i
DESKRIPSI PENYESUAIAN SOSIAL SISWA SMP BOPKRI 3
YOGYAKARTA KELAS VII TAHUN AJARAN 2013/2014 DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK
BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S1)
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Laurentius Bagus Tri Hananto NIM: 081114024
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh kasih skripsi ini saya persembahkan kepada:
v
MOTTO
Hidup penuh rintangan
viii ABSTRAK
DESKRIPSI PENYESUAIAN SOSIAL SISWA SMP BOPKRI 3 YOGYAKARTA KELAS VII TAHUN AJARAN 2013/2014 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN
PRIBADI-SOSIAL
Laurentius Bagus Tri Hananto Universitas Sanata Dharma
2014
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei yang bertujuan untuk mengetahui gambaran penyesuaian sosial siswa SMP BOPKRI 3 Yogyakarta kelas VII tahun ajaran 2013/2014 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial.
Subyek penelitian adalah seluruh siswa-siswi kelas VII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 53 orang. Instrument penelitian berbentuk kuesioner penyesuaian sosial. Kuesioner yang disusun terdiri dari 50 item berdasarkan aspek-aspek penyesuaian sosial dan uji empiris dengan teknik korelasi item-total, sedangkan uji reliabilitas dengan nilai reliabilitas sebesar .896 dan bantuan program SPSS (Statistic Programe for Social Science)
versi 15.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Tingkat penyesuaian sosial siswa kelas VII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 yang memiliki tingkat penyesuaian kategori sangat tinggi berjumlah 50 siswa (94,3%) dan siswa yang memiliki tingkat penyesuaian yang tinggi berjumlah 3 siswa (5,6%) (2). Berdasarkan analisis terhadap skor item terdapat 18 item (45%) masuk dalam kategori sangat baik, 16 item (40%) masuk dalam kategori “baik”, 6 item (15%) yang masuk dalam kategori “cukup baik. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengusulkan 4 topik bimbingan yang berpedoman dari item-item yang terendah untuk meningkatkan penyesuaian sosial siswa kelas VII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta.
ix ABSTRACT
A DESCRIPTIVE STUDY ON STUDENTS SOCIAL ADJUSTMENT OF THE SEVENTH GRADE JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS AT SMP
BOPKRI 3 YOGYAKARTA IN 2013/2014 SCHOOL YEAR AND ITS IMPLICATIONS TO THE SUGGESTED TOPICS OF
PERSONAL-SOCIAL GUIDANCE
Laurentius Bagus Tri Hananto Sanata Dharma University
2014
This study is a descriptive research with survey method that aims to reveal the students social adjustment of the seventh grade junior high school students at
SMP BOPKRI 3 Yogyakarta in 2013/2014 school year and its implications to the suggested topics of personal-social guidance.
The subjects are all students of seventh grade students at SMP BOPKRI 3
Yogyakarta in 2013/2014 school year, consisting of 53 people. The research instrument is in the form of social adjustment questionnaire. The questionnaire consists of 50 items compiled based on the aspects of social adjustment and empirical test with item-total correlation technique, while the reliability test has the value of .896 and SPSS (Statistics Programme for Social Science) version 15.0.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kemurahan kasih, karunia dan penyertaanNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penyusunan skripsi ini sebagai wujud dari seluruh pengetahuan dan pengalaman peneliti selama menjadi mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penelitian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:
1. Rohandi, Ph. D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.
2. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ag. Krisna Indah Marheni, S.Pd., M.A. selaku dosen pembimbing yang dengan kesabaran mengarahkan dan membimbing serta senantiasa memberi semangat dan dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
4. Seluruh dosen Program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah membekali peneliti dengan berbagai ilmu pengetahuan selama ini sehingga berguna bagi peneliti.
5. Mas St.Priyatmoko, yang selalu setia dan sabar membantu peneliti dalam hal surat-menyurat dan administrasi lainnya.
6. Paryadi, S.Pd., selaku Kepala sekolah SMP BOPKRI 3 Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii
ABSTRAK ... viii
xiii
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
A.Jenis Penelitian ... 30
B.Subjek Penelitian ... 30
C.Instrumen Penelitian ... 32
1.kuesioner ... 32
2.validitas ... 33
3.reliabilitas ... 35
D.Uji Coba Penelitian ... 36
1.Uji Validitas ... 36
2.Uji Reliabilitas ... 37
E.Teknik Pengambilan Data ... 38
1. Persiapan dan Pelaksanaa……… 38 2.Tahap Pengambilan Data………. 39
3.Teknik Analisis Data……… 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45
A. Hasil Penelitian ... 45
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 58
BAB V PENUTUP ... 59
A.Kesimpulan ... 59
B.Saran-saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Subyek Penelitian ... 31
Tabel 2 Kisi-kisi Kuesioner Penyesuaian Sosial ... 33
Tabel 3 Konstruk Instrumen Penelitian Penyesuaian Sosial ... 36
Tabel 4 Kualifikasi Reliabilitas ... 37
Tabel 5 Penggolongan Kategorisasi ... 41
Tabel 6 Pengkategorisasian Deskripsi Penyesuaian sosial Siswa... ... 42
Tabel 7 Pengkategorisasian Skor Item Kuesioner Penelitian... .... 44
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Hasil Olah Data Penyesuaian sosial ... 63
Lampiran 2: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 55
Lampiran 3: Kuesioner Penelitian Penyesuaian sosial... .... 59
Lampiran 4: SPB ... 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional
variabel.
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makluk sosial yang tidak pernah lepas dari manusia lain. Tiap manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berhubungan dengan manusia lain, karena ia berada dalam suatu komunitas yang beragam seperti keluarga, sekolah, dan
komunitas lain di mana ia menjadi anggota. Winkel (1991) mengungkapkan bahwa setiap manusia berinteraksi dengan manusia-manusia lain dalam lingkungan hidup,
mulai dari lingkungan keluarga, sebagai unit kehidupan yang paling kecil sampai pada lingkungan masyarakat luas.
Gerungan (1988) menyatakan bahwa manusia secara hakiki merupakan
makluk sosial yang sejak lahir membutuhkan pergaulan dengan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya seperti: makan, minum, dan lain-lain. Hal
Kebutuhan afeksi merupakan kebutuhan akan persahabatan, kasih sayang dan cinta
kasih. Jika manusia ingin kebutuhan afeksi terpenuhi, maka kebutuhan inklusi yang merupakan kebutuhan untuk bergabung dengan sesamanya seperti menjadi bagian
dari kelompok tertentu juga harus terpenuhi dulu, sedangkan kebutuhan kontrol merupakan kebutuhan dalam proses pengambilan keputusan untuk memimpin, mempengaruhi, dan mengatur manusia disekitarnya. Upaya manusia dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut melalui suatu proses yang disebut interaksi sosial. Soekanto (1982) menyatakan interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan
sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dan kelompok manusia. Interaksi sosial ini muncul sebagai suatu keharusan, karena kondisi biologis
dan psikologis manusia yang tidak dapat dipenuhi sendiri. Hal ini banyak terjadi di masyarakat mulai dari lingkungan keluarga sebagai lingkungan yang paling kecil,
sampai pada lingkungan masyarakat luas, salah satunya adalah kelompok usia pubertas. Pubertas sebagai kelompok yang hidup di lingkungan masyarakat pasti
mempunyai kebutuhan dan tugas perkembangan.
Masa di mana siswa SMP kelas VII merupakan masa peralihan, di masa ini seseorang berada pada masa transisi, yaitu masa individu-individu untuk berpindah
hal yang baru. Menurut Monks (2002) pubertas berasal dari kata puber yaitu
pubescere yang artinya mendapat pubes atau rambut kemaluan, yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual. Menurut Root (dalam
Hurlock, 2004) Pubertas merupakan suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi kematangan alat–alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi. Pubertas adalah masa ketika seorang individu mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Dipertegas oleh Syamsudin (1990) bahwa “Masa puber adalah masa
yang penuh dengan reaksi dan depresi disertai emosinya masih labil dan belum terkendali seperti perasaan marah, gembira, sedih dipengaruhi oleh psikologisnya”.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan yang dimaksud masa pubertas adalah masa transisi atau perubahan dari makhluk aseksual menjadi makluk seksual sehingga
terjadi proses perubahan proporsi tubuh yang ditandai dengan kematangan seksual dan alat reproduksi. Pada perempuan kematangan seksual ini ditandai dengan
terjadinya menstruasi dan pada laki-laki terjadinya mimpi basah. Masa pubertas dalam kehidupan masa ini memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat. Pada perempuan pubertas ditandai dengan menstruasi pertama,
sedangkan pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah pertama.
Individu perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa
sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Individu lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat
memiliki tugas perkembangan yang sulit berkaitan dengan penyesuaian sosial.
Interaksi sosial terjadi di lingkungan sekolah, salah satunya di Sekolah Menengah Pertama. Peneliti melihat ada masalah tentang penyesuaian sosial pada siswa kelas
VII di SMP BOPKRI 3 Yogyakarta, yaitu: siswa belum bisa berbaur atau bermain bersama dengan teman yang lain, ada siswa yang hanya berdiam diri di dalam kelas ataupun hanya duduk sendiri di depan kelas. Selain itu antara siswa dan siswi masih
bermain berkelompok dan sering juga terjadi saling ejek antara siswa dan siswi tersebut, serta belum bisa berbaur dengan lawan jenis. Hal ini jika dibiarkan akan
berdampak pada siswa siswi tersebut karena mereka pasti kurang dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik di lingkungan sekolahnya, serta berdampak pada masa depan siswa siswi tersebut karena mereka akan menutup diri dan susah
berinteraksi dengan orang lain.
Interaksi sosial pada masa pubertas cenderung meningkat, hal ini terjadi
karena individu memiliki tugas perkembangan yang harus dilakukan, salah satu tugasnya adalah menjalin hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. Saat menjalankan interaksi sosial dengan teman sebaya lainnya di sekolah, individu
dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian, baik yang bersifat Penyesuaian diri maupun penyesuaian sosial. Penyesuaian diri berkaitan dengan keadaan yang terjadi
dalam diri individu, misalnya: keadaan fisik, perasaan dan pikiran individu, sedangkan penyesuaian sosial berkaitan dengan keadaan yang terjadi di lingkungan, di mana ada orang-orang serta peraturan-peraturan di dalamnya. Penyesuaian sosial
sayang, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan untuk diakui dalam kelompoknya, serta
dalam rangka memenuhi kebutuhan sosial ini, individu harus melakukan proses penyesuaian sosial dengan kelompoknya. Menurut Sers (1991), penyesuaian sosial
merupakan alasan seseorang untuk menyesuaikan dirinya karena ingin diterima di dalam kelompok dan untuk menghindari celaan.
Kemampuan individu dalam melakukan penyesuaian sosial terhadap teman
sebaya berbeda-beda, ada individu yang mampu melakukan penyesuaian sosial secara baik dan ada yang buruk. Penyesuaian sosial yang baik bahwa individu mampu dan
berhasil dalam menyesuaikan dengan lingkungan serta teman sebayanya. Penyesuaian sosial yang buruk bahwa individu kurang dapat menyesuaikan dengan lingkungannya serta kurang mampu bergaul dengan teman sebayanya. Menurut Schneiders (1964)
penyesuaian sosial merupakan kemampuan untuk bereaksi secara efektif dan sehat terhadap situasi, realitas dan relasi sosial sehingga tuntutan hidup bermasyarakat
dipenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan. Individu yang penyesuaiannya baik akan mengalami kebahagiaan sedangkan individu yang penyesuaiannya buruk akan sedih. Sebagai contoh, individu yang melakukan
penyesuaian dengan baik: mudah bergaul dengan orang yang baru kenal, serta sopan. Maka individu tersebut akan diterima di lingkungan/kelompok, maka individu akan
merasa bahagia, dan jika penyesuaiannya buruk, seperti: pendiam, cuek, arogan, maka individu tersebut tidak dapat diterima di lingkungan, kelompok serta dalam dirinya akan terjadi pergulatan batin. Hurlock (1992) menegaskan, bahwa “individu
seperti teman-teman lainnya, sehingga individu tersebut tidak berminat pada kegiatan
di sekolah, dengan demikian penyesuaian sosial yang dilakukan oleh individu tersebut juga mempunyai pengaruh terhadap kegiatan belajar di sekolah.
Manusia merupakan pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan manusia lain untuk memanusiakan dirinya. Setiap manusia ingin dicintai,
ingin diakui dan dihargai, ingin pula mendapatkan tempat dalam kelompoknya, hanya dengan relasi dan komunikasi dengan manusia lain, manusia dapat menuju pada kedewasaan. Upaya untuk menuju pada kedewasaan tergantung pada cara
penyesuaian sosial yang dilakukannya. Individu diharapkan mampu melakukan penyesuaian sosial dengan bantuan dan dukungan dari manusia lain maupun dirinya
sendiri, sehingga manusia dapat berkembang dengan baik dalam berinteraksi dengan manusia lain. Individu memerlukan penerimaan yang baik dari orang lain, hal ini akan berdampak jika individu mampu melakukan tuntutan yang ada di lingkungan
masyarakat agar individu bisa diterima dengan baik oleh lingkungannya. Hal ini ditegaskan oleh Hurlock (1991), yang menyatakan bahwa:
Individu yang diterima dengan baik memiliki peluang yang lebih banyak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok teman sebaya, dibandingkan dengan individu yang tidak diterima dengan baik, mereka yang diterima dengan baik oleh kelompoknya akan memperoleh kesempatan untuk mempelajari keterampilan sosial, akibatnya secara sosial mereka lebih cakap dibandingkan dengan individu yang kurang aktif.
melakukan interaksi sosial dengan baik akan menambah kepercayaan diri sehingga
individu tidak merasa rendah diri dan menutup diri terhadap lingkungan pergaulannya. Keberhasilan individu dalam berinteraksi dengan teman sebayanya
menunjukkan bahwa individu mampu menyesuaikan dengan tuntutan dan harapan lingkungannya. Interaksi dengan kelompok sebaya yang baru sering mengalami hambatan, misalnya timbul ketidakcocokan antara individu satu dengan teman yang
lain.
Pada masa perpindahan dari Sekolah Dasar ke Sekolah Menengah Pertama
biasanya individu sangat sulit untuk melakukan penyesuaian sosial, hal ini disebabkan pergaulan untuk penyesuaian sosial siswa lebih sulit dikarenakan
lingkungan yang baru serta kelompok sosial yang baru dan biasanya individu tidak dapat menerima kekurangan-kekurangan yang ada dalam diri teman sebayanya. Winkel (2006) menegaskan bahwa perpindahan dari Sekolah Dasar kesatuan
pendidikan lanjutan ini merupakan langkah yang cukup berarti dalam kehidupan individu, baik karena tambahan tuntutan belajar bagi siswa lebih berat, maupun karena siswa akan mengalami banyak perubahan dalam diri sendiri selama
tahun-tahun ini.
Hambatan yang lain adalah adanya perbedaan lingkungan yang dimiliki
seseorang dengan lingkungan baru yang ditemui, misalnya seseorang yang hidup di lingkungan baru sebagai penghuni baru. Individu akan menemui aturan-aturan baru,
dengan cara beradaptasi serta menyesuaikan sosial dengan lingkungan dan
orang-orang disekitar, bersikap ramah, mudah berbaur dengan lingkungan sosial, serta mampu menaati peraturan yang berlaku. Oleh sebab itu manusia perlu memiliki
kemampuan penyesuaian sosial, termasuk pubertas. Hal ini sesuai dengan tugas perkembangan yang dimiliki oleh individu pada masa pubertas, yaitu: menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing, artinya mempelajari
dan menerima peranan masing-masing sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau norma-norma masyarakat, selain itu Syamsudin (1990) mengemukakan bahwa masa
puber adalah masa yang penuh dengan reaksi dan depresi disertai emosinya masih labil dan belum terkendali seperti perasaan marah, gembira, sedih dipengaruhi oleh psikologisnya, jadi individu harus mampu mengendalikan emosinya yang masih labil
dan belum terkendali seperti perasaan marah, gembira, sedih dipengaruhi oleh psikologisnya.
. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa individu harus memiliki penyesuaian sosial yang baik dalam hidupnya, baik di luar lingkungan keluaga dan lingkungan sekolah. Penjelasan di atas mendorong peneliti untuk
meneliti penyesuaian sosial siswa kelas VII SMP BOPKRI 3 YOGYAKARTA tahun ajaran 2013/2014 terhadap teman sebaya dan implikasinya terhadap usulan
B. Rumusan Masalah
Permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.:
1. Seberapa baik penyesuaian sosial siswa kelas VII SMP BOPKRI 3
YOGYAKARTA tahun ajaran 2013/2014?
2. Berdasarkan hasil analisis uji butir penyesuaian sosial yang teridentifikasi rendah topik-topik bimbingan klasikal apakah yang sesuai untuk membantu siswa kelas
VII SMP BOPKRI 3 YOGYAKARTA tahun ajaran 2013/2014 dalam meningkatkan penyesuaian sosial?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kemampuan penyesuaian sosial siswa kelas VII SMP BOPKRI 3
YOGYAKARTA tahun ajaran 2013/2014.
2. Mengidentifikasi butir penyesuaian sosial yang skornya rendah untuk dijadikan topik-topik bimbingan pribadi sosial yang dapat meningkatkan penyesuaian sosial
siswa kelas VII SMP BOPKRI 3 YOGYAKARTA tahun ajaran 2013/2014
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teoritis
2. Manfaat praktis
a. Peneliti
Penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat bagi peneliti sebagai bekal calon
konselor sehingga diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan kajian untuk pengembangan yang lebih mendalam dan lebih luas dimasa yang akan
datang. b. Pembimbing
Mendapatkan pengetahuan dari topik bimbingan yang dapat digunakan untuk
mendampingi siswa. c. Sekolah
Memberikan bahan pertimbangan bagi sekolah bahwa selain mencetak peserta didik yang berprestasi baik namun peserta didik juga harus dibekali dengan bekal moral yang baik, agar kelak ketika terjun dimasyarakat memiliki moral
yang baik.
E. Definisi Operasional
Berikut ini dirumuskan definisi operasional agar diperoleh pengertian yang jelas mengenai variable penelitian ini.
bermasyarakat dipenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan.
Penyesuaian sosial merupakan keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya.
Setiap orang hidup di dalam masyarakat yang terdapat proses saling mempengaruhi satu sama, dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan jumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang
mereka patuhi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.
2. Bimbingan pribadi sosial adalah bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri untuk
mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan membina hubungan kemanusian dengan sesama di berbagai lingkungan/melakukan pergaulan sosial dalam
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hakekat Penyesuaian Sosial
1. Pengertian Penyesuaian Sosial
Menurut Sers (1991), penyesuaian sosial merupakan alasan seseorang
untuk menyesuaikan dirinya karena ingin diterima di dalam kelompok dan untuk menghindari celaan. Hurlock (1997), menjelaskan penyesuaian sosial adalah
keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Setiap orang hidup di dalam masyarakat yang terdapat proses saling mempengaruhi satu sama, dari
proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan jumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi untuk mencapai
penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat orang hidup dan berinteraksi
dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, masyarakat luas secara umum. Hal ini membuat individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama
istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi
atau karya yang diberikan oleh sang individu (Enung, 2008: 208).
Apa yang dipelajari seseorang dalam proses interaksi dengan masyarakat
masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan orang untuk mencapai penyesuian sosial dengan cukup baik. Menurut Schneiders (1964) penyesuaian sosial merupakan kemampuan untuk
bereaksi secara efektif dan sehat terhadap situasi, realitas dan relasi sosial sehingga tuntutan hidup bermasyarakat dipenuhi dengan cara yang dapat diterima
dan memuaskan. Proses selanjutnya yang dilakukan seseorang dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun
dengan jumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Individu mulai berkenalan dengan
kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi perbaikan dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok (Sarwono Sarlito, 2008).
Hal ini berarti bagaimana usaha seseorang tersebut untuk hidup bergaul dengan orang lain serta hidup di dalam kelompok masyarakat, dimana dalam
kelompok tersebut terdapat norma. Seseorang yang mampu melakukan penyesuaian sosial dengan baik dapat berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan dia juga memiliki kemampuan dalam menjalin relasi dengan
tidak dikenalnya serta bersedia membantu orang lain. Penyesuaian sosial itu
merupakan bagian dari proses perkembangan seseorang. Seseorang dikatakan berhasil melakukan penyesuaian sosial apabila ia sudah dapat hidup bergaul
dalam satu kelompok sesuai norma-norma yang diterapkan. Selain itu penyesuaian sosial bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sosial manusia. Jadi dapat disimpulkan penyesuaian sosial adalah penyesuaian terhadap orang lain
serta lingkungannya untuk memenuhi harapan sosial dan untuk memenuhi kebutuhan sosial.
2. Ciri Penyesuaian Sosial yang Baik
Yusuf (2000) menyatakan penyesuaian sosial yang baik sebagai berikut:
a. Mampu menilai diri secara realistik, yaitu mampu menilai diri
sebagaimana adanya, baik kelebihan maupun kelemahan.
b. Mampu menilai situasi secara realistik, yaitu mampu menghadapi situasi atau kondisi kehidupan secara realistik dan mampu menerimanya secara
wajar.
c. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik, yaitu beraksi
secara rasional.
dihadapi.
e. Kemandirian, yaitu memiliki sikap mandiri dalam cara berpikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan
mengembangkan diri serta menyesuaikan diri secara konstruktif dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
f. Dapat mengontrol emosi, yaitu merasa aman dengan emosinya, dapat
menghadapi situasi frustasi, depresi atau stress secara positif atau konstruktif.
g. Berorientasi tujuan, yaitu mampu merumuskan tujuan berdasarkan pertimbangan secara matang, tidak atas paksaan dari orang lain.
h. Berorientasi keluar, yaitu bersifat respek, empati terhadap orang lain,
mempunyai kepedulian terhadap situasi, masalah-masalah lingkungan. i. Penerimaan sosial, dinilai positif oleh orang lain, berpartisipasi aktif
dalam kegiatan sosial dan memiliki sifat bersahabat.
Schneiders (1964) mengemukakan ciri penyesuaian sosial yang baik
sebagai berikut:
a. Memiliki pengendalian diri yang tinggi dalam menghadapi situasi atau
persoalan, dengan kata lain tidak menunjukan ketegangan emosi yang berlebihan.
b. Tidak menunjukan mekanisme psikologis yang berlebihan, bertindak
dihadapi. mampu mengolah pikiran dan perasaan dengan baik, sehingga
menemukan cara-cara yang tepat untuk menyelesaikan masalahnya.
c. Memiliki pertimbangan rasional dan pengendalian diri, memiliki
kemampuan dasar berfikir serta dapat memberikan pertimbangan terhadap tingkah laku yang diperbuat untuk mengatasi masalah yag dihadapinya. d. Mampu belajar sehingga dapat mengembangkan kualitas dirinya terutama
dalam bersedia belajar dari pengalaman dan memanfaatkan pengalaman tersebut dengan baik.
e. Mempunyai sikap realistik, objektif, dapat menilai situasi, masalah dan kekurangan dirinya secara objektif.
Dapat disimpulkan penyesuaian sosial yang baik yaitu sikap manusia yang mampu berpartisipasi secara produktif dalam kegiatan sosial di
masyarakat dan untuk mengenal, memahami dan menerima orang lain.
3. Aspek penyesuaian sosial
Menurut Schneiders (1964), penyesuaian sosial memiliki beberapa aspek-aspek sebagai berikut:
a. Pengakuan/Penghargaan (Recognition)
Menghormati dan menerima hak-hak orang lain. Hal ini individu tidak melanggar hak-hak orang lain yang berbeda dengan dirinya untuk
menghormati hak-hak orang lain, maka orang lain akan menghormati dan
menghargai hak-hak kita sehingga hubungan sosial antar individu dapat terjalin dengan sehat dan harmonis.
Contoh : mau mendengarkan dan menerima pendapat atau masukan dari orang lain.
B. Pengikutsertaan (Participation)
Setiap individu harus dapat mengembangkan dan melihara persahabatan. Seseorang yang tidak mampu membangun relasi dengan orang lain dan lebih
menutup diri dari relasi sosial akan menghasilkan penyesuain social yang buruk. Individu ini tidak memiliki ketertarikan untuk berpartisipasi dengan aktivitas di lingkungannya serta tidak mampu untuk mengekspresikan diri
mereka sendiri, sedangkan bentuk penyesuaian akan dikatakan baik apabila individu tersebut mampu menciptakan relasi yang sehat dengan orang lain,
mengembangkan persahabatan, berperan aktif dalam kegiatan sosial, serta menghargai nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Contoh : aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan di lingkungan
masyarakat, seperti kerja bakti, kumpul acara kepemudaan, dll. C. Persetujuan sosial (Social approval)
Minat dan simpati terhadap kesejahteraan orang lain. Hal ini dapat merupakan bentuk penyesuaian sosial di masyarakat, dimana individu dapat peka dengan masalah dan kesulitan orang lain di sekelilingnya serta bersedia membantu
terhadap tujuan, harapan dan aspirasi, cara pandang ini juga sesuai dengan
tuntutan dalam penyesuaian keagamaan (religious adjustment).
Contoh : peka terhadap lingkungan dan masyarakat serta memiliki simpati
terhadap orang lain.
D. Mementingkan kepentingan orang lain (Altruisme)
Saling membantu dan mementingkan orang lain merupakan nilai-nilai moral yang aplikasi dari nilai-nilai tersebut merupakan bagian dari penyesuaian moral yang baik yang apabila diterapkan dimasyarakat secara wajar dan
bermanfaat maka akan membawa pada penyesuaian sosial yang kuat. Bentuk dari sifat-sifat tersebut memiliki rasa kemanusian, rendah hati, dan kejujuran
dimana individu yang memiliki sifat ini akan memiliki kestabilan mental, keadaan emosi yang sehat dan penyesuaian yang baik
Contoh : membantu teman disaat mereka membutuhkan bantuan.
E. Penyesuaian (Conformity)
Menghormati dan mentaati nilai-nilai integritas hukum, tradisi dan kebiasaan. Adanya kesadaran untuk mematuhi dan menghormati peraturan dan tradisi
yang berlaku di lingkungan maka ia akan dapat diterima dengan baik di lingkungannya.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial yang Baik
Ada beberapa faktor agar individu diterima di dalam kelompok, apabila individu dapat memenuhinya, maka individu akan diterima di dalam
kelompok tersebut.
Syamsuddin (2000) mengemukakan mengenai masalah-masalah yang dihadapi individu yang mempengaruhi penyesuaian sosial sebagai berikut.
a. Munculnya kecanggungan-kecanggungan dalam pergaulan akibat adanya perbedaan dalam perkembangan fisik, seperti pada laki-laki suara yang “cempreng” dan badan terlihat kurus,. Pada perempuan payudara kecil dan
badan terlampau gemuk.
b. Munculnya sikap penolakan diri akibat body image tidak sesuai dengan gambaran diri yang sesungguhnya. Seseorang ingin terlihat tampan atau cantik, akan tetapi hal ini tidak seperti yang mereka inginkan.
c. Timbulnya gejala-gejala emosional tertentu seperti perasaan malu, karena adanya perubahan suara (laki-laki) dan peristiwa menstruasi (perempuan) d. Munculnya perilaku-perilaku seksual yang menyimpang pada individu
yang tidak terbimbing oleh norma, seperti pacaran tidak tahu tempat dan batasan-batasannya.
e. Timbulnya masalah pada diri seseorang yang memiliki prestasi di bawah kapasitasnya atau rasa rendah diri pada seseorang yang tidak pernah tuntas. Seseorang akan pesimis dan menyerah jika prestasinya rendah
f. Mudah sekali digerakkan untuk melakukan kegiatan destruktif yang
spontan untuk melampiaskan ketegangan emosionalnya. Seseorang yang masih labil dalam mengambil keputusan akan melakukan
tindakan-tindakan diluar batas, seperti mengajak berkelahi, merusak barang, dll.
Menurut Hurlock (1992) hal yang dapat menyebabkan individu
diterima dalam suatu kelompok adalah sebagai berikut:
a. Kesan pertama yang menyenangkan, seperti penampilan yang menarik,
sikap yang tenang dan gembira
b. Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman-teman sebaya. Seseorang akan diterima dalam kelompok jika berpenampilan yang sesuai,
seperti gaya rambut, berpakaian, dll.
c. Perilaku sosial yang baik ditandai dengan kerjasama, tanggungjawab,
panjang akal, kesenangan bersama orang lain, bijaksana dan sopan
d. Matang terutama dalam hal pengendalian emosi serta kemauan dalam mengikuti peraturan-peraturan. Seseorang yang stabil dan dapat
mengontrol emosinya pasti akan diterima dalam kelompok.
e. Sifat kepribadian yang menimbulkan penyesuaian sosial yang baik seperti
Jadi dapat disimpulkan bahwa bila ingin diterima dalam kelompok
sosial, individu harus memenuhi berbagai berbagai hal yang harus dilakukan untuk dapat diterima dalam kelompok sosial, serta individu harus dapat
melakukan proses belajar yang baik di dalam lingkungan keluarga maupun di lingkungan sosial.
F. Hakekat Pubertas dan Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Pubertas
Masa pubertas merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa
individu-individu ke masa individu yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial. Menurut Monks (2002) pubertas berasal dari kata puber yaitu pubescere yang artinya mendapat pubes atau rambut kemaluan, yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual. Pubertas sering kali didefinisikan sebagai periode transisi antara masa kindividu-kindividu ke masa individu, atau masa usia
belasan tahun, atau seseorang yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya.
kematangan alat–alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi. Pubertas
adalah usia dimana mereka mampu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana mereka tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih
tua melainkan berada dalam tingkatan sama sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 1996).
Selain mampu berintegrasi dengan orang yang lebih tua di lingkungan
masyarakat, individu sangat berpengaruh terhadap teman sebaya. Pengaruh dari teman sebaya meliputi sikap, pembicaraan, minat penampilan dan
perilaku. Kelompok sebaya memberikan tempat untuk individu untuk bersosialisasi dalam suasana dimana nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman-teman
seusianya. Dipertegas oleh Syamsudin (1990) bahwa masa puber adalah masa yang penuh dengan reaksi dan depresi disertai emosinya masih labil dan
belum terkendali seperti perasaan marah, gembira, sedih dipengaruhi oleh psikologisnya. Individu pada masa pubertas yang menjalani kehidupan di lingkungan sosial diwarnai dengan tugas perkembangan yang harus mereka
capai di usia mereka saat ini.
2. Tugas Perkembangan Sosial Masa Pubertas
Havighurst (dalam Melly, 1984) menjelaskan tugas-tugas perkembangan
dalam hal sosial, yaitu:
a. Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman
sebayanya baik dengan teman-teman sejenis maupun dengan teman jenis kelamin lain. Seseorang dalam melakukan tindakan sosial tidak hanya dengan sesama jenis, tapi baiknya dengan lawan jenis agar dapat berelasi
pada semua orang dengan baik.
b. Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin
masing, artinya mempelajari dan menerima peranan masing-masing sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau norma-norma masyarakat c. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat
dipertanggungjawabkan. Sikap tanggungjawab menjadikan seseorang dihargai oleh orang lain.
d. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-tindakannya dan pandangan hidupnya. Seseorang harus mengerti dan mempelajari tentang aturan-aturan yang belaku agar dalam melakukan
penyesuaian sosial dapat diterima dalam masyarakat.
Winkel (2006) juga menyebutkan beberapa tugas pekembangan, antara
lain:
a. Membawa diri sesuai dengan peranannya dalam masyarakat sebagai pria atau wanita. Seseorang dalam bersosial baik jika ikut ronda, pertemuan
b. Mempersiapkan diri untuk kelak memegang suatu jabatan di masyarakat.
Belajar menjadi ketua pemuda, organisasi di kampung, serta berkelakuan dan memiliki minat sosial karena kelak menjadi kepala rumah tangga
yang baik.
Dari tugas perkembangan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
tugas perkembangan tersebut, terlihat hubungan yang erat antara lingkungan kehidupan sosial dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh individu
dalam hidupnya. Individu pada masa pubertas melakukan tugas-tugasnya akan selalu berinteraksi dengan lingkungan sosial. Individu memiliki banyak hambatan dalam menyelesaikan tugas perkembangannya, maka dari itu
mereka harus melakukan penyesuaian sosial .
3. Karakteristik Masa Pubertas
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik yang dapat
menimbulkan berbagai permasalahan, yaitu:
a. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan. b. Ketidakstabilan emosi.
c. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
e. Senang bereksperimentasi dan senang bereksplorasi.
f. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
g. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan
berkelompok.
G. Bimbingan Pribadi-Sosial
1. Definisi Bimbingan Pribadi-Sosial
Bimbingan pribadi sosial merupakan proses untuk membantu
seseorang dalam mengembangkan potensinya, mengenal dirinya sendiri serta mengenal lingkungan sekitarnya dan membantu mengatasi masalah yang dihadapi sehingga menjadi manusia yang seimbang antara kehidupan
individual dan kehidupan sosial. Menurut Winkel (1997) bimbingan pribadi sosial merupakan bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan
mengatasi pergumulan batinnya sendiri, dalam mengatur dirinya sendiri dibidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainyam serta bimbingan dalan membina hubungan
kemanusiaan dengan sesama dan berbagai lingkungan.
Sukardi (1993) mengungkapkan bahwa bimbingan pribadi-sosial
merupakan usaha bimbingan, dalam menghadapi dan memecahkan masalah pribadi-sosial, seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik dan pergaulan. Menurut pendapat Ahmadi (1991) Bimbingan pribadi-sosial adalah
sendiri masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya, mengadakan
penyesuaian pribadi dan sosial, memilih kelompok sosial, memilih jenis-jenis kegiatan sosial dan kegiatan rekreatif yang bernilai guna, serta berdaya upaya
sendiri dalam memecahkan masalah-masalah pribadi, rekreasi dan sosial yang dialaminya. Hal senada juga diungkapkan oleh Yusuf (2005) yang mengungkapkan bahwa bimbingan pribadi-sosial adalah bimbingan untuk
membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah sosial-pribadi. Hal yang tergolong dalam masalah-masalah sosial-pribadi adalah
masalah hubungan dengan sesama teman, permasalahan sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal dan penyelesaian konflik. Dari beberapa pengertian diatas,
dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan suatu bimbingan yang diberikan oleh seorang ahli kepada individu dalam membantu
individu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah pribadi-sosial, seperti penyesuaian diri, sosial dalam menghadapi konflik dan pergaulan.
Bimbingan memerlukan topik bimbingan yang merupakan materi atau
bahan yang digunakan guru pembimbing di sekolah untuk membantu siswa dalam mengembangkan diri. Topik bimbingan tersebut diperoleh dengan cara
menggunakan alat tes atau tes untuk mengecek masalah siswa. Topik bimbingan dibuat berdasarkan kebutuhan atau masalah siswa yang kerap dialami atau sedang dialami, seperti: kiat belajar sebelum ujian, percaya diri,
SMA, karena tingkat bahasa dan pemikiran siswa berbeda-beda. Topik
bimbingan diberikan agar siswa yang memiliki kebutuhan dapat berkembang dan lepas dari masalahnya serta selain itu topik bimbingan juga berguna untuk
sumber informasi bagi siswa.
2. Tujuan bimbingan pribadi sosial
Membantu siswa agar mampu mengembangkan kompetensinya, sbb : a. Memiliki komitmen untuk mengamalkan nilai-nilai keimanan, baik dalam
kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, sekolah, masyarakat.
b. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri..
c. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat, sesuai dengan nilai agama, etika, dan nilai-nilai budaya.
d. Proses bantuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengembangkan pemahaman dan keterampilan berinteraksi sosial, serta memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya
e. Membantu siswa agar mampu mengembangkan kompetensinya
f. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif,
baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
g. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang
h. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen
terhadap tugas atau kewajibannya.
i. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
j. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik
bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini berisi uraian mengenai metode penelitian, yaitu mengenai: (A) jenis penelitian, (B) subjek penelitian, (C) instrumen penelitian, (D) uji coba penelitian, (E)
teknik pengumpulan data
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei.
Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas,
karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006). Penelitian ini
dimaksudkan untuk menggambarkan penyesuaian sosial siswa kelas VII SMP BOPKRI 3 YOGYAKARTA tahun ajaran 2013/2014.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP BOPKRI 3
diikutsertakan sebagai sumber data. Populasi adalah “semua anggota sekelompok orang, kejadian, atau obyek yang telah dirumuskan secara jelas” (Furchan, 1982).
Populasi siswa kelas VII BOPKRI 3 YOGYAKARTA tahun ajaran 2013/2014
berjumlah 53 siswa. Adapun jumlah siswa dari masing-masing kelas adalah sebagai berikut orang, kejadian, atau obyek yang telah dirumuskan secara jelas”
(Furchan, 1982).
Populasi siswa kelas VII BOPKRI 3 YOGYAKARTA tahun ajaran 2013/2014 berjumlah 53 siswa. Adapun jumlah siswa dari masing-masing kelas
adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Subyek Penelitian
NO Kelas Jumlah siswa setiap kelas
1 VIIC 26 siswa
2 VIID 27 siswa
C. Instrumen Penelitian 1. Kuesioner
Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner berdasarkan
aspek-aspek penyesuaian sosial yang berisi panduan pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner cocok digunakan karena jumlah responden penelitian ini relatif cukup besar. Kuesioner ini berupa daftar
pernyataan/pertanyaan tertutup. Pada penelitian ini peneliti memberikan kuesioner secara langsung kepada siswa kelas VII SMP BOPKRI 3
YOGYAKARTA. Berikut ini peneliti menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan kuesioner:
Responden diminta untuk menjawab sejumlah pertanyaan dalam
kuesioner ini mengenai kegiatan waktu luang yang biasa dilakukan. Kuesioner ini menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu selalu, sering,
kadang-kadang, dan tidak pernah. Skoring untuk item positif bergerak dari 4 – 1 dan untuk item negatif bergerak dari 1 – 4. Pada item positif, alternatif jawaban “selalu: memperoleh skor 4, “sering” memperoleh skor 3, “kadang-kadang”
memperoleh skor 2, dan tidak pernah memperoleh skor 1. Penyusunan butir-butir kuesioner bertolak dari lima aspek menurut Schneiders (1964), yaitu:
1. Recognition 2. Participation 3. Social approval 4. Altruisme
Tabel 2
Kisi-kisi kuesioner penyesuaian sosial
No Aspek Indicator Favorable unfavorable
1. Recognition Menghormati hak-hak orang
3. Social approval Memiliki kepekaan terhadap lingkungan
5. Conformity Menghormati nilai-nilai yang ada
9, 29, 49 2, 22
Mengikuti aturan-aturan yang ada dilingkungan
19, 39 12, 32, 42
2. Validitas
Validitas, dalam pengertian secara umum adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 2005). Masidjo
isi, karena penyusunan instrumen dibantu dengan menggunakan kisi-kisi
instrumen, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir (item) pernyataan yang telah dijabarkan dari indikator. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas
isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan (Arikunto, 2005).
Teknik uji yang digunakan adalah dengan cara mengkorelasikan skor item terhadap skor totalnya melalui pendekatan analisis korelasi Product Moment. Adapun rumusnya dapat dilihat sebagai berikut:
XY
r = indeks korelasi validitas item
N = jumlah responden
X = skor item yang akan diuji validitasnya
Y = skor total yang memuat item yang diuji validitasnya
Proses penghitungan indeks validitas item pada alat ukur penelitian ini
dilakukan dengan cara memberi skor terlebih dahulu setiap item dan mentabulasi ke dalam tabulasi data uji coba instrumen penelitian. Perhitungan
memuaskan. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa item yang
valid adalah item yang memiliki nilai korelasi ≥ 0,30. Sementara itu, suatu item dikatakan tidak valid jika memiliki nilai korelasi < 0,30.
3. Reliabilitas
Realibilitas suatu tes adalah taraf sampai di mana suatau tes mampu menunjukkan konsistensi hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam taraf
ketepatan dan ketelitian hasil (Masidjo, 1995). Perhitungan indeks reliabilitas kuesioner tingkat penyesuaian sosialsiswa menggunakan program komputer
SPSS, dilakukan dengan menghitung korelasi item ganjil dan item genap dengan menggunakan teknik product moment dari pearson. Hasil perhitungan product moment kemudian dikoreksi dengan formula Spearman-Brown
sebagai berikut: (Masidjo 1995)
α = 2[1- S 2 2 S + 2 S
x i x
]
Keterangan rumus :
S12 dan S22 : varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2
D. Uji Coba Penelitian
1. Uji Validitas
Kuesioner ini menggunakan ujicoba terpakai kepada siswa kelas VII
SMP BOPKRI 3 Yogyakarta pada tanggal 30 dan 31 mei 2014 diperoleh hasil perhitungan konsistensi internal butir item menggunakan rumus Product Moment dari Pearson dengan jumlah subjek 53.
Tabel 3
Konstruk Instrumen Penelitian Penyesuaian Sosial
No Aspek Indikator Favorable unfavorable
1. Recognition Menghormati hak-hak orang lain 1, 21*, 41 6*, 36 Menerima hak-hak orang lain 11, 31* 16, 26, 46
2. Participation Menciptakan relasi yang baik 3, 33 8, 28, 48* Menjalin persahabatan 13, 23, 43 18, 38
3. Social approval Memiliki kepekaan terhadap lingkungan
5, 35 10*. 30
Menunjukan rasa simpati pada orang lain Mengikuti aturan-aturan yang ada
dilingkungan
19*, 39 12, 32, 42*
Hasil perhitungan tersebut diperiksa dengan menggunakan program
SPSS 15.0, bahwa dari 50 item yang dikembangkan terdapat 10 item yang koefisien validitasnya < 0,30. Ke 10 item tersebut dieliminasi atau tidak
disertakan dalam pengambilan data penelitian. Selanjutnya tersisa 40 item yang memiliki koefisien validitas ≥ 0,30, sehingga dinyatakan valid dan
digunakan untuk pengambilan data penelitian sesungguhnya.
2. Uji Reliabilitas
Dari hasil uji coba kuisioner yang sudah dikerjakan siswa kelas VII di
SMP BOPKRI III Yogyakarta pada tanggal 30 dan 31 mei 2014, diperoleh perhitungan reliabilitas dengan menggunakan rumus Spearman Brown, untuk menentukan tinggi atau rendahnya koefisien reliabilitas digunakan patokan
pada tabel kriteria Guilford dalam (Masidjo,1995) dibawah ini:
Tabel 4
Kualifikasi Reliabilitas
Koefisien Korelasi Kualifikasi
0,91 – 1,00 Sangat Tinggi
0,71 – 0,90 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup Rendah
0,21 – 0,40 Rendah
Menguji taraf reliabilitas suatu alat ukur diperoleh dengan
munggunakan Speaman Brown sebagai berikut (Masidjo, 1995):
α = 2[1- S 2
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Persiapan dan pelaksanaan
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam mengumpulkan data:
a. Penyusunan kuesioner tingkat penyesuaian sosial siswa kelas VII,
disusun berdasarkan aspek-aspek penyesuaian sosial menurut Berzonsky (dalam Burns, 1993)
b. Peneliti mengidentifikasi aspek-aspek penyesuaian sosialkemudian
merumuskan indikator-indikator dari setiap aspek.
c. Peneliti merumuskan pernyataan-pernyataan item dari setiap indikator.
e. Meminta surat izin untuk melakukan penelitian pada sekretariat
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang kemudian ditanda tangani oleh Ketua Jurusan Ilmu
Pendidikan
f. Meminta tanda tangan ke Wakil Dekan dan cap yang mengesahkan surat tersebut.
g. Mengirimkan surat izin penelitian kepada Kepala Sekolah SMP BOPKRI 3 Yogyakarta.
h. Meminta penentuan dan kesepakatan mengenai waktu pelaksanaan uji terpakai dan penelitian kepada pihak sekolah.
2. Tahap Pengumpulan Data
Uji coba terpakai dilakukan setelah memperoleh ijin dan kesepakatan waktu pelaksanaan dari pihak sekolah SMP BOPKRI 3
Yogyakarta. Penelitian dilakukan dua hari karena terbatasnya waktu penelitian. Penelitian ini menggunakan uji coba terpakai yang artinya data yang digunakan sebagai uji coba akan digunakan kembali sebagai data
penelitian.
Pada penelitian hari pertama tanggal 30 Oktober 2013 Kelas
yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebanyak 1 kelas. Kelas VIIC sebanyak 26 siswa. Hari kedua tanggal 31 mei 2014 kelas VIID sebanyak
Responden yang digunakan untuk penelitian adalah siswa yang
hadir pada saat pengambilan data, sehingga jumlah siswa yang digunakan sebagai responden uji coba dan mengisi instrumen berjumlah 50 butir.
Sebelum meminta siswa untuk mengisi kuesioner, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan
dalam penelitian ini, dan menjelaskan petunjuk dalam mengisi kuesioner penyesuaian sosialsiswa. Setelah itu peneliti membagikan kuesioner. Peneliti juga memberikan kesempatan pada para siswa atau responden
untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas berkaitan dengan kuesioner.
3. Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan
untuk memperoleh gambaran realita mengenai penyesuaian sosial siswa.
Langkah yang ditempuh untuk analisis data adalah sebagai berikut :
a. Memberi skor pada tiap-tiap item pada setiap kuesioner yang telah diiisi oleh responden dengan mengacu pada norma skoring dari
tiap-tiap alternatif jawaban sebagaimana telah ditetapkan.
c. Mengelompokkan tingkat penyesuaian sosial subjek penelitian ke
dalam lima kategori dengan mengacu pada pedoman Azwar (2007). Adapun norma kategori tersebut dapat dilihat pada tabel seperti
berikut:
Tabel 5
Penggolongan Kategorisasi
Perhitungan Skor Kategori
µ+1.5σ < X Sangat Tinggi
µ+0.5σ < X ≤µ+1.5σ Tinggi
µ-0.5σ < X ≤µ+0.5σ Cukup Rendah
µ-1.5σ < X ≤ µ-0.5σ Rendah
X ≤ µ-1.5σ Sangat Rendah
X maksimum teoritik: Skor tertinggi yang diperoleh subjek penelitian dalam skala
X minimum teoritik : Skor terendah yang diperoleh subjek penelitian dalam skala
σ (standar deviasi) : Luas jarak rentang yang dibagi dalam 6 satuan deviasi sebaran.
Penelitian ini, kategorisasi tersebut dibedakan menjadi dua macam
kategorisasi, antara lain kategorisasi subyek penelitian, dan kategorisasi tiap item kuesioner. Penghitungan dua macam kategorisasi sebagai berikut:
a. Deskripsi Penyesuaian Sosial Siswa
Kategorisasi skor subjek penelitian dilakukan dengan tujuan untuk
mengklasifikasikan subyek penelitian ke dalam kategori yang telah ditetapkan. Kategorisasi tersebut menjadi patokan dalam menentukan baik dan buruknya persepsi subyek penelitian. Kategorisasi subyek penelitian diperoleh melalui
perhitungan (dengan jumlah item 40) sebagai berikut: X maksimum teoritik : 4 x 40 = 160
X minimum teoritik : 1 x 40 = 40 Luas jarak : 160– 40 = 120 σ (standar deviasi) : 120 : 6 = 20
µ (mean teoritik) : (160+40) : 2 = 100
Penentuan kategorisasi setelah dilakukan penghitungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 6
Pengkategorisasian Deskripsi Penyesuaian sosial Siswa Perhitungan Skor Rerata Skor Kategori
µ+1.5σ < X 130<X Sangat Tinggi
µ+0.5σ < X ≤ µ+1.5σ 110< X ≤ 130 Tinggi
µ-1.5σ < X ≤ µ-0.5σ 70 < X ≤ 90 Rendah X ≤ µ-1.5σ X ≤ 70 Sangat Rendah
Kemudian, jumlah skor data subyek penelitian dikelompokan berpedoman pada penggolongan kategorisasi yang terdapat pada tabel di atas. b. Penyesuaian Sosial.
Pengkategorisasian skor item dilakukan guna menemukan setiap item kuesioner, item yang buruk konsep diri siswa akan dijadikan peneliti sebagai dasar penyusunan usulan rancanganbimbingan klasikal Kategorisasi item
kuesioner penelitian diperoleh melalui perhitungan (dengan jumlah subjek 53) sebagai berikut:
X maksimum teoritik : 4 x 53 = 212 X minimum teoritik : 1 x 53 = 53
Luas jarak : 212 –53 = 159
σ (standar deviasi) : 159 : 6 = 26,5
µ (mean teoritik) : (212+53) : 2 = 132,5
Penentuan kategorisasi setelah dilakukan penghitungan dapat dilihat pada Tabel
Tabel 7
Pengkategorisasian Skor Item Kuesioner Penelitian
Perhitungan Skor Rerata Skor Kategori
µ+1.5σ < X 172,25<X Sangat Tinggi
µ+0.5σ < X ≤µ+1.5σ 145,75 < X ≤ 72,25 Tinggi
µ-0.5σ < X ≤µ+0.5σ 119,25 < X ≤ 145,75 Cukup Rendah
µ-1.5σ < X ≤ µ-0.5σ 92,75 < X ≤ 119,25 Rendah
X ≤ µ-1.5σ X ≤ 92,75 Sangat Rendah
Kemudian, total skor setiap item penelitian dikelompokkan
berdasarkan pengkategorisasian yang telah dijelaskan pada Tabel 7 Skor item yang termasuk dalam kategori terendah akan dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan usulan konsep diri siswa yang efektif bagi siswa SMP BOPKRI 3
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan atas hasil penelitian yang sudah dilakukan, yaitu tentang penyesuaian sosial siswa kelas VII SMP BOPKRI 3
Yogyakarta. Penelitian ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui tingkat penyesuaian sosial siswa kelas VII SMP BOPKRI 3, Yogyakarta dan implikasinya dalam pembuatan topik-topik bimbingan pribadi
sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial pada siswa.
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Penyesuaian sosial Siswa
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian sosial yang dimiliki oleh siswa kelas VII yang bersekolah di SMP BOPKRI 3,
Yogyakarta dan mengidenfikasi butir-butir penyesuaian sosial yang belum tercapai pada siswa kelas VII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta. Berdasarkan
data yang terkumpul dan diolah dengan menggunakan kriteria Azwar (2011) dapat diketahui tingkat penyesuaian sosial siswa kelas VII SMP
Tabel 6
Hasil Kategori Siswa Kelas VII SMP BOPKRI 3
Penghitungan Skor Rerata Skor Frek Persentase (%) Kategori
µ+1.5σ < X 130 < X 50 94,3% Sangat Tinggi
µ+0.5σ < X ≤µ+1.5σ 110 < X ≤ 130 3 5,6% Tinggi
µ-0.5σ < X ≤µ+0.5σ 90 < X ≤ 110 0 0% Cukup Rendah
µ-1.5σ < X ≤ µ-0.5σ 70 < X ≤ 90 0 0% Rendah
X ≤ µ-1.5σ X ≤ 70 0 0% Sangat Rendah
Total 53 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui skor penilaian subyek penelitian ini adalah 50 siswa (94,3%) termasuk dalam kategori sangat tinggi, 3 siswa (5,6%)
termasuk dalam kategori tinggi, tidak ada siswa yang masuk dalam kategori cukup rendah, rendah dan sangat rendah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyesuaian sosial siswa kelas VII SMP BOPKRI 3
tahun ajaran 2013/2014 adalah termasuk kategori sangat tinggi, yaitu 94,3% yang menunjukan bahwa sebagian para siswa memiliki penyesuaian sosial yang baik.
Adapun kategori tentang Deskripsi penyesuaian sosial siswa secara jelas dapat dilihat dalam diagram dihalaman berikutnya:
2. Hasil Penyesuaian sosial.
Berdasarkan data yang terkumpul dan diolah dengan menggunakan kriteria Azwar (2011), didapatkan skor-skor item yang masuk dalam kategori sangat baik,
sebagai bahan penyesuaian usulan bimbingan klasikal. Hasil pengkategorisasian
item-item skala dapat dilihat pada tabel di halaman berikutnya.
Adapun kategori tentang Deskripsi penyesuaian sosial siswa secara jelas
dapat dilihat dalam diagram dihalaman berikutnya:
Tabel 7
Hasil Kategorisasi Penyesuaian Sosial
Penghitungan Skor Rerata Skor Frek (%) Kategori
µ+1.5σ < X 172,25 < X 18 45% Sangat Tinggi
µ+0.5σ < X ≤µ+1.5σ 145,75< X ≤172,25 16 40% Tinggi
µ-0.5σ < X ≤µ+0.5σ 119,25 < X ≤145,75 6 15% Cukup Rendah
µ-1.5σ < X ≤ µ-0.5σ 92,75 < X ≤ 119,25 0 0% Rendah
X ≤ µ-1.5σ X ≤ 92,75 0 0% Sangat Rendah
Total 40 100%
Berdasarkan pengkategorisasian item-item di atas, hasil dari penelitian ini adalah terdapat 18 atau 45% item yang dikategorikan sanggat tinggi, 16 atau 40 %
item yang dikategorikan tinggi, 6 atau 15% item yang dikategorikan cukup rendah, sedangkan yang termasuk kategori rendah dan sangat rendah tidak ada.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat 6
Tabel 8
Item-item Penyesuaian Sosial Siswa Kelas VII SMP BOPKRI 3 Tahun Ajaran 2013/2014 yang Tergolong Cukup Rendah
Aspek Indikator No Item
participation Memiliki relasi yang baik 3 Saya menyapa tetangga jika
lewat di depan rumahnya.
altruisme Memiliki sifat rendah hati 4 Saya mudah tersinggung saat
teman membicarakan saya. 7 Saya mau menerima kritikan
dari teman comformity Mengikuti aturan yang ada di
lingkungan
32 Saya memainkan alat musik dengan kencang di malam hari 39 Saya melapor jika ada tamu
menginap di rumah
recognition Menerima hak orang lain 46 Saya pilih-pilih teman jika menjadi sahabat
Item yang dalam kategori cukup rendah yang akan digunakan peneliti sebagai acuan dalam pembuatan usulan terhadap topik-topik bimbingan pribadi
sosial.
B. Pembahasan Hasil Penelitian.
1. Deskripsi Penyesuaian sosial Siswa-Siswi SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Kelas VII Tahun Ajaran 2013/2014 Dan Implikasinya Terhadap Topik-Topik Bimbingan Pribadi Sosial
Hasil Penelitian deskripsi penyesuaian sosial yang dimiliki oleh siswa
Tingkat penyesuaian sosial siswa pada kategori sangat tinggi
berjumlah 50 siswa (94,3%) dan siswa yang memiliki tingkat penyesuaian yang tinggi berjumlah 3 siswa (5,6%). Jadi dapat dikatakan bahwa tingkat
penyesuaian siswa SMP BOPKRI 3 sangat baik, karena mereka yang memiliki penyesuaian sosial yang sangat tinggi cenderung dapat menerima orang lain, menghargai pendapat orang lain serta mampu menyesuaikan
terhadap lingkungan sekitar. Penyesuaian sosial semacam ini membantu siswa menuju keberhasilan dalam bersosialisasi dengan orang lain.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar siswa memiliki penyesuaian sosial dalam kategori yang sangat tinggi dan ada beberapa siswa
yang memiliki penyesuaian sosial dalam kategori tinggi. Hurlock (1997), menjelaskan keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Berdasarkan
hasil penelitian dapat dikatakan bahwa siswa sudah berhasil dalam melakukan penyesuaian sosial dan memiliki tingkat penyesuaian sosial yang baik di
2. Item-item dalam Aspek Penyesuaian Sosial Siswa.
Berdasarkan hasil penelitian, butir-butir item yang terdapat pada aspek penyesuaian sosial siswa kelas VII SMP BOPKRI 3 tahun ajaran 2013/2014
terdapat 25 atau 45% item yang dikategorikan sanggat tinggi, 18 atau 40 % item yang dikategorikan tinggi, 6 atau 15% item yang dikategorikan cukup
rendah, sedangkan yang termasuk dalam kategori rendah dan sangat rendah tidak ada. Item-item yang masuk dalam kategori sangat tinggi dan tinggi dapat diartikan bahwa siswa sudah memiliki penyesuaian sosial yang baik. Item-item
yang masuk kategori cukup rendah artinya siswa belum memiliki penyesuaian sosial secara baik.
Item-item yang berada pada kategori cukup rendah item
pernyataannya adalah “Saya menyapa tetangga jika lewat di depan rumahnya”, masuk dalam indikator Memiliki relasi yang baik, terdapat pada aspek
Participation. Rendahnya item ini mengindikasikan bahwa siswa belum mampu melakukan penyesuaian sosial dengan baik yaitu penyesuaian sosial positif. Menurut Schneiders (1964) kemampuan untuk bereaksi secara efektif dan sehat
terhadap situasi, realitas dan relasi sosial sehingga tuntutan hidup bermasyarakat dipenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan.
Kemampuan tersebut misalnya mau menyapa tetangga atau orang lain yang kita kenal maupun tidak kita kenal agar terjalin komunikasi serta dapat menjalin
dilakukan maka akibatnya individu yang tidak mampu membangun relasi
dengan orang lain dan lebih menutup diri dari relasi sosial akan menghasilkan penyesuain diri yang buruk
Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk membantu sisiwa mengubah pandangan bahwa dirinya harus menyapa tetangga jika lewat di
depan rumahnya. Usaha-usaha tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan bimbingan pribadi sosial yang berkaitan dengan relasi yang baik dalam penyesuaian sosial. Usaha tersebut diharapkan individu mampu berelasi
dengan baik pada masyarakat untuk mencapai penyesuaian sosial yang baik.
item peryataan ”Saya mudah tersinggung saat teman membicarakan saya” masuk pada indikator Memiliki sifat rendah hati, terdapat pada Aspek
altruisme. Rendahnya item ini kemungkinan besar disebabkan oleh individu beranggapan bahwa orang lain membicarakan tentang kejelekan dirinya.
Individu tidak ingin orang lain menjuhinya karena teman temannya membicarakan dirinya. Menurut Sers (1991) alasan seseorang untuk menyesuaikan dirinya karena ingin diterima di dalam kelompok dan untuk
menghindari celaan. Individu ingin dirinya dianggap baik hati oleh teman-temannya, walaupun pernah berbuat salah individu ingin orang lain bersikap
wajar tidak membicarakan dirinya, individu tidak ingin orang lain menjauhi dirinya karena ada yang menjelekkan dirinya. Menurut Amaryllia (2007) anak
terbuka terhadap orang lain dalam mengungkapkan dirinya. ia akan berkata
jujur apa adanya dengan orang lain.
Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk membantu individu
mengubah pandangan bahwa dirinya mudah tersinggung saat teman membicarakannya. Usaha-usaha tersebut dapat dilakukan dengan memberikan
bimbingan pribadi sosial yang berkaitan dengan sikap rendah hati agar individu tidak mudah tersinggung saat orang lain membicarakan dirinya dan mau berpikir positif atas apa yang dilakukan orang lain kepadanya.
Item peryataan ”Saya mau menerima kritikan dari teman” masuk pada indikator Memiliki sifat rendah hati terdapat pada Aspek altruisme. Rendahnya item ini kemungkinan besar disebabkan oleh perasaan tidak nyaman karena
merasa hal negatif dalam diri individu di ceritakan oleh orang lain. Yusuf (2000) menilai diri secara realistik, yaitu mampu menilai diri sebagaimana
adanya, baik kelebihan maupun kelemahan. Individu ingin dirinya dianggap baik hati oleh teman-temannya, walaupun pernah berbuat salah individu ingin orang lain bersikap wajar tidak membicarakan dirinya, individu tidak ingin
orang lain menjauhi dirinya karena ada yang menjelekkan dirinya. Menurut Amaryllia (2007) anak yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi akan