• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS

B. Geng dan Konformitas

5. Konformitas pada Geng Remaja

a. Fenomena Konformitas pada Geng Remaja

Peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh kelompok geng remaja marak terjadi dimana-mana terutama di kota-kota besar di Indonesia. Pada tahun pada tahun 2008 media pemberitaan jmenayangkan kasus kekerasan yang dilakukan oleh geng putri NERO (NEko-neko keROyok) di Pati, Jawa Tengah. Geng ini terkenal karena merekam adegan perpeloncoan dan perkelahian secara brutal dan keras. Padahal, awalnya geng ini merupakan komunitas pecinta bola basket, namun tujuan geng tersebut bergeser dengan mengandalkan kekerasan.

Kasus kekerasan yang dilakukan geng remaja kembali terulang. Pada tahun 2012 , publik kembali dikejutkan oleh peristiwa tawuran pelajar yang terjadi antara SMA 6 dan SMA 70 Jakarta yang terjadi pada 24 September 2012 dan berakibat tewasnya seorang siswa dari SMA 6. Penyebabnya adalah tawuran merupakan warisan turun-

temurun dari senior mereka serta adanya batas wilayah kekuasaan yang haram hukumnya siswa dari sekolah lain memasuki wilayah tersebut.

Aksi kekerasan yang dilakukan geng remaja sekolah juga terjadi di wilayah Yogyakarta. Sebenarnya, aksi ini sudah lama terjadi, bahkan di era 90-an, kota Yogyakarta sempat diresahkan dengan munculnya dua geng besar “Jogxin” dan “TRB” yang ditengarai sering melakukan kegiatan yang mengganggu masyarakat umum seperti “vandalisme” dan corat-coret fasilitas umum.

Masuk ke tahun 2000-an, masyarakat Yogyakarta juga dikejutkan dengan aksi bar-bar yang dilakukan oleh geng pelajar. Peristiwa ini terjadi pada 3 November 2013 di kawasan Umbulharjo Yogyakarta, dimana polisi menahan 9 orang berstatus pelajar yang melakukan penganiayaan terhadap dua orang korban. Sebelumnya, seorang alumnus salah satu sekolah menengah umum negeri Yogyakarta dibacok oleh sekelompok geng tak dikenal sebulan sebelumnya. Diduga, penyebabnya karena korban mengenakan jaket bertuliskan “Delayota” yang merupakan julukan bagi salah satu SMA negeri.

Peristiwa-peristiwa diatas merupakan tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng yang sebagian besar masih berstatus pelajar atau remaja. Nasution (1993: 84) mengungkapkan penyebab munculnya geng remaja sebagai berikut.

Pengelompokan atau pembentukan klik (clique) mudah terjadi di sekolah. Suatu klik terbentuk bila dua orang atau lebih saling merasa persahabatan yang akrab dan karena itu banyak bermain bersama, sering bercakap-cakap, merencanakan dan melakukan kegiatan yang sama di

dalam maupun di luar sekolah. Mereka saling merasakan apa yang dialami oleh salah seorang anggota kelompoknya dan saling mengungkapkan apa yang terkandung dalam hatinya termasuk apa yang dirahasiakan pada orang lain.

Anggota klik merasa diri bersatu dan kuat serta penuh kepercayaan berkat rasa persatuan dan kekompakan itu. Mereka mengutamakan kepentingan kelompok di atas kepentingan individual dan sikap ini dapat menimbulkan konflik dengan orang tua, sekolah, dan klik-klik lainnya. Bila klik ini mempunyai sikap anti sosial maka klik itu dapat menjadi “geng”

Pernyataan diatas menjelaskan bahwa terbentuknya geng diawali dengan persahabatan antara dua orang remaja atau lebih yang kemudian merencanakan dan melakukan kegiatan yang sama di dalam maupun di luar sekolah. Kemudian, lebih jauh persahabatan itu menimbulkan rasa solidaritas yang kuat, membentuk persatuan dan kekompakan dan pada akhirnya menimmbulkan ketaatan. Pernyataan ini senada dengan aspek- aspek terjadinya konformitas oleh Sears dkk (1994) yang mengungkapkan bahwa konformitas terjadi karena adanya kekompakan antara anggota kelompok, persamaan pendapat dan ketaatan sehingga dapat ditarik benang merah bahwa geng remaja atau pelajar dipengaruhi oleh perilaku konformitas dari anggota-anggotanya yang dimaksudkan untuk membentuk geng yang lebih kuat dan solid.

b. Bahaya Konformitas pada Geng Remaja

Membentuk geng merupakan hal yang lumrah terjadi di masyarakat. Teori kebutuhan Maslow (1993) menunjukkan bahwa pembentukan geng adalah salah satu bentuk aktualisasi diri. Remaja ingin diakui oleh remaja lainnya, sehingga remaja bergabung ke dalam komunitas kelompok atau geng untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan serta menunjukkan

kesetiaan yang kuat terhadap organisasi masyarakat dan melindungi kelompok mereka. Pada kenyataannya, banyak terjadi penyimpangan maupun penyelewengan tujuan dan visi terbentuknya kelompok yang dilakukan oleh anggota kelompok itu sendiri.

Burnett dan Waltz dalam Jeanne H. Ballantine (2001: 196) tentang “gangs at schools” menjelaskan dampak bahaya terbentuknya geng remaja sebagai berikut.

What do geng members do? Many gengs are involved in serious and violent crimes. Twenty eight percent of the gengs were organized specifically for trafficking in drugs; other gengs committed assaults and robberies, sometimes along with drug activities. Fighting, stealing, alcohol dealing, and drug dealing leads to power and respect from other geng members.

How do gengs affect schools? In fact, the number of geng members in schools is usually fairly small, but the geng presence can be quite disruptive, bringing into schools fear, violence, drugs and recruitment for gengs.

Pernyataan di atas menyimpulkan bahwa perilaku yang diperlihatkan oleh geng remaja sudah menjurus ke arah kejahatan dan kekerasan yang serius sehingga menimbulkan keresahan, ketakutan, keributan, kriminalitas tidak hanya di lingkungan sekolah, namun dapat menyebar ke lingkungan masyarakat.

Dampak bahaya utama yang ditimbulkan oleh konformitas geng remaja terutama pelajar adalah adanya dampak secara internal maupun eksternal pelajar sebagai berikut.

1) Dampak internal

a) Daya tahan fisik atau tubuh yang rentan karena terlalu sering berkumpul di luar rumah dan sekolah hingga malam. Penurunan

kualitas fisik ini dapat diamati seperti mata bengkak, mudah mengantuk, berjalan gontai, hingga berat badan yang turun.

b) Daya tahan tubuh berpengaruh pada kondisi psikis atau emosi. Siswa menjadi lebih mudah marah atau tersinggung hanya misalnya karena tidak sengaja tersenggol oleh teman di sekolah. Selain itu siswa dapat berubah menjadi pendiam dan menjauh dari teman-teman disebabkan adanya tekanan dari kelompok atau gengnya sehingga dapat mengganggu kemampuan bersosialisasi. c) Kondisi fisik maupun psikis atau emosi dapat mempengaruhi

kemampuan intelektual siswa. Siswa cenderung malas belajar di sekolah karena mudah lelah atau mengantuk sehingga perhatian siswa pada pelajaran di sekolah menjadi terganggu. Efek lebih jauh berakibat pada terbengkalainya tugas-tugas yang diberikan oleh Guru.

2) Dampak eksternal

a) Lingkungan keluarga. Banyak orangtua yang mengeluh karena anaknya jarang berada di rumah pada waktu belajar karena lebih sering kumpul di luar rumah hingga malam. Perubahan kondisi fisik dan psikis dapat mempengaruhi kedekatan dengan anggota keluarga. Siswa mulai mengabaikan sikap hormat dan sopan-santun terhadap orangtua dengan melawan setiap nasehat yang diberikan. b) Lingkungan sekolah. Perilaku konformitas siswa pada kelompok

sekolah sehingga pandangan masyarakat awam terhadap sekolah menjadi negatif. Nama baik sekolah menjadi tercemar karena pandangan masyarakat yang beranggapan bahwa siswa tidak dididik oleh guru-guru menjadi pintar, melainkan bertambah bodoh atau nakal.

c) Lingkungan sosial. Kelompok atau geng pada umumnya dapat mengganggu ketenangan dan ketertiban umum. Kegiatan kelompok atau geng lebih banyak bersifat destruktif atau merusak seperti merusak fasilitas umum (telpon umum, mencoret dinding-dinding bangunan), mengganggu lalu lintas seperti tawuran di jalan-jalan besar sehingga masyarakat menjadi resah dan cemas, serta dapat membahayakan keselamatan orang lain seperti adanya korban luka- luka maupun yang tewas pada saat tawuran.

c. Solusi Mengurangi Konformitas pada Geng Remaja

Tindakan konformitas geng remaja pada kekerasan banyak menimbulkan kerugian baik materiil maupun imateriil bagi anggota kelompok atau geng beserta korban-korbannya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menyembuhkan perilaku konformitas dengan melakukan perbuatan sebagai berikut (Kartini Kartono, 2005: 129).

1. Banyak mawas-diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri; dan melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan tidak menuntun itu. Sebaliknya, memperbanyak kearifan, kebaikan

dan keadilan, agar bias dijadikan panutan bagi anak-anak muda, semi perkembangan dan proses kultivasi generasi penerus.

2. Berilah kesempatan kepada anak muda untuk beremansipasi dengan cara baik dan sehat, menyertakan mereka pada kegiatan enentukan keputusan penting demi keadilan yang lebih merata dan peningkatan kesejahteraan rakyat pada umumnya.

3. Memberikan bentuk kegiatan pendidikan yang lebih relevan dengan kebtuhan anak muda zaman sekarang, serta ada kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi anak muda, lagi pula mempunyai sambungan dengan profesi/pekerjaan anak muda di masa-masa mendatang.

Sekolah sebagai sarana pendidikan memandang siswa sebagai perhatian utama dalam membantu mereka melewati tugas perkembangan di seluruh aspek kehidupan. Beragam pelayanan yang dapat diberikan sekolah untuk mendampingi siswa sebagai generasi muda. Salah satu pelayanan tersebut adalah bimbingan pribadi-sosial. Pengertian secara sederhana, bimbingan pribadi-sosial bertujuan untuk membantu siswa mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada pada diri pribadi dan sosial. Konformitas pada remaja sebagai salah satu bentuk permasalahan sosial dapat diatasi dengan memberikan bimbingan pribadi-sosial kepada siswa.

C. Bimbingan Pribadi-sosial Sebagai Upaya untuk Mengatasi Perilaku

Dokumen terkait