• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resiliensi siswa SMA Negeri I Wuryantoro (studi deskriptif pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Resiliensi siswa SMA Negeri I Wuryantoro (studi deskriptif pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial)."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

RESILIENSI SISWA SMA NEGERI 1 WURYANTORO (Studi Deskriptif pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Wuryantoro

Tahun Ajaran 2015/2016 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi-Sosial)

Alvionita Valentina Mega Rini Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat resilien sisiswa-siswi SMA Negeri I WuryantoroTahun Ajaran 2015/2016. Masalah pertama yang diteliti adalah “Seberapa baik tingkat resiliensi pada siswa-siswi SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran2015/2016?”. Masalah yang kedua adalah “Berdasarkan analisis terhadap butir-butir resiliensi yang teridentifikasi kemunculannya rendah, topik bimbingan pribadi-sosial apakah yang implikatif bagi siswa-siswi SMA Negeri I Wuryantoro?”.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 65 siswa. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner tingkat resiliensi yang terdiri dari 68 item pernyataan yang dikembangkan berdasarkan teknik penyusunan skala model Likert. Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan membuat tabulasi skor dari masing-masing item, menghitung skor total masing-masing responden, menghitung skor total masing-masing item, selanjutnya mengkategorisasikan tingkat resiliensi siswa berdasarkan distribusi normal. Kategori ini terdiri dari lima jenjang yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

(2)

ABSTRACK

STUDENTS’ RESILIENCE OF SENIOR HIGH SCHOOL AT SMAN 1 WURYANTORO

(A Descriptive Study On Senior High School at SMAN 1 Wuryantoro in 2015/2016 Academic Year and Its Implication to The Topics of Personal–

social Guidance) by

Alvionita Valentina Mega Rini Sanata Dharma University

2016

This research is quantitative descriptive research which has purpose to find the The Degree of Students’ Resilience at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016 and the implication to the personal – social conseling topics. Thus, the research problem is formulated as follows; How far the degree of students’ resilience at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016? The second problem formulation is based on the analisys resilience points which are low identified, what kind of personal – social conseling topic are implicate State 1 Wuryantoro Senior High School students?

The type of this researcher is a descriptive research survey method. The subject of the research are 65 students of grade XI at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016. The research instrument is degree of resilience questionaire consists of 68 questions which are developed based on Likert scale method. The method in analysing the data is the tabulation score based on the each item, calculating the total score of each respondent, calculating the total score of each item, afterwards categorizing the students’ degree of resilience based on normal distribution. This category consists of five levels, they are; very high, high, medium, low, and very low.

(3)

Tahun Ajaran 2015/2016 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi-Sosial)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Alvionita Valentina Mega Rini NIM: 101114044

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

LIFE IS THE ART OF DRAWING WITHOUT AN ERASER

(John W. Gardner)

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Allah SWT

2. Program Studi Bimbingan dan Konseling USD

3. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

4. SMA Negeri I Wuryantoro

5. Orangtuaku tercinta Bapak Ambang Irianto dan Ibu Ratna Sari Dwi Astuti

6. Adik-adikku Briliawan Bima Prayoga dan Lazuardi Bintang Rinaldi

(7)
(8)
(9)

ABSTRAK

RESILIENSI SISWA SMA NEGERI 1 WURYANTORO (Studi Deskriptif pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Wuryantoro

Tahun Ajaran 2015/2016 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi-Sosial)

Alvionita Valentina Mega Rini Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat resilien sisiswa-siswi SMA Negeri I WuryantoroTahun Ajaran 2015/2016. Masalah pertama yang diteliti adalah “Seberapa baik tingkat resiliensi pada siswa-siswi SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran2015/2016?”. Masalah yang kedua adalah “Berdasarkan analisis terhadap butir-butir resiliensi yang teridentifikasi kemunculannya rendah, topik bimbingan pribadi-sosial apakah yang implikatif bagi siswa-siswi SMA Negeri I Wuryantoro?”.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 65 siswa. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner tingkat resiliensi yang terdiri dari 68 item pernyataan yang dikembangkan berdasarkan teknik penyusunan skala model Likert. Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan membuat tabulasi skor dari masing-masing item, menghitung skor total masing-masing responden, menghitung skor total masing-masing item, selanjutnya mengkategorisasikan tingkat resiliensi siswa berdasarkan distribusi normal. Kategori ini terdiri dari lima jenjang yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

(10)

ABSTRACK

STUDENTS’ RESILIENCE OF SENIOR HIGH SCHOOL AT SMAN 1 WURYANTORO

(A Descriptive Study On Senior High School at SMAN 1 Wuryantoro in 2015/2016 Academic Year and Its Implication to The Topics of Personal–

social Guidance) by

Alvionita Valentina Mega Rini Sanata Dharma University

2016

This research is quantitative descriptive research which has purpose to find the The Degree of Students’ Resilience at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016 and the implication to the personal – social conseling topics. Thus, the research problem is formulated as follows; How far the degree of students’ resilience at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016? The second problem formulation is based on the analisys resilience points which are low identified, what kind of personal – social conseling topic are implicate State 1 Wuryantoro Senior High School students?

The type of this researcher is a descriptive research survey method. The subject of the research are 65 students of grade XI at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016. The research instrument is degree of resilience questionaire consists of 68 questions which are developed based on Likert scale method. The method in analysing the data is the tabulation score based on the each item, calculating the total score of each respondent, calculating the total score of each item, afterwards categorizing the students’ degree of resilience based on normal distribution. This category consists of five levels, they are; very high, high, medium, low, and very low.

(11)

Syukur Alhamdulillah penulis mengucapkan kepada Allah SWT atas perlindungan, pendampingan, dan doa dalam persiapan, pelaksanaan serta penyelesaian penelitian dalam bentuk skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan, doa, bimbingan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin untuk penulisan skripsi ini. 2. Ag. Krisna Indah Marheni, S.Pd., M.A sebagai Dosen Pembimbing Penulisan Skripsi

yang telah membimbing dengan kesabaran hati dan memberi masukan kepada penulis guna meningkatkan kualitas skripsi ini.

3. SMA Negeri I Wuryantoro yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian.

4. Seluruh siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro Tahun Ajaran 2015/2016, atas kesediaannya mengisi kuesioner

5. Bapak, Ibu, dan Adik-adik tercinta Ambang Irianto, Ratna Sari Dwi Astuti, Brilliawan Bima Prayoga, Lazuardi Bintang Rinaldi atas doa, dukungan, perhatian yang diberikan selama menempuh studi di Universitas Sanata Dharma.

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional dari istilah-istilah pokok yang digunakan dalam penelitian ini.

A. Latar Belakang Masalah

Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang akan akan mengisi berbagai posisi dalam masyarakat di masa yang akan datang serta meneruskan bangsa dan negara di masa depan. Menurut Hurlock (1980) masa remaja disebut sebagai periode perubahan atau transisi. Pada masa ini, individu akan mengalami perubahan fisik/tubuh, emosi, minat dan peran dalam kelompok sosial, perubahan minat dan pola perilaku, memiliki sifat embivalen, menuntut kebebasan namun masih ragu atas kemampuan untuk bertanggung jawab.

(17)

kesulitan memang tidak dapat dihindari, namun individu yang memiliki resiliensi akan mampu mengatasi berbagai persoalan dengan cara mereka sendiri. Artinya, adanya resiliensi akan mengubah persoalan yang dialami menjadi sebuah tantangan, kegagalan menjadi kesuksesan, dan ketidakberdayaan menjadi kekuatan.

(18)

permasalahan yang dihadapi, memiliki empati, keyakinan diri, memiliki kompetensi untuk mencapai sesuatu.

Faktanya, masih ada siswa yang cenderung memiliki resiliensi yang belum ideal atau memiliki resiliensi rendah. Menurut hasil observasi dan wawancara dengan siswa-siswi serta guru SMA N I Wuryantoro, terdapat fakta yang menunjukkan bahwa terdapat siswa yang terindikasi memiliki tingkat resiliensi rendah. Fakta-fakta tersebut antara lain; siswa yang seringkali mengeluh jika diberikan PR disetiap mata pelajaran, mengeluh saat akan diadakan ulangan/kuis, mengeluh dan menolak saat diwajibkan mengikuti ektrakurikuler pramuka setiap hari jumat, menolak saat diadakan

rolling tempat duduk di kelas, membolos saat akan diadakan pemeriksaan

rutin kerapian dan kedisiplinan dalam berseragam, membolos (dengan alasan ijin ke ruang UKS) setelah mendapatkan nilai rendah, mudah tersinggung atau emosi tidak stabil. Jika keadaan tersebut tidak segera diatasi, maka tidak menutup kemungkinan akan muncul dampak yang lebih luas lagi, seperti siswa pesimis dalam belajar, siswa tidak memiliki keyakinan atas kemampuan dirinya, serta siswa tidak mampu menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya.

(19)

merupakan salah satu kekuatan yang ada dalam diri individu. Apabila individu mampu bertahan dalam menghadapi permasalahan tersebut maka individu akan mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Resiliensi merupakan mind-set yang memungkinkan manusia mencari berbagai pengalaman dan memandang hidupnya sebagai suatu kegiatan yang sedang berjalan. Resiliensi memberikan rasa percaya diri untuk mengambil tanggungjawab baru dalam hidup.

Keberadaan Bimbingan Konseling di sekolah merupakan kebutuhan untuk perkembangan remaja. Kebutuhan tersebut mengacu pada tujuan pendidikan yang berusaha membantu siswa sebagai pribadi untuk mencapai keutuhan diri dalam segala aspek, membantu remaja mematangkan aspek kognitif melalui usaha serta mengembangkan kemampuan resiliensi dalam diri individu berdasarkan aspek-aspek resiliensi, antara lain: regulasi emosi, kontrol terhadap impuls, optimisme, kemampuan menganalisis masalah, empati, efikasi diri dan pencapaian.

Berdasarkan keadaan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Tingkat Resiliensi Siswa (Studi Deskriptif pada Siswa

(20)

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:

1. Seberapa baik tingkat resiliensi pada siswa SMA N 1 Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016?

2. Berdasarkan analisis terhadap butir-butir resiliensi yang teridentifikasi kemunculannya rendah, topik bimbingan pribadi sosial apakah yang implikatif bagi siswa SMA N 1 Wuryantoro?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan tingkat resiliensi pada siswa kelas XI SMA N 1 Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016.

2. Mengusulkan topik-topik bimbingan pribadi sosial untuk siswa kelas XI SMA N 1 Wuryantoro sesuai dengan analisis butir-butir resiliensi yang teridentifikasi rendah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Manfaat Teoritis

(21)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pendidik (Guru dan Orangtua)

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi pendidik. dalam rangka memahami siswa berkaitan dengan resiliensi yang dimiliki, serta membantu, membina dan meningkatkan resiliensi pada siswa.

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai tingkat resiliensi pada remaja (khususnya siswa kelas XI SMA N 1 Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016)

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan bekal bagi peneliti di kemudian hari untuk mendampingi dan memberikan layanan bimbingan dan konseling, baik secara kelompok maupun individual, kepada siswa yang memiliki tingkat resiliensi rendah.

E. Definisi Operasional 1. Resiliensi

(22)

optimisme, kemampuan menganalisis masalah, empati, efikasi diri dan pencapaian.

2. Siswa SMA sebagai Remaja

Siswa SMA adalah mereka yang berusia sekitar 16-18 tahun yang sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Mereka termasuk dalam masa remaja.

3. Bimbingan Pribadi Sosial

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat uraian mengenai Hakikat resiliensi, karakteristik remaja, dan bimbingan pribadi sosial.

A. Hakikat Resiliensi

1. Pengertian Resiliensi

Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block (dalam Klohnen, 1996) dengan nama ego-resilience, yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal. Secara spesifik resiliensi adalah:

“… a personality resource that allows individual to modify

their characteristic level and habitual mode of expression of ego-control as the most adaptively encounter, function in and shape their immediate and long term environmental context.” (Block,

dalam Klohnen, 1996, hal.45).

(24)

Menurut Reivich dan Shatte (2002: 26) mendefinisikan resiliensi sebagai berikut:

“Resilience is the capacity to respond in healty and productive

ways and when adversity or trauma, that it is essential for

managing the daily stress of life.”

Dari definisi di atas, Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk melakukan respon dengan cara yang sehat dan produktif ketika berhadapan dengan adversity atau trauma, di mana hal tersebut sangat penting untuk mengendalikan tekanan hidup sehari-hari. Resiliensi merupakan mind-set yang mampu meningkatkan seseorang untuk mencari pengalaman baru dan memandang kehidupan sebagai proses yang meningkat. Resiliensi dapat menciptakan dan memelihara sikap positif untuk mengeksplorasi, sehingga seseorang dapat menjadi lebih percaya diri ketika berhubungan dengan orang lain, serta lebih berani mengambil risiko atas tindakannya.

Liquanti (1992), menyebutkan secara khusus bahwa resiliensi pada remaja merupakan kemampuan yang dimiliki remaja di mana mereka tidak mengalah saat menghadapi tekanan dan perbedaan dalam lingkungan. Mereka mampu terhindar dari penggunaan obat terlarang, kenakalan remaja, kegagalan di sekolah, dan dari gangguan mental.

(25)

sehingga pada akhirnya seseorang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Resiliensi disebut juga oleh Wolin & Wolin (1999) sebagai keterampilan coping saat dihadapkan pada tantangan hidup atau kapasitas

individu untuk tetap “sehat” (wellness) dan terus memperbaiki diri (self

repair).

Menurut Jackson (2002) resiliensi adalah kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik meskipun dihadapkan dengan keadaan sulit. Dalam ilmu perkembangan manusia, resiliensi memiliki makna yang luas dan beragam, mencakup kepulihan dari masa traumatis, mengatasi kegagalan dalam hidup, dan menahan stress agar dapat berfungsi dengan baik dalam mengerjakan tugas sehari-sehari.

Kamus Merriam Webster (2005) mengartikan resiliensi sebagai,

“the capability of a (strained) body to recover its site and shape

after deformator causal especially by compressive stress”

yaitu kemampuan suatu benda untuk menegang (melenting), kemudian memperoleh kembali tempat dan bentuknya setelah melalui akibat perusakan bentuk, khususnya oleh tekanan yang sangat luar biasa. Hal ini sesuai dengan kata dasar resiliensi yang berasal dari bahasa latin yang dalam bahasa inggis bermakna to jump (or bounce) back, artinya melompat atau melenting kembali (Resiliency Center, 2004)

(26)

dan kuat dalam menghadapi serta mengatasi tekanan hidup dengan cara yang sehat dan produktif, seperti mampu beradaptasi, mengendalikan emosi, bersikap tenang walaupun berada di bawah tekanan, mampu mengontrol dorongannya, membangkitkan pemikiran yang mengarah pada pengendalian emosi, bersifat optimis mengenai masa depan yang baik, mampu mengidentifikasi penyebab dari masalah mereka secara akurat, memiliki empati, memiliki keyakinan diri akan berhasil, dan memiliki kompetensi untuk mencapai sesuatu.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi

Masten & Coatswort (Davis, 1999) mengemukakan bahwa individu mampu mencapai resiliensi dalam dirinya didukung oleh faktor-faktor, antara lain:

a. Faktor Individu

Faktor individual meliputi kemampuan kognitif, konsep diri, harga diri, dan kompetensi sosial yang dimiliki individu.

b. Faktor Keluarga

(27)

c. Faktor Komunitas/ Masyarakat Sekitar

Faktor komunitas/masyarakat sekitar yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi individu adalah mendapatkan perhatian dari lingkungan, aktif dalam organisasi masyarakat. Melalui komunitas individu merasa dihargai keberadaannya oleh orang lain, individu akan merasakan hubungan dan dukungan yang membantu mereka dalam beradaptasi dengan kondisi yang ada dan mengatasi konsekuensi negative yang sering kali dihadapi individu.

3. Prinsip Dasar Keterampilan Resiliensi

Empat prinsip menurut Reivich dan Shatte (2002) yang dijadikan dasar bagi keterampilan resiliensi adalah:

a. Manusia Dapat Berubah

Manusia bukanlah korban dari leluhur atau masa lalunya. Setiap manusia bebas mengubah hidupnya kapan saja, memiliki keinginan dan dorongan. Setiap manusia dilengkapi dengan keterampilan yang sesuai. Individu merupakan pemimpin bagi keberuntungannya sendiri. b. Pikiran adalah Kunci untuk Meningkatkan Resiliensi

(28)

c. Ketepatan Berpikir adalah Kunci

Optimisme realistis tidak mengasumsikan bahwa hal-hal baik akan datang dengan sendirinya. Hal-hal baik hanya akan terjadi melalui usaha, pemecahan masalah dan perencanaan.

d. Fokus Kekuatan Manusia

Positif psychology memiliki dua tujuan utama, yakni (1)

meningkatkan pemahaman tentang kekuatan manusia (human

strengths) melalui perkembangan sistem dan metode klasifikasi

untuk mengukur kekuatan tersebut; dan (2) menanamkan pengetahuan ini ke dalam program dan intervensi efektif yang terutama dirancang untuk membangun kekuatan partisipan daripada untuk memperbaiki kelemahan mereka. Resiliensi merupakan kekuatan dasar yang mendasari semua karakteristik positif pada kondisi emosional dan psikologis manusia. Kurangnya resiliensi menjadi penyebab keberfungsian negatif. Tanpa resiliensi tidak akan ada keberanian, rasionalitas dan insight.

4. Ciri-ciri Siswa yang Memiliki Resiliensi

(29)

akurat, (e) memiliki empati, (f) memiliki keyakinan diri, (g) memiliki kompetensi untuk mencapai sesuatu.

Sarafino (1994) menyatakan bahwa ciri-ciri siswa yang memiliki resiliensi yaitu (a) memiliki tempramen yang lebih tenang, sehingga mampu menjalin hubungan baik dengan keluarga dan lingkungan; (b) memiliki kemampuan untuk dapat bangkit dari tekanan dan berusaha untuk mengatasinya.

5. Aspek-aspek Resiliensi

Reivich & Shatte (2002) memaparkan mengenai tujuh aspek resiliensi. Penjelasannya sebagai berikut:

a. Regulasi Emosi (Emotion Regulation)

Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang meskipun mengalami tekanan. Orang-orang yang memiliki resiliensi baik menggunakan seperangkat keterampilan yang sudah matang yang membantu mereka untuk mengontrol emosi, perhatian dan perilakunya. Terdapat dua hal penting terkait dengan pengaturan emosi, yaitu ketenangan (calming) dan fokus (focusing). Individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini, dapat membantu mereka dalam meredakan emosi dan memfokuskan pikiran-pikiran yang positif.

(30)

orang lain. Namun tidak semua emosi yang dirasakan individu harus dikontrol. Hal ini dikarenakan mengekspresikan emosi baik positif maupun negatif merupakan hal yang konstruktif dan sehat, bahkan kemampuan untuk mengekspresikan emosi baik positif maupun negatif dan tepat merupakan bagian dari resiliensi (Reivich & Shatte, 2002).

Reivich dan Shatte (2002), mengungkapkan dua buah keterampilan yang dapat memudahkan individu untuk melakukan regulasi emosi, yaitu tenang dan fokus. Dalam keadaan tenang individu dapat mengontrol dan mengurangi stres yang dialami. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk relaksasi dan membuat individu merasa dalam keadaan tenang, yaitu dengan mengontrol pernafasan, relaksasi otot dan membayangkan tempat yang tenang dan menyenangkan. Sedangkan untuk keterampilan fokus pada permasalahan yang ada akan mempermudah individu untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada. Dua buah keterampilan ini akan membantu individu untuk mengontrol emosi yang tidak terkendali, menjaga fokus pikiran individu ketika banyak hal-hal yang mengganggu, serta mengurangi stres yang dialami oleh individu.

b. Kontrol Terhadap Impuls (Impuls Control)

(31)

membawanya kepada kemampuan berpikir jernih dan akurat. Kontrol terhadap impuls ini bukan hanya berhubungan erat dengan pengaturan emosi, tetapi juga dengan keinginan tertentu dari individu yang dapat mengganggu serta menghambat perkembangannya (Reivich & Shatte, 2002).

Individu dengan kontrol terhadap impuls yang rendah pada umumnya percaya pada pemikiran impulsifnya yang mengenai situasi sebagai kenyataan dan bertindak sesuai dengan situasi tersebut. Mereka menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif dan berlaku agresif. Tentunya perilaku ini akan membuat orang di sekitar merasa kurang nyaman, pada akhirnya akan berdampak buruk bagi hubungan sosialnya.

Reivich dan Shatte (2002), mengatakan bahwa individu dapat melakukan pencegahan terhadap impulsivitasnya. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan menguji keyakinan individu dan mengevaluasi kebermanfaatan terhadap pemecahan masalah. Seperti memberikan pertanyaan-pertanyaan pada diri sendiri; „apakah benar apa yang saya

lakukan?‟, „apakah manfaat dari semua ini?‟, dll. Kemampuan individu

untuk mengendalikan impuls sangat terkait dengan kemampuan regulasi emosi yang ia miliki. Individu yang memiliki skor resilience

question yang tinggi pada faktor regulasi emosi, cenderung memiliki

(32)

c. Optimisme (Optimism)

Orang yang memiliki resiliensi merupakan orang yang optimis. Optimis berarti memiliki kepercayaan bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik. Individu memiliki kontrol dan harapan atas kehidupannya. Individu yang optimis memiliki kemungkinan yang kecil untuk mengalami depresi, berprestasi lebih baik di sekolah, lebih produktif dalam pekerjaan, dan berprestasi di berbagai bidang. Mereka percaya bahwa situasi yang sulit dapat berubah menjadi situasi yang lebih baik. Mereka percaya bahwa mereka dapat memegang kendali dan arah hidupnya.

Hal ini merefleksikan self-efficacy yang dimiliki oleh seseorang, yaitu kepercayaan individu bahwa ia mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dan mengendalikan hidupnya. Dikarenakan dengan optimisme yang ada seorang individu terus didorong untuk menemukan solusi permasalahan dan terus bekerja keras demi kondisi yang lebih baik (Reivich & Shatte, 2002).

(33)

d. Kemampuan Menganalisis Masalah (Causal Analysis)

Kemampuan menganalisis masalah menunjukan bahwa individu memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab masalahnya secara akurat. Jika seseorang mampu mengidentifikasi penyebab masalah secara akurat, maka ia tidak akan melakukan kesalahan yang sama terus menerus. Kemampuan menganalisis masalah dilakukan individu untuk mencari penjelasan dari suatu kejadian.

Seligman (dalam Reivich & Shatte, 2002) mengidentifikasikan gaya berpikir explanatory yang erat kaitannya dengan kemampuan

causal analysis yang dimiliki individu. Gaya berpikir explanatory

dapat dibagi dalam tiga dimensi: personal (saya-bukan saya), permanen (selalu tidak selalu), dan pervasive (semua-tidak semua).

Individu dengan gaya berpikir “Saya-Selalu-Semua” merefleksikan keyakinan bahwa penyebab permasalahan berasal dari individu tersebut (Saya), hal ini selalu terjadi dan permasalahan yang ada tidak dapat diubah (Selalu), serta permasalahan yang ada akan cenderung mempengaruhi seluruh aspek hidupnya (Semua). Sementara

individu yang memiliki gaya berpikir “Bukan Saya-Tidak Selalu-Tidak

(34)

Gaya berpikir explanatory, memegang peranan penting dalam konsep resiliensi (Reivich & Shatte, 2002). Individu yang terfokus

pada “Selalu-Semua” tidak mampu melihat jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. Sebaliknya individu yang cenderung menggunakan gaya berpikir “Tidak selalu-Tidak semua” dapat merumuskan solusi dan tindakan yang akan mereka lakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.

Individu yang resilien adalah individu yang memiliki fleksibilitas kognitif. Mereka mampu mengidentifikasikan semua penyebab yang menyebabkan kemalangan yang menimpa mereka, tanpa terjebak pada salah satu gaya berpikir explanatory. Mereka tidak akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang mereka perbuat demi menjaga self-

esteem mereka atau membebaskan mereka dari rasa bersalah. Mereka

tidak terlalu terfokus pada faktor-faktor yang berada di luar kendali mereka, sebaliknya mereka memfokuskan dan memegang kendali penuh pada pemecahan masalah, perlahan mereka mulai mengatasi permasalahan yang ada, mengarahkan hidup mereka, bangkit dan meraih kesuksesan.

e. Empati (Empathy)

(35)

menentukan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang lain. Empati adalah pemahaman pikiran dan perasaan orang lain dengan cara menempatkan diri ke dalam kerangka psikologis orang tersebut (Kartono dalam Nashori, 2008).

Ketidakmampuan berempati berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hubungan sosial (Reivich & Shatte, 2002). Hal ini dikarenakan kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan dihargai. Individu yang tidak membangun kemampuan untuk peka terhadap tanda-tanda nonverbal tersebut, tidak mampu untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain. Ketidakmampuan individu untuk membaca tanda-tanda nonverbal orang lain, dapat sangat merugikan, baik dalam konteks hubungan kerja maupun hubungan personal. Individu dengan empati yang rendah cenderung menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain

f. Efikasi Diri (Self Efficacy)

Efikasi diri menggambarkan perasaan seseorang mengenai keyakinan bahwa individu dapat memecahkan masalah, keyakinan mengalami dan memiliki keberuntungan dan kemampuan untuk sukses. Mereka yang tidak yakin tentang kemampuannya akan mudah tersesat.

Self-efficacy memiliki pengaruh terhadap prestasi yang diraih,

(36)

memilih dari seseorang. Self-efficacy memiliki kedekatan dengan konsep perceived control, yaitu suatu keyakinan bahwa individu mampu mempengaruhi keberadaan suatu peristiwa yang mempengaruhi kehidupan individu tersebut.

g. Pencapaian (Reaching Out)

Pencapaian menggambarkan kemampuan individu untuk meningkatkan aspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang mencakup keberanian individu dalam mengatasi ketakutan-ketakutan yang mengancam dalam kehidupannya.

(37)

B. Hakikat Remaja 1. Pengertian Siswa

Siswa adalah individu yang datang pada institusi pendidikan dengan tujuan belajar. Individu ini sedang mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun pikiran. Sebagai individu yang sedang mengalami perkembangan, dan pertumbuhan, Ia memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk melewati tahap-tahap tugas perkembangannya. Menurut Sanjaya, Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu terlihat dari adannya perbedaan baik bakat, minat, dan kemampuan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa Siswa adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jarum, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Jadi dapat disimpulkan Siswa adalah individu yang unik, sedang berada pada tahap perkembangan dan pertumbuhan, dan secara sengaja datang pada institusi pendidikan dengan tujuan belajar.

(38)

2. Pengertian Remaja

Papalia dan Olds (2008), berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Adapun Anna Freud (dalam Hurlock, 1990), berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, di mana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

Menurut Papalia dan Olds (2008), masa remaja adalah perjalanan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai oleh periode transisional yang ditandai dengan adanya perubahan baik secara biologis, psikologi, kognitif, dan psikososial. Masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai awal usia dua puluhan.

Adapun Hurlock (1990), membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang telah mendekati masa dewasa.

(39)

2. Karakteristik Masa Remaja

Masa remaja, seperti pada masa sebelumnya memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan masa sebelumnya dan sesudahnya. Berikut ini adalah karakteristik pada masa remaja menurut Hurlock (1980):

a. Masa remaja sebagai periode yang penting. Dikatakan penting karena semua perkembangan dalam remaja menimbulkan perlu adanya penyesuaian mental, sikap, nilai, dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan. Periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana remaja meninggalkan sifat kekanak-kanakan dan mempelajari pola perilaku yang baru.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Perubahan pada masa remaja adalah meninggikan emosi, perubahan tubuh, minat dan peran dalam kelompok sosial, perubahan minat dan pola perilaku, memiliki sifat ambivalen, menuntut kebebasan namun belum ragu atas kemampuan untuk bertanggungjawab.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah. Banyaknya perubahan yang terjadi dalam diri remaja membuat sebagian remaja mengalami kegagalan dalam penyesuaian dengan pola perilaku yang baru.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Pada masa ini mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal.

(40)

tidak rapih, tidak dapat dipercaya, dan bersifat merusak, sehingga timbul ketakutan akan adanya stereotip dari masyarakat.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Remaja selalu mempunyai harapan atau angan-angan dan cita-cita yang tinggi, namun belum dapat memahami kemampuan yang sesungguhnya.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Menjelang menginjak masa dewasa, mereka merasa gelisah untuk meninggalkan masa belasan tahunnya. Mereka belum cukup untuk berperilaku sebagai orang dewasa, mereka mulai berperilaku sebagai status orang dewasa seperti cara berpakaian, merokok, menggunakan obat-obat dan sebagainya yang dipandang dapat memberikan citra seperti yang diinginkan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, karakteristik masa remaja adalah masa penting, peralihan, perubahan, usia bermasalah, mencari identitas, usia penuh ketakutan, masa yang tidak realistik, dan ambang kedewasaan.

3. Tugas Perkembangan Remaja

Yusuf (2010) mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja antara lain:

a. Menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkannya secara efektif. b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau orang dewasa

lainnya.

(41)

d. Memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan. e. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.

f. Mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang perlu bagi kompetensi sebagai warga Negara.

William Kay (dalam Jahja, 2011), mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut:

a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.

c. Mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal dan bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok.

d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.

f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup.

(42)

C. Konsep Dasar Bimbingan Pribadi-Sosial 1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial

Yusuf dan Nurihsan (2010: 11) mendefinisikan bimbingan pribadi-sosial sebagai bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah pribadi-sosial. Masalah-masalah tersebut antara lain masalah hubungan dengan sesama teman, dengan guru dan staf sekolah, pemahaman sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal, dan penyelesaian konflik.

Winkel dan Sri Hastuti (2006:118) mendefinisikan bimbingan pribadi-sosial sebagai bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri; dalam mengatur diri sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan (pergaulan sosial).

(43)

Lebih lanjut, Yusuf dan Nurihsan (2010: 5) mengungkapkan bahwa bimbingan pribadi-sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta ketrampilan-ketrampilan pribadi-sosial yang tepat.

Berdasarkan uraian dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi sosial adalah upaya untuk membantu individu dalam memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan diri sendiri dan orang lain, yang didukung melalui penciptaan lingkungan yang kondusif dan interaksi pendidikan yang akrab. 2. Tujuan Bimbingan Pribadi-Sosial

a. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya

b. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajiban masing-masing. c. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersikap

(44)

d. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.

e. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.

f. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat.

g. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.

h. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.

i. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silahturahim dengan sesama manusia

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan mengenai jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, teknik analisis data. Keenam sub judul tersebut merupakan bagian-bagian dari metode penelitian yang harus ada dalam metode penelitian. Setiap pengertian dan penjabaran didasarkan pada pemahaman logis, ilmiah, dan dapat dipertanggung jawabkan. Masing-masing sub judul.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan (Furchan, 2007: 447). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh mengenai resiliensi siswa-siswi kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro Tahun Ajaran 2015/2016.

B. Tempat dan waktu penelitian

(46)

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016. Populasi penelitian mencakup siswa kelas XI IPS 1 dan XI IPA 1. Jumlah populasi penelitian adalah 65 siswa, yang terbesar dalam 2 kelas yaitu sebanyak 31 siswa kelas IPA 1 dan 34 siswa kelas IPS 1. Berdasarkan hal tersebut, data subjek penelitian sebagai berikut:

Tabel 1

Data subjek penelitian Resiliensi kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro

No Kelas Hadir

1 XI IPS 1 31

2 XI IPA 1 34

Total 65

D. Teknik dan Instrumen Penelitian

(47)

Operasional objek penelitian ini dijabarkan lebih lanjut dalam konstruk instrument pada tabel di bawah ini:

Berikut ini dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan kuesioner resiliensi tersebut antara lain:

1. Kuesioner Resiliensi

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner.Kuesioner adalah sekumpulan daftar pertanyaan atau pernyataan tertulis yang diberikan pada subjek penelitian (Arikunto, 2003). Kuesioner ini bersifat tertutup karena alternatif jawaban sudah disediakan sehingga subjek tinggal memilih alternatif jawaban yang sesuai (Arikunto, 2013). Kuesioner yang disusun memuat aspek dari resiliensi. Masing-masing memiliki tujuh aspek.

2. Format Pernyataan Skala

Bentuk skala dalam kuesioner ini mengacu pada model skala likert, di mana masing-masing item membentuk item favorabel dan unfavorabel.Skala

likert digunakan untuk mengukur sikap.pendapat, persepsi sekelompok orang

tentang fenomena sosial. Pada skala ini variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator variabel tersebut dijadikan sebagai dasar untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan (Sugiyono 2011).

(48)

favorabel, skor bergerak dari 4 untuk sangat sesuai (SS),3 untuk sesuai (S), 2 untuk tidak sesuai (TS), dan 1 untuk sangat tidak sesuai (STS). Demikian juga untuk item unfavorabel, skor 1 untuk sangat sesuai (SS), 2 untuk sesuai (S), 3 untuk tidak sesuai (TS), 4 untuk sangat tidak sesuai (STS). Tidak ada skor 0 karena sifat jawaban akan tidak menjadi mutlak ya atau tidak. Norma skoring resiliensi terdapat pada tabel berikut ini:

Tabel 2 Norma skoring

Alternatif Jawaban

Skor

Favorabel Unfavorabel

Sangat Sesuai 4 1

Sesuai 3 2

Tidak sesuai 2 3

Sangat tidak sesuai 1 4

3. Kisi-kisi Item

(49)

Tabel 3

Kemampuan mengendalikan emosi negatif 9,10 11,12 4

Kemampuan mengelola emosi negative 13,14 15,16 4

3 Optimisme (Optimism)

Memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu akan menjadi baik

17,18 19,20 4

Yakin mampu menghadapi segala situasi 21,22 23,24 4

4

Mampu mengidentifikasi masalah dengan baik

25,26 27,28 4

Mampu membuat solusi atas masalah yang dihadapi

29,30 31,32 4

Tidak menyalahkan oranglain atas kesalahan yang diperbuat

33,34 35,36

Meyakini bahwa kegagalan terjadi akibat kurangnya usaha

37,38 39,40 4

5 Empati (empathi)

Mampu memaknai perilaku verbal orang lain 41,42 43,44 4

Mampu memaknai perilaku non-verbal orang lain

45,46 47,48 4

6 Efikasi diri (self-efficacy)

Memiliki keyakinan untuk memecahkan masalah yang dihadapi

49,50

51,52 4

Memiliki keyakinan untuk sukses 53,54 55,56 4

7 Pencapaian (reaching out)

Tidak malu apabila mengalami kegagalan 57,58 59, 60 4

Keluar dari zona nyaman diri 61.62 63,64 4

Berani untuk mengoptimalkan kemampuan 65,66 67,68 4

(50)

E. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Validitas suatu instrument penelitian adalah derajat yang menunjukan di mana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2009: 122). Uji validitas item dilakukan untuk mengetahui apakah instrument yang disusun dapat dipergunakan untuk mengukur apa yang akan diukur. Semakin tinggi nilai validitas item menunjukan semakin valid instrument tersebut untuk digunakan di lapangan.

Validitas yang diuji untuk instrumen penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional dengan cara professional

judgement (Azwar 2004:45). Menurut Ary, Jacobs, dan Razavieh (2007:

296) validitas isi tidak dapat dinyatakan dengan angka namun pengesahannya berdasarkan pertimbangan yang diberikan oleh ahli (expert

judgement). Dalam penelitian ini, instrumen penelitian dikonstruksi

berdasarkan aspek-aspek yang akan diukur dan selanjutnya dikonsultasikan pada ahli (dosen pembimbing).

Hasil konsultasi dan telaah yang dilakukan oleh ahli dilengkapi dengan pengujian empirik dengan cara mengkorelasikan skor-skor setiap item instrumen terhadap skor-skor total aspek dengan teknik korelasi

Spearman's rho menggunakan aplikasi program komputer SPSS for

(51)

Keterangan :

Keputusan ditetapkan dengan nilai koefisien validitas yang minimal sama dengan 0,30 (Azwar, 2007:103). Apabila terdapat item yang memiliki nilai koefisien di bawah 0,30 maka item tersebut dinyatakan gugur.

(52)

Tabel 4

Rincian Item yang Valid dan Tidak Valid

NO ASPEK INDIKATOR NOMOR ITEM

Kemampuan mengendalikan emosi negatif

9, 10 11*, 12 Kemampuan mengelola emosi negatif 13*,

14

15, 16

3 Optimisme (Optimism)

Memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu akan menjadi baik

17, 18 19, 20 Yakin mampu menghadapi segala situasi 21, 22 23, 24 4 Kemampuan Tidak menyalahkan oranglain atas

kesalahan yang diperbuat

33, 34 35, 36 Meyakini bahwa kegagalan terjadi akibat

kurangnya usaha

37, 38 39, 40 5 Empati

(empathi)

Mampu memaknai perilaku verbal orang lain

41, 42*

43, 44 Mampu memaknai perilaku non-verbal

orang lain

45, 46 47*, 48 6 Efikasi diri

(self-efficacy)

Memiliki keyakinan untuk memecahkan

masalah yang dihadapi 49, 50

51, 52 Memiliki keyakinan untuk sukses 53, 54 55, 56 7 Pencapaian

(reaching

out)

Tidak malu apabila mengalami kegagalan 57, 58 59, 60 Keluar dari zona nyaman diri 61, 62 63,64* Berani untuk mengoptimalkan

kemampuan

65,66 67,68

(53)

2. Reliabilitas

Reliabilitas artinya adalah tingkat kepercayaan hasil pengukuran (Azwar, 2007). Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi yaitu yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya, disebut sebagai reliabel (Azwar, 2007:176). Sukardi (2003: 127) mengatakan bahwa pengukuran yang menggunakan instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila alat ukur yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur.

Perhitungan reliabilitas kuesioner penelitian ini menggunakan pendekatan koefisiensi Alpha Cronbach (α). Penggunaan teknik analisis Alpha Cronbach didasarkan atas pertimbangan perhitungan reliabilitas

skala. Rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (α) adalah sebagai berikut:

[ ]

Keterangan rumus:

: koefisien reliabilitas Alpha Cronbach

(54)

Berdasarkan hasil data uji coba yang telah dihitung melalui program komputer Stastistical Program for Social Science (SPSS) 16.0 for

Window, diperoleh perhitungan reliabilitas seluruh instrumen dengan

menggunakan rumus koefisien alpha (α), yaitu 0,923. Hasil perhitungan indeks reliabilitas dicocokkan dengan kriteria Guilford (Masidjo, 1995) terdapat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 5 Kriteria Guilford

No Koefisien Korelasi Kualifikasi

1 0,91 – 1,00 Sangat Tinggi

2 0,71 – 0,90 Tinggi

3 0,41 – 0,70 Cukup

4 0,21 – 0,40 Rendah

5 Negatif – 0,20 Sangat Rendah

(55)

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Persiapan dan Pelaksanaan

Berikut ini adalah langkah-langkah mengumpulkan data:

a. Penyusunan kuesioner tingkat resiliensi siswa kelas XI, disusun berdasarkan aspek-aspek Resiliensi.

b. Peneliti mengidentifikasi aspek-aspek resiliensi kemudian merumuskan indikator-indikator dari setiap aspek.

c. Peneliti merumuskan pernyataan-pernyataan item dari setiap indikator.

d. Peneliti mengkonsultasikan instrumen kepada dosen pembimbing skripsi untuk menelaah kualitas instrumen dan memeriksa validitasi isi sebelum digunakan peneliti untuk penelitian

e. Meminta surat izin untuk melakukan penelitian pada sekretariat Program Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang kemudian ditandatangani oleh ketua Jurusan Ilmu Pendidikan.

f. Meminta tanda tangan kepada wakil dekan dan cap yang mengesahkan surat tersebut.

g. Mengirim surat izin penelitian kepada kepalah sekolah SMA N 1 Wuryantoro.

(56)

2. Tahap Pengumpulan Data

Uji terpakai dilakukan setelah memperoleh ijin dan kesepakatan waktu pelaksanaan dari pihak sekolah SMA N I Wuryantoro. Penelitian dilakukan dua hari karena terbatasnya waktu penelitian ini menggunakan uji terpakai yang artinya data yang digunakan sebagai data penelitian. Responden yang digunakan untuk penelitian adalah siswa yang hadir pada saat pengambilan data, sehingga jumlah siswa yang digunakan sebagai responden penelitian terpakai dan mengisi instrument berjumlah 65 siswa.

Sebelum meminta siswa untuk mengisi kuesioner, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan dalam penelitian ini, dan menjelaskan petunjuk dalam mengisi kuesioner resiliensi. Setelah itu peneliti membagikan kuesioner. Peneliti juga memberikan kesempatan pada para siswa atau responden untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas berkaitan dengan kuesioner.

3. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran atau realita mengenai resiliensi. Langkah-langkah yang ditempuh untuk analisis data adalah sebagai berikut:

(57)

mendapat skor sebaliknya yaitu: sangat sesuai= 1, Sesuai = 2, Tidak sesuai = 3, Sangat tidak sesuai = 4.

b. Mentabulasikan seluruh data ke dalam komputer dengan bantuan program Microsoft Excel, kemudian menjumlah total skor dari masing-masing responden.

c. Mengelompokkan tingkat resiliensi subyek ke dalam lima kategori dengan mengacu pada pedoman Azwar. Adapun norma kategori tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6

Penggolongan Kategorisasi

Penghitungan skor Kategori

µ + 1,5 σ < X Sangat tinggi

µ + 0,5 σ < X ≤ µ + 1,5 σ Tinggi

µ - 0,5 σ < X ≤ µ + 0,5 σ Sedang

µ - 1,5 σ < X ≤ µ - 0,5 σ Rendah

(58)

Keterangan:

X maksimum teoritik : Skor tertinggi yang diperoleh subyek penelitian dalam skala

X minimum teoritik : Skor terendah yang diperoleh subyek penelitian dalam skala

σ (standar deviasi) : luas jarak rentang yang dibagi dalam 6 satuan diviasi sebaran

µ (mean teoritik) : rata-rata teoritis dari skor maksimumdan minimum

Kategorisasi tersebut dibedakan menjadi dua kategorisasi yaitu kategorisasi subyek penelitian dan kategorisasi tiap item kuesioner. Penghitungan dua macam kategorisasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Deskripsi Resiliensi

(59)

Tabel 7

Pengkategorisasian Deskripsi Resiliensi Penghitungan skor Rerata Keterangan

µ + 1,5 σ < X X ≥ 202 Sangat tinggi

µ + 0,5 σ < X ≤ µ + 1,5 σ 171 < X ≤ 202 Tinggi µ - 0,5 σ < X ≤ µ + 0,5 σ 140 < X ≤ 171 Sedang µ - 1,5 σ < X ≤ µ - 0,5 σ 109 < X ≤ 140 Rendah

X ≤ µ - 1,5 σ X ≤ 109 Sangat Rendah

b. Kategorisasi Skor Item

Kategorisasi skor item dilakukan untuk menemukan item kuesioner yang terindikasi rendah yang akan digunakan peneliti sebagai pedoman penyusunan usulan topik-topik bimbingan yang relevan Kategorisasi item penelitian diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut: X maksimum: 4x65 =260, X minimum: 1x65=65 sehingga luas jarak:260-65=195. Selanjutnya σ(standar deviasi): 195:6=32,5 dan (mean teoritik): 260+65:2= 162,5

(60)

Tabel 8

Pengkategorisasian Skor Item

Penghitungan skor Rerata Keterangan

µ + 1,5 σ < X X ≥ 211 Sangat tinggi

µ + 0,5 σ < X ≤ µ + 1,5 σ 179 < X ≤ 211 Tinggi µ - 0,5 σ < X ≤ µ + 0,5 σ 146 < X ≤ 179 Sedang µ - 1,5 σ < X ≤ µ - 0,5 σ 114 < X ≤ 146 Rendah

X ≤ µ - 1,5 σ X ≤ 114 Sangat Rendah

(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab disajikan hasil penelitian dan pembahasan atas hasil penelitian yang sudah dilakukan, yaitu tentang resiliensi siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro. Penelitian ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui tingkat resiliensi siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro dan dalam pembuatan topik-topik bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan resiliensi pada siswa.

A. Hasil penelitian

1. Deskriptif Resiliensi Siswa SMA Negeri I Wuryantoro Tahun Ajaran 2015/2016

(62)

Tabel 9

Kategorisasi Deskripsi Resiliensi Siswa

Penghitungan skor Rerata Frekuensi Presentase Keterangan

µ + 1,5 σ < X X ≥ 202 16 24,6 % Sangat tinggi

µ + 0,5 σ < X ≤ µ + 1,5 σ 171 < X ≤ 202 42 64,6 % Tinggi µ - 0,5 σ < X ≤ µ + 0,5 σ 140 < X ≤ 171 7 10,8 % Sedang µ - 1,5 σ < X ≤ µ - 0,5 σ 109 < X ≤ 140 0 0 % Rendah

X ≤ µ - 1,5 σ X ≤ 109 0 0 % Sangat Rendah

Kategorisasi deskripsi resiliensi siswa ini jika digambarkan dalam bentuk diagram dapat dilihat sebagai berikut:

Grafik 1

Diagram Deskripsi Resiliensi Siswa

Tabel dan diagram menerangkan bahwa:

a. Terdapat 24,6% atau 16 siswa termasuk dalam kategori sangat tinggi

b. Terdapat 64,6% atau 42 siswa termasuk dalam kategori tinggi c. Terdapat 10,8% atau 7 siswa termasuk dalam kategori sedang d. Tidak ada siswa yang masuk dalam kategori rendah

e. Tidak ada siswa yang masuk dalam kategori sangat rendah

(63)

2. Hasil analisis butir-butir instrumen resiliensi yang terindikasi rendah

Berdasarkan hasil pengolahan data telah didapat skor-skor item yang masuk dalam kategorisasi sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Item yang berada dalam kategori sedang, rendah dan sangat rendah adalah item yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan usulan topik-topik bimbingan pribadi sosial.

Hasil pengkategorisasian skor item resiliensi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 10

Kategorisasi Skor Item Resiliensi

Penghitungan skor Rerata Frekuensi Presentase Keterangan

µ + 1,5 σ < X X ≥ 211 16 25,9 % Sangat tinggi

µ + 0,5 σ < X ≤ µ + 1,5 σ 179 < X ≤ 211 36 58 % Tinggi

µ - 0,5 σ < X ≤ µ + 0,5 σ 146 < X ≤ 179 8 14,5 % Sedang

µ - 1,5 σ < X ≤ µ - 0,5 σ 114 < X ≤ 146 1 1,6 % Rendah

X ≤ µ - 1,5 σ X ≤ 114 0 0 % Sangat Rendah

(64)

Grafik 2

Diagram Kategorisasi Skor Item Resiliensi Siswa

Tabel dan diagram menerangkan bahwa:

a. Terdapat 25,9% atau 16 item termasuk dalam kategori sangat tinggi b. Terdapat 58% atau 36 item termasuk dalam kategori tinggi

c. Terdapat 14,5% atau 8 item termasuk dalam kategori sedang d. Terdapat 1,6 % atau 1 item yang masuk dalam kategori rendah e. Tidak ada item yang masuk dalam kategori sangat rendah

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 8 item yang masuk dalam kategori sedang dan 1 item yang masuk dalam kategori rendah. Kesembilan item tersebut akan dijadikan dasar dalam pembuatan usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial yang relevan bagi siswa. Item-item tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

0 10 20 30 40

Sangat tinggi

tinggi sedang rendah sangat

rendah 16

36

9

1

(65)

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Resiliensi Siswa Kelas XI SMA Negeri Wuryantoro Tahun Ajaran 2015/2016 masuk dalam kategori tinggi

Berikut ini disajikan pembahasan deskripsi kemampuan resiliensi siswa kelas XI SMA N I Wuryantoro Tahun ajaran 2015/2016.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa (64,6%) kelas XI SMA N I Wuryantoro Tahun ajaran 2015/2016 memiliki resiliensi yang tinggi, hal ini dapat diartikan bahwa siswa memiliki tingkat resiliensi yang baik. Siswa yang memiliki resiliensi yang baik adalah siswa yang mampu mengontrol emosi dan bersikap tenang meskipun berada di bawah tekanan, mampu mengotrol dorongannya dan membangkitkan pemikiran yang mengarah pada pengendalian emosi, bersifat optimis mengenai mengenai masa depan cerah, mampu mengidentifikasi penyebab dari masalah mereka secara akurat, memiliki empati, memiliki keyakinan diri, memiliki kompetensi untuk mencapai sesuatu.

(66)

yang terdapat pada individu tersebut seperti percaya diri dan bangga pada diri sendiri, bersikap baik dan tenang, beriman, mencintai dan berempati, mandiri dan bertanggung jawab. Ketiga, kemampuan sosial dan interpersonal yang dapat bersumber dari apa saja yang dapat dilakukan oleh individu sehubungan dengan keterampilan-keterampilan sosial dan interpersonal. Keterampilan ini antara lain; mengatur berbagai perasaan dan rangsangan di mana individu dapat mengenali perasaan mereka, mengenali berbagai jenis emosi, kreatif, humoris, menemukan bantuan, memiliki keterampilan sosial yang baik, serta kemampuan dalam memecahkan masalah.

(67)

sulit menghadapi permasalahan dalam hidup dengan positif, serta tidak terbuka pada pengalaman baru.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh Gottman (1997) yang menunjukkan bahwa dengan mengaplikasikan regulasi emosi dalam kehidupan akan berdampak positif baik bagi kesehatan fisik, keberhasilan akademik, kemudahan dalam membina hubungan dengan orang lain dan meningkatkan resiliensi.

Resiliensi yang dimiliki siswa memiliki efek terhadap kesehatan siswa secara fisik, mental, serta menentukan keberhasilan siswa dalam berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungannya (Reivich & Shatte, 2002). Kapasitas resiliensi ada pada setiap orang, artinya setiap individu lahir dengan kemampuan untuk bertahan dari penderitaan, kekecewaan, atau tantangan. Resiliensi dapat dilihat jelas apabila seseorang berada pada tantangan atau masalah. Semakin seseorang berhadapan dengan banyak tantangan dan permasalahan dalam hidupnya, maka semakin terlihat apakah seseorang tersebut mampu mengembangkan karakteristik resiliensi dalam dirinya atau tidak (Bobey, 1999).

(68)

rintangan dalam mencapai prestasi akademik. Sekolah (komunitas) mampu meningkatkan resiliensi siswa karena sekolah mampu menciptakan suasana yang harmonis dan melindungi anak dari kesulitan (Borman & Rachuba, 2001). Dengan kata lain sekolah membuat lingkungan belajar yang positif, dimana kompetensi akademik dan potensi siswa didukung secara baik, dan mengurangi masalah perilaku (Close & Solberg, 2007).

(69)

2. Item-item Resiliensi

Berdasarkan hasil penelitian, di dapatkan data yang menunjukan bahwa terdapat 1 butir kuisioner yang terindikasi rendah, dan 8 butir kuisioner yang terindikasi sedang. Kesembilan item tersebut diuraikan sebagai berikut:

Tabel 11

Item-item Resiliensi siswa kelas XI yang masuk dalam kategori sedang dan rendah

ASPEK INDIKATOR NO ITEM SKOR

Regulasi Emosi (Emotion

Regulation)

Fokus pada permasalahan yang ada

7 Saya mudah mengalihkan konsentrasi saya ke hal lain pada

saat menghadapi masalah 176

Kontrol

emosi saat marah/kesal 177 12 Saya cenderung mudah marah

kepada siapapun ketika sedang merasa kesal masalah dari masalah yang saya

hadapi 179 ketika mendengar oranglain berbicara dengan nada keras

176 menjadi pemimpin upacara atau pengibar bendera

(70)

Kesembilan item yang termasuk dalam kategori rendah dan sedang tersebut selanjutnya disebut sebagai item yang terindikasi rendah. Terdapat beberapa penjelasan mengenai kesembilan item tersebut hingga teridentifikasi rendah berdasarkan aspek-aspek resiliensi menurut Reivich & Shatte. Berikut penjelasan yang dijabarkan sesuai dengan item yang terindikasi rendah.

Pertama, pernyataan “Saya mudah mengalihkan konsentrasi saya

ke hal lain pada saat menghadapi masalah”. Item nomor 7 masuk dalam kategori rendah, artinya siswa tidak fokus pada permasalahan yang dimiliki. Siswa cenderung mudah mengalihkan konsentrasinya dari permasalahan yang dihadapi sehingga permasalahan yang dihadapi tidak akan cepat mendapatkan jalan keluar. Seseorang yang resiliens memiliki keterampilan untuk fokus, fokus pada permasalahan yang dimiliki akan mempermudah seseorang untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada.

Kedua, pernyataan ”Saya mampu mengedalikan emosi saat

(71)

Seseorang yang resilien mampu mengontrol impuls. Kontrol terhadap impuls akan membawa kepada pemikiran yang jernih dan akurat. Reivich dan Shatte (2002), mengatakan bahwa individu dapat melakukan pencegahan terhadap impulsivitasnya. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan menguji keyakinan individu dan mengevaluasi kebermanfaatan terhadap pemecahan masalah. Seperti memberikan pertanyaan-pertanyaan pada diri sendiri; „apakah benar apa yang saya lakukan?‟, „apakah manfaat

dari semua ini?‟, dll.

Ketiga, pernyataan “Saya cenderung mudah marah kepada

siapapun ketika sedang merasa kesal”. Item nomor 12 masuk dalam kategori rendah, artinya siswa tidak dapat mengontrol impuls dan tidak fokus pada permasalahan yang dihadapi. Individu dengan kontrol terhadap impuls yang rendah pada umumnya percaya pada pemikiran impulsifnya yang mengenai situasi sebagai kenyataan dan bertindak sesuai dengan situasi tersebut. Mereka menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif dan berlaku agresif. Tentunya perilaku ini akan membuat orang di sekitar merasa kurang nyaman, pada akhirnya akan berdampak buruk bagi hubungan sosialnya.

(72)

pertanyaan-pertanyaan pada diri sendiri; „apakah benar apa yang saya lakukan?‟, „apakah manfaat dari semua ini?‟, dll.

Keempat, pernyataan “Saya mudah bingung ketika memiliki

sebuah masalah”. Item nomor 16 masuk dalam kategori rendah, artinya siswa tidak mampu mengelola impuls dengan baik sehingga siswa mengalami kebingungan ketika dihadapkan pada sebuah masalah. Kemampuan individu untuk mengendalikan impuls sangat terkait dengan kemampuan regulasi emosi yang ia miliki. Individu yang memiliki skor

resilience question yang tinggi pada faktor regulasi emosi, cenderung

memiliki skor resilience question yang tinggi pula pada faktor pengendalian impuls. Dalam hal ini siswa kurang memiliki keterampilan fokus dan tenang yang ada dalam faktor regulasi emosi. sehingga siswa mudah bingung ketika memiliki sebuah masalah.

(73)

mampu mencari kejelasan dari suatu kejadian atau tidak dapat menganalisis masalah yang sedang dihadapi.

Individu yang resilien adalah individu yang memiliki fleksibilitas kognitif. Mereka mampu mengidentifikasikan semua penyebab yang menyebabkan kemalangan yang menimpa mereka, tanpa terjebak pada salah satu gaya berpikir explanatory. Mereka tidak akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang mereka perbuat demi menjaga self- esteem mereka atau membebaskan mereka dari rasa bersalah. Mereka tidak terlalu terfokus pada faktor-faktor yang berada di luar kendali mereka, sebaliknya mereka memfokuskan dan memegang kendali penuh pada pemecahan masalah, perlahan mereka mulai mengatasi permasalahan yang ada, mengarahkan hidup mereka, bangkit dan meraih kesuksesan (Reivich & Shatte, 2002).

Keenam, pernyataan “Saya mudah terbakar emosi ketika

(74)

Ketujuh, pernyataan “Saya kesal melihat teman yang mudah mengeluh”. Item nomor 44 masuk dalam kategori rendah, artinya siswa tidak mampu memahami keadaan oranglain. Siswa yang tidak membangun kemampuan untuk peka terhadap tanda-tanda verbal maupun nonverbal, tidak mampu untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain. Ketidakmampuan siswa untuk membaca tanda-tanda verbal maupun nonverbal orang lain, dapat sangat merugikan, baik dalam konteks hubungan kerja maupun hubungan personal. Hal ini dikarenakan kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan dihargai (Reivich & Shatte, 2002).

Kedelapan, pernyataan “Saya bersemangat saat ditunjuk untuk

mengerjakan di depan kelas”. Item nomor 66 masuk dalam kategori rendah, artinya siswa tidak berani mengoptimalkan kemampuan diri. Mengerjakan di depan kelas merupakan sebuah cara untuk siswa guna melatih keberanian dalam mengatasi ketakutan-ketakutan yang mengancam dirinya. Siswa yang resilien akan terbiasa melatih diri untuk mengasah keberanian diri guna mencapai kesuksesan.

(75)

berhadapan dengan resiko kegagalan hidup dan hinaan masyarakat. Hal ini dikarenakan, sejak kecil individu telah diajarkan untuk sedapat mungkin menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan.

C. Usulan Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial

Gambar

Tabel 1
Tabel 2 Norma skoring
Tabel 3 Kisi-kisi Kuesioner Resiliensi
Tabel 4 Rincian Item yang Valid dan Tidak Valid
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kedisiplinan siswa kelas XI SMA Negeri 1 Temon Kulon progo Tahun Ajaran 2016/2017 dengan latar belakang dari

Tingginya tingkat kesadaran terhadap kedisiplinan tata tertib sekolah dari para peserta didik tersebut maka dapat diinterpretasikan bahwa para peserta didik kelas XI

Dengan demikian remaja kelas VIII di SMP Karitas Ngaglik tahun ajaran 2016/2017 memiliki kemampuan penerimaan diri baik dan memiliki tingkat kemampuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) tingkat kepercayaan diri para siswa-siswi kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012, dan (2) memberikan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingginya kecerdasan emosional siswi SMA penghuni asrama putri Santa Maria Malang tahun ajaran 2003/2004 dan

Hasil penelitian ini adalah; (1) ada 18 permasalahan yang dialami oleh lebih dari 50 % siswa kelas XI SMA Bruderan Purworejo Tahun Ajaran 2009/2010 yaitu : tidak dapat

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan tingkat kreativitas siswa kelas X – XI SMA BOPKRI Banguntapan Tahun Ajaran 2010 – 2011, yang kemudian hasilnya menjadi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) tingkat kepercayaan diri para siswa-siswi kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012, dan (2) memberikan