• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Gerakan Separatisme Suku Kurdi di Turki Tahun 1984-1984 69

2. Upaya Pengurangan Sanksi Negatif

Penyelesaian masalah antara PKK dengan pemerintah Turki dengan cara sanksi militer hingga saat ini belum bisa dikatakan berhasil karena pemberontakan para separatisme Kurdi ini masih terus berlangsung hingga tuntutan mereka terpenuhi. Selain kebijakan militer yang dikeluarkan oleh pemerintah, Turki juga memberikan sanksi negatif terhadap separatis Kurdi (http://europe.eu.int/com/enlargement)

Keputusan Turki sebagai anggota Council of Europe menyebutkan bahwa warga Negara Turki keturunan Kurdi harus diberi kesempatan dan sumber-sumber material untuk menggunakan dan mempertahankan bahasa aslinya dan tradisi budaya dalam kondisi yang dijamin oleh pemerintah Turki. Sebagaimana tercantum dalam perjanjian Sevres yaitu member jaminan Otonom pada daerah Kurdistan (Ully Nuzullian, 2009).

Pada awal periode Republik Turki tahun 1926, dibawah pemerintahan Mustafa Kemal Attaturk, penggunaan bahasa Kurdi dilarang di depan publik. Pemerintah Turki melarang penyampaian pendidikan dan penyebaran informasi baik dalam bentuk media cetak maupun media elektronik dalam bahasa Kurdi. Penekanan dan pengekangan terhadap identitas Kurdi inilah yang mengakibatkan munculnya konflik antara pemerintah dan etnis Kurdi. Dalam konteks ini PKK (Kurdistan Worker Party) untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak-hak etnis Kurdi, dibawah pimpinan Abdullah Ocalan memotori aksi separatisme di wilayah Turki Tenggara. Pada awalnya organisasi ini berjalan secara rahasia, namun kemudian tumbuh dan berkembang pesat dan berhasil menarik perhatian di kancan internasional dan akhirnya menjadi sebuah identitas baru bagi etnis Kurdi (Ully Nuzulian, 2009).

Kebijakan pemerintah Turki dalam pengurangan sanksi negatif terhadap etnis Kurdi adalah mencakup beberapa bidang:

commit to user

a. Bidang Sosial Budaya

Sejak runtuhnya kekhalifahan otonom dan mulai terbentuknya Republik Modern Turki di bawah pemerintahan Mustafa Kemal Attaturk, bahasa dan kebudayaan Kurdi secara resmi dilarang untuk dipergunakan didepan umum oleh pemerintahan Turki (Mukti Ali, 2003 : 5).

Mustafa Kemal Attaturk sebagai pencetus pembentukan

Nation State is Kurdi sebagai orang Turki

gunung, melarang pemakaian kostum tradisionalnya, mengubah semua nama desa ke dalam bahasa Turki dan membatasi penggunaan bahasa Kurdi. Etnis Kurdi menjadi subjek kampanye asimilasi Negara Turki modern yang menawarkan status kewarganegaraan sebagai pertukaran atas penyerahan bahasa, tradisi, dan identitas mereka. Hanya dengan menjadi orang Turki, suku Kurdi diperlakukan sama sebagai anggota Negara dengan hak dan kewajiban yang sama (Ceng Sagnic, 2010).

Berdasarkan ratifikasi mengenai pelaksanaan Hak Asasi Manusia, pada tanggal 17 September 2006 pemerintah Turki mengadakan perubahan terhadap beberapa sistem perundang-undangan. Ratifikasi tersebut tercantum pada pasal 5 mengenai kebijakan pembentukan organisasi yang berdasarkan kesukuan, yang awalnya tidak diperbolehkan dan setelah diratifikasi menjadi diperbolehkan (Cogsi, 1999).

Presiden Tugrut Ozal merupakan presiden yang mempunyai darah keturunan Kurdi. Pada tanggal 21 januari 1991, bersama dengan kabinetnya mengajukan Rancangan Undang-undang keparlemen Turki yang isinya memperbolehkan penggunaan bahasa Kurdi. Rancangan Undang-undang tersebut diajukan sebagai pengganti Undang-undang tahun 1985 No.2987, yang berisi mengenai larangan berbahasa Kurdi di depan publik. Rancangan Undang-undang (RUU) merupakan langkah awal pemerintahan Turki untuk menekan angka pemeberontakan PKKyang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

commit to user

Pada tanggal 12 Maret 1991 RUU tersebut berhasil disahkan oleh parlemen Turki. Diterapkan sejak Maret 1991 dan masih berlangsung hingga saat ini, penggunaan bahasa Kurdi tidak lagi mendapat larangan keras oleh pemerintah Turki (Cogsci, 1999).

Dampak dari pengurangan sanksi negative terhadap kebudayaan etnis Kurdi tersebut adalah mulai diperbolehkannya penggunaan bahasa Kurdi di depan umum. Penerbitan buku-buku, majalah dan surat kabar berbahasa Kurdi tersebar luas. Para imigran Kurdi yang beremigrasi ke kota-kota besar di Turki barat tidak mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan masyarakat Turki lainnya. Untuk beberapa saat mereka tetap merupakan minoritas yang kurang diuntungkan dalam perekonomian tetapi hal ini lebih karena latar belakang pendidikannya bukan disebabkan oleh daerah etnisnya. Pada pertengahan tahun 2002 pemerintah Turki memberikan jaminan hak kepada setiap warga Turki untuk melestarikan kebudayaan-kebuadayaan lokal mereka tanpa adanya diskriminasi atas dasar jenis kelamin, asal etnis,agama dan bahasa.

Pada Juni 2004, televisi swasta Turkey (TRT) mulai menyiarkan selama setengah jam program berbahasa Kurdi. Pada 8 Maret 2006, Radio and Television Supreme Council (RTUK) mengijinkan dua saluran TV (Gun TV dan Soz TV) dan satu saluran radio (Medya FM) untuk diperbolehkan siaran terbatas dalam bahasa Kurdi. Perundang-undangan ini dijadikan usaha utama untuk bertemu dengan salah satu syarat Uni Eropa untuk membicarakan masalah keanggotaan. Peraturan baru tersebut akan memberikan stasiun radio 5 jam waktu siaran dan TV 4 jam waktu siaran setiap minggunya. Perubahan ini dapat dikatakan mulai mengakui keberadaan etnis Kurdi dalam lingkungan public dan instansi pemerintahan walaupun dapat dikatakan masih sangat terbatas sekali. Selain itu pemerintah Turki pada 13 Maret 1997 memberikan ijin pada etnis Kurdi di Turki untuk merayakan hari besar mereka (Nevros) (Erik J, Zurcher, 2003).

commit to user

b. Bidang Perekonomian

Represi pemerintah Turki terhadap etnis Kurdi dalam bidang perekonomian relative tidak banyak. Pemerintah Turki dalam hal ini memberikan kebebasan bagi etnis Kurdi di Turki untuk melakukan kegiatan perekonomiannya. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menjadi pegawai pemerintah bahkan duduk dalam parlemen. Pembangunan di sebelah tenggara Turki merupakan wilayah Kurdi yang sangat relative kurang berkembang dalam bidang pembangunan akibat seringnya terjadi pemberontakan dan operasi militer Turki yang dilakukan untuk membasmi PKK sehingga menghambat pembangunan secara maksimal ( http://forum.detik.com).

Rata-rata pendapatan penduduk perkapita di wilayah Tenggara Turki yang merupakan daerah permukiman Kurdi, menurut data tahun 1995 hanya berkisar 1300 dollar pertahun, sedangkan rata-rata pendapatan perkapita Turki adalah mencapai 5.500 dolar pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Kurdi yang tinggal di wilayah tenggara dengan mata pencaharian di bidang pertanian tradisioanal kondisi perekonomiannya sangat memprihatinkan (http://www.pas.org/irp/world/).

Pemerintah Turki mengeluarkan dana sebesar 222 Milyar dollar AS untuk investasi di wilayah Turki Tenggara yang merupakan wilayah mayoritas etnis Kurdi di Turki. Selain itu pemerintah Turki juga merancang sebuah proyek yang dinamakan Southeast Anatolian Development Proyek (GAP). GAP adalah proyek pemanfaatan sumber daya air sungai Eufrat dan Tigris dengan tujuan untuk kepentingan pembangunan perekonomian diwilyah tengggara. Proyek ini direncanakan pada awal tahun 1960an sebelum meletus pemberontakan dari PKK (http://www.pas.org/irp/world/).

Proyek ini mencakup 6 propinsi dimana terdapat mayoritas etnis Kurdi yang tinggal di wilayah tersebut diantaranya adalah, di Adiyama 77 %, Diyarbakir 67%, Gaziantep 66%, Mardin 80%,

commit to user

Sanhurta 68% dan Siirt 87%. Proyek dari pembangunan ini dapat meningkatkan produksi pertanian yang berdasarkan pada komitmen dalam menjembatani jurang ekonomi wilayah tenggara Turki yang masih tertinggal dengan kawasan barat Turki yang modern. Keberhasilan proyek ini diikuti dengan pembangunan infrastruktur pendukungnya termasuk 6 jalan raya yang menghubungkan kota Adana, Gaziantep, Anliurka dan Diyarbakir proyek ini juga telah diperkirakan akan membuka kesempatan kerja bagi orang-orang Kurdi dimana, sekitar 50.000 diantaranya hidup nomaden dan bercocok tanam (Kementrian Luar Negeri Turki, 1991).

Beberapa kebijakan dalam bidang perekonomian tersebut dilakukan oleh pemerintah Turki dengan tujuan memekmurkan wilayah tenggara Turki untuk mengurangi pemberontakan PKK.

c. Bidang Hukum

Pelaksanaan hukuman bagi para gerilyawan PKK sering mendapat kecaman dari dunia Internasional karena dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Menurut laporan dari Human Right Watch, para tahanan gerilyawan PKK di Turki sering mendapatkan perlakuan yang kasar dan penyiksaan dalam tahanan. Pemerintah Turki memperlakukan mereka dengan sangat semena-mena (Kementrian Luar Negeri Turki, 1991).

Untuk mengembalikan citra baik Turki dalam pandangan dunia Internasional, pada 18 November 1991 Turki mengesahkan Rancangan Undang-undang pasal 55 mengenai keringanan hukuman bagi para tahanan politik dan gerilyawan Kurdi yang berhasil ditangkap. Dalam undang-undang ini masa hukuman bagi para pelaku kejahatan lebih diperpendek. Selain itu, para tahanan diberikan hak untuk bertemu secara pribadi dengan pengacara mereka dalam setiap sesi interogasi (Kementrian Luar Negeri Turki, 1991).

Selain itu pada 22 Maret 2000 pemerintah Turki juga mengeluarkan amandemen pasal 312 konstitusi yang memungkinkan

commit to user

pemerintah memberikan amnesty dan membebaskan para narapidanayang divonis memperbolehkan hukuman dibawah 10 tahun. Pada ratifikasi mengenai undang-undang hak Asasi Manusia di Turki dilakukan pada 14 Maret 2000. Dalam ratifikasi tersebut pemerintah Turki secara resmi menghapus pelaksanaan hukuman mati di Turki yang tercantum pada pasal No. 2 mengenai perjanjian dan keadilan politik. Ratifikasi ini muncul akibat sorotan dunia internasional terhadap vonis mati yang dijatuhkan pada Abdullah Ocallan yang merupakan pimpinan PKK, dengan adanya perubahan ini maka dapat meringankan hukuman bagi Abdillah Ocallan dari hukuman mati menjadi seumur hidup(http://ec.europe.eu/enlargement).

Pengurangan terhadap sanksi negative diatas baik yang langsung maupun tidak langsung merupakan cara pemerintah untuk menyelesaikan masalah Kurdi dengan jalan damai. Pengurangan sanksi negative tersebut adalah untuk menghentikan aksi pemberontakan PKK di Turki dan mengurangi tuntutan-tuntutan otonomi yang diajukan oleh etnis Kurdi. Walaupun, pada kenyataanya pengurangan sanksi negatif yang dilakukan oleh pemerintah Turki masih tidak dapat meredam pemberontakan Kurdi terutama oleh PKK yang hingga saat ini masih terus memperjuangkan status otonomi bagi wilayah Kurdi di tenggara Turki. Pemerintah Turki juga masih teguh pendiriannya untuk tidak memberikan status otonom bagi wilayah Kurdi.

3. Upaya Pemerintah Turki Dalam Bentuk Kerjasama dengan

Dokumen terkait