• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat konformitas siswa studi deskriptif pada siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta tahun ajaran 20122013 dan implikasinya terhadap usulan topik topik bimbingan pribadi sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat konformitas siswa studi deskriptif pada siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta tahun ajaran 20122013 dan implikasinya terhadap usulan topik topik bimbingan pribadi sosial"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT KONFORMITAS SISWA

(Studi Deskriptif pada Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2

Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 dan Implikasinya Terhadap

Usulan Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memeroleh Gelar Sarjana Pendidikan (S1)

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Rino Novidianta

091114079

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

TINGKAT KONFORMITAS SISWA

(Studi Deskriptif pada Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2

Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 dan Implikasinya Terhadap

Usulan Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memeroleh Gelar Sarjana Pendidikan (S1)

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Rino Novidianta 091114079

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

MOTTO

Allah akan meninggikan orang-orang yang

beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi

(6)

v

PERSEMBAHAN

Dengan segenap kerendahan hati, penelitian ini saya persembahkan

untuk :

 Allah SWT yang selalu melindungi dan menganugerahkan ilmu

pengetahuan kepadaku

 Kepada Bapak dan Ibu tercinta, bapak Jono dan Ibu Zuhriah.

 Ketiga adik-adikku tersayang, Reni Octaningtyas, Putra Chandra

Subekti, dan Sri Suryaningsih

 Sahabat-sahabatku dan teman-teman Program Studi Bimbingan

(7)
(8)
(9)

viii ABSTRAK

TINGKAT KONFORMITAS SISWA

(Studi Deskriptif pada Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-topik

Bimbingan Pribadi-Sosial)

Rino Novidianta Universitas Sanata Dharma

2014

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat konformitas siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta dan mengidentifikasi butir-butir item konformitas yang terindikasi intens pada siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta dalam implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survey. Subjek penelitian keseluruhan adalah siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 95 orang, dan terdiri dari 65 siswa yang digunakan sebagai subjek penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner tingkat konformitas siswa sebanyak 33 item. Kuesioner disusun berdasarkan aspek-aspek konformitas yaitu kekompakan, kesepakatan, dan ketaatan. Teknik analisis data yang digunakan adalah perhitungan persentase dengan pendistribusiannya berdasarkan kriteria yang dirumuskan Azwar. Kriteria terdiri dari tiga kategori yaitu, rendah, sedang dan tinggi. Tingkat reliabilitas kuesioner sebesar 0,724.

(10)

viii

ABSTRACT

THE CONFORMITY LEVEL OF STUDENTS

(A descriptive Study on the Eleventh Grade Students at

SMK Marsudi Luhur

2

Yogyakarta in 2012/2013 Academic Year and its Implications to the

Suggested Topics of Personal-Social Guidance)

Rino Novidianta

Sanata Dharma University

2014

This research aims to describe the conformity level of the eleventh grade

students at SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta and to identify the items of

conformity that are indicated intense in the eleventh grade students at SMK

Marsudi Luhur 2 Yogyakarta in its implications to the suggested topics of

personal-social guidance.

This research is descriptive research using survey method. The subject is

the eleventh grade students at SMK Marsudi 2 Luhur Yogyakarta in 2012/2013

academic year. The total number of population in this research is 95 students,

while this study involves 65 students as the sample of study. The research

instrument is a questionnaire which consists of 33 items to assess the conformity

level. This questionnaire was arranged based on the aspects of conformity, i.e.

compactness aspect, agreement aspect, and obedience aspect. The data were

analyzed by calculating the percentage of each aspect and categorizing the data

into low, medium, and high criteria based on the criteria according to Azwar. The

reliability level of the questionnaire is 0.724.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan

berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis

menyadari bahwa seluruh pengalaman yang dialami saat mengerjakan sksipsi ini

merupakan cara dan pertolongan yang terindah dari Tuhan. Skripsi ini disusun

sebagai tugas akhir memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan.

Penulis juga menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu

kelancaran dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan

terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus sebagai dosen

pembimbing yang selalu sabar membimbing penulis dalam mengerjakan

skripsi, banyak memberi masukan, dan motivasi kepada penulis untuk segera

menyelesaikan skripsi ini.

2. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata

Dharma yang telah membekali banyak ilmu kepada penulis selama kuliah.

3. St. Priyatmoko sebagai pegawai administrasi Program Studi Bimbingan dan

Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah bersedia memberikan

(12)

xi

4. Pemerintah Kota Yogyakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah

memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian dengan lancar.

5. Kepala Sekolah, Guru BK, beserta siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2

Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengadakan penelitian di sekolah tersebut

6. Bapak “Jono” dan Ibu “Zuhriah” tercinta yang selalu memberikan dukungan,

cinta kasihnya, dan doa.

7. Keluarga besar “Kartowiharjo” dan “Abdullah Umar” tercinta yang sudah

mengasihi dan menyayangiku.

8. Om “Budi Hartanto” Tante “Jamilatun Fatayati” tercinta yang telah kuanggap

sebagai keluarga keduaku di Pulau Jawa

9. Adik-adikku yang tercinta (Reni Octaningtyas, Putra Chandra Subekti, dan Sri

Suryaningsih) yang selalu memberikan motivasi dan supporterku selama ini

10.Ponakanku tersayang (Dimas Ghailan Anggara dan Faizan Dwi Nugraha)

yang selalu memberikan cerita yang mampu mengobati rasa rinduku

11.Teman-teman Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2009

semuanya dan terkhusus untuk (Aditiya Budi Wahyu Putra, Aldian Putranto

Hadi, Dwi Elok Permata Ningtyas, Wiratama Rahman, Widya Wulan H.,

Leslie Aida C.L., Vitaly Rica Fernando, Lisbeth Riany P, dan lainnya yang tak

bisa disebutkan satu persatu) atas kebersamaan dan saling berbagi suka dan

(13)

xii

12.Ibu bapak kos dan teman-teman “Wisma Prasetiar” ku atas kebersamaan baik

suka maupun duka yang dilalui bersama yang sudah kuanggap sebagai

keluargaku di Yogyakarta.

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi

perhatian, bantuan dan dukungan yang baik secara tidak langsung maupun

langsung selama penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari akan kekurangan dan kelemahan penulis dalam

mengerjakan skripsi ini. Penulis mohon maaf apabila dalam skripsi ini terdapat

banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Terima Kasih.

(14)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Batasan Istilah ... 8

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 9

A. Hakekat Konformitas pada Remaja ... 9

1. Pengertian Konformitas ... 9

2. Faktor-faktor Konformitas ... 10

3. Aspek-aspek Konformitas ... 13

(15)

xiv

5. Proses Terjadinya Konformitas ... 16

6. Konformitas di Kalangan Remaja ... 17

7. Karakteristik Remaja yang Memiliki Konformitas ... 20

B. Geng dan Konformitas ... 22

1. Pengertian Geng ... 22

2. Faktor Terjadinya Geng ... 23

3. Ciri-ciri Geng ... 23

4. Tipe Geng ... 25

5. Konformitas pada Geng Remaja ... 26

C. Bimbingan Pribadi-Sosial Sebagai Upaya untuk Mengatasi Perilaku Konformitas pada Remaja ... 33

1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial ... 33

2. Tujuan Bimbingan Pribadi-Sosial ... 34

3. Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial yang Implikatif untuk Mengatasi Perilaku Konformitas pada Remaja ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Subjek Penelitian ... 36

C. Alat Pengumpulan Data Penelitian ... 37

1. Skala Pengukuran ... 37

2. Penentuan Skor (scoring) ... 38

3. Kisi-kisi Kuesioner ... 39

4. Validitas instrumen ... 40

5. Reliabilitas instrumen ... 42

6. Uji Coba Empirik terhadap Kuesioner ... 43

7. Penelitian ... 45

8. Prosedur Pengumpulan Data ... 46

(16)

xv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Hasil Penelitian ... 53

1. Deskripsi Secara Umum Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta ... 53

2. Butir-butir Instrumen Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta ... 55

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 60

C. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Usulan Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial ... 67

BAB IV PENUTUP ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran-saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Tabel Skoring Rata-rata Konformitas Siswa ... 38

Tabel 2 : Kisi-kisi Kuesioner Konformitas Siswa ... 40

Tabel 3 : Kriteria Guilford ... 43

Tabel 4 : Hasil Validitas Uji Coba Penelitian Kuesioner Konformitas Siswa ... 44

Tabel 5 : Hasil Reliabilitas Uji Coba Penelitian Kuesioner Konformitas Siswa ... 45

Tabel 6 : Hasil Reliabilitas Uji Penelitian Deskripsi Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI Marsudi Luhur 2 Yogyakarta ... 45

Tabel 7 : Jadwal Pengumpulan Data Uji Coba Penelitian ... 47

Tabel 8 : Jadwal Pengumpulan Data Penelitian ... 47

Tabel 9 : Norma Penggolongan Kategorisasi Deskripsi Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta ... 50

Tabel 10 : Kategori Subyek Tingkat Konformitas Siswa ... 51

Tabel 11 : Kategori Butir Item Tingkat Konformitas ... 52

Tabel 12 : Penggolongan Subjek dalam Tiga (3) Kategori ... 54

Tabel 13 : Penggolongan Butir-butir Item dalam Tiga (3) Kategori ... 56

Tabel 14 : Butir-butir Item yang Masuk Kategori Tinggi ... 58

Tabel 15 : Butir-butir Item yang Masuk Kategori Sedang ... 59

Tabel 16 : Butir-butir Item yang Masuk Kategori Rendah ... 60

Tabel 17 : Rumusan Butir-butir Item dan Usulan Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial ... 69

(18)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 : Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2

Yogyakarta Dilihat dari Jumlah Subjek ... 55 Grafik 2 : Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian ... 80

Lampiran 2 : Tabulasi Data Induk Uji Coba Instrumen dan Penelitian ... 83

Lampiran 3 : Hasil Uji Validitas Instrumen ... 88

Lampiran 4 : Rekam Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas ... 91

(20)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan istilah/definisi operasional variabel penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Dunia remaja merupakan dunia pencarian jati diri seseorang yang mulai beranjak keluar dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa (Erickson dalam Ali & Ansori, 2005). Istilah lainnya, remaja adalah masa transisi yang dalam setiap perjalanannya, individu akan menemukan hal-hal baru yang belum pernah dialaminya dan akan memperkaya pengalamannya. Usia remaja berkisar antara 10-21 tahun (Deswita, 2006:192), serta berada pada jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) hingga sekolah menengah atas (SMA). Sebagaimana pada masa anak-anak, tugas perkembangan tetap terus berjalan dan harus dilewati oleh setiap insan, termasuk remaja.

(21)

Selain itu, remaja lebih menonjolkan sesuatu pada pribadinya yang membedakan dirinya dengan orang dewasa, yaitu originalitas, bukan pada identitas. Ciri-ciri yang menonjol pada usia remaja ini terletak pada perilaku sosialnya. Pada masa-masa ini, teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting, dimana mereka ikut dalam kelompok/klik/geng tertentu yang sebaya.

Keterlibatan remaja dalam aktivitas berkelompok di atas bukan tanpa alasan. Berbagai keinginan yang seringkali tidak dapat terpenuhi mendorong mereka untuk menemukan jalan keluarnya, salah satunya adalah dengan membentuk kelompok yang berasal dari sebayanya. Teman sebaya memberikan suatu dunia yang luas, dunia yang merupakan tempat bagi remaja untuk berekspresi, berinteraksi, bersosialisasi dimana disitu terdapat berbagai norma yang berlaku. Seiring dengan laju perkembangan dunia yang semakin pesat, kelompok remaja rentan terbawa arus pada perubahan yang terjadi, bukan hanya pada nilai diri sebagai pribadi, namun meluas ke aspek sosial.

Kepribadian remaja yang menonjol adalah pada minat mereka untuk bergabung ke dalam suatu persahabatan yang dimana terdapat motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam dengan nilai-nilai, kebiasaan, kegemaran, atau budaya teman sebayanya. Motif tersebut lebih dikenal dengan istilah conformity atau konformitas.

(22)

pengembangan diri yang positif. Sebaliknya, konformitas dapat pula menjadi negatif apabila dibiarkan tanpa adanya arahan dan bimbingan yang baik dan benar, sehingga perilaku yang timbul bisa berlebihan, bahkan menyimpang.

Konformitas itu sendiri ditandai dengan timbulkan rasa solidaritas yang kuat atau kekompakan, kesepakatan antara anggota kelompok, misalnya dalam persamaan pendapat, kepercayaan, hingga ketaatan (Sears dkk, 1994). Mayoritas remaja memiliki sejumlah norma yang berstandar tertentu dalam kelompok. Mereka berusaha untuk menjadi seorang konformis, dalam artian berusaha untuk bersikap sama dengan anggota kelompok lain.

Seiring perubahan zaman, perilaku kelompok remaja cenderung menuju ke arah konformitas negatif. Banyak media yang memberitakan sejumlah aksi kelompok remaja yang anarkis. Kita dapat menyimak berita yang marak akhir-akhir ini. Kompas menerbitkan berita dimana ada dua sekolah menengah atas negeri (SMAN) di Jakarta terlibat tawuran. Banyak spekulasi yang berkembang seputar penyebab tawuran tersebut, salah satu diantaranya dikarenakan dendam masa lampau yang sengaja dipelihara turun-temurun. Siswa menganggap, perseteruan yang terjadi diantara kedua sekolah tersebut sebagai hal yang membudaya dan lumrah saja dilakukan.

(23)

100%. Sedangkan pada bulan Januari-Juni 2012, terdapat 139 kasus tawuran yang menewaskan 12 pelajar.

Beberapa kasus kekerasan lainnya yang sempat terekam oleh media massa adalah kasus penindasan (bullying) kakak kelas terhadap adik kelas di salah satu SMA negeri di Jakarta. Usut punya usut, ternyata pelaku bullying adalah para Jeger/Brengos yang tergabung dalam geng sekolah. Pada wilayah Yogyakarta sendiri, memasuki tahun 2000an, geng remaja kian bervariatif dilihat dari segi perilakunya. Dari sekedar para pemuda yang menjalar ke pejantan tangguh (remaja putra dan siswa SMA) dan kemudian berkembang menjadi geng yang berbasiskan sekolah SMP. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) DIY mengeluarkan data hingga Februari 2012, kasus kekerasan tertinggi dipegang oleh Bantul dengan 135 kasus, disusul oleh data keseluruhan wilayah Sleman, Kota Yogyakarta, Kulon Progo serta Gunung Kidul dengan angka 145 kasus. (Nyadi Kasmorejo, diakses pada 3 Januari 2013).

Tawuran hanya segelintir kasus di Yogyakarta dimana ada motif konformitas yang begitu kuat pengaruhnya bagi kaum remaja. Ada banyak perilaku yang berkaitan dengan konformitas, diantaranya mulai dari perilaku merokok, membolos sekolah, penyalahgunaan narkoba, seks bebas (pranikah), minum-minuman keras, gaya hidup hedonis, hingga pesatnya kelompok/geng motor yang begitu popular.

(24)

Hal yang melatarbelakangi peneliti melakukan penelitian di SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta adalah karena merupakan salah satu sekolah yang siswanya mayoritas berjenis kelamin laki-laki (homogen) dan berdasarkan hasil sharing dengan teman-teman yang pernah melakukan program pengenalan lapangan (PPL) SM di sana dan salah satu guru bidang studi SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta.

Peneliti beranggapan bahwa konformitas lebih mudah terjadi apabila di dalam suatu sekolah terdapat homogenitas jenis kelamin. Hasil sharing dengan teman-teman PPL hingga guru dan beberapa siswa menunjukkan bahwa keadaan siswa di sekolah tersebut dapat mewakili variabel yang ingin diteliti oleh peneliti yaitu konformitas. Salah satu contoh dari perilaku siswa yang menunjukkan perilaku konformitas adalah bolos sekolah bersama, ribut di kelas, merokok, hingga keaktifan beberapa siswa di dalam suatu geng.

(25)

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian yang disampaikan pada latar belakang, maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah berupa pertanyaan sebagai berikut:

1. Seberapa tinggikah tingkat konformitas yang muncul pada siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta?

2. Berdasarkan hasil analisis butir instrumen, butir-butir item konformitas mana yang terindikasi intens pada siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta dalam implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial?

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk;

1. Mendeskripsikan tingkat konformitas siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta,

(26)

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat luas khususnya pada bidang pendidikan serta dapat menjadi masukan yang berguna dan dapat sebagai tambahan bahan referensi untuk penelitian lebih dalam mengenai perilaku konformitas pada remaja.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Guru mengenai tingkat perilaku konformitas yang terjadi di kalangan remaja atau siswa didik sehingga dapat sedini mungkin dipelajari dan bertindak.

b. Siswa

Penelitian ini diharapkan memiliki guna bagi siswa atau peserta didik dalam mencermati kehidupan berinteraksi dengan teman atau kelompok sebaya dengan evaluasi diri.

c. Peneliti lain

(27)

D. Batasan Istilah

1. Konformitas

Konformitas adalah suatu bentuk kepatuhan perilaku, sikap, dan keyakinan individu karena adanya tekanan dari kelompok manapun dan mengindahkan nilai-nilai yang berlaku. Konformitas pada individu dapat terlihat melalui kekompakan terhadap kelompok, adanya persamaan visi misi, ketaatan pada peraturan kelompok. Tujuan dari sikap conform ini adalah untuk mendapatkan perlindungan kepada kelompok dalam rangka menghindari celaan sosial, mendapatkan pengakuan identitas, kepercayaan diri dan membuat suatu kesan yang baik agar dapat diterima oleh kelompoknya atau orang lain. Perilaku konformitas yang diteliti adalah perilaku yang menunjukkan konformitas kelompok baik di sekolah maupun di luar sekolah yang cenderung negatif bagi siswa.

2. Remaja

(28)

9

BAB II KAJIAN TEORITIS

Pada bab ini dipaparkan mengenai tinjauan teoritis mengenai

konformitas, diantaranya adalah hakekat konformitas pada remaja, konformitas

pada remaja, gang dan konformitas hingga bimbingan pribadi-sosial untuk

mengatasi perilaku konformitas pada remaja.

A. Hakekat Konformitas pada Remaja

1. Pengertian Konformitas

Konformitas memiliki pengertian yang bersumber dari beberapa

ahli. Konformitas adalah suatu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok

teman sebaya terhadap anggotanya tetapi memiliki pengaruh yang kuat

dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada

anggota kelompok (Zebua dan Nurdjayadi, 2001: 73). Calhoun (1990)

berpendapat konformitas adalah perubahan keyakinan atau tingkah laku

seseorang agar sesuai dengan lingkungan atau kelompok. Menurut Willis

(dalam Sarwono, 2005) konformitas adalah usaha terus menerus dari

individu untuk selalu selaras dengan norma-norma yang diharapkan oleh

kelompok. Jika persepsi individu tentang norma-norma kelompok

(standar sosial) berubah, maka ia akan mengubah pula tingkah lakunya.

Sears (1994) berpendapat bahwa konformitas adalah penyesuaian

(29)

Berdasarkan definisi konformitas yang dipaparkan oleh beberapa

tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa konformitas merupakan suatu

bentuk penyesuaian diri individu untuk diterima dalam kelompok, berupa

kepatuhan untuk menyamakan sikap dan tingkah laku sesuai dengan

tekanan norma-norma dan nilai yang berlaku di dalam lingkungan atau

kelompok tertentu.

2. Faktor-faktor Konformitas

Menurut Sarwono (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi

konformitas adalah:

a. Keterpaduan (cohesiveness)

Keterpaduan atau kohesi (cohesiveness) adalah perasaan “kekitaan”

antara anggota kelompok. Semakin kuat rasa keterpaduan atau

“kekitaan” tersebut, semakin besar pengaruhnya pada perilaku

individu.

b. Ukuran kelompok

Berdasarkan percobaan dari Milgram, dkk (dalam Sarwono, 2005),

dapat disimpulkan bahwa semakin besar kelompok, maka semakin

besar pula pengaruhnya.

c. Suara Bulat

Untuk mencapai suara bulat, biasanya satu orang atau minoritas yang

(30)

tidak enak dan tertekan, sehingga akhirnya mereka menyerah pada

pendapat kelompok mayoritas.

d. Status

Semakin tinggi status orang yang menjadi contoh, maka semakin

besar pengaruhnya bagi orang lain untuk conform atau patuh.

e. Tanggapan umum

Perilaku yang yang dapat didengar atau dilihat lebih mendorong

konformitas daripada perilaku yang hanya dapat didengar dan

diketahui oleh orang tertentu saja (Myers dalam Sarwono, 2005).

f. Komitmen umum

Orang yang tidak mempunyai komitmen apa-apa kepada masyarakat

atau orang lain akan lebih mudah conform daripada yang sudah

pernah mengucapkan suatu pendapat (Deutsch & Gerrard dalam

Sarwono, 2005).

Sears dkk (1994) menyatakan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi konformitas seseorang, yaitu:

a. Pengaruh Informasi

Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Oleh

karena itu, tingkat konformitas yang didasarkan pada informasi

ditentukan oleh dua aspek situasi, yaitu sejauh mana mutu informasi

yang dimiliki orang lain tentang apa yang benar dan sejauh mana

(31)

b. Kepercayaan terhadap kelompok

Pada situasi konformitas, individu mempunyai suatu

pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut

pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi

yang tepat. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu

terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin

besar pula untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok.

c. Kepercayaan yang lemah terhadap penilaian sendiri

Sesuatu yang meningkatkan kepercayaan individu terhadap

penilaiannya sendiri akan menurunkan konformitas adalah tingkat

keyakinan individu tersebut pada kemampuannya sendiri untuk

menampilkan suatu reaksi. Selain itu, tingkat kesulitan yang dibuat

juga dapat mempengaruhi keyakinan individu terhadap

kemampuannya, dimana semakin sulit penilaian tersebut, semakin

rendah rasa percaya yang dimiliki.

d. Rasa takut terhadap celaan sosial dan penyimpangan

Alasan seseorang melakukan konformitas adalah demi

memperoleh persetujuan atau menghindari celaan kelompok.

Seseorang tidak mau dilihat sebagai orang lain dari yang lain. Ia

ingin agar kelompok tempat ia berada menyukainya,

(32)

3. Aspek-aspek Konformitas

Sears dkk (1994), berpendapat bahwa konformitas akan mudah

terlihat serta mempunyai aspek-aspek yang khas dalam kelompok.

Adapun aspek-aspek yang dimaksud di dalamnya, yaitu:

a. Aspek kekompakan

Istilah kekompakan adalah jumlah total kekuatan yang

menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang

membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya. Kekompakkan

mengacu pada kekuatan yang menyebabkan para anggotanya

menetap dalam suatu kelompok.

b. Aspek kesepakatan

Aspek yang sangat penting bagi timbulnya konformitas adalah

kesepakatan pendapat kelompok. Individu yang dihadapkan pada

keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan yang

kuat, untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila kelompok tidak

bersatu, akan tampak adanya penurunan konformitas. Morris &

Miller ( dalam Sears dkk, 1994 ) menunjukkan bahwa saat terjadinya

perbedaan pendapat yang berbeda setelah mayoritas menyatakan

pendapatnya, konformitas akan menurun. Tetapi bila orang yang

mempunyai pendapat berbeda itu memberikan jawabannya sebelum

mayoritas, mengemukakan jawaban, akan terjadi penurunan

(33)

karena hancurnya kesepakatan disebabkan oleh beberapa faktor,

antara lain :

1) Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila

terjadi perbedaan pendapat

2) Bila anggota kelompok yang lain mempunyai pendapat yang

sama, keyakinan individu terhadap pendapatnya sendiri akan

semakin kuat.

3) Bila individu mempunyai pendapat yang berbeda dengan

anggota kelompok yang lain individu akan dikucilkan dan

dianggap sebagai orang yang menyimpang, baik dalam

pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain.

c. Aspek ketaatan

Konformitas merupakan bagian dari persoalan mengenai

bagaimana membuat individu rela melakukan sesuatu yang

sebenarnya tidak ingin mereka lakukan. Salah satu caranya adalah

melalui tekanan sosial.

Adapun bentuk – bentuk tekanan sosial yang dapat memunculkan

ketaatan dalam diri individu antara lain :

1) Ketaatan terhadap otoritas yang sah.

Faktor yang paling penting dalam ketaatan adalah bahwa orang

memiliki otoritas yang sah dalam situasi itu, sesuai dengan

(34)

adalah keyakinan umum bahwa pihak otoritas mempunyai hak

untuk menuntut ketaatan terhadap perintahnya.

2) Ganjaran, hukuman, dan ancaman.

Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan

meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan

perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, hukuman, atau

ancaman. Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah

perilaku seseorang.

3) Harapan orang lain terhadap individu

Sampai suatu tingkat yang sulit dipercaya, individu akan rela

memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain

tersebut mengharapkannya

4) Peniruan dari model yang melakukan

Seperti perilaku yang lain, individu cenderung melakukan apa

yang mereka lihat dilakukan oleh orang lain. Bila seseorang

bertindak agresif, orang lain juga akan cenderung menjadi lebih

agresif. Efek yang sama juga terjadi pada ketaatan. Bila individu

melihat bahwa orang tidak taat, maka individu tersebut akan

menjadi kurang taat. Menurut Grusec dan Skubiski (dalam

Sears, 1994) menunjukkan bahwa, agar efektif, model harus

benar-benar menampilkan perilaku tersebut dan tidak hanya

sekedar mengatakannya. Ada tiga kondisi yang menyertai, yaitu

(35)

memberikan ganjaran tetapi tidak benar-benar melakukannya

dan ada model yang betul-betul memberikan ganjaran.

5) Menempatkan individu dalam situasi terkendali yang dirancang

untuk memberi tekanan secara halus sehingga individu tersebut

mengalami kesulitan untuk menolak.

4. Bentuk-bentuk Konformitas

Sarwono (2005) mengatakan bahwa terdapat dua bentuk

konformitas, yaitu:

a. Menurut (compliance) adalah konformitas yang dilakukan secara

terbuka sehingga terlihat oleh umum walaupun hatinya tidak setuju.

Jika hal ini mengenai perintah, maka dinamakan ketaatan

(obedience).

b. Penerimaan (acceptance) adalah konformitas yang disertai perilaku

dan kepercayaan yang sesuai dengan tatanan sosial.

5. Proses Terjadinya Konformitas

a. Ross, Bierbauer & Stoffman (1976) pada teori Social Comparison

Theory menjelaskan bahwa seseorang akan konform dengan

kelompoknya karena ia menilai bahwa kelompok tersebut benar, dan

dia merasa takut kalau ditolak.

b. Kemungkinan lain terjadinya konformitas adalah karena adanya

(36)

kelompoknya, maka akan timbul perasaan tidak enak. Dalam kondisi

demikian, jelas yang paling aman adalah konformitas.

6. Konformitas di Kalangan Remaja a. Remaja Sebagai Periode Masa Kritis

Remaja merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya

seseorang dalam masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa yang

meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan

memasuki masa dewasa. Borring (dalam Hurlock, 1990). Monks, dkk

(dalam Hurlock, 1990) menyatakan bahwa remaja merupakan suatu

masa di saat individu berkembang dari pertama kali menunjukkan

tanda-tanda seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola

identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi peralihan dari

ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang

mandiri.

Erickson (dalam Hurlock, 1990) menyatakan bahwa remaja

adalah masa kritis identitas atau masalah identitas-ego remaja.

Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan

siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari

perasaan kesinambungan dan kesamaan baru. Menurut Sri Rumini &

Siti Sundari (2004: 53), masa remaja adalah peralihan dari masa anak

dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek

(37)

Berdasarkan teori-teori di atas, maka dapat diambil benang

merah bahwa masa remaja merupakan masa yang rentan dipengaruhi

oleh lingkungan tempat tinggal. Pada masa ini, remaja terdorong

untuk menimba dan menerima pengalaman sebanyak-banyaknya dari

hal-hal yang ditemuinya sehingga dikhawatirkan mudah terbawa arus

yang bertentangan seperti perilaku yang mengganggu ketertiban

umum, misalnya terlibat kekerasan tawuran, narkoba, seks bebas dan

lain-lain. Perilaku-perilaku tersebut cenderung mengarah pada

perilaku konformitas. Konformitas dipengaruhi oleh

karakteristik-karakteristik yang ada pada remaja.

b. Karakteristik Remaja

Masa remaja dikenal dengan dengan masa mencari jati diri,

dikarenakan masa remaja merupakan masa peralihan antara masa

kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa (Erickson

dalam Ali & Asrori, 2005). Monks, Knoers, dan Haditono (2004)

membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu:

1) Usia 10-12 tahun = masa pra-remaja

2) Usia 12-15 tahun = masa remaja awal

3) Usia 15-18 tahun = masa remaja pertengahan

4) Usia 18-21 tahun = masa remaja akhir. (Deswita, 2006: 192).

Kartini Kartono (2005) menjelaskan beberapa karakteristik yang

(38)

1) Kegelisahan

Pada masa remaja, timbul dorongan untuk mendapat

pengalaman sebanyak-banyaknya untuk menambah pengetahuan.

Di sisi lain, remaja belum mampu melakukan berbagai hal dengan

baik sehingga tidak berani mengambil tindakan mencari

pengalaman langsung dari sumbernya. Tarik-menarik antara

angan-angan yang tinggi dengan kemampuan yang masih belum

memadai, mengakibatkan mereka diliputi perasaan gelisah.

2) Pertentangan

Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada

pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orangtua

dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu,

pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena

sering terjadi pertentangan antara mereka dengan orangtua.

Pertentangan itu menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan

diri dari orangtua, namun keinginan itu ditentang kembali oleh

mereka di kemudian hari karena dalam diri remana, ada keinginan

untuk memperoleh rasa aman.

3) Mengkhayal

Khayalan remaja putra biasanya berkisar pada soal prestasi

dan jenjang karir, sedangkan remaja putri lebih mengkhayalkan

(39)

terkadang khayalan menghasilkan sesuatu yang bersifat konstruktif,

misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan.

4) Aktivitas berkelompok

Berbagai macam keinginan para remaja seringkali tidak dapat

terpenuhi karena bermacam-macam kendala. Kebanyakan remaja

menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka

berkumpul dengan rekan sebaya untuk kegiatan bersama. Mereka

melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai

kendala dapat diatasi bersama-sama.

7. Karakteristik Remaja yang Memiliki Konformitas

Remaja yang memiliki perilaku konformitas memiliki karakteristik

yang dilihat dari aspek-aspek konformitas menurut Sears dkk (1994).

Karakteristik-karakteristik tersebut dapat dicermati sebagai berikut.

a. Adanya kekompakkan yang dibangun bersama karena rasa suka

terhadap anggota kelompok dan dengan harapan individu mendapat

manfaat dari keanggotaannya dalam suatu kelompok tersebut,

misalnya individu menjadi terkenal di sekolah maupun diluar karena

bergabung dengan kelompok tertentu.

b. Perilaku individu yang selalu menyamakan pendapatnya serta selalu

membenarkan pendapat kelompok walaupun bertentangan dengan

(40)

c. Kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi

yang benar sangat besar sehingga individu tersebut akan semakin

menyesuaikan diri dengan kelompok.

d. Individu rela melakukan sesuatu yang diminta atau diinginkan oleh

kelompok walaupun sebenarnya bertentangan dengan individu itu

sendiri sebagai konsekuensi dari kepatuhannya pada norma-norma

kelompok.

e. Adanya perilaku meniru model (anggota kelompok). Individu

cenderung meniru perilaku yang mereka lihat dilakukan oleh anggota

kelompok yang lain. Contoh perilaku tersebut misalnya apabila ada

anggota kelompok yang bertindak agresif, maka individu akan

cenderung bertindak sama atau bahkan lebih agresif.

Berdasarkan pada teori-teori di atas, konformitas umum terjadi pada

orang-orang yang tergabung dalam suatu kelompok. Fenomena kelompok

lazim terjadi pada masa remaja. Remaja berada pada situasi psikologis

mulai dari pertentangan batin baik pribadi maupun orangtua, proses

pencarian jati diri, tahu hingga pada keinginan mencoba segala sesuatu

berdasarkan rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity).

Salah satu cara mengatasi berbagai permasalahan tersebut adalah

melalui kelompok teman sebaya yang memiliki kesamaan satu sama lain.

Awal mula kelompok sendiri terbentuk dari persahabatan dua remaja atau

lebih dengan latar belakang berbeda yang memiliki kesamaan sikap dan

(41)

menjadi aktivitas menetap. Apabila remaja masuk dalam kelompok yang

memiliki norma dan nilai yang berlawanan dengan lingkungan sosial, hal

ini akan menjadi kendala besar. Perilaku konformitas semakin menguat

seiring dukungan kelompok sehingga anggota-anggotanya juga akan

berusaha berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku di dalam

kelompok.

B. Geng dan Konformitas 1. Pengertian Geng

Salah satu bentuk dari konformitas adalah geng. Istilah “geng”

yang sering ditulis dalam bahasa gaul remaja dengan “genk” berasal dari

vocabulary inggris “gang”, yang berarti sekelompok atau gerombolan

serta merupakan kependekan dari “gangster” yang terjemahannya adalah

bandit atau penjahat. Penulisan “geng’ sebagai kata serapannya dalam

bahasa Indonesia, jelas menyesuaikan pada fonetik asalnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), istilah geng

merujuk pada pengertian sebagai kelompok remaja (yang terkenal karena

adanya kesamaan latar belakang sosial, sekolah, daerah dan sebagainya).

Geng adalah remaja yang tidak termasuk klik atau kelompok besar dan

yang merasa tidak puas dengan kelompok yang terorganisasi. Anggota

geng biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama mereka

adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku anti

(42)

Secara umum, pengertian geng adalah suatu kumpulan terbatas

yang sebagian besar dari kelompok itu memiliki kesamaan atau bahkan

memiliki perbedaan-perbedaan yang unik di antara anggota-anggota geng

itu sendiri yang memiliki satu tujuan yang diwujudkan melalui

perilaku-perilaku yang anti sosial.

2. Faktor Terjadinya Geng

Munculnya kelompok geng ini dapat terjadi karena:

a. Pengawasan kegiatan anak setelah kegiatan di sekolah masih kurang

b. Kurangnya kegiatan di luar kegiatan akademis yang sesuai dengan

bakat dan minat remaja

c. Peraturan yang kadang membuat siswa bosan dan memilih hal-hal yang

menghindari dari peraturan tersebut

d. Munculnya orang-orang di luar lingkungan pendidikan yang

mempengaruhi dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan yang

negatif

e. Pencarian jati diri untuk menunjukkan kekuatan dan kekuasaan.

3. Ciri-ciri Geng

Beberapa ciri-ciri dari geng menurut Kartini Kartono (2005: 15) dapat

dilihat sebagai berikut.

a. Jumlah anggotanya berkisar antara 3-40 anak remaja. Jarang yang

(43)

b. Anggota geng lebih banyak terdiri dari anak laki-laki daripada anak

perempuan, walaupun ada beberapa geng yang terdiri dari anak

perempuan. Pada umumnya, terjadi interaksi atau relasi heteroseksual

yang bebas antara anak laki-laki dengan anak perempuan,

c. Kepemimpinan geng ada di tangan anak muda yang dianggap paling

banyak berprestasi, dan memiliki keunggulan atau kelebihan

dibandingkan dengan anak remaja lainnya,

d. Sifat geng sangat dinamis dan “mobile” (sering berpindah-pindah

tempat,

e. Relasi diantara anggota geng pada umumnya bersifat episodik; artinya

bersifat terpotong-potong, seolah-olah berdiri sendiri karena tidak

semua anggota berpartisipasi aktif dalam aksi-aksi bersama; ada yang

pasif dan ikut-ikutan saja. Anggota yang paling aktif biasanya anggota

inti dan tokoh pemimpinnya yang berusaha menjadi unsure inti dalam

kelompoknya,

f. Sebagian besar geng terlibat pada ragam tingkah laku yang melanggar

hukum yang berlaku di masyarakat.

g. Usia geng bervariasi; dari beberapa bulan dan beberapa tahun hingga

belasan tahun atau lebih,

h. Usia anggotanya berkisar antara 7-25 tahun dan pada umunnya berusia

sebaya yaitu berupa peer-group yang memiliki semangat dan ambisi

(44)

i. Relasi diantara para anggota mulai dari keterikatan yang longgar hingga

yang bersifat intim,

j. Pada jangka waktu yang relatif pendek, anak-anak ini berganti-ganti

peran yang disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan kondisi-situasi

sosial, bentuk kepemimpinan baru dan sasaran-sasaran yang ingin

mereka capai,

k. Anggota geng biasanya bersikap konvensional bahkan sering fanatik

dalam mematuhi nilai-nilai dan norma geng sendiri. Mereka sangat setia

dan loyal terhadap sesama,

l. Terdapat status sosial dan peran tertentu yang disematkan kepada

anggota sebagai imbalan atas partisipasinya. Mereka harus mampu

menjunjung tinggi nama kelompok sendiri. Semakin kasar, kejam, sadis

dan berandalan tingkah laku mereka, semakin “tenarlah” nama gengnya

dan semakin banggalah hati mereka. Nama pribadi dan gengnya

menjadi mencuat dan banyak ditiru oleh kelompok geng lainnya.

4. Tipe Geng

Menurut kriminolog Cloward dan Ohlin (1960), geng memiliki tiga (3)

tipe, yaitu:

a. Geng pencurian (thief gengs) adalah suatu kelompok yang melakukan

pencurian yang awalnya memiliki tujuan untuk menguji keberanian

(45)

b. Geng konflik (conflict gengs) adalah suatu kelompok yang gemar

mengekspresikan dirinya melalui perkelahian berkelompok supaya

tampak gagah dan pemberani.

c. Geng pengasingan (retreats gengs) adalah suatu kelompok yang sengaja

mengasingkan dirinya dengan kegiatan minum-minuman keras atau

napza yang kerap dianggap sebagai suatu cara “pelarian” dari alam

nyata.

5. Konformitas pada Geng Remaja

a. Fenomena Konformitas pada Geng Remaja

Peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh kelompok geng remaja

marak terjadi dimana-mana terutama di kota-kota besar di Indonesia.

Pada tahun pada tahun 2008 media pemberitaan jmenayangkan kasus

kekerasan yang dilakukan oleh geng putri NERO (NEko-neko

keROyok) di Pati, Jawa Tengah. Geng ini terkenal karena merekam

adegan perpeloncoan dan perkelahian secara brutal dan keras. Padahal,

awalnya geng ini merupakan komunitas pecinta bola basket, namun

tujuan geng tersebut bergeser dengan mengandalkan kekerasan.

Kasus kekerasan yang dilakukan geng remaja kembali terulang.

Pada tahun 2012 , publik kembali dikejutkan oleh peristiwa tawuran

pelajar yang terjadi antara SMA 6 dan SMA 70 Jakarta yang terjadi

pada 24 September 2012 dan berakibat tewasnya seorang siswa dari

(46)

turun-temurun dari senior mereka serta adanya batas wilayah kekuasaan yang

haram hukumnya siswa dari sekolah lain memasuki wilayah tersebut.

Aksi kekerasan yang dilakukan geng remaja sekolah juga terjadi

di wilayah Yogyakarta. Sebenarnya, aksi ini sudah lama terjadi, bahkan

di era 90-an, kota Yogyakarta sempat diresahkan dengan munculnya

dua geng besar “Jogxin” dan “TRB” yang ditengarai sering melakukan

kegiatan yang mengganggu masyarakat umum seperti “vandalisme” dan

corat-coret fasilitas umum.

Masuk ke tahun 2000-an, masyarakat Yogyakarta juga dikejutkan

dengan aksi bar-bar yang dilakukan oleh geng pelajar. Peristiwa ini

terjadi pada 3 November 2013 di kawasan Umbulharjo Yogyakarta,

dimana polisi menahan 9 orang berstatus pelajar yang melakukan

penganiayaan terhadap dua orang korban. Sebelumnya, seorang

alumnus salah satu sekolah menengah umum negeri Yogyakarta

dibacok oleh sekelompok geng tak dikenal sebulan sebelumnya.

Diduga, penyebabnya karena korban mengenakan jaket bertuliskan

“Delayota” yang merupakan julukan bagi salah satu SMA negeri.

Peristiwa-peristiwa diatas merupakan tindak kekerasan yang

dilakukan oleh geng yang sebagian besar masih berstatus pelajar atau

remaja. Nasution (1993: 84) mengungkapkan penyebab munculnya

geng remaja sebagai berikut.

(47)

dalam maupun di luar sekolah. Mereka saling merasakan apa yang dialami oleh salah seorang anggota kelompoknya dan saling mengungkapkan apa yang terkandung dalam hatinya termasuk apa yang dirahasiakan pada orang lain.

Anggota klik merasa diri bersatu dan kuat serta penuh kepercayaan berkat rasa persatuan dan kekompakan itu. Mereka mengutamakan kepentingan kelompok di atas kepentingan individual dan sikap ini dapat menimbulkan konflik dengan orang tua, sekolah, dan klik-klik lainnya. Bila klik ini mempunyai sikap anti sosial maka klik itu dapat menjadi “geng”

Pernyataan diatas menjelaskan bahwa terbentuknya geng diawali

dengan persahabatan antara dua orang remaja atau lebih yang kemudian

merencanakan dan melakukan kegiatan yang sama di dalam maupun di

luar sekolah. Kemudian, lebih jauh persahabatan itu menimbulkan rasa

solidaritas yang kuat, membentuk persatuan dan kekompakan dan pada

akhirnya menimmbulkan ketaatan. Pernyataan ini senada dengan

aspek-aspek terjadinya konformitas oleh Sears dkk (1994) yang

mengungkapkan bahwa konformitas terjadi karena adanya kekompakan

antara anggota kelompok, persamaan pendapat dan ketaatan sehingga

dapat ditarik benang merah bahwa geng remaja atau pelajar dipengaruhi

oleh perilaku konformitas dari anggota-anggotanya yang dimaksudkan

untuk membentuk geng yang lebih kuat dan solid.

b. Bahaya Konformitas pada Geng Remaja

Membentuk geng merupakan hal yang lumrah terjadi di masyarakat.

Teori kebutuhan Maslow (1993) menunjukkan bahwa pembentukan geng

adalah salah satu bentuk aktualisasi diri. Remaja ingin diakui oleh remaja

lainnya, sehingga remaja bergabung ke dalam komunitas kelompok atau

(48)

kesetiaan yang kuat terhadap organisasi masyarakat dan melindungi

kelompok mereka. Pada kenyataannya, banyak terjadi penyimpangan

maupun penyelewengan tujuan dan visi terbentuknya kelompok yang

dilakukan oleh anggota kelompok itu sendiri.

Burnett dan Waltz dalam Jeanne H. Ballantine (2001: 196) tentang

“gangs at schools” menjelaskan dampak bahaya terbentuknya geng remaja

sebagai berikut.

What do geng members do? Many gengs are involved in serious and violent crimes. Twenty eight percent of the gengs were organized specifically for trafficking in drugs; other gengs committed assaults and robberies, sometimes along with drug activities. Fighting, stealing, alcohol dealing, and drug dealing leads to power and respect from other geng members.

How do gengs affect schools? In fact, the number of geng members in schools is usually fairly small, but the geng presence can be quite disruptive, bringing into schools fear, violence, drugs and recruitment for gengs.

Pernyataan di atas menyimpulkan bahwa perilaku yang diperlihatkan

oleh geng remaja sudah menjurus ke arah kejahatan dan kekerasan yang

serius sehingga menimbulkan keresahan, ketakutan, keributan, kriminalitas

tidak hanya di lingkungan sekolah, namun dapat menyebar ke lingkungan

masyarakat.

Dampak bahaya utama yang ditimbulkan oleh konformitas geng

remaja terutama pelajar adalah adanya dampak secara internal maupun

eksternal pelajar sebagai berikut.

1) Dampak internal

a) Daya tahan fisik atau tubuh yang rentan karena terlalu sering

(49)

kualitas fisik ini dapat diamati seperti mata bengkak, mudah

mengantuk, berjalan gontai, hingga berat badan yang turun.

b) Daya tahan tubuh berpengaruh pada kondisi psikis atau emosi.

Siswa menjadi lebih mudah marah atau tersinggung hanya

misalnya karena tidak sengaja tersenggol oleh teman di sekolah.

Selain itu siswa dapat berubah menjadi pendiam dan menjauh dari

teman-teman disebabkan adanya tekanan dari kelompok atau

gengnya sehingga dapat mengganggu kemampuan bersosialisasi.

c) Kondisi fisik maupun psikis atau emosi dapat mempengaruhi

kemampuan intelektual siswa. Siswa cenderung malas belajar di

sekolah karena mudah lelah atau mengantuk sehingga perhatian

siswa pada pelajaran di sekolah menjadi terganggu. Efek lebih jauh

berakibat pada terbengkalainya tugas-tugas yang diberikan oleh

Guru.

2) Dampak eksternal

a) Lingkungan keluarga. Banyak orangtua yang mengeluh karena

anaknya jarang berada di rumah pada waktu belajar karena lebih

sering kumpul di luar rumah hingga malam. Perubahan kondisi

fisik dan psikis dapat mempengaruhi kedekatan dengan anggota

keluarga. Siswa mulai mengabaikan sikap hormat dan sopan-santun

terhadap orangtua dengan melawan setiap nasehat yang diberikan.

b) Lingkungan sekolah. Perilaku konformitas siswa pada kelompok

(50)

sekolah sehingga pandangan masyarakat awam terhadap sekolah

menjadi negatif. Nama baik sekolah menjadi tercemar karena

pandangan masyarakat yang beranggapan bahwa siswa tidak

dididik oleh guru-guru menjadi pintar, melainkan bertambah bodoh

atau nakal.

c) Lingkungan sosial. Kelompok atau geng pada umumnya dapat

mengganggu ketenangan dan ketertiban umum. Kegiatan kelompok

atau geng lebih banyak bersifat destruktif atau merusak seperti

merusak fasilitas umum (telpon umum, mencoret dinding-dinding

bangunan), mengganggu lalu lintas seperti tawuran di jalan-jalan

besar sehingga masyarakat menjadi resah dan cemas, serta dapat

membahayakan keselamatan orang lain seperti adanya korban

luka-luka maupun yang tewas pada saat tawuran.

c. Solusi Mengurangi Konformitas pada Geng Remaja

Tindakan konformitas geng remaja pada kekerasan banyak

menimbulkan kerugian baik materiil maupun imateriil bagi anggota

kelompok atau geng beserta korban-korbannya. Oleh karena itu, penting

bagi masyarakat untuk menyembuhkan perilaku konformitas dengan

melakukan perbuatan sebagai berikut (Kartini Kartono, 2005: 129).

1. Banyak mawas-diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri; dan

melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik

(51)

dan keadilan, agar bias dijadikan panutan bagi anak-anak muda, semi

perkembangan dan proses kultivasi generasi penerus.

2. Berilah kesempatan kepada anak muda untuk beremansipasi dengan

cara baik dan sehat, menyertakan mereka pada kegiatan enentukan

keputusan penting demi keadilan yang lebih merata dan peningkatan

kesejahteraan rakyat pada umumnya.

3. Memberikan bentuk kegiatan pendidikan yang lebih relevan dengan

kebtuhan anak muda zaman sekarang, serta ada kaitannya dengan

pengembangan bakat dan potensi anak muda, lagi pula mempunyai

sambungan dengan profesi/pekerjaan anak muda di masa-masa

mendatang.

Sekolah sebagai sarana pendidikan memandang siswa sebagai

perhatian utama dalam membantu mereka melewati tugas perkembangan

di seluruh aspek kehidupan. Beragam pelayanan yang dapat diberikan

sekolah untuk mendampingi siswa sebagai generasi muda. Salah satu

pelayanan tersebut adalah bimbingan pribadi-sosial. Pengertian secara

sederhana, bimbingan pribadi-sosial bertujuan untuk membantu siswa

mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada pada diri pribadi dan

sosial. Konformitas pada remaja sebagai salah satu bentuk permasalahan

sosial dapat diatasi dengan memberikan bimbingan pribadi-sosial kepada

(52)

C. Bimbingan Pribadi-sosial Sebagai Upaya untuk Mengatasi Perilaku Konformitas pada Remaja

1. Pengertian Bimbingan Pribadi-sosial

Bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan dalam menghadapi

keadaan batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam

batinnya sendiri; dalam mengatur diri sendiri di bidang kerohanian,

perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan

sebagainya; serta bimbingan dalam hubungan kemanusiaan dengan sesama

di berbagai lingkungan (pergaulan sosial) (Winkel, 2007). Syamsu Yusuf

(2006: 11) berpendapat bahwa bimbingan pribadi-sosial adalah bimbingan

untuk membantu para individu untuk memecahkan masalah pribadi-sosial.

Masalah-masalah yang berhubungan dengan bimbingan

pribadi-sosial menurut Syamsu Yusuf adalah masalah hubungan dengan sesame

teman, dengan dosen, serta staf, permasalahan sifat dan kemampuan diri,

penyesuaian dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat

mereka tinggal dan penyelesaian konflik. Berdasarkan pada dua (2) teori di

atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan

layanan bimbingan yang diberikan oleh pembimbing untuk membantu

individu atau kelompok dalam menghadapi serta memecahkan persoalan

yang berhubungan dengan pribadi dan permasalahan sosial, seperti

(53)

2. Tujuan Bimbingan Pribadi-sosial

Dewa Ketut Sukardi (2008: 19) mengungkapkan tujuan dari

bimbingan pribadi-sosial adalah untuk membantu siswa agar:

a. Memiliki kesadaran diri, yaitu menggambarkan penampilan dan

mengenal kekhususan yang ada pada dirinya.

b. Dapat mengembangkan sifat positif, seperti menggambarkan

orang-orang yang mereka senangi.

c. Membuat pilihan secara sehat.

d. Mampu menghargai orang lain.

e. Memiliki rasa tanggung jawab.

f. Mengembangkan ketrampilan hubungan antarpribadi.

g. Dapat menyelesaikan konflik.

h. Dapat membuat keputusan secara efektif.

3. Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial yang Implikatif untuk Mengatasi Perilaku Konformitas pada Remaja

Pengertian dan tujuan dari bimbingan pribadi-sosial tersebut relevan

dengan karakteristik pada masa remaja yang mengalami banyak konflik,

baik yang menyangkut masalah pribadi hingga ke konflik pergaulan sosial.

Salah satu bentuk konflik pergaulan sosial adalah adanya perilaku

konformitas pada geng remaja. Konformitas pada geng remaja termasuk ke

(54)

Perilaku konformitas dapat diatasi dengan memberikan layanan

bimbingan pribadi-sosial di sekolah-sekolah oleh ahli (pembimbing), baik

secara perorangan (konseling) maupun kelompok. Usulan topik-topik

bimbingan pribadi-sosial yang implikatif untuk mengatasi perilaku

konformitas diperoleh melalui hasil analisis data penelitiaan yang berdasar

pada butir-butir item konformitas yang terindikasi intens (tinggi) dan

sedang.

(55)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan mengenai jenis penelitian, subjek penelitian, alat

pengumpulan data, validitas dan reliabilitas kuesioner, prosedur pengumpulan

data, serta teknik pengolahan dan analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis penelitian deskriptif

dengan menggunakan metode survey. Penelitian deskriptif adalah penelitian

yang menggambarkan situasi dan kondisi saat ini. Penelitian deskriptif ini

dirancang untuk mendapatkan informasi tentang suatu gejala pada saat

penelitian dilakukan. Penelitian ini diarahkan untuk menetapkan sifat suatu

situasi pada waktu penelitian dilakukan (Furchan, 1982: 415). Metode survey

digunakan untuk mendapatkan data yang lengkap dan nyata sehingga peneliti

mampu memaparkan secara jelas tingkat konformitas siswa di Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) Marsudi Luhur 2 Yogyakarta.

B. Subjek Penelitian

Subjek yang akan dilibatkan dalam penelitian ini adalah siswa kelas

XI Sekolah Menengah kejuruan (SMK) Marsudi Luhur 2 Yogyakarta

sebanyak 95 siswa dengan rincian 30 siswa dari kelas XI Otomotif A yang

(56)

terdiri dari tiga (3) kelas yaitu kelas XI Otomotif B, kelas XI Otomotif C,

kelas XI Elektro yang dijadikan subjek penelitian. Pemilihan subjek uji coba

instrumen dan penelitian ditentukan berdasarkan hasil diskusi peneliti dengan

guru BK SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta.

Peneliti mengadakan uji coba dan penelitian di SMK Marsudi Luhur 2

Yogyakarta karena SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta memiliki siswa

homogen (laki-laki). Sekolah yang memiliki siswa siswi homogen cenderung

dapat menimbulkan konformitas sehingga sejalan dengan tujuan penelitian

dan memenuhi syarat untuk dijadikan tempat penelitian.

C. Alat Pengumpulan Data Penelitian

Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

berupa kuesioner tingkat konformitas. Menurut Arikunto (1991: 124),

kuesioner atau angket adalah sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang

pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya.

Kuesioner ini menggunakan satu variabel yaitu tingkat konformitas

para siswa pada pergaulan di sekolah. Kuesioner dirancang untuk mengukur

seberapa tinggi tingkat konformitas siswa di sekolah.

1. Skala pengukuran

Kuesioner ini disusun dalam bentuk skala bertingkat berdasarkan prinsip

(57)

(4) jawaban pada setiap itemnya. Pernyataan yang disajikan dibedakan

menjadi pernyataan favorable dan unfavorable yaitu:

a. Sangat Sesuai (SS)

b. Sesuai (S)

c. Tidak Sesuai (TS)

d. Sangat Tidak Sesuai (STS)

2. Penentuan Skor (scoring)

Berdasarkan konsep kuesioner menurut skala Likert, Peneliti memberikan

skoring terhadap pernyataan-pernyataan sebagai berikut.

Tabel 1.

Tabel Skoring Rata-rata Konformitas Siswa

No. Pernyataan Alternatif Jawaban

SS (Sangat Sesuai)

S

(Sesuai) (Tidak TS Sesuai)

STS (Sangat

Tidak Sesuai)

1 Favorable 4 3 2 1

2 Unfavorable 1 2 3 4

Keterangan:

a. Item favorable merupakan pernyataan-pernyataan yang berbanding

lurus dengan apa yang ingin diukur. Semakin ke bawah, coding

favorable semakin besar nilainya. STS (Sangat Tidak Sesuai)

mendapat nilai 1 atau nilai yang paling kecil, dan SS (Sangat Sesuai)

medapat nilai 4 atau nilai yang paling tinggi dalam coding favorable.

b. Item unfavorable merupakan pernyataan-pernyataan yang berbanding

terbalik atau oposisi dengan apa yang ingin diukur. Semakin ke

bawah, coding unfavorable semakin kecil nilainya. STS (Sangat Tidak

(58)

Sesuai) mendapat nilai 1 atau nilai yang paling rendah dalam coding

unfavorable.

Responden diminta untuk merespon pernyataan-pernyataan pada

kuesioner tingkat konformitas tersebut dengan memilih alternatif pilihan

yang telah disediakan dengan membubuhkan tanda centang (√). Skoring

dilakukan dengan cara menjumlahkan jawaban-jawaban responden pada

masing-masing item.

3. Kisi-kisi Kuesioner

Kuesioner berisi pernyataan-pernyataan berdasarkan pada konsep

aspek-aspek konformitas menurut Sears dkk (1994), yaitu aspek

kekompakan, aspek kesepakatan, dan aspek ketaatan. Setiap aspek berisi

masing-masing dua (2) indikator dan 16 butir pernyataan. Kisi-kisi

(59)

Tabel 2.

Kisi-kisi Kuesioner Konformitas Siswa

Aspek-aspek Indikator No. Item Jumlah

Favorable Unfavorable

Kekompakan 1. Penyesuaian diri terhadap kelompok 2. Memiliki kekuatan untuk menjadi anggota tetap dalam kelompok

1, 2, 3, 4, 5, 7

9, 13, 14, 15

6, 8

10, 11, 12, 16

8

8

Kesepakatan 1. Tingkat kepercayaan terhadap pendapat kelompok 2. Persamaan pendapat antar kelompok

18, 19, 20, 21, 22

25, 26, 27, 32

17, 23, 24

28, 29, 30, 31

8

8

Ketaatan 1. Kerelaan melakukan sesuatu yang menjadi otoritas kelompok 2. Patuh terhadap

aturan yang berlaku pada kelompok

33, 34, 35, 36, 40

41, 42, 35, 46, 48

38, 39

43, 44, 47

8

8

Jumlah 30 18 48

4. Validitas Instrumen

Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan

suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2009). Menurut

Arikunto (1991), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan

(60)

instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya

diukur (Sugiyono, 2011). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini

validitas isi (content validity). Validitas isi adalah validitas yang

mempertanyakan bagaimana kesesuaian antara instrumen dengan tujuan

dan deskripsi masalah yang akan diteliti (Nurgiyantoro, 2009). Instrumen

yang valid berarti instrumen yang digunakan dapat mengukur variabel

yang akan diteliti.

Usaha yang dilakukan untuk memperkuat validitas kuesioner

adalah dengan melakukan expert adjustment. Guru BK SMK Marsudi

Luhur 2 Yogyakarta menjadi patokan peneliti untuk melakukan expert

adjustment terhadap intrumen kuesioner.

Teknik yang akan digunakan untuk menguji daya beda adalah

dengan menggunakan korelasi Product Moment dari Pearson, dengan

rumus sebagai berikut (Masidjo, 1995: 246).

XY

r =

  

 

 

 2 2 2

2 X N Y Y

X N Y X XY N Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi skor item dengan skor aspek

N : Jumlah subjek

X : Skor item atau butir

(61)

XY : Hasil perkalian antara X dan Y

Pengujian validitas ini dilakukan melalui komputer dengan

menggunakan software SPSS 15.0 for Windows. Syarat minimum untuk

pemilihan item yang memenuhi syarat adalah apabila r ≥ 0,3 (Azwar,

2009: 103). Bila harga korelasi di bawah 0,30 maka dapat disimpulkan

bahwa butir instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau

dibuang (Azwar, 2009:103)

5. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas artinya adalah tingkat kepercayaan hasil pengukuran

(Azwar, 2009). Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi yaitu yang

mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya, disebut sebagai reliabel

(Azwar, 2009). Menurut Azwar (2009), konsep reliabilitas dalam arti

reliabilitas alat ukur erat berkaitan dengan masalah eror pengukuran (error

of measurement), sedangkan konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas hasil

ukur erat berkaitan dengan eror dalam pengambilan sampel (sampling

error) yang mengacu pada inkonsistensi hasil ukur apabila pengukuran

dilakukan ulang pada kelompok individu yang berbeda.

Perhitungan indeks reliabilitas kuesioner menggunakan program

SPSS yang dilakukan dengan menghitung melalui pendekatan koefisien

Alpha Cronbach (α). Rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dapat

(62)

Keterangan :

SI2 dan S22 : varians skor belahan I dan varians skor belahan 2

Sx2 : varians skor skala

Hasil perhitungan dikonsultasikan ke kriteria Guilford (dalam

Masidjo, 2006) sebagai berikut.

Tabel 3.

Kriteria Guilford (dalam Masidjo, 2006)

NO Koefisien Korelasi Kualifikasi

1. 0,91-1,00 Sangat tinggi

2. 0,71-0,90 Tinggi

3. 0,41-0,70 Cukup

4. 0,21-0,40 Rendah

5. 0-0,20 Rendah Sekali

6. Uji Coba Empirik terhadap Kuesioner

a. Validitas Instrumen

Uji coba terhadap instrumen (uji empirik) dilakukan pada hari

Sabtu, 5 Oktober 2013 dan diperoleh hasil perhitungan konsistensi

internal butir pada setiap aspek menggunakan rumus Pearson Product

Moment dengan jumlah subjek (N) 30.

Perhitungan yang dilakukan menggunakan software komputer

SPSS 15.0for Windows dengan syarat r ≥ 0,30 (Azwar, 2009). Apabila

harga korelasi di bawah 0,30, maka dapat disimpulkan bahwa item pada

instrumen tersebut tidak valid sehingga harus diperbaiki atau dibuang

Pengecualian, apabila jumlah item yang dibutuhkan kurang memenuhi

(63)

harga korelasi item instrumen dari 0,30 menjadi 0,25 (Azwar, 2009).

Peneliti memutuskan untuk menggunakan harga korelasi item sebesar

0,30.

Hasil pemeriksaan konsistensi butir yang terdiri dari tiga aspek,

diperoleh 15 buah dari 48 butir kuesioner yang dinyatakan tidak valid.

Butir kuesioner yang tidak valid dibuang. Hasil konsistensi butir

kuesioner dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.

Hasil Validitas Uji Coba Penelitian Kuesioner Konformitas Siswa

No. Aspek Indikator No. Item ∑

Valid Tidak Valid

1 Kekompakan 1. Penyesuaian diri terhadap kelompok atau geng

1,2,3,4,5,7 6,8 8

2. Memiliki kekuatan untuk menjadi anggota tetap dalam kelompok atau geng

9,12,13,14,15 10,11,16 8

2 Kesepakatan 1. Tingkat kepercayaan terhadap kelompok atau geng

18,19,20,21,22 17,23,24 8

2. Persamaan pendapat antar anggota kelompok atau geng

25,26,27,30,31

,32 28,29 8

3 Ketaatan 1. Kerelaan melakukan sesuatu yang menjadi otoritas kelompok atau geng

34,35,36,37,38

,40 33,39 8

2. Patuh terhadap aturan yang berlaku pada kelompok atau geng

41,42,45,46,48 43,44,47 8

Jumlah 33 48 15 48

b. Reliabilitas Instrumen

Penghitungan selanjutnya adalah menentukan indeks reliabilitas

(64)

menggunakan software komputer SPSS 15.0 for Windows. Hasil

perhitungan indeks reliabilitas per aspek dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 5.

Hasil Reliabilitas Uji Coba Penelitian Kuesioner Konformitas Siswa

Koefisien

Alpha Cronbach N Item N Subjek

0,692 48 30

Berdasarkan pada kriteria Guilford, tingkat reliabilitas pada uji coba

empirik terhadap kuesioner sebesar 0,692 dinyatakan berada pada

tingkat sedang. Reliabilitas sedang dapat diartikan bahwa hasil

pengukuran instrument cukup dapat dipercaya (reliabel).

7. Penelitian

Penelitian pada siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta

dilakukan pada hari Selasa, Rabu dan Jumat (12, 13, dan 15 November

2013). Penghitungan indeks reliabilitas penelitian dihitung melalui

pendekatan koefisien Alpha Cronbach (α) dengan menggunakan software

komputer SPSS 15.0 for Windows sehingga diperoleh output koefisien

reliabilitas seluruh instrumen dengan menggunakan rumus Alpha (α) yaitu

0,724.

Tabel 6.

Hasil Reliabilitas Penelitian Deskripsi Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta Koefisien Alpha

Cronbach N Item N Subjek

(65)

8. Prosedur Pengumpulan Data

a. Tahap Persiapa

Gambar

Grafik 2 : Tingkat Konformitas Siswa Kelas XI SMK Marsudi Luhur 2
Tabel 1. Tabel Skoring Rata-rata Konformitas Siswa
Tabel 2. Kisi-kisi Kuesioner Konformitas Siswa
Tabel 3. Kriteria Guilford (dalam Masidjo, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan interaktif company profile perusahaan jasa konstruksi CV.. Menjadi referensi bagi kalangan desainer 3D maupun animator

pendapatan yang diperoleh dari penjualan jasa atau sumber daya untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi oleh perusahaan... Tujuan dan Nilai

yang mempengaruhi permintaan Asuransi Takaful Kecelakaan diri di Kota Padang. Ruang

Penelitian yang berjudul pengembangan kartu karir sebagai media dalam bimbingan karir siswa SD bertujuan untuk menghasilkan permainan kartu karir sebagai

Selain dari itu, Standar Kompetensi Dokter ini dapat dimanfaatkan oleh institusi pendidikan kedokteran, Departemen Pendidikan Nasional, organisasi profesi, kolegium,

Agar dapat mengembangkan watak dapat bertindak dengan kemandirian berpendapat dan bertanggung jawab pribadi yang makin besar. Prosses pendidikan

Selanjutnya, ide ini diterapkan dalam pemberian perawatan pada orang lain secara nyata menggunakan pendekatan yang sistematik dengan menggunakan proses keperawatan mulai dari

[r]