antara golongan-golongan dalam suatu masyarakat maupun antara negara-negara yang berdaulat. Konflik yang terjadi antara suku Kurdi dengan pemerintah Turki ini termasuk dalam konflik politik. Keberadaan gerakan separatis Kurdi ini mengancam instabilitas dan politik Negara.

commit to user

Konflik ini disebabkan perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian merembes ke kedaulatan negara. Mengalah berarti mengurangi kedaulatan negara dan itu berarti kehilangan muka dala forum internasional.

Konflik antara suku Kurdi dengan Pemerintah Turki merupakan bentuk konflik politik di Turki yang berujung pada tindak kekerasaan dalam wujud pemberontakan yang dilakukan suku Kurdi terhadap Pemerintah Turki untuk memperjuangkan tuntutannya yakni memperoleh otonomi di Kurdistan dan memperoleh hak-hak suku kurdi yang selama ini dibatasi oleh pemerintah. Pemberontakan yang dilakukan suku Kurdi dihadapi oleh Pemerintah Turki dengan mengerahkan kekuatan militernya sehingga mengakibatkan terjadinya peperangan antara kedua belah pihak. Sebagai wadah dari perjuang suku Kurdi adalah Partiya Karkeran Kurdistan (PKK).

d. Cara Penyelesaian Konflik

Menurut Mawasdi Rauf (2001), penyelesaian konflik adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menghilangkan konflik dengan cara mencari kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Penyelesaian konflik diperlukan untuk mencegah : (1) semakin mendalamnya konflik, yang berarti semakin tajamnya perbedaan antara pihak-pihak yang berkonflik ; (2) semakin meluasnya konflik, yang berarti semakin banyaknya jumlah peserta masing-masing pihak yang berkonflik yang berakibat konflik semakin mendalam dan meluas, bahkan menimbulkan disintergrasi masyarakat yang dapat menghasilkan dua kelompok masyarakat yang terpisah dan bermusuhan. Ada dua cara penyelesaian konflik yaitu :

1) Secara persuasif, yaitu menggunakan perundingan dan musyawarah untuk mecari titik temu antara pihak-pihak yang berkonflik. Pihak-pihak yang berkonflik melakukan perundingan, baik antara mereka

commit to user

saja maupun manggunakan pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator atau juru damai.

2) Secara koersif, yaitu menggunakan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat konflik.

Cara penyelesaian konflik antara suku Kurdi dengan Pemerintah Turki lebih sering diupayakan secara koersif yakni dengan menggunakan kekerasan fisik. Kedua belah pihak yang berkonflik terlibat peperangan guna mempertahankan kepentingan masing-masing. Penyelesaian konflik secara persuasif atau perundingan antara kedua belah pihak juga sudah diupayakan, seperti di tahun 2006 diadakan perjanjian gencatan senjata antara suku Kurdi dengan pemerintah Turki yang berhasil menurunkan eskalasi konflik diantara kedua belah pihak.

Menurut D.O.C Hendropuspito (1989), cara penyelesaian konflik yakni :

1) Konsolidasi

Konsolidasi berasal dari kata Latin concilioto atau perdamaian, yaitu suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk berdamai. Dalam proses ini pihak-pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan pihak ketiga yang bertugas memberikan pertimbangan-pertimbangan yang dianggapnya baik kepada kedua pihak yang berselisih untuk menghentikan sengketanya.

2) Mediasi

Mediasi berasal dari kata Latin mediatio, yaitu suatu cara untuk menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan seorang perantara (mediator). Seorang mediator tidak berwenang untuk memberikan keputusan yang mengikat (hanya bersifat konsultatif). Pihak-pihak yang bersengketa sendirilah yang harus mengambil keputusan untuk menghentikan perselisihan.

commit to user

3) Arbitrasi

Arbitrasi berasal dari kata Latin arbitrium, artinya melalui pengadilan, dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan yang mengikat kedua pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati.

4) Paksaan (Coercion)

Paksaan ialah suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik atau psikologis. Pihak yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang merasa yakin menang dan bahkan sanggup menghancurkan pihak musuh. 5) Detente

Detente berasal dari kata Perancis yang berarti mengendorkan, yang berarti mengurangi hubungan tegang antara dua pihak yang bertikai guna persiapan untuk mengadakan pendekatan dalam rangka pembicaraan tentang langkah-langkah mencapai perdamaian.

Menurut Soerjono Soekanto (1990 : 77-78) cara penyelesaian konflik mempunyai beberapa bentu, yaitu :

1) Coercion, adalah suatu cara penyelesaian konflik yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan, di mana salah-satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (secara !angsung), maupun secara psikologis (secara tidak langsung).

2) Compromise, adalah suatu cara penyelesaian konflik, pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk dapat sanakan compromise ada!ah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan begitu pula sebaliknya.

3) Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipi!ih oleh

commit to user

kedua belah pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan.

4) Mediation, adalah suatu cara penyelesaian konflik dengan mengundang pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Pihák ketiga tersebut tugas utamanya adalah mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanya sebagai penasihat dan tidak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian perselisihan tersebut.

5) Conciliation, adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.

6) Toleration (tolerant-participation) adalah suatu cara penyelesaian konflik tanpa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan.

7) Stalemate, adalah suatu cara penyelesaian konflik di mana pihak-pihak yang bententangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal ini disebabkan karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada kernungkinaa lagi baik untuk maju maupun untuk mundur.

8) Adjudication, adalah suatu cara penyelesaian konflik atau sengketa di pengadilan.

Cara penyelesaian konflik antara suku Kurdi dengan Pemerintah Turki lebih sering diupayakan secara koersif yakni dengan menggunakan kekerasan fisik. Kedua belah pihak yang berkonflik terlibat peperangan guna mempertahankan kepentingan masing-masing. Penyelesaian konflik secara persuasif atau perundingan antara kedua belah pihak juga sudah diupayakan, seperti di tahun 2000 diadakan perjanjian gencatan senjata antara suku Kurdi dengan pemerintah Turki yang berhasil menurunkan eskalasi konflik diantara kedua belah pihak. Dalam mengatatasi gerakan separatisme kurdi pemerintah menerapkan kombinasi antara kebijakan represi dan integrasi secara konsisten. Kedua belah pihak

commit to user

yang berkonflik terlibat peperangan guna mempertahankan kepentingan masing-masing. Penyelesaian konflik secara persuasif atau perundingan antara kedua belah pihak juga sudah diupayakan, pendekatan secara diplomatik terhadap Negara-negara tetangga Iran, Irak, dan Suriah untuk bersama-sama mengatasi pemberontakan separatisme kurdi.

e. Akibat Konflik

Menurut D.O.C Hendropuspito (1989), konflik fisik berupa bentrokan antara individu dengan individu, kerabat dengan kerabat, suku dengan suku, bangsa dengan bangsa, golongan agama yang satu dengan yang lain, umumnya mendatangkan penderitaan bagi kedua pihak yang terlibat, seperti korban jiwa, material dan spiritual serta berkobarnya kebencian dan balas dendam. Apabila konflik terjadi di suatu negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan bersifat separatif, konflik juga menghambat persatuan bangsa serta integrasi sosial dan nasional.

Menurut Soerjono Soekanto (1990) akibat yang ditimbulkan oleh terjadinya pertentangan atau konflik adalah :

1) Tambahnya solidaritas in-group. Apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, maka solidaritas antara warga-warga kelompok biasanya akan bertambah erat. Mereka bahkan bersedia berkorban demi keutuhan kelompoknya.

2) Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam satu kelompok tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan kelompok tersebut.

3) Perubahan kepribadian para individu. Pertentangan yang berlangsung di dalam kelompok atau antar kelompok selalu ada orang yang menaruh simpati kepada kedua belah pihak. Ada pribadi-pribadi yang tahan menghadapi situasi demikian, akan tetapi banyak pula yang merasa tertekan, sehingga merupakan penyiksaan terhadap mentalnya. 4) Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia. Salah satu

commit to user

berat, baik bagi pemenang maupun bagi pihak yang kalah, baik dalam bidang kebendaan maupun bagi jiwa raga manusia.

5) Akomodasi, dominasi dan takluknya salah-satu pihak.

Akibat dari konflik suku Kurdi dengan pemerintah Turki yang sering berujung pada peperangan antara kedua belah pihak adalah jatuhnya korban baik materiil ataupun jiwa di kedua belah pihak terutama suku Kurdi. Hal tersebut dapat dilihat dengan hancurnya harta benda dan banyak korban yang jatuh atas pertempuran dari kedua belah pihak, yang menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan. Munculnya perubahan sikap antara individu yaitu muncul kesadaran serta solidaritas antar etnis dalam mewujudkan cita-cita mendirikan sebuah Negara Kurdistan bagi orang-orang Kurdi. Hingga awal 2007 pembantaian suku kurdi menewaskan hampir 40.000 korban jiwa dan ribuan warga sipil Turki yang tak bersalah. Hingga saat ini konflik antara pemerintah Turki dengan kaum separatis Kurdi masih berlangsung.

Dokumen terkait