TINGKAT KONFORMITAS SISWA
(Studi Deskriptif pada Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2
Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 dan Implikasinya Terhadap
Usulan Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memeroleh Gelar Sarjana Pendidikan (S1)
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Rino Novidianta
091114079
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
TINGKAT KONFORMITAS SISWA
(Studi Deskriptif pada Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2
Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 dan Implikasinya Terhadap
Usulan Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memeroleh Gelar Sarjana Pendidikan (S1)
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Rino Novidianta 091114079
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
MOTTO
Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
v
PERSEMBAHAN
Dengan segenap kerendahan hati, penelitian ini saya persembahkan
untuk :
Allah SWT yang selalu melindungi dan menganugerahkan ilmu
pengetahuan kepadaku
Kepada Bapak dan Ibu tercinta, bapak Jono dan Ibu Zuhriah.
Ketiga adik-adikku tersayang, Reni Octaningtyas, Putra Chandra
Subekti, dan Sri Suryaningsih
Sahabat-sahabatku dan teman-teman Program Studi Bimbingan
viii ABSTRAK
TINGKAT KONFORMITAS SISWA
(Studi Deskriptif pada Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-topik
Bimbingan Pribadi-Sosial)
Rino Novidianta Universitas Sanata Dharma
2014
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat konformitas siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta dan mengidentifikasi butir-butir item konformitas yang terindikasi intens pada siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta dalam implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survey. Subjek penelitian keseluruhan adalah siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 95 orang, dan terdiri dari 65 siswa yang digunakan sebagai subjek penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner tingkat konformitas siswa sebanyak 33 item. Kuesioner disusun berdasarkan aspek-aspek konformitas yaitu kekompakan, kesepakatan, dan ketaatan. Teknik analisis data yang digunakan adalah perhitungan persentase dengan pendistribusiannya berdasarkan kriteria yang dirumuskan Azwar. Kriteria terdiri dari tiga kategori yaitu, rendah, sedang dan tinggi. Tingkat reliabilitas kuesioner sebesar 0,724.
viii
ABSTRACT
THE CONFORMITY LEVEL OF STUDENTS
(A descriptive Study on the Eleventh Grade Students at
SMK Marsudi Luhur
2
Yogyakarta in 2012/2013 Academic Year and its Implications to the
Suggested Topics of Personal-Social Guidance)
Rino Novidianta
Sanata Dharma University
2014
This research aims to describe the conformity level of the eleventh grade
students at SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta and to identify the items of
conformity that are indicated intense in the eleventh grade students at SMK
Marsudi Luhur 2 Yogyakarta in its implications to the suggested topics of
personal-social guidance.
This research is descriptive research using survey method. The subject is
the eleventh grade students at SMK Marsudi 2 Luhur Yogyakarta in 2012/2013
academic year. The total number of population in this research is 95 students,
while this study involves 65 students as the sample of study. The research
instrument is a questionnaire which consists of 33 items to assess the conformity
level. This questionnaire was arranged based on the aspects of conformity, i.e.
compactness aspect, agreement aspect, and obedience aspect. The data were
analyzed by calculating the percentage of each aspect and categorizing the data
into low, medium, and high criteria based on the criteria according to Azwar. The
reliability level of the questionnaire is 0.724.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis
menyadari bahwa seluruh pengalaman yang dialami saat mengerjakan sksipsi ini
merupakan cara dan pertolongan yang terindah dari Tuhan. Skripsi ini disusun
sebagai tugas akhir memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan.
Penulis juga menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu
kelancaran dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan
terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus sebagai dosen
pembimbing yang selalu sabar membimbing penulis dalam mengerjakan
skripsi, banyak memberi masukan, dan motivasi kepada penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
2. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata
Dharma yang telah membekali banyak ilmu kepada penulis selama kuliah.
3. St. Priyatmoko sebagai pegawai administrasi Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah bersedia memberikan
xi
4. Pemerintah Kota Yogyakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah
memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian dengan lancar.
5. Kepala Sekolah, Guru BK, beserta siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2
Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengadakan penelitian di sekolah tersebut
6. Bapak “Jono” dan Ibu “Zuhriah” tercinta yang selalu memberikan dukungan,
cinta kasihnya, dan doa.
7. Keluarga besar “Kartowiharjo” dan “Abdullah Umar” tercinta yang sudah
mengasihi dan menyayangiku.
8. Om “Budi Hartanto” Tante “Jamilatun Fatayati” tercinta yang telah kuanggap
sebagai keluarga keduaku di Pulau Jawa
9. Adik-adikku yang tercinta (Reni Octaningtyas, Putra Chandra Subekti, dan Sri
Suryaningsih) yang selalu memberikan motivasi dan supporterku selama ini
10.Ponakanku tersayang (Dimas Ghailan Anggara dan Faizan Dwi Nugraha)
yang selalu memberikan cerita yang mampu mengobati rasa rinduku
11.Teman-teman Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2009
semuanya dan terkhusus untuk (Aditiya Budi Wahyu Putra, Aldian Putranto
Hadi, Dwi Elok Permata Ningtyas, Wiratama Rahman, Widya Wulan H.,
Leslie Aida C.L., Vitaly Rica Fernando, Lisbeth Riany P, dan lainnya yang tak
bisa disebutkan satu persatu) atas kebersamaan dan saling berbagi suka dan
xii
12.Ibu bapak kos dan teman-teman “Wisma Prasetiar” ku atas kebersamaan baik
suka maupun duka yang dilalui bersama yang sudah kuanggap sebagai
keluargaku di Yogyakarta.
13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi
perhatian, bantuan dan dukungan yang baik secara tidak langsung maupun
langsung selama penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari akan kekurangan dan kelemahan penulis dalam
mengerjakan skripsi ini. Penulis mohon maaf apabila dalam skripsi ini terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Terima Kasih.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GRAFIK ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Batasan Istilah ... 8
BAB II KAJIAN TEORITIS ... 9
A. Hakekat Konformitas pada Remaja ... 9
1. Pengertian Konformitas ... 9
2. Faktor-faktor Konformitas ... 10
3. Aspek-aspek Konformitas ... 13
xiv
5. Proses Terjadinya Konformitas ... 16
6. Konformitas di Kalangan Remaja ... 17
7. Karakteristik Remaja yang Memiliki Konformitas ... 20
B. Geng dan Konformitas ... 22
1. Pengertian Geng ... 22
2. Faktor Terjadinya Geng ... 23
3. Ciri-ciri Geng ... 23
4. Tipe Geng ... 25
5. Konformitas pada Geng Remaja ... 26
C. Bimbingan Pribadi-Sosial Sebagai Upaya untuk Mengatasi Perilaku Konformitas pada Remaja ... 33
1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial ... 33
2. Tujuan Bimbingan Pribadi-Sosial ... 34
3. Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial yang Implikatif untuk Mengatasi Perilaku Konformitas pada Remaja ... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
A. Jenis Penelitian ... 36
B. Subjek Penelitian ... 36
C. Alat Pengumpulan Data Penelitian ... 37
1. Skala Pengukuran ... 37
2. Penentuan Skor (scoring) ... 38
3. Kisi-kisi Kuesioner ... 39
4. Validitas instrumen ... 40
5. Reliabilitas instrumen ... 42
6. Uji Coba Empirik terhadap Kuesioner ... 43
7. Penelitian ... 45
8. Prosedur Pengumpulan Data ... 46
xv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53
A. Hasil Penelitian ... 53
1. Deskripsi Secara Umum Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta ... 53
2. Butir-butir Instrumen Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta ... 55
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 60
C. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Usulan Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial ... 67
BAB IV PENUTUP ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran-saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 76
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Tabel Skoring Rata-rata Konformitas Siswa ... 38
Tabel 2 : Kisi-kisi Kuesioner Konformitas Siswa ... 40
Tabel 3 : Kriteria Guilford ... 43
Tabel 4 : Hasil Validitas Uji Coba Penelitian Kuesioner Konformitas Siswa ... 44
Tabel 5 : Hasil Reliabilitas Uji Coba Penelitian Kuesioner Konformitas Siswa ... 45
Tabel 6 : Hasil Reliabilitas Uji Penelitian Deskripsi Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI Marsudi Luhur 2 Yogyakarta ... 45
Tabel 7 : Jadwal Pengumpulan Data Uji Coba Penelitian ... 47
Tabel 8 : Jadwal Pengumpulan Data Penelitian ... 47
Tabel 9 : Norma Penggolongan Kategorisasi Deskripsi Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta ... 50
Tabel 10 : Kategori Subyek Tingkat Konformitas Siswa ... 51
Tabel 11 : Kategori Butir Item Tingkat Konformitas ... 52
Tabel 12 : Penggolongan Subjek dalam Tiga (3) Kategori ... 54
Tabel 13 : Penggolongan Butir-butir Item dalam Tiga (3) Kategori ... 56
Tabel 14 : Butir-butir Item yang Masuk Kategori Tinggi ... 58
Tabel 15 : Butir-butir Item yang Masuk Kategori Sedang ... 59
Tabel 16 : Butir-butir Item yang Masuk Kategori Rendah ... 60
Tabel 17 : Rumusan Butir-butir Item dan Usulan Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial ... 69
xvii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 : Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2
Yogyakarta Dilihat dari Jumlah Subjek ... 55 Grafik 2 : Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian ... 80
Lampiran 2 : Tabulasi Data Induk Uji Coba Instrumen dan Penelitian ... 83
Lampiran 3 : Hasil Uji Validitas Instrumen ... 88
Lampiran 4 : Rekam Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas ... 91
1
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan istilah/definisi operasional variabel penelitian.
A. Latar Belakang Masalah
Dunia remaja merupakan dunia pencarian jati diri seseorang yang mulai beranjak keluar dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa (Erickson dalam Ali & Ansori, 2005). Istilah lainnya, remaja adalah masa transisi yang dalam setiap perjalanannya, individu akan menemukan hal-hal baru yang belum pernah dialaminya dan akan memperkaya pengalamannya. Usia remaja berkisar antara 10-21 tahun (Deswita, 2006:192), serta berada pada jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) hingga sekolah menengah atas (SMA). Sebagaimana pada masa anak-anak, tugas perkembangan tetap terus berjalan dan harus dilewati oleh setiap insan, termasuk remaja.
Selain itu, remaja lebih menonjolkan sesuatu pada pribadinya yang membedakan dirinya dengan orang dewasa, yaitu originalitas, bukan pada identitas. Ciri-ciri yang menonjol pada usia remaja ini terletak pada perilaku sosialnya. Pada masa-masa ini, teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting, dimana mereka ikut dalam kelompok/klik/geng tertentu yang sebaya.
Keterlibatan remaja dalam aktivitas berkelompok di atas bukan tanpa alasan. Berbagai keinginan yang seringkali tidak dapat terpenuhi mendorong mereka untuk menemukan jalan keluarnya, salah satunya adalah dengan membentuk kelompok yang berasal dari sebayanya. Teman sebaya memberikan suatu dunia yang luas, dunia yang merupakan tempat bagi remaja untuk berekspresi, berinteraksi, bersosialisasi dimana disitu terdapat berbagai norma yang berlaku. Seiring dengan laju perkembangan dunia yang semakin pesat, kelompok remaja rentan terbawa arus pada perubahan yang terjadi, bukan hanya pada nilai diri sebagai pribadi, namun meluas ke aspek sosial.
Kepribadian remaja yang menonjol adalah pada minat mereka untuk bergabung ke dalam suatu persahabatan yang dimana terdapat motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam dengan nilai-nilai, kebiasaan, kegemaran, atau budaya teman sebayanya. Motif tersebut lebih dikenal dengan istilah conformity atau konformitas.
pengembangan diri yang positif. Sebaliknya, konformitas dapat pula menjadi negatif apabila dibiarkan tanpa adanya arahan dan bimbingan yang baik dan benar, sehingga perilaku yang timbul bisa berlebihan, bahkan menyimpang.
Konformitas itu sendiri ditandai dengan timbulkan rasa solidaritas yang kuat atau kekompakan, kesepakatan antara anggota kelompok, misalnya dalam persamaan pendapat, kepercayaan, hingga ketaatan (Sears dkk, 1994). Mayoritas remaja memiliki sejumlah norma yang berstandar tertentu dalam kelompok. Mereka berusaha untuk menjadi seorang konformis, dalam artian berusaha untuk bersikap sama dengan anggota kelompok lain.
Seiring perubahan zaman, perilaku kelompok remaja cenderung menuju ke arah konformitas negatif. Banyak media yang memberitakan sejumlah aksi kelompok remaja yang anarkis. Kita dapat menyimak berita yang marak akhir-akhir ini. Kompas menerbitkan berita dimana ada dua sekolah menengah atas negeri (SMAN) di Jakarta terlibat tawuran. Banyak spekulasi yang berkembang seputar penyebab tawuran tersebut, salah satu diantaranya dikarenakan dendam masa lampau yang sengaja dipelihara turun-temurun. Siswa menganggap, perseteruan yang terjadi diantara kedua sekolah tersebut sebagai hal yang membudaya dan lumrah saja dilakukan.
100%. Sedangkan pada bulan Januari-Juni 2012, terdapat 139 kasus tawuran yang menewaskan 12 pelajar.
Beberapa kasus kekerasan lainnya yang sempat terekam oleh media massa adalah kasus penindasan (bullying) kakak kelas terhadap adik kelas di salah satu SMA negeri di Jakarta. Usut punya usut, ternyata pelaku bullying adalah para Jeger/Brengos yang tergabung dalam geng sekolah. Pada wilayah Yogyakarta sendiri, memasuki tahun 2000an, geng remaja kian bervariatif dilihat dari segi perilakunya. Dari sekedar para pemuda yang menjalar ke pejantan tangguh (remaja putra dan siswa SMA) dan kemudian berkembang menjadi geng yang berbasiskan sekolah SMP. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) DIY mengeluarkan data hingga Februari 2012, kasus kekerasan tertinggi dipegang oleh Bantul dengan 135 kasus, disusul oleh data keseluruhan wilayah Sleman, Kota Yogyakarta, Kulon Progo serta Gunung Kidul dengan angka 145 kasus. (Nyadi Kasmorejo, diakses pada 3 Januari 2013).
Tawuran hanya segelintir kasus di Yogyakarta dimana ada motif konformitas yang begitu kuat pengaruhnya bagi kaum remaja. Ada banyak perilaku yang berkaitan dengan konformitas, diantaranya mulai dari perilaku merokok, membolos sekolah, penyalahgunaan narkoba, seks bebas (pranikah), minum-minuman keras, gaya hidup hedonis, hingga pesatnya kelompok/geng motor yang begitu popular.
Hal yang melatarbelakangi peneliti melakukan penelitian di SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta adalah karena merupakan salah satu sekolah yang siswanya mayoritas berjenis kelamin laki-laki (homogen) dan berdasarkan hasil sharing dengan teman-teman yang pernah melakukan program pengenalan lapangan (PPL) SM di sana dan salah satu guru bidang studi SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta.
Peneliti beranggapan bahwa konformitas lebih mudah terjadi apabila di dalam suatu sekolah terdapat homogenitas jenis kelamin. Hasil sharing dengan teman-teman PPL hingga guru dan beberapa siswa menunjukkan bahwa keadaan siswa di sekolah tersebut dapat mewakili variabel yang ingin diteliti oleh peneliti yaitu konformitas. Salah satu contoh dari perilaku siswa yang menunjukkan perilaku konformitas adalah bolos sekolah bersama, ribut di kelas, merokok, hingga keaktifan beberapa siswa di dalam suatu geng.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian yang disampaikan pada latar belakang, maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah berupa pertanyaan sebagai berikut:
1. Seberapa tinggikah tingkat konformitas yang muncul pada siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta?
2. Berdasarkan hasil analisis butir instrumen, butir-butir item konformitas mana yang terindikasi intens pada siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta dalam implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial?
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk;
1. Mendeskripsikan tingkat konformitas siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta,
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat luas khususnya pada bidang pendidikan serta dapat menjadi masukan yang berguna dan dapat sebagai tambahan bahan referensi untuk penelitian lebih dalam mengenai perilaku konformitas pada remaja.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Guru mengenai tingkat perilaku konformitas yang terjadi di kalangan remaja atau siswa didik sehingga dapat sedini mungkin dipelajari dan bertindak.
b. Siswa
Penelitian ini diharapkan memiliki guna bagi siswa atau peserta didik dalam mencermati kehidupan berinteraksi dengan teman atau kelompok sebaya dengan evaluasi diri.
c. Peneliti lain
D. Batasan Istilah
1. Konformitas
Konformitas adalah suatu bentuk kepatuhan perilaku, sikap, dan keyakinan individu karena adanya tekanan dari kelompok manapun dan mengindahkan nilai-nilai yang berlaku. Konformitas pada individu dapat terlihat melalui kekompakan terhadap kelompok, adanya persamaan visi misi, ketaatan pada peraturan kelompok. Tujuan dari sikap conform ini adalah untuk mendapatkan perlindungan kepada kelompok dalam rangka menghindari celaan sosial, mendapatkan pengakuan identitas, kepercayaan diri dan membuat suatu kesan yang baik agar dapat diterima oleh kelompoknya atau orang lain. Perilaku konformitas yang diteliti adalah perilaku yang menunjukkan konformitas kelompok baik di sekolah maupun di luar sekolah yang cenderung negatif bagi siswa.
2. Remaja
9
BAB II KAJIAN TEORITIS
Pada bab ini dipaparkan mengenai tinjauan teoritis mengenai
konformitas, diantaranya adalah hakekat konformitas pada remaja, konformitas
pada remaja, gang dan konformitas hingga bimbingan pribadi-sosial untuk
mengatasi perilaku konformitas pada remaja.
A. Hakekat Konformitas pada Remaja
1. Pengertian Konformitas
Konformitas memiliki pengertian yang bersumber dari beberapa
ahli. Konformitas adalah suatu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok
teman sebaya terhadap anggotanya tetapi memiliki pengaruh yang kuat
dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada
anggota kelompok (Zebua dan Nurdjayadi, 2001: 73). Calhoun (1990)
berpendapat konformitas adalah perubahan keyakinan atau tingkah laku
seseorang agar sesuai dengan lingkungan atau kelompok. Menurut Willis
(dalam Sarwono, 2005) konformitas adalah usaha terus menerus dari
individu untuk selalu selaras dengan norma-norma yang diharapkan oleh
kelompok. Jika persepsi individu tentang norma-norma kelompok
(standar sosial) berubah, maka ia akan mengubah pula tingkah lakunya.
Sears (1994) berpendapat bahwa konformitas adalah penyesuaian
Berdasarkan definisi konformitas yang dipaparkan oleh beberapa
tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa konformitas merupakan suatu
bentuk penyesuaian diri individu untuk diterima dalam kelompok, berupa
kepatuhan untuk menyamakan sikap dan tingkah laku sesuai dengan
tekanan norma-norma dan nilai yang berlaku di dalam lingkungan atau
kelompok tertentu.
2. Faktor-faktor Konformitas
Menurut Sarwono (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi
konformitas adalah:
a. Keterpaduan (cohesiveness)
Keterpaduan atau kohesi (cohesiveness) adalah perasaan “kekitaan”
antara anggota kelompok. Semakin kuat rasa keterpaduan atau
“kekitaan” tersebut, semakin besar pengaruhnya pada perilaku
individu.
b. Ukuran kelompok
Berdasarkan percobaan dari Milgram, dkk (dalam Sarwono, 2005),
dapat disimpulkan bahwa semakin besar kelompok, maka semakin
besar pula pengaruhnya.
c. Suara Bulat
Untuk mencapai suara bulat, biasanya satu orang atau minoritas yang
tidak enak dan tertekan, sehingga akhirnya mereka menyerah pada
pendapat kelompok mayoritas.
d. Status
Semakin tinggi status orang yang menjadi contoh, maka semakin
besar pengaruhnya bagi orang lain untuk conform atau patuh.
e. Tanggapan umum
Perilaku yang yang dapat didengar atau dilihat lebih mendorong
konformitas daripada perilaku yang hanya dapat didengar dan
diketahui oleh orang tertentu saja (Myers dalam Sarwono, 2005).
f. Komitmen umum
Orang yang tidak mempunyai komitmen apa-apa kepada masyarakat
atau orang lain akan lebih mudah conform daripada yang sudah
pernah mengucapkan suatu pendapat (Deutsch & Gerrard dalam
Sarwono, 2005).
Sears dkk (1994) menyatakan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi konformitas seseorang, yaitu:
a. Pengaruh Informasi
Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Oleh
karena itu, tingkat konformitas yang didasarkan pada informasi
ditentukan oleh dua aspek situasi, yaitu sejauh mana mutu informasi
yang dimiliki orang lain tentang apa yang benar dan sejauh mana
b. Kepercayaan terhadap kelompok
Pada situasi konformitas, individu mempunyai suatu
pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut
pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi
yang tepat. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu
terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin
besar pula untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok.
c. Kepercayaan yang lemah terhadap penilaian sendiri
Sesuatu yang meningkatkan kepercayaan individu terhadap
penilaiannya sendiri akan menurunkan konformitas adalah tingkat
keyakinan individu tersebut pada kemampuannya sendiri untuk
menampilkan suatu reaksi. Selain itu, tingkat kesulitan yang dibuat
juga dapat mempengaruhi keyakinan individu terhadap
kemampuannya, dimana semakin sulit penilaian tersebut, semakin
rendah rasa percaya yang dimiliki.
d. Rasa takut terhadap celaan sosial dan penyimpangan
Alasan seseorang melakukan konformitas adalah demi
memperoleh persetujuan atau menghindari celaan kelompok.
Seseorang tidak mau dilihat sebagai orang lain dari yang lain. Ia
ingin agar kelompok tempat ia berada menyukainya,
3. Aspek-aspek Konformitas
Sears dkk (1994), berpendapat bahwa konformitas akan mudah
terlihat serta mempunyai aspek-aspek yang khas dalam kelompok.
Adapun aspek-aspek yang dimaksud di dalamnya, yaitu:
a. Aspek kekompakan
Istilah kekompakan adalah jumlah total kekuatan yang
menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang
membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Kekompakkan
mengacu pada kekuatan yang menyebabkan para anggotanya
menetap dalam suatu kelompok.
b. Aspek kesepakatan
Aspek yang sangat penting bagi timbulnya konformitas adalah
kesepakatan pendapat kelompok. Individu yang dihadapkan pada
keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan yang
kuat, untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila kelompok tidak
bersatu, akan tampak adanya penurunan konformitas. Morris &
Miller ( dalam Sears dkk, 1994 ) menunjukkan bahwa saat terjadinya
perbedaan pendapat yang berbeda setelah mayoritas menyatakan
pendapatnya, konformitas akan menurun. Tetapi bila orang yang
mempunyai pendapat berbeda itu memberikan jawabannya sebelum
mayoritas, mengemukakan jawaban, akan terjadi penurunan
karena hancurnya kesepakatan disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain :
1) Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila
terjadi perbedaan pendapat
2) Bila anggota kelompok yang lain mempunyai pendapat yang
sama, keyakinan individu terhadap pendapatnya sendiri akan
semakin kuat.
3) Bila individu mempunyai pendapat yang berbeda dengan
anggota kelompok yang lain individu akan dikucilkan dan
dianggap sebagai orang yang menyimpang, baik dalam
pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain.
c. Aspek ketaatan
Konformitas merupakan bagian dari persoalan mengenai
bagaimana membuat individu rela melakukan sesuatu yang
sebenarnya tidak ingin mereka lakukan. Salah satu caranya adalah
melalui tekanan sosial.
Adapun bentuk – bentuk tekanan sosial yang dapat memunculkan
ketaatan dalam diri individu antara lain :
1) Ketaatan terhadap otoritas yang sah.
Faktor yang paling penting dalam ketaatan adalah bahwa orang
memiliki otoritas yang sah dalam situasi itu, sesuai dengan
adalah keyakinan umum bahwa pihak otoritas mempunyai hak
untuk menuntut ketaatan terhadap perintahnya.
2) Ganjaran, hukuman, dan ancaman.
Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan
meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan
perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, hukuman, atau
ancaman. Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah
perilaku seseorang.
3) Harapan orang lain terhadap individu
Sampai suatu tingkat yang sulit dipercaya, individu akan rela
memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain
tersebut mengharapkannya
4) Peniruan dari model yang melakukan
Seperti perilaku yang lain, individu cenderung melakukan apa
yang mereka lihat dilakukan oleh orang lain. Bila seseorang
bertindak agresif, orang lain juga akan cenderung menjadi lebih
agresif. Efek yang sama juga terjadi pada ketaatan. Bila individu
melihat bahwa orang tidak taat, maka individu tersebut akan
menjadi kurang taat. Menurut Grusec dan Skubiski (dalam
Sears, 1994) menunjukkan bahwa, agar efektif, model harus
benar-benar menampilkan perilaku tersebut dan tidak hanya
sekedar mengatakannya. Ada tiga kondisi yang menyertai, yaitu
memberikan ganjaran tetapi tidak benar-benar melakukannya
dan ada model yang betul-betul memberikan ganjaran.
5) Menempatkan individu dalam situasi terkendali yang dirancang
untuk memberi tekanan secara halus sehingga individu tersebut
mengalami kesulitan untuk menolak.
4. Bentuk-bentuk Konformitas
Sarwono (2005) mengatakan bahwa terdapat dua bentuk
konformitas, yaitu:
a. Menurut (compliance) adalah konformitas yang dilakukan secara
terbuka sehingga terlihat oleh umum walaupun hatinya tidak setuju.
Jika hal ini mengenai perintah, maka dinamakan ketaatan
(obedience).
b. Penerimaan (acceptance) adalah konformitas yang disertai perilaku
dan kepercayaan yang sesuai dengan tatanan sosial.
5. Proses Terjadinya Konformitas
a. Ross, Bierbauer & Stoffman (1976) pada teori Social Comparison
Theory menjelaskan bahwa seseorang akan konform dengan
kelompoknya karena ia menilai bahwa kelompok tersebut benar, dan
dia merasa takut kalau ditolak.
b. Kemungkinan lain terjadinya konformitas adalah karena adanya
kelompoknya, maka akan timbul perasaan tidak enak. Dalam kondisi
demikian, jelas yang paling aman adalah konformitas.
6. Konformitas di Kalangan Remaja a. Remaja Sebagai Periode Masa Kritis
Remaja merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya
seseorang dalam masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa yang
meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan
memasuki masa dewasa. Borring (dalam Hurlock, 1990). Monks, dkk
(dalam Hurlock, 1990) menyatakan bahwa remaja merupakan suatu
masa di saat individu berkembang dari pertama kali menunjukkan
tanda-tanda seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola
identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi peralihan dari
ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang
mandiri.
Erickson (dalam Hurlock, 1990) menyatakan bahwa remaja
adalah masa kritis identitas atau masalah identitas-ego remaja.
Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan
siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari
perasaan kesinambungan dan kesamaan baru. Menurut Sri Rumini &
Siti Sundari (2004: 53), masa remaja adalah peralihan dari masa anak
dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek
Berdasarkan teori-teori di atas, maka dapat diambil benang
merah bahwa masa remaja merupakan masa yang rentan dipengaruhi
oleh lingkungan tempat tinggal. Pada masa ini, remaja terdorong
untuk menimba dan menerima pengalaman sebanyak-banyaknya dari
hal-hal yang ditemuinya sehingga dikhawatirkan mudah terbawa arus
yang bertentangan seperti perilaku yang mengganggu ketertiban
umum, misalnya terlibat kekerasan tawuran, narkoba, seks bebas dan
lain-lain. Perilaku-perilaku tersebut cenderung mengarah pada
perilaku konformitas. Konformitas dipengaruhi oleh
karakteristik-karakteristik yang ada pada remaja.
b. Karakteristik Remaja
Masa remaja dikenal dengan dengan masa mencari jati diri,
dikarenakan masa remaja merupakan masa peralihan antara masa
kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa (Erickson
dalam Ali & Asrori, 2005). Monks, Knoers, dan Haditono (2004)
membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu:
1) Usia 10-12 tahun = masa pra-remaja
2) Usia 12-15 tahun = masa remaja awal
3) Usia 15-18 tahun = masa remaja pertengahan
4) Usia 18-21 tahun = masa remaja akhir. (Deswita, 2006: 192).
Kartini Kartono (2005) menjelaskan beberapa karakteristik yang
1) Kegelisahan
Pada masa remaja, timbul dorongan untuk mendapat
pengalaman sebanyak-banyaknya untuk menambah pengetahuan.
Di sisi lain, remaja belum mampu melakukan berbagai hal dengan
baik sehingga tidak berani mengambil tindakan mencari
pengalaman langsung dari sumbernya. Tarik-menarik antara
angan-angan yang tinggi dengan kemampuan yang masih belum
memadai, mengakibatkan mereka diliputi perasaan gelisah.
2) Pertentangan
Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada
pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orangtua
dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu,
pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena
sering terjadi pertentangan antara mereka dengan orangtua.
Pertentangan itu menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan
diri dari orangtua, namun keinginan itu ditentang kembali oleh
mereka di kemudian hari karena dalam diri remana, ada keinginan
untuk memperoleh rasa aman.
3) Mengkhayal
Khayalan remaja putra biasanya berkisar pada soal prestasi
dan jenjang karir, sedangkan remaja putri lebih mengkhayalkan
terkadang khayalan menghasilkan sesuatu yang bersifat konstruktif,
misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan.
4) Aktivitas berkelompok
Berbagai macam keinginan para remaja seringkali tidak dapat
terpenuhi karena bermacam-macam kendala. Kebanyakan remaja
menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka
berkumpul dengan rekan sebaya untuk kegiatan bersama. Mereka
melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai
kendala dapat diatasi bersama-sama.
7. Karakteristik Remaja yang Memiliki Konformitas
Remaja yang memiliki perilaku konformitas memiliki karakteristik
yang dilihat dari aspek-aspek konformitas menurut Sears dkk (1994).
Karakteristik-karakteristik tersebut dapat dicermati sebagai berikut.
a. Adanya kekompakkan yang dibangun bersama karena rasa suka
terhadap anggota kelompok dan dengan harapan individu mendapat
manfaat dari keanggotaannya dalam suatu kelompok tersebut,
misalnya individu menjadi terkenal di sekolah maupun diluar karena
bergabung dengan kelompok tertentu.
b. Perilaku individu yang selalu menyamakan pendapatnya serta selalu
membenarkan pendapat kelompok walaupun bertentangan dengan
c. Kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi
yang benar sangat besar sehingga individu tersebut akan semakin
menyesuaikan diri dengan kelompok.
d. Individu rela melakukan sesuatu yang diminta atau diinginkan oleh
kelompok walaupun sebenarnya bertentangan dengan individu itu
sendiri sebagai konsekuensi dari kepatuhannya pada norma-norma
kelompok.
e. Adanya perilaku meniru model (anggota kelompok). Individu
cenderung meniru perilaku yang mereka lihat dilakukan oleh anggota
kelompok yang lain. Contoh perilaku tersebut misalnya apabila ada
anggota kelompok yang bertindak agresif, maka individu akan
cenderung bertindak sama atau bahkan lebih agresif.
Berdasarkan pada teori-teori di atas, konformitas umum terjadi pada
orang-orang yang tergabung dalam suatu kelompok. Fenomena kelompok
lazim terjadi pada masa remaja. Remaja berada pada situasi psikologis
mulai dari pertentangan batin baik pribadi maupun orangtua, proses
pencarian jati diri, tahu hingga pada keinginan mencoba segala sesuatu
berdasarkan rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity).
Salah satu cara mengatasi berbagai permasalahan tersebut adalah
melalui kelompok teman sebaya yang memiliki kesamaan satu sama lain.
Awal mula kelompok sendiri terbentuk dari persahabatan dua remaja atau
lebih dengan latar belakang berbeda yang memiliki kesamaan sikap dan
menjadi aktivitas menetap. Apabila remaja masuk dalam kelompok yang
memiliki norma dan nilai yang berlawanan dengan lingkungan sosial, hal
ini akan menjadi kendala besar. Perilaku konformitas semakin menguat
seiring dukungan kelompok sehingga anggota-anggotanya juga akan
berusaha berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku di dalam
kelompok.
B. Geng dan Konformitas 1. Pengertian Geng
Salah satu bentuk dari konformitas adalah geng. Istilah “geng”
yang sering ditulis dalam bahasa gaul remaja dengan “genk” berasal dari
vocabulary inggris “gang”, yang berarti sekelompok atau gerombolan
serta merupakan kependekan dari “gangster” yang terjemahannya adalah
bandit atau penjahat. Penulisan “geng’ sebagai kata serapannya dalam
bahasa Indonesia, jelas menyesuaikan pada fonetik asalnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), istilah geng
merujuk pada pengertian sebagai kelompok remaja (yang terkenal karena
adanya kesamaan latar belakang sosial, sekolah, daerah dan sebagainya).
Geng adalah remaja yang tidak termasuk klik atau kelompok besar dan
yang merasa tidak puas dengan kelompok yang terorganisasi. Anggota
geng biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama mereka
adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku anti
Secara umum, pengertian geng adalah suatu kumpulan terbatas
yang sebagian besar dari kelompok itu memiliki kesamaan atau bahkan
memiliki perbedaan-perbedaan yang unik di antara anggota-anggota geng
itu sendiri yang memiliki satu tujuan yang diwujudkan melalui
perilaku-perilaku yang anti sosial.
2. Faktor Terjadinya Geng
Munculnya kelompok geng ini dapat terjadi karena:
a. Pengawasan kegiatan anak setelah kegiatan di sekolah masih kurang
b. Kurangnya kegiatan di luar kegiatan akademis yang sesuai dengan
bakat dan minat remaja
c. Peraturan yang kadang membuat siswa bosan dan memilih hal-hal yang
menghindari dari peraturan tersebut
d. Munculnya orang-orang di luar lingkungan pendidikan yang
mempengaruhi dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan yang
negatif
e. Pencarian jati diri untuk menunjukkan kekuatan dan kekuasaan.
3. Ciri-ciri Geng
Beberapa ciri-ciri dari geng menurut Kartini Kartono (2005: 15) dapat
dilihat sebagai berikut.
a. Jumlah anggotanya berkisar antara 3-40 anak remaja. Jarang yang
b. Anggota geng lebih banyak terdiri dari anak laki-laki daripada anak
perempuan, walaupun ada beberapa geng yang terdiri dari anak
perempuan. Pada umumnya, terjadi interaksi atau relasi heteroseksual
yang bebas antara anak laki-laki dengan anak perempuan,
c. Kepemimpinan geng ada di tangan anak muda yang dianggap paling
banyak berprestasi, dan memiliki keunggulan atau kelebihan
dibandingkan dengan anak remaja lainnya,
d. Sifat geng sangat dinamis dan “mobile” (sering berpindah-pindah
tempat,
e. Relasi diantara anggota geng pada umumnya bersifat episodik; artinya
bersifat terpotong-potong, seolah-olah berdiri sendiri karena tidak
semua anggota berpartisipasi aktif dalam aksi-aksi bersama; ada yang
pasif dan ikut-ikutan saja. Anggota yang paling aktif biasanya anggota
inti dan tokoh pemimpinnya yang berusaha menjadi unsure inti dalam
kelompoknya,
f. Sebagian besar geng terlibat pada ragam tingkah laku yang melanggar
hukum yang berlaku di masyarakat.
g. Usia geng bervariasi; dari beberapa bulan dan beberapa tahun hingga
belasan tahun atau lebih,
h. Usia anggotanya berkisar antara 7-25 tahun dan pada umunnya berusia
sebaya yaitu berupa peer-group yang memiliki semangat dan ambisi
i. Relasi diantara para anggota mulai dari keterikatan yang longgar hingga
yang bersifat intim,
j. Pada jangka waktu yang relatif pendek, anak-anak ini berganti-ganti
peran yang disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan kondisi-situasi
sosial, bentuk kepemimpinan baru dan sasaran-sasaran yang ingin
mereka capai,
k. Anggota geng biasanya bersikap konvensional bahkan sering fanatik
dalam mematuhi nilai-nilai dan norma geng sendiri. Mereka sangat setia
dan loyal terhadap sesama,
l. Terdapat status sosial dan peran tertentu yang disematkan kepada
anggota sebagai imbalan atas partisipasinya. Mereka harus mampu
menjunjung tinggi nama kelompok sendiri. Semakin kasar, kejam, sadis
dan berandalan tingkah laku mereka, semakin “tenarlah” nama gengnya
dan semakin banggalah hati mereka. Nama pribadi dan gengnya
menjadi mencuat dan banyak ditiru oleh kelompok geng lainnya.
4. Tipe Geng
Menurut kriminolog Cloward dan Ohlin (1960), geng memiliki tiga (3)
tipe, yaitu:
a. Geng pencurian (thief gengs) adalah suatu kelompok yang melakukan
pencurian yang awalnya memiliki tujuan untuk menguji keberanian
b. Geng konflik (conflict gengs) adalah suatu kelompok yang gemar
mengekspresikan dirinya melalui perkelahian berkelompok supaya
tampak gagah dan pemberani.
c. Geng pengasingan (retreats gengs) adalah suatu kelompok yang sengaja
mengasingkan dirinya dengan kegiatan minum-minuman keras atau
napza yang kerap dianggap sebagai suatu cara “pelarian” dari alam
nyata.
5. Konformitas pada Geng Remaja
a. Fenomena Konformitas pada Geng Remaja
Peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh kelompok geng remaja
marak terjadi dimana-mana terutama di kota-kota besar di Indonesia.
Pada tahun pada tahun 2008 media pemberitaan jmenayangkan kasus
kekerasan yang dilakukan oleh geng putri NERO (NEko-neko
keROyok) di Pati, Jawa Tengah. Geng ini terkenal karena merekam
adegan perpeloncoan dan perkelahian secara brutal dan keras. Padahal,
awalnya geng ini merupakan komunitas pecinta bola basket, namun
tujuan geng tersebut bergeser dengan mengandalkan kekerasan.
Kasus kekerasan yang dilakukan geng remaja kembali terulang.
Pada tahun 2012 , publik kembali dikejutkan oleh peristiwa tawuran
pelajar yang terjadi antara SMA 6 dan SMA 70 Jakarta yang terjadi
pada 24 September 2012 dan berakibat tewasnya seorang siswa dari
turun-temurun dari senior mereka serta adanya batas wilayah kekuasaan yang
haram hukumnya siswa dari sekolah lain memasuki wilayah tersebut.
Aksi kekerasan yang dilakukan geng remaja sekolah juga terjadi
di wilayah Yogyakarta. Sebenarnya, aksi ini sudah lama terjadi, bahkan
di era 90-an, kota Yogyakarta sempat diresahkan dengan munculnya
dua geng besar “Jogxin” dan “TRB” yang ditengarai sering melakukan
kegiatan yang mengganggu masyarakat umum seperti “vandalisme” dan
corat-coret fasilitas umum.
Masuk ke tahun 2000-an, masyarakat Yogyakarta juga dikejutkan
dengan aksi bar-bar yang dilakukan oleh geng pelajar. Peristiwa ini
terjadi pada 3 November 2013 di kawasan Umbulharjo Yogyakarta,
dimana polisi menahan 9 orang berstatus pelajar yang melakukan
penganiayaan terhadap dua orang korban. Sebelumnya, seorang
alumnus salah satu sekolah menengah umum negeri Yogyakarta
dibacok oleh sekelompok geng tak dikenal sebulan sebelumnya.
Diduga, penyebabnya karena korban mengenakan jaket bertuliskan
“Delayota” yang merupakan julukan bagi salah satu SMA negeri.
Peristiwa-peristiwa diatas merupakan tindak kekerasan yang
dilakukan oleh geng yang sebagian besar masih berstatus pelajar atau
remaja. Nasution (1993: 84) mengungkapkan penyebab munculnya
geng remaja sebagai berikut.
dalam maupun di luar sekolah. Mereka saling merasakan apa yang dialami oleh salah seorang anggota kelompoknya dan saling mengungkapkan apa yang terkandung dalam hatinya termasuk apa yang dirahasiakan pada orang lain.
Anggota klik merasa diri bersatu dan kuat serta penuh kepercayaan berkat rasa persatuan dan kekompakan itu. Mereka mengutamakan kepentingan kelompok di atas kepentingan individual dan sikap ini dapat menimbulkan konflik dengan orang tua, sekolah, dan klik-klik lainnya. Bila klik ini mempunyai sikap anti sosial maka klik itu dapat menjadi “geng”
Pernyataan diatas menjelaskan bahwa terbentuknya geng diawali
dengan persahabatan antara dua orang remaja atau lebih yang kemudian
merencanakan dan melakukan kegiatan yang sama di dalam maupun di
luar sekolah. Kemudian, lebih jauh persahabatan itu menimbulkan rasa
solidaritas yang kuat, membentuk persatuan dan kekompakan dan pada
akhirnya menimmbulkan ketaatan. Pernyataan ini senada dengan
aspek-aspek terjadinya konformitas oleh Sears dkk (1994) yang
mengungkapkan bahwa konformitas terjadi karena adanya kekompakan
antara anggota kelompok, persamaan pendapat dan ketaatan sehingga
dapat ditarik benang merah bahwa geng remaja atau pelajar dipengaruhi
oleh perilaku konformitas dari anggota-anggotanya yang dimaksudkan
untuk membentuk geng yang lebih kuat dan solid.
b. Bahaya Konformitas pada Geng Remaja
Membentuk geng merupakan hal yang lumrah terjadi di masyarakat.
Teori kebutuhan Maslow (1993) menunjukkan bahwa pembentukan geng
adalah salah satu bentuk aktualisasi diri. Remaja ingin diakui oleh remaja
lainnya, sehingga remaja bergabung ke dalam komunitas kelompok atau
kesetiaan yang kuat terhadap organisasi masyarakat dan melindungi
kelompok mereka. Pada kenyataannya, banyak terjadi penyimpangan
maupun penyelewengan tujuan dan visi terbentuknya kelompok yang
dilakukan oleh anggota kelompok itu sendiri.
Burnett dan Waltz dalam Jeanne H. Ballantine (2001: 196) tentang
“gangs at schools” menjelaskan dampak bahaya terbentuknya geng remaja
sebagai berikut.
What do geng members do? Many gengs are involved in serious and violent crimes. Twenty eight percent of the gengs were organized specifically for trafficking in drugs; other gengs committed assaults and robberies, sometimes along with drug activities. Fighting, stealing, alcohol dealing, and drug dealing leads to power and respect from other geng members.
How do gengs affect schools? In fact, the number of geng members in schools is usually fairly small, but the geng presence can be quite disruptive, bringing into schools fear, violence, drugs and recruitment for gengs.
Pernyataan di atas menyimpulkan bahwa perilaku yang diperlihatkan
oleh geng remaja sudah menjurus ke arah kejahatan dan kekerasan yang
serius sehingga menimbulkan keresahan, ketakutan, keributan, kriminalitas
tidak hanya di lingkungan sekolah, namun dapat menyebar ke lingkungan
masyarakat.
Dampak bahaya utama yang ditimbulkan oleh konformitas geng
remaja terutama pelajar adalah adanya dampak secara internal maupun
eksternal pelajar sebagai berikut.
1) Dampak internal
a) Daya tahan fisik atau tubuh yang rentan karena terlalu sering
kualitas fisik ini dapat diamati seperti mata bengkak, mudah
mengantuk, berjalan gontai, hingga berat badan yang turun.
b) Daya tahan tubuh berpengaruh pada kondisi psikis atau emosi.
Siswa menjadi lebih mudah marah atau tersinggung hanya
misalnya karena tidak sengaja tersenggol oleh teman di sekolah.
Selain itu siswa dapat berubah menjadi pendiam dan menjauh dari
teman-teman disebabkan adanya tekanan dari kelompok atau
gengnya sehingga dapat mengganggu kemampuan bersosialisasi.
c) Kondisi fisik maupun psikis atau emosi dapat mempengaruhi
kemampuan intelektual siswa. Siswa cenderung malas belajar di
sekolah karena mudah lelah atau mengantuk sehingga perhatian
siswa pada pelajaran di sekolah menjadi terganggu. Efek lebih jauh
berakibat pada terbengkalainya tugas-tugas yang diberikan oleh
Guru.
2) Dampak eksternal
a) Lingkungan keluarga. Banyak orangtua yang mengeluh karena
anaknya jarang berada di rumah pada waktu belajar karena lebih
sering kumpul di luar rumah hingga malam. Perubahan kondisi
fisik dan psikis dapat mempengaruhi kedekatan dengan anggota
keluarga. Siswa mulai mengabaikan sikap hormat dan sopan-santun
terhadap orangtua dengan melawan setiap nasehat yang diberikan.
b) Lingkungan sekolah. Perilaku konformitas siswa pada kelompok
sekolah sehingga pandangan masyarakat awam terhadap sekolah
menjadi negatif. Nama baik sekolah menjadi tercemar karena
pandangan masyarakat yang beranggapan bahwa siswa tidak
dididik oleh guru-guru menjadi pintar, melainkan bertambah bodoh
atau nakal.
c) Lingkungan sosial. Kelompok atau geng pada umumnya dapat
mengganggu ketenangan dan ketertiban umum. Kegiatan kelompok
atau geng lebih banyak bersifat destruktif atau merusak seperti
merusak fasilitas umum (telpon umum, mencoret dinding-dinding
bangunan), mengganggu lalu lintas seperti tawuran di jalan-jalan
besar sehingga masyarakat menjadi resah dan cemas, serta dapat
membahayakan keselamatan orang lain seperti adanya korban
luka-luka maupun yang tewas pada saat tawuran.
c. Solusi Mengurangi Konformitas pada Geng Remaja
Tindakan konformitas geng remaja pada kekerasan banyak
menimbulkan kerugian baik materiil maupun imateriil bagi anggota
kelompok atau geng beserta korban-korbannya. Oleh karena itu, penting
bagi masyarakat untuk menyembuhkan perilaku konformitas dengan
melakukan perbuatan sebagai berikut (Kartini Kartono, 2005: 129).
1. Banyak mawas-diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri; dan
melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik
dan keadilan, agar bias dijadikan panutan bagi anak-anak muda, semi
perkembangan dan proses kultivasi generasi penerus.
2. Berilah kesempatan kepada anak muda untuk beremansipasi dengan
cara baik dan sehat, menyertakan mereka pada kegiatan enentukan
keputusan penting demi keadilan yang lebih merata dan peningkatan
kesejahteraan rakyat pada umumnya.
3. Memberikan bentuk kegiatan pendidikan yang lebih relevan dengan
kebtuhan anak muda zaman sekarang, serta ada kaitannya dengan
pengembangan bakat dan potensi anak muda, lagi pula mempunyai
sambungan dengan profesi/pekerjaan anak muda di masa-masa
mendatang.
Sekolah sebagai sarana pendidikan memandang siswa sebagai
perhatian utama dalam membantu mereka melewati tugas perkembangan
di seluruh aspek kehidupan. Beragam pelayanan yang dapat diberikan
sekolah untuk mendampingi siswa sebagai generasi muda. Salah satu
pelayanan tersebut adalah bimbingan pribadi-sosial. Pengertian secara
sederhana, bimbingan pribadi-sosial bertujuan untuk membantu siswa
mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada pada diri pribadi dan
sosial. Konformitas pada remaja sebagai salah satu bentuk permasalahan
sosial dapat diatasi dengan memberikan bimbingan pribadi-sosial kepada
C. Bimbingan Pribadi-sosial Sebagai Upaya untuk Mengatasi Perilaku Konformitas pada Remaja
1. Pengertian Bimbingan Pribadi-sosial
Bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan dalam menghadapi
keadaan batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam
batinnya sendiri; dalam mengatur diri sendiri di bidang kerohanian,
perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan
sebagainya; serta bimbingan dalam hubungan kemanusiaan dengan sesama
di berbagai lingkungan (pergaulan sosial) (Winkel, 2007). Syamsu Yusuf
(2006: 11) berpendapat bahwa bimbingan pribadi-sosial adalah bimbingan
untuk membantu para individu untuk memecahkan masalah pribadi-sosial.
Masalah-masalah yang berhubungan dengan bimbingan
pribadi-sosial menurut Syamsu Yusuf adalah masalah hubungan dengan sesame
teman, dengan dosen, serta staf, permasalahan sifat dan kemampuan diri,
penyesuaian dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat
mereka tinggal dan penyelesaian konflik. Berdasarkan pada dua (2) teori di
atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan
layanan bimbingan yang diberikan oleh pembimbing untuk membantu
individu atau kelompok dalam menghadapi serta memecahkan persoalan
yang berhubungan dengan pribadi dan permasalahan sosial, seperti
2. Tujuan Bimbingan Pribadi-sosial
Dewa Ketut Sukardi (2008: 19) mengungkapkan tujuan dari
bimbingan pribadi-sosial adalah untuk membantu siswa agar:
a. Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan
mengenal kekhususan yang ada pada dirinya.
b. Dapat mengembangkan sifat positif, seperti menggambarkan
orang-orang yang mereka senangi.
c. Membuat pilihan secara sehat.
d. Mampu menghargai orang lain.
e. Memiliki rasa tanggung jawab.
f. Mengembangkan ketrampilan hubungan antarpribadi.
g. Dapat menyelesaikan konflik.
h. Dapat membuat keputusan secara efektif.
3. Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial yang Implikatif untuk Mengatasi Perilaku Konformitas pada Remaja
Pengertian dan tujuan dari bimbingan pribadi-sosial tersebut relevan
dengan karakteristik pada masa remaja yang mengalami banyak konflik,
baik yang menyangkut masalah pribadi hingga ke konflik pergaulan sosial.
Salah satu bentuk konflik pergaulan sosial adalah adanya perilaku
konformitas pada geng remaja. Konformitas pada geng remaja termasuk ke
Perilaku konformitas dapat diatasi dengan memberikan layanan
bimbingan pribadi-sosial di sekolah-sekolah oleh ahli (pembimbing), baik
secara perorangan (konseling) maupun kelompok. Usulan topik-topik
bimbingan pribadi-sosial yang implikatif untuk mengatasi perilaku
konformitas diperoleh melalui hasil analisis data penelitiaan yang berdasar
pada butir-butir item konformitas yang terindikasi intens (tinggi) dan
sedang.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini dipaparkan mengenai jenis penelitian, subjek penelitian, alat
pengumpulan data, validitas dan reliabilitas kuesioner, prosedur pengumpulan
data, serta teknik pengolahan dan analisis data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis penelitian deskriptif
dengan menggunakan metode survey. Penelitian deskriptif adalah penelitian
yang menggambarkan situasi dan kondisi saat ini. Penelitian deskriptif ini
dirancang untuk mendapatkan informasi tentang suatu gejala pada saat
penelitian dilakukan. Penelitian ini diarahkan untuk menetapkan sifat suatu
situasi pada waktu penelitian dilakukan (Furchan, 1982: 415). Metode survey
digunakan untuk mendapatkan data yang lengkap dan nyata sehingga peneliti
mampu memaparkan secara jelas tingkat konformitas siswa di Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Marsudi Luhur 2 Yogyakarta.
B. Subjek Penelitian
Subjek yang akan dilibatkan dalam penelitian ini adalah siswa kelas
XI Sekolah Menengah kejuruan (SMK) Marsudi Luhur 2 Yogyakarta
sebanyak 95 siswa dengan rincian 30 siswa dari kelas XI Otomotif A yang
terdiri dari tiga (3) kelas yaitu kelas XI Otomotif B, kelas XI Otomotif C,
kelas XI Elektro yang dijadikan subjek penelitian. Pemilihan subjek uji coba
instrumen dan penelitian ditentukan berdasarkan hasil diskusi peneliti dengan
guru BK SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta.
Peneliti mengadakan uji coba dan penelitian di SMK Marsudi Luhur 2
Yogyakarta karena SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta memiliki siswa
homogen (laki-laki). Sekolah yang memiliki siswa siswi homogen cenderung
dapat menimbulkan konformitas sehingga sejalan dengan tujuan penelitian
dan memenuhi syarat untuk dijadikan tempat penelitian.
C. Alat Pengumpulan Data Penelitian
Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
berupa kuesioner tingkat konformitas. Menurut Arikunto (1991: 124),
kuesioner atau angket adalah sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya.
Kuesioner ini menggunakan satu variabel yaitu tingkat konformitas
para siswa pada pergaulan di sekolah. Kuesioner dirancang untuk mengukur
seberapa tinggi tingkat konformitas siswa di sekolah.
1. Skala pengukuran
Kuesioner ini disusun dalam bentuk skala bertingkat berdasarkan prinsip
(4) jawaban pada setiap itemnya. Pernyataan yang disajikan dibedakan
menjadi pernyataan favorable dan unfavorable yaitu:
a. Sangat Sesuai (SS)
b. Sesuai (S)
c. Tidak Sesuai (TS)
d. Sangat Tidak Sesuai (STS)
2. Penentuan Skor (scoring)
Berdasarkan konsep kuesioner menurut skala Likert, Peneliti memberikan
skoring terhadap pernyataan-pernyataan sebagai berikut.
Tabel 1.
Tabel Skoring Rata-rata Konformitas Siswa
No. Pernyataan Alternatif Jawaban
SS (Sangat Sesuai)
S
(Sesuai) (Tidak TS Sesuai)
STS (Sangat
Tidak Sesuai)
1 Favorable 4 3 2 1
2 Unfavorable 1 2 3 4
Keterangan:
a. Item favorable merupakan pernyataan-pernyataan yang berbanding
lurus dengan apa yang ingin diukur. Semakin ke bawah, coding
favorable semakin besar nilainya. STS (Sangat Tidak Sesuai)
mendapat nilai 1 atau nilai yang paling kecil, dan SS (Sangat Sesuai)
medapat nilai 4 atau nilai yang paling tinggi dalam coding favorable.
b. Item unfavorable merupakan pernyataan-pernyataan yang berbanding
terbalik atau oposisi dengan apa yang ingin diukur. Semakin ke
bawah, coding unfavorable semakin kecil nilainya. STS (Sangat Tidak
Sesuai) mendapat nilai 1 atau nilai yang paling rendah dalam coding
unfavorable.
Responden diminta untuk merespon pernyataan-pernyataan pada
kuesioner tingkat konformitas tersebut dengan memilih alternatif pilihan
yang telah disediakan dengan membubuhkan tanda centang (√). Skoring
dilakukan dengan cara menjumlahkan jawaban-jawaban responden pada
masing-masing item.
3. Kisi-kisi Kuesioner
Kuesioner berisi pernyataan-pernyataan berdasarkan pada konsep
aspek-aspek konformitas menurut Sears dkk (1994), yaitu aspek
kekompakan, aspek kesepakatan, dan aspek ketaatan. Setiap aspek berisi
masing-masing dua (2) indikator dan 16 butir pernyataan. Kisi-kisi
Tabel 2.
Kisi-kisi Kuesioner Konformitas Siswa
Aspek-aspek Indikator No. Item Jumlah
Favorable Unfavorable
Kekompakan 1. Penyesuaian diri terhadap kelompok 2. Memiliki kekuatan untuk menjadi anggota tetap dalam kelompok
1, 2, 3, 4, 5, 7
9, 13, 14, 15
6, 8
10, 11, 12, 16
8
8
Kesepakatan 1. Tingkat kepercayaan terhadap pendapat kelompok 2. Persamaan pendapat antar kelompok
18, 19, 20, 21, 22
25, 26, 27, 32
17, 23, 24
28, 29, 30, 31
8
8
Ketaatan 1. Kerelaan melakukan sesuatu yang menjadi otoritas kelompok 2. Patuh terhadap
aturan yang berlaku pada kelompok
33, 34, 35, 36, 40
41, 42, 35, 46, 48
38, 39
43, 44, 47
8
8
Jumlah 30 18 48
4. Validitas Instrumen
Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2009). Menurut
Arikunto (1991), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur (Sugiyono, 2011). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini
validitas isi (content validity). Validitas isi adalah validitas yang
mempertanyakan bagaimana kesesuaian antara instrumen dengan tujuan
dan deskripsi masalah yang akan diteliti (Nurgiyantoro, 2009). Instrumen
yang valid berarti instrumen yang digunakan dapat mengukur variabel
yang akan diteliti.
Usaha yang dilakukan untuk memperkuat validitas kuesioner
adalah dengan melakukan expert adjustment. Guru BK SMK Marsudi
Luhur 2 Yogyakarta menjadi patokan peneliti untuk melakukan expert
adjustment terhadap intrumen kuesioner.
Teknik yang akan digunakan untuk menguji daya beda adalah
dengan menggunakan korelasi Product Moment dari Pearson, dengan
rumus sebagai berikut (Masidjo, 1995: 246).
XY
r =
2 2 22 X N Y Y
X N Y X XY N Keterangan:
rxy : Koefisien korelasi skor item dengan skor aspek
N : Jumlah subjek
X : Skor item atau butir
XY : Hasil perkalian antara X dan Y
Pengujian validitas ini dilakukan melalui komputer dengan
menggunakan software SPSS 15.0 for Windows. Syarat minimum untuk
pemilihan item yang memenuhi syarat adalah apabila r ≥ 0,3 (Azwar,
2009: 103). Bila harga korelasi di bawah 0,30 maka dapat disimpulkan
bahwa butir instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau
dibuang (Azwar, 2009:103)
5. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas artinya adalah tingkat kepercayaan hasil pengukuran
(Azwar, 2009). Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi yaitu yang
mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya, disebut sebagai reliabel
(Azwar, 2009). Menurut Azwar (2009), konsep reliabilitas dalam arti
reliabilitas alat ukur erat berkaitan dengan masalah eror pengukuran (error
of measurement), sedangkan konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas hasil
ukur erat berkaitan dengan eror dalam pengambilan sampel (sampling
error) yang mengacu pada inkonsistensi hasil ukur apabila pengukuran
dilakukan ulang pada kelompok individu yang berbeda.
Perhitungan indeks reliabilitas kuesioner menggunakan program
SPSS yang dilakukan dengan menghitung melalui pendekatan koefisien
Alpha Cronbach (α). Rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dapat
Keterangan :
SI2 dan S22 : varians skor belahan I dan varians skor belahan 2
Sx2 : varians skor skala
Hasil perhitungan dikonsultasikan ke kriteria Guilford (dalam
Masidjo, 2006) sebagai berikut.
Tabel 3.
Kriteria Guilford (dalam Masidjo, 2006)
NO Koefisien Korelasi Kualifikasi
1. 0,91-1,00 Sangat tinggi
2. 0,71-0,90 Tinggi
3. 0,41-0,70 Cukup
4. 0,21-0,40 Rendah
5. 0-0,20 Rendah Sekali
6. Uji Coba Empirik terhadap Kuesioner
a. Validitas Instrumen
Uji coba terhadap instrumen (uji empirik) dilakukan pada hari
Sabtu, 5 Oktober 2013 dan diperoleh hasil perhitungan konsistensi
internal butir pada setiap aspek menggunakan rumus Pearson Product
Moment dengan jumlah subjek (N) 30.
Perhitungan yang dilakukan menggunakan software komputer
SPSS 15.0for Windows dengan syarat r ≥ 0,30 (Azwar, 2009). Apabila
harga korelasi di bawah 0,30, maka dapat disimpulkan bahwa item pada
instrumen tersebut tidak valid sehingga harus diperbaiki atau dibuang
Pengecualian, apabila jumlah item yang dibutuhkan kurang memenuhi
harga korelasi item instrumen dari 0,30 menjadi 0,25 (Azwar, 2009).
Peneliti memutuskan untuk menggunakan harga korelasi item sebesar
0,30.
Hasil pemeriksaan konsistensi butir yang terdiri dari tiga aspek,
diperoleh 15 buah dari 48 butir kuesioner yang dinyatakan tidak valid.
Butir kuesioner yang tidak valid dibuang. Hasil konsistensi butir
kuesioner dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.
Hasil Validitas Uji Coba Penelitian Kuesioner Konformitas Siswa
No. Aspek Indikator No. Item ∑
Valid Tidak Valid
1 Kekompakan 1. Penyesuaian diri terhadap kelompok atau geng
1,2,3,4,5,7 6,8 8
2. Memiliki kekuatan untuk menjadi anggota tetap dalam kelompok atau geng
9,12,13,14,15 10,11,16 8
2 Kesepakatan 1. Tingkat kepercayaan terhadap kelompok atau geng
18,19,20,21,22 17,23,24 8
2. Persamaan pendapat antar anggota kelompok atau geng
25,26,27,30,31
,32 28,29 8
3 Ketaatan 1. Kerelaan melakukan sesuatu yang menjadi otoritas kelompok atau geng
34,35,36,37,38
,40 33,39 8
2. Patuh terhadap aturan yang berlaku pada kelompok atau geng
41,42,45,46,48 43,44,47 8
Jumlah 33 48 15 48
b. Reliabilitas Instrumen
Penghitungan selanjutnya adalah menentukan indeks reliabilitas
menggunakan software komputer SPSS 15.0 for Windows. Hasil
perhitungan indeks reliabilitas per aspek dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 5.
Hasil Reliabilitas Uji Coba Penelitian Kuesioner Konformitas Siswa
Koefisien
Alpha Cronbach N Item N Subjek
0,692 48 30
Berdasarkan pada kriteria Guilford, tingkat reliabilitas pada uji coba
empirik terhadap kuesioner sebesar 0,692 dinyatakan berada pada
tingkat sedang. Reliabilitas sedang dapat diartikan bahwa hasil
pengukuran instrument cukup dapat dipercaya (reliabel).
7. Penelitian
Penelitian pada siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta
dilakukan pada hari Selasa, Rabu dan Jumat (12, 13, dan 15 November
2013). Penghitungan indeks reliabilitas penelitian dihitung melalui
pendekatan koefisien Alpha Cronbach (α) dengan menggunakan software
komputer SPSS 15.0 for Windows sehingga diperoleh output koefisien
reliabilitas seluruh instrumen dengan menggunakan rumus Alpha (α) yaitu
0,724.
Tabel 6.
Hasil Reliabilitas Penelitian Deskripsi Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta Koefisien Alpha
Cronbach N Item N Subjek
8. Prosedur Pengumpulan Data
a. Tahap Persiapa