• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya : studi deskriptif pada Siswa-siswi kelas XI di SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017 dan implikasinya terhadap topik-topik bimbingan pribadi-sosial.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya : studi deskriptif pada Siswa-siswi kelas XI di SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017 dan implikasinya terhadap topik-topik bimbingan pribadi-sosial."

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

i ABSTRAK KETERBUKAAN DIRI

DALAM KOMUNIKASI ANTAR TEMAN SEBAYA (Studi Deskriptif pada Siswa-siswi kelas XI

di SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017 dan Implikasinya terhadap Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial)

C. Rahayu Kusuma Rani Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya siswa-siswi kelas XI di SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017 dan membuat usulan topik-topik bimbingan pribadi sosial.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode Kuesioner Keterbukaan Diri dalam Komunikasi Antar Teman Sebaya. Kuesioner yang disusun terdiri dari 45 item berdasarkan 3 aspek keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya, yaitu: 1) mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan; 2) bersedia untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.; 3) kepemilikan perasaan dan pikiran. Peneliti menggunakan sampel dalam melakukan uji coba kuesioner penelitian pada 37 siswa, sedangkan subyek penelitian berjumlah 112 peserta siswa XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017. Hasil pengukuran validitas kuesioner dengan total item 50, item gugur 11 dan item valid 39. Reliabilitas instrumen 0,813. Analisis data penelitian menggunakan program SPSS 17.0 dan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 23 siswa (20%) memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya pada tingkatan sangat tinggi, 49 siswa (44%) pada kategori tinggi, 38 siswa (34%) pada kategori sedang, 2 siswa (2%) pada kategori rendah, dan 0 siswa (0%) memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya yang pada tingkatan sangat rendah. Analisis capaian skor item-item kuesioner teridentifikasi bahwa 0 item (0%) mencapai skor sangat tinggi, 32 item (71%) mencapai skor tinggi, 9 item (20%) mencapai skor sedang, 4 item (9%) mencapai skor rendah dan 0 item (0%) mencapai skor sangat rendah. Berdasarkan temuan capaian skor yang rendah peneliti mengusulkan topik-topik bimbingan untuk meningkatkan keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017. Adapun topik tersebut adalah sebagai berikut: 1) mengungkapkan perasaan, 2) merespon secara asertif dan 3) memberi dan menerima umpan balik.

(2)

ABSTRACT

SELF DISCLOUSURE IN COMMUNICATION AMONG PEERS (The Descriptive on the Study of in Class XI Pangudi Luhur Sedayu High

School

the Academic Year 2016/2017 and the Implications on the Proposed Guidance Topics)

C.Rahayu Kusuma Rani Sanata Dharma Universty

2016

This research aims to gain an idea of the level of self disclosure in communication between friend peers among the students of Class XI Pangudi Luhur Sedayu Senior High School academic year 2016/2017 and to propose for guidance topics.

This research is a quantitative descriptive research. The data collection used the questionnaire method on the degree of self disclosure in communication among peers with same age. The questionnaire consisted of 45 items based on 3 aspects of self disclosure in communication among peers, namely: 1) expressing information which is usually hidden; 2) willing to reach honestly to stimulus who come; 3) having/showing feeling and thoughts. The research subjects were 112 students of Class XI Pangudi Luhur Sedayu Senior High School academic year 2016/2017. The measurements of the validity of the questionnaire a total of 50 items, 11 were not valid, while 39 were valid. The reliability resulted in the instrument was 0.813. Data analysis used SPSS 17.0 program research and data analysis techniques used descriptive techniques.

The results showed that 23 students (20%) had a very high level of self disclosure among peers, 49 students (44%) have a high level, 38 students (34%) have a medium level, 2 students (2%) reach a low score and 0 student (0%) reaches a very low score. The analysis of questionare score indicates that 0 item (0%) reached a very high score, 32 items (71%) reached a high score, 9 items (20%) reached a medium score, 4 item (9%) reached a low score dan 0 item (0%) reached a very low score. The researcher proposed guidance topics for improving self disclosure in communication among peers among the students of Class XI Pangudi Luhur Sedayu High School academic year 2016/2017, namely: 1) to express feelings; 2) to respond assertively; 3) to give and receive feedback. Key words: self disclosure in communication among peers.

(3)

KETERBUKAAN DIRI

DALAM KOMUNIKASI ANTAR TEMAN SEBAYA (Studi Deskriptif pada Siswa-siswi kelas XI

di SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017 dan Implikasinya terhadap Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

C. Rahayu Kusuma Rani NIM: 121114028

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

KETERBUKAAN DIRI

DALAM KOMUNIKASI ANTAR TEMAN SEBAYA (Studi Deskriptif pada Siswa-siswi Kelas XI

di SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017 dan Implikasinya terhadap Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

C. Rahayu Kusuma Rani NIM: 121114028

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

Hakuna Matata

(The Lion King)

Curiosity and Learn

(Jevin Julian)

Persembahan:

Skripsi ini Rani persembahkan bagi:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

Para dosen dan staf Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma

Orang tua tercinta, Bapak Antonius Sutarto (alm) dan Ibu Anastasia Sri Sulastri

Kakak-kakak tersayang, Mas St. Gunawan Prabowo, Mbak V. Retno Susilowati. Mas Ady Priyanto, Mbak Elisabet Candra Herawati

(8)
(9)
(10)

vii ABSTRAK

KETERBUKAAN DIRI

DALAM KOMUNIKASI ANTAR TEMAN SEBAYA (Studi Deskriptif pada Siswa-siswi kelas XI

di SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017 dan Implikasinya terhadap Topik-topik Bimbingan Pribadi-Sosial)

C. Rahayu Kusuma Rani Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya siswa-siswi kelas XI di SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017 dan membuat usulan topik-topik bimbingan pribadi sosial.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode Kuesioner Keterbukaan Diri dalam Komunikasi Antar Teman Sebaya. Kuesioner yang disusun terdiri dari 45 item berdasarkan 3 aspek keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya, yaitu: 1) mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan; 2) bersedia untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang; 3) kepemilikan perasaan dan pikiran. Peneliti menggunakan sampel dalam melakukan uji coba kuesioner penelitian pada 37 siswa, sedangkan subyek penelitian berjumlah 112 peserta siswa XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017. Hasil pengukuran validitas kuesioner dengan total item 50, item gugur 11 dan item valid 39. Reliabilitas instrumen 0,813. Analisis data penelitian menggunakan program SPSS 17.0 dan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 23 siswa (20%) memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya pada tingkatan sangat tinggi, 49 siswa (44%) pada kategori tinggi, 38 siswa (34%) pada kategori sedang, 2 siswa (2%) pada kategori rendah, dan 0 siswa (0%) memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya yang pada tingkatan sangat rendah. Analisis capaian skor item-item kuesioner teridentifikasi bahwa 0 item (0%) mencapai skor sangat tinggi, 32 item (71%) mencapai skor tinggi, 9 item (20%) mencapai skor sedang, 4 item (9%) mencapai skor rendah dan 0 item (0%) mencapai skor sangat rendah. Berdasarkan temuan capaian skor yang rendah peneliti mengusulkan topik-topik bimbingan untuk meningkatkan keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017. Adapun topik tersebut adalah sebagai berikut: 1) mengungkapkan perasaan, 2) merespon secara asertif dan 3) memberi dan menerima umpan balik.

(11)

viii ABSTRACT

SELF DISCLOUSURE IN COMMUNICATION AMONG PEERS (The Descriptive on the Study of in Class XI Pangudi Luhur Sedayu High

School the Academic Year 2016/2017 and the Implications on the Proposed Guidance Topics)

C.Rahayu Kusuma Rani Sanata Dharma Universty

2016

This research aims to gain an idea of the level of self disclosurein communication between friend peersamong the students of Class XI Pangudi Luhur Sedayu Senior High School academic year 2016/2017 and to propose for guidance topics.

This research is a quantitative descriptive research.The data collection used the questionnaire method on the degree of self disclosure in communication among peers with same age.The questionnaire consisted of 45 items based on 3 aspects of self disclosure in communicationamong peers, namely: 1) expressing information which is usually hidden; 2) willing to reach honestly to stimulus who come; 3) having/showing feeling and thoughts. The research subjects were 112 students of Class XI Pangudi Luhur Sedayu Senior High School academic year 2016/2017. The measurements of the validity of the questionnaire a total of 50 items, 11were not valid, while 39 were valid. The reliability resulted in the instrument was 0.813. Data analysis used SPSS 17.0 program research and data analysis techniques used descriptive techniques.

The results showed that 23 students (20%) had a very high level of self disclosure among peers, 49 students (44%) have a high level, 38 students (34%) have a medium level, 2 students (2%) reach a low score and 0 student (0%) reaches a very low score. The analysis of questionare score indicates that 0 item (0%) reached a very high score, 32 items (71%) reached a high score, 9 items (20%) reached a medium score, 4 item (9%) reached a low score dan 0 item (0%) reached a very low score. The researcher proposed guidance topics for improving self disclosure in communication among peers among the students of Class XI Pangudi Luhur Sedayu High School academic year 2016/2017, namely: 1) to express feelings; 2) to respond assertively; 3) to give and receive feedback.

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penelitian tugas akhir dengan judul “Keterbukaan Diri dalam Komunikasi Antar Teman Sebaya (studi deskriptif pada siswa-siswi kelas XI di SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017 dan implikasinya terhadap topik-topik bimbingan pribadi-sosial).

Selama penelitian tugas akhir ini, Peneliti menyadari bahwa banyak pihak yang ikut terlibat guna membimbing, mendampingi, dan mendukung setiap proses yang peneliti jalani. Oleh karenanya, Peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

2. Ibu Ag. Krisna Indah Marheni, S.Pd, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang memberikan saran, dan petunjuk kepada Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas bimbingan dan pendampingan selama Peneliti menempuh studi.

4. Kepala Sekolah, Guru serta staff SMA Pangudi Luhur Sedayu atas ijin, kesempatan dan dukungan untuk melakukan penelitian.

5. Orang tua yakni Bapak Antonius Sutarto (Alm) dan Ibu Anastasia Sri Sulastri atas seluruh doa, dukungan, kasih sayang, pendampingan, serta penguatan yang diberikan kepada Peneliti selama ini.

(13)
(14)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Batasan Istilah ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Hakikat Keterbukaan Diri dalam Komunikasi ... 8

1. Pengertian Keterbukaan Diri dalam Komunikasi ... 8

2. Karakteristik Keterbukaan Diri dalam Komunikasi yang Efektif .. 9

3. Tahap-tahap Keterbukaan Diri dalam Komunikasi ... 17

(15)

xii

6. Aspek-aspek Keterbukaan Diri dalam Komunikasi ... 23

B. Hakikat Teman Sebaya ... 24

1. Pengertian Teman Sebaya ... 24

2. Fungsi Kelompok Teman Sebaya ... 24

3. Komunikasi Antar Teman Sebaya ... 27

4. Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya ... 28

C.Hakikat Bimbingan Pribadi Sosial ... 28

1. Pengertian Bimbingan PribadiSosial ... 28

2. Unsur-unsur Bimbingan Pribadi Sosial ... 30

3. Tujuan Bimbingan Pribadi Sosial ... 31

D. Kajian Penelitian yang Relevan ... 32

E. Kerangka Berfikir ... 33

BAB III METODE PENELITIAN... 35

A. Jenis Penelitian ... 35

B. Subjek Penelitian ... 35

C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 36

D. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 38

1. Validitas Kuesioner ... 38

2. Reliabilitas Kuesioner ... 41

E. Teknik Analisis Data ... 42

1. Penentuan Skor Item Kuesioner... 43

2. Kategorisasi... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Hasil Penelitian ... 47

1. Tingkat Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya Kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017. ... 47

(16)

xiii

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 52

1. Deskripsi Tingkat Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya Kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017 ... 52

2. Analisis Capaian Skor Item-item Tingkat Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya Kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017 ... 57

C. Usulan Topik-topik Bimbingan Keterbukaan Diri dalam Komunikasi Antar Teman Sebaya ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Subyek Penelitian ... 36

Tabel 2 Kisi-kisi Instrumen Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya ... 37

Tabel 3 Norma Skoring Inventori Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya... 38

Tabel 4 Uji Validitas Kuesioner Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya... 40

Tabel 5 Reliability Statistics ... 42

Tabel 6 Kriteria Guilford ... 42

Tabel 7 Norma Kategorisasi ... 44

Tabel 8 Norma Kategorisasi Tingkat Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya... 45

Tabel 9 Norma Kategorisasi Capaian Skor Tingkat Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya ... 46

Tabel 10 Kategorisasi Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya Siswa/i kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017 ... 48

Tabel 11 Hasil Analisis Skor Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antarTeman Sebaya Siswa/i kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017 ... 50

Tabel 12 Item-item Kuesioner yang Tergolong dalam Kategori Rendah ... 52

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Berfikir ... 34 Gambar 2 Kategorisasi Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman

Sebaya Siswa/i kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017 ... 48 Gambar 3 Hasil Analisis Skor Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner ... 68

Lampiran 2. Analisis Data Dari SPSS ... 73

Lampiran 3. Tabulasi data Kategorisasi ... 78

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan istilah variabel penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain. Manusia dalam menjalin hubungan dengan orang lain tidak lepas dari rasa ingin tahu tentang lingkungan sekitar dan berbagai macam informasi mengenai orang lain, sehingga perlu adanya komunikasi. Komunikasi yang dilakukan merupakan setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun non verbal yang ditanggapi oleh orang lain. Maka perlu adanya ucapan secara verbal maupun perilaku yang menunjukkan adannya keterbukaan maupun penerimaan dalam melakukan komunikasi.

(21)

Keterbukaan diri dalam komunikasi ditandai dengan perilaku mau menanggapi pembicaraan orang lain, bersedia berkata jujur kepada orang lain dan mau mengungkapkan baik secara verbal maupun non verbal secara tepat gagasan/ide serta perasaan yang dimiliki.

Siswa yang kurang memiliki keterbukaan diri dalam komunikasi akan mengalami kesulitan menjalin relasi dengan orang lain dalam upaya membangun keakraban dan kepercayaan. Adapun hal-hal yang menyebabkan siswa merasa ragu untuk terbuka dalam melakukan komunikasi antara lain karena merasa takut rahasianya terbongkar, kurang percaya diri pada lawan bicara, dan takut akan akibat yang muncul setelahnya. Hal-hal tersebut menyebabkan siswa lebih nyaman untuk menyendiri dan memendam perasaan.

(22)

dalam berkomunikasi yang rendah berpengaruh pada kemampuan siswa dalam berelasi dengan teman sebaya. Selain hal tersebut juga terlihat dari ungkapan beberapa siswa kelas XD pada saat bimbingan klasikal, bahwa mereka tidak pernah bercerita mengenai masalah yang sedang dihadapi kepada teman. Selain itu ketika bimbingan klasikal di kelas XA beberapa siswa kurang mampu menerima pendapat siswa lain dalam dinamika kelompok mengenai kekurangan dan kelebihan diri.

Kemampuan untuk melakukan keterbukaan dalam berkomunikasi yang baik membantu siswa dalam mencapai kesuksesan akademik dan penyesuaian diri. Apabila siswa tidak memiliki keterbukaan diri, maka akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Misalnya dalam lingkungan sekolah banyak dijumpai adanya komunikasi yang kurang efektif antara siswa dengan guru, dan siswa dengan teman-temannya. Hal ini dapat dilihat dari gejala-gejala seperti terjadi di SMA Pangudi Luhur Sedayu. Gejala-gejala tersebut yaitu siswa kurang mampu dan kurang mau mengeluarkan pendapat baik ketika pelajaran maupun dengan teman, tidak mampu mengemukakan ide atau gagasan yang ada pada dirinya, merasa was-was atau takut jika hendak mengemukakan sesuatu (Johnson, 1990). Ketidakmampuan melakukan keterbukaan dalam komunikasi juga menyebabkan siswa kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, relasi dan penyesuaian diri dengan teman rendah.

(23)

komunikasi siswa yang rendah yaitu dengan memberikan bimbingan yang sesuai, yang membantu siswa untuk semakin mampu memiliki keterbukaan dalam berkomunikasi dengan teman sebaya, sebab sifat yang terbuka memiliki efek positif secara langsung pada kepuasan hidup di kemudian hari. Siswa yang memiliki keterbukaan diri diharapkan memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak memiliki keterbukaan diri.

Oleh sebab itu untuk mengetahui tingkat keterbukaan dalam komunikasi antar teman sebaya pada siswa-siswi SMA Pangudi Luhur Sedayu di kelas XI, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya (Studi Deskriptif

pada Siswa-siswi kelas XI di SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017) dan Implikasinya terhadap Topik-topik Bimbingan”. Melalui skripsi ini peneliti berharap akan ada manfaat yang dapat diambil oleh SMA Pangudi Luhur Sedayu maupun pihak lain dalam mengetahui tingkat keterbukaan diri siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis mengidentifikasi permasalahan yang timbul, yaitu sebagai berikut: 1. Siswa kelas X tidak mampu menemukan teman yang mampu diajak

(24)

2. Beberapa siswa kelas XD mengatakan bahwa tidak pernah bercerita mengenai masalah yang sedang dihadapi kepada teman satu kelas.

3. Beberapa siswa kelas XA kurang mampu menerima pendapat siswa lain dalam dinamika kelompok saat bimbingan klasikal berlangsung.

4. Beberapa siswa kurang mampu mengeluarkan pendapat baik ketika pelajaran maupun dengan teman.

C. Pembatasan Masalah

Fokus kajian dalam penelitian ini diarahkan untuk menjawab masalah-masalah di atas khususnya pada masalah-masalah siswa SMA Pangudi Luhur Sedayu yang menunjukkan gejala kurang memiliki keterbukaan diri. Namun karena adanya keterbatasan yang ada baik waktu, dana, maupun jangkauan penulis, maka penelitian ini dibatasi masalah keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya di SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Seberapa baik tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya siswa pada kelas XI di SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017?

(25)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui seberapa baik tingkat keterbukaan diri siswa dalam komunikasi antar teman sebaya kelas XI di SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017.

2. Mengidentifikasi pengukuran item yang rendah untuk diusulkan menjadi topik-topik bimbingan pribadi sosial agar siswa semakin memiliki keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya.

F. Manfaat Penelitian

Adanya penelitian ini, peneliti berharap muncul beberapa manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu Bimbingan dan Konseling khususnya mengenai keterbukaan diri siswa dalam komunikasi antar teman sebaya.

2. Secara Praktis

a. Bagi guru Bimbingan dan Konseling di SMA Pangudi Luhur Sedayu.

(26)

pelayanan Bimbingan dan Konseling yang diharapkan berfungsi untuk meningkatkan keterbukaan diri siswa.

b. Bagi siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu.

Siswa semakin memiliki keterbukaan diri yang positif sehingga mampu berkomunikasi secara efektif pada teman sebaya, responsif terhadap kebutuhan orang lain, serta menerima dan hormat pada teman.

G. Batasan Istilah

(27)

8

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan hakikat keterbukaan diri dalam komunikasi, hakikat teman sebaya, hakikat bimbingan pribadi sosial, kajian penelitian yang relevan dan kerangka berfikir.

A. Hakikat Keterbukaan Diri dalam Komunikasi

1. Pengertian Keterbukaan Diri dalam Komunikasi

Devito (2011), menyatakan bahwa keterbukaan diri

(self-disclosure) adalah jenis komunikasi dimana kita mengungkapkan

informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan. Jadi, suatu pengakuan yang dilakukan secara terbuka ataupun pernyataan yang tidak disengaja yang di dalamnya berisi informasi tentang diri sendiri, semuanya dapat digolongkan ke dalam self-disclosure. Keterbukaan diri dalam komunikasi merupakan salah satu keterampilan sosial yang penting dimiliki oleh individu. Self-disclosure dapat diartikan sebagai penyingkapan diri, atau keterbukaan diri.

(28)

yang telah dikatakan atau dilakukan, atau perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan (Johnson, 1981).

Gordon (1999) menjelaskan bahwa orang dapat mengungkapkan diri dengan menggunakan I-Message yaitu pernyataan yang mengungkapkan diri (pikiran, perasaan dan kebutuhan) kepada mitra komunikasi secara deskriptif, otentik, jujur, dan apa adanya. Orang yang terampil mengungkapkan diri adalah orang yang mampu untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan kebutuhan secara tepat, jujur dan terbuka dan apa adanya sehingga mitra komunikasi dapat mengerti dan memahaminya.

Berdasarkan uraian di atas maka membuka diri tidak sama dengan mengungkapkan detail-detail dengan intim di masa lalu. Orang lain mengenal diri individu tidak dengan menyelidiki masa lalunya, melainkan dengan mengetahui cara individu tersebut bereaksi. Masa lalu hanya berguna sejauh mampu menjelaskan perilaku di masa kini.

2. Karakteristik Keterbukaan diri dalam Komunikasi yang Efektif

Johnson (Ndoen, 2009) mengatakan keterbukaan diri dalam komunikasi yang efektif memiliki sejumlah karakteristik, antara lain: a. Reaksi yang diberikan kepada individu atau peristiwa lebih merujuk

(29)

b. Keterbukaan diri dalam komunikasi memiliki dua dimensi yaitu keluasan dan kedalaman. Seseorang dapat mengenal orang lain secara lebih baik, kita perlu menampilkan lebih banyak topik untuk dijelaskan (keluasan) dan membuat penjelasan itu diungkapkan secara lebih pribadi (kedalaman).

c. Keterbukaan diri dalam komunikasi fokus pada saat ini, bukan masa lalu. Keterbukaan diri dalam komunikasi bukan berarti kita mengungkapkan secara mendalam mengenai masa lalu kita. Seseorang mengetahui dan mengenal kita bukan melalui sejarah masa lalu kita tapi melalui pemahaman mereka tentang bagaimana kita bersikap.

d. Pada tahap awal suatu hubungan, keterbukaan diri dalam komunikasi perlu saling berbalasan. Jumlah keterbukaan diri dalam komunikasi yang kita lakukan akan mempengaruhi jumlah keterbukaan diri dalam komunikasi yang dilakukan oleh orang lain.

Devito (2011) mengemukakan bahwa self disclosure mempunyai beberapa karakteristik umum antara lain:

a. Keterbukaan diri adalah suatu tipe komunikasi tentang informasi diri yang pada umumnya tersimpan, yang dikomunikasikan kepada orang lain.

(30)

keterbukaan diri terjadi, suatu pengetahuan baru harus dikomunikasikan.

c. Keterbukaan diri adalah informasi tentang diri sendiri yaitu tentang pikiran, perasaan dan perilaku seseorang.

d. Keterbukaan diri menyangkut informasi yang biasanya dan secara aktif disembunyikan.

e. Keterbukaan diri melibatkan sedikitnya satu orang lain. Agar keterbukaan diri terjadi, tindak komunikasi harus melibatkan sedikitnya dua orang. Informasi yang disampaikan dalam keterbukaan diri harus diterima dan dimengerti oleh orang lain.

Karakteristik komunikasi antar pribadi diungkapkan oleh Weaver (dalam Budyatna, 2011) sebagai berikut:

a. Melibatkan paling sedikit dua orang.

(31)

b. Adanya umpan balik atau feedback.

Komunikasi antarpribadi melibatkan umpan balik. Umpan balik merupakan pesan yang dikirim kembali oleh penerima kepada pembicara. Komunikasi antarpribadi hampir selalu melibatkan umpan balik langsung. Sering kali bersifat segera, nyata, dan berkesinambungan.

c. Tidak harus tatap muka.

(32)

d. Tidak harus bertujuan.

Komunikasi antarpribadi tidak harus dilakukan secara sengaja atau dengan kesadaran maupun diungkapkan secara verbal. Gerakan badan yang tidak sengaja dilakukan juga merupakan komunikasi. Misalnya seseorang yang gelisah akan menggerak-gerakkan kakinya, ketika berbicara terdebgar penuh keraguan, dan bereaksi secara gugup.

e. Menghasilkan beberapa pengaruh atau effect.

Untuk dapat dianggap sebagai komunikasi antar pribadi yang benar, maka sebuah pesan harus menghasilkan atau memiliki efek atau pengaruh. Efek atau pengaruh tidak harus segera dan nyata, tetapi harus terjadi. Contoh komunikasi antar pribadi yang tidak menghasilkan efek misalnya, Seseorang mengajak berbicara temannya yang sedang mendengarkan musik melalui headset. Contoh tersebut bukanlah komunikasi antar pribadi karena pesan yang disampaikan tidak diterima dan tidak menghasilkan efek.

f. Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata.

(33)

seorang anak atau teman memiliki makna yang lebih besar daripada kata-kata.

g. Dipengaruhi oleh konteks.

Verderber (dalam Budyatna, 2011) menyatakan bahwa konteks merupakan tempat dimana pertemuan komunikasi terjadi termasuk apa yang mendahului dan mengikuti apa yang dikatakan. Konteks mempengaruhi harapan-harapan para partisipan, makna yang diperoleh para partisipan dan perilaku mereka selanjutnya. Konteks meliputi:

1) Jasmaniah. Konteks jasmaniah atau fisik meliputi lokasi, kondisi

lingkungan seperti suhu udara, pencahayaan, dan tingkat kebisingan, jarak antara para komunikator, pengaturan tempat, dan waktu mengenai hari. Masing-masing faktor ini dapat mempengaruhi komunikasi. Misalnya makna dalam pembicaraan dapat dipengaruhi oleh apakah pembicaraan tersebut bertempat di ruang kelas ketika pelajaran berlangsung, atau di kantin ketika jam istirahat yang penuh sesak dan ribut, ataukah di lorong sekolah ketika istirahat sehingga suasana tenang.

2) Sosial. Konteks sosial merupakan bentuk hubungan yang

(34)

dibentuk, diberikan, dan dimengerti. Misalnya, interaksi ketika berbicara dengan guru berbeda dengan interaksi dengan teman. 3) Historis. Konteks historis merupakan latar belakang yang di

peroleh melalui peristiwa komunikasi sebelumnya antara para partisipan. Hal ini mempengaruhi saling pengertian pada pertemuan yang sekarang. Misalnya, Tono di suatu pagi memberitahu Dina bahwa mereka akan mengerjakan tugas kelompok bersama di rumah Dina. Ketika siang hari di sekolah

Tono bertemu Dina ia berkata, “Jadi?” Orang lain yang

mendengar pembicaraan tersebut tidak tahu atau tidak mengerti

kata, “Iya, jadi. Tono mungkin menjawab pertanyaan Dina

dengan mengatakan, “Ok, pulang sekolah langsung ya.” Hanya Dina dan Tono yang mengerti isi percakapan mereka karena ada percakapan sebelumnya.

4) Psikologis. Konteks psikologis meliputi suasana hati dan perasaan

(35)

dan perasaan tegang sehingga mendengar pesan temannya ini mempengaruhi cara bagaimana ia merespon.

5) Keadaan Kultural yang mengelilingi peristiwa komunikasi.

Konteks kultural meliputi keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, sikap-sikap, makna, hierarki sosial, agama, pemikiran mengenai waktu, dan peran dari para pertisipan (Samovar & Porter, 2000). Budaya atau kultur melakukan penetrasi ke dalam setiap aspek kehidupan manusia, memengaruhi bagaimana kita berpikir, berbicara, dan berperilaku. Setiap orang merupakan bagian dari satu atau lebih budaya-budaya etnik. Perbedaan kultur maupun etnik yang dimiliki oleh individu dapat menyebabkan kesalahpahaman. h. Dipengaruhi oleh kegaduhan atau noise.

Kegaduhan atau noise ialah setiap rangsangan atau stimulus yang mengganggu dalam proses pembuatan pesan. Kegaduhan/kebisingan atau noise dapat bersifat eksternal, internal, atau semantik.

1) Kegaduhan/kebisingan eksternal, berupa penglihatan-penglihatan,

suara-suara, dan rangsangan-rangsangan lainnya di dalam lingkungan yang menarik perhatian orang jauh dari apa yang dikatakan atau diperbuat.

2) Kegaduhan internal, berupa pikiran-pikiran dan

(36)

berkomunikasi dan asik melamun atau sedang teringat pembicaraan masa lalu, maka dia sedang mengalami kegaduhan internal atau internal noise.

3) Kegaduhan semantik, adalah gangguan yang ditimbulkan oleh

lambang-lambang tertentu yang menjauhkan perhatian kita dari pesan yang utama. Misalnya penggunaan istilah yang tidak dapat diterima oleh lawan bicara.

3. Tahap-tahap dalam Keterbukaan Diri dalam Komunikasi

Keterbukaaan diri dalam komunikasi dapat berlangsung pada taraf kedalaman yang berbeda-beda. Taraf kedalaman diri Keterbukaan diri dalam komunikasi dapat diukur dari apa dan siapa yang saling dibicarakan yaitu pikiran atau perasaan, obyek tertentu, orang lain atau dirinya sendiri. Semakin orang mau saling membicarakan tentang perasaan yang ada dalam dirinya semakin dalamlah taraf keterbukaan diri dalam komunikasi yang terjadi. Atas dasar kedalamannya, Powell (1985) membedakan komunikasi dalam lima taraf. Urutan taraf kedalaman komunikasi dimulai dari yang dangkal menuju yang dalam dalam di uraikan sebagai berikut: 1. Taraf kelima

(37)

duduk di teras rumah, lalu seorang tetangga lewat di jalan depan rumah kita. Sebagai sopan-santun, kita menegur tetangga kita itu.

2. Taraf keempat

Komunikasi taraf keempat yakni membicarakan orang lain. Di sini orang sudah mulai saling menanggapi, namun tetap masih dalam taraf dangkal, khususnya belum mau berbicara tentang diri masing-masing.

3. Taraf ketiga

Komunikasi taraf ketiga adalah menyatakan gagasan dan pendapat. Kita sudah mau saling membuka diri, saling mengungkapkan diri. Namun, keterbukaan tersebut masih terbatas pada taraf pikiran.

4. Taraf kedua

Komunikasi taraf kedua adalah taraf hati atau perasaan. Emosi atau perasaan adalah unsur yang membedakan orang satu dengan yang lain, dengan mengungkapkan perasaan dan isi hati, berarti kita sepakat untuk saling percaya.

5. Taraf pertama

(38)

rasa khawatir jangan-jangan kepercayaan kita disia-siakan. Selain merasa bebas untuk saling mengungkapkan perasaan biasanya kedua belah pihak juga memiliki perasaan yang sama tentang banyak hal. Maka pada tahap ini komunikasi itu telah berkembang begitu mendalam sehingga kedua belah pihak merasakan kesatuan perasaan yang timbal-balik yang hampir sempurna.

4. Faktor-faktor Penghambat Keterbukan Diri dalam Komunikasi

Papu (2002), mengungkapkan bahwa kesulitan individu dalam melakukan keterbukaan diri dalam komunikasi didasari oleh tiga faktor berikut:

a. Faktor resiko yang akan diterima di kemudian hari. Resiko yang dimaksud adalah bocornya informasi yang diberikan kepada orang ketiga, padahal informasi tersebut bersifat pribadi atau informasi yang dapat menyinggung perasaan orang lain sehingga dapat mengganggu hubungan interpersonal yang telah dibangun sebelumnya.

(39)

c. Faktor pola asuh yaitu tidak adanya dukungan keluarga atau lingkungan untuk memiliki semangat keterbukaan dan kebiasaan untuk berbagi informasi sehingga mampu terbuka secara tepat.

5. Manfaat Keterbukaan Diri dalam Komunikasi

Menurut Johnson (1981), beberapa manfaat keterbukaan dalam komunikasi diri adalah sebagai berikut:

a. Pembukaan diri dalam komunikasi merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua orang.

b. Semakin bersikap terbuka terhadap orang lain, maka semakin orang lain tersebut akan menyukai diri kita, sehingga ia akan semakin membuka diri kepada kita.

c. Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung memiliki sifat-sifat sebagai berikut: kompeten, terbuka, ekstrover, fleksibel, adaptif, dan inteligen, yakni sebagian dari ciri-ciri orang yang masak dan bahagia.

d. Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi yang memungkinkan komunikasi intim, baik dengan diri kita sendiri maupun dengan orang lain.

(40)

DeVito (2011), mengungkapkan bahwa manfaat dari keterbukaan diri dalam komunikasi adalah sebagai berikut:

a. Menambah pengetahuan diri.

Membuka diri dalam komunikasi membuat seseorang mampu memiliki perpektif baru tentang diri sendiri dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perilaku diri sendiri. Misalnya ketika kita mau berbicara dengan orang lain, mungkin saja mampu menambah kesadaran mengenai aspek perilaku atau hubungan yang selama ini tidak diketahui.

b. Lebih mampu mengatasi kesulitan.

(41)

dukungan-dukungan yang datang seseorang akan menempatkan diri secara lebih baik untuk menerima tanggapan positif dari orang lain. c. Komunikasi yang dilakukan lebih efisien.

Keterbukaan diri memperbaiki komunikasi. Seseorang memahami dari orang lain sebagian besar sejauh seseorang memahami orang lain secara individual. Seseorang mampu memahami apa yang dikatakan orang lain jika telah mengenal baik orang tersebut. Keterbukaan diri adalah kondisi yang penting untuk mengenal orang lain. Seseorang dapat saja meneliti perilaku atau bahkan hidup bersama orang lain selama bertahun-tahun, tetapi jika orang tersebut tidak pernah mengungkapkan dirinya maka ia tidak akan memahami orang itu sebagai pribadi yang utuh.

d. Hubungan lebih dalam

(42)

6. Aspek-aspek Keterbukaan Diri dalam Komunikasi

DeVito (2011) menyebutkan bahwa kualitas keterbukaan diri dalam komunikasi mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi antar pribadi.

a. Komunikator antar pribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Membuka semua riwayat hidup memang menarik tetapi tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri, yaitu mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut, yaitu sesuai dengan lingkungan (konteks) dan hubungan antar pembicara dan pendengar. Sebelum melakukan keterbukaan diri perlu bertanya kepada diri sendiri apakah waktu dan tempatnya sudah tepat. Biasanya makin bersifat pribadi keterbukaan diri itu makin dekat hubungan yang di perlukan. Ada baiknya untuk tidak mengungkapkan sesuatu secara pribadi kepada orang yang tidak terlalu akrab, kepada kenalan biasa, dan pada tahap awal suatu hubungan.

(43)

ketidakacuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.

c. Menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner & Kelly, 1974 dalam DeVito, 2011). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui perasaan dan pikiran yang di lontarkan yaitu memang benar-benar dirasakan dan bisa di pertanggungjawabkan. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunkan kata saya (kata ganti orang pertama tunggal).

B. Hakikat Teman Sebaya

1. Pengertian Teman Sebaya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2003), teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat. Santrock (2007) mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah hubungan individu dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya.

2. Fungsi Kelompok Teman Sebaya

(44)

senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi remaja, pandangan kawan-kawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting.

Santrock (2007) mengemukakan bahwa salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah:

a) Sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga.

b) Memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya.

c) Memberikan informasi mengenai batasan perilaku yang mereka lakukan.

Mempelajari hal-hal tersebut di rumah tidaklah mudah dilakukan karena saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda. Maka dari itu, sebagian besar interaksi dengan teman-teman sebaya berlangsung di luar rumah (meskipun dekat rumah), lebih banyak berlangsung di tempat-tempat yang memiliki privasi dibandingkan di tempat-tempat umum, dan lebih banyak berlangsung di antara anak-anak dengan jenis kelamin sama dibandingkan dengan jenis kelamin berbeda.

(45)

Piaget dan Sullivan (dalam Santrock, 2007) menekankan bahwa melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, anak-anak dan remaja mempelajari modus relasi yang timbal balik secara simetris. Anak-anak mengeksplorasi prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan melalui pengalaman mereka ketika menghadapi perbedaan pendapat dengan teman-teman sebaya. Sebaliknya, terdapat sejumlah ahli teori yang menekankan pengaruh negatif dari teman-teman sebaya bagi perkembangan anak dan remaja. Bagi beberapa remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan bersikap bermusuhan. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan kepribadiannya.

(46)

3. Komunikasi Antar Teman Teman Sebaya

Komunikasi yang dilakukan dengan teman sebaya berkaitan dengan minat, keluarga dan relasi dengan orang lain. Dengan memiliki keterbukaan dalam komunikasi antar teman sebaya maka dapat memperoleh informasi dan pengetahuan yang tidak hanya didapat dalam keluarga. memberikan masukan (koreksi) terhadap kekurangan yang dimilikinya, tentu saja akan membawa dampak positif bagi remaja yang bersangkutan. Komunikasi yang terjadi pada teman sebaya diharapkan sampai pada tingkat dimana individu mampu untuk saling mengungkapkan perasaan sehingga dapat menjalin hubungan yang lebih baik, memahami perasaan diri sendiri maupun orang lain, dan mampu menanggapi perasaan orang lain.

(47)

4. Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya

Keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya merupakan pengungkapan reaksi atau tanggapan seseorang terhadap situasi yang sedang hadapi serta memberikan informasi terhadap masa lalu yang relevan. Pengungkapan reaksi atau tanggapan terhadap situasi tersebut dilakukan baik secara verbal maupun nonverbal yang melibatkan paling sedikit dua orang serta adanya umpan balik dan pengaruh. Komunikasi tersebut dilakukan oleh teman yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama.

Keterbukaan diri pada teman sebaya hendaknya mengacu pada tiga aspek dari komunikasi antar pribadi. Pertama komunikator memiliki kesediaan diri untuk terbuka kepada teman sebaya, sesuai dengan lingkungan dan hubungan yang terjalin. Kedua komunikator memberikan stimulus ketika berkomunikasi dengan teman sebaya. Ketiga komunikator menyadari perasaan dan pikiran yang diungkapkan.

C. Hakekat Bimbingan Pribadi Sosial

1. Pengertian Bimbingan Pribadi Sosial

(48)

memantapkan kepribadian dan mengembangkan individu dalam menangani masalah dirinya. Bimbingan pribadi sosial di berikan dengan menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang hangat, mengembangkan sikap-sikap yang positif, dan keterampilan-keterampilan sosial pribadi yang tepat.

Winkel dan Hastuti (2012) menyatakan bahwa bimbingan pribadi sosial adalah bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri, dalam mengatur dirinnya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian wakti luang, penyaluran nafsu seksual serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dangan sesama di berbagai lingkungan.

Menurut Tohirin (2007) menyatakan bimbingan pribadi sosial adalah suatu bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi dalam mewujudkan pribadi yang mampu bersosilisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik. Surya (dalam Tohirin, 2007) menjelaskan pribadi sosial merupakan bimbingan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah pribadi sosial seperti pergaulan, penyelesaian masalah konflik, mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan secara baik.

(49)

pribadi dalam mewujudkan pribadi yang mampu bersosialisasi, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar dan mampu memecahkan masalah-masalah sosial seperti pergaulan, penyelesaian konflik, dan penyesuaian diri sehingga mampu membina hubungan sosial yang harmonis di lingkungannya. Bimbingan pribadi sosial diberikan dengan menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang hangat, mengembangkan sikap-sikap yang positif, dan ketrampilan-ketrampilan pribadi yang tepat.

2. Unsur-unsur Bimbingan Pribadi Sosial

Bimbingan yang diberikan di jenjang pendidikan menengah dan pendidikan sebagian disalurkan melalui bimbingan kelompok dan sebagian lagi melalui bimbingan individual, serta mengandung unsur-unsur sebagai berikut (Winkel dan Hastuti, 2006): Informasi tentang fase dan tahap pekembangan yang sedang dilalui oleh siswa dan mahasiswa, antara lain tentang cara bergaul yang baik. Termasuk disini apa yang disebut sex education, yang tidak hanya mencakup penerapan seksual, tetapi pula corak pergaulan antara jenis kelamin.

(50)

b. Pengaturan diskusi kelompok mengenai kesulitan yang dialami oleh kebanyakan siswa, misalnya menghadapi orang tua yang taraf pendidikannya lebih rendah dari pada anak-anaknya. Khususnya siswa remaja dapat merasa lega, bila dia menyadari teman-temannya mengalami kesulitan yang sama, remaja lalu tidak akan memandang dirinya lagi sebagai orang yang abnormal.

c. Pengumpulan data yang relevan untuk mengenal kepribadian siswa. Misalnya sifat-sifat kepribadian yang tampak dalam tingkah laku, latar belakang keluarga dan keadaan kesehatan.

3. Tujuan Bimbingan Pribadi Sosial

Menurut Tohirin (2007) tujuan bimbingan pribadi sosial, sebagai berikut:

a. Supaya individu yang dibimbing mampu melakukan interaksi sosial secara baik dengan lingkungan.

b. Membantu individu dalam memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan dalam masalah sosial, sehingga individu dapat menyesuaikan diri dengan baik dan wajar di lingkungan sekitarnya. c. Supaya individu dapat mencapai tujuan dan tugas perkembangan dan

tugas pribadi.

(51)

e. Agar individu mampu mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani dan mengisi waktu luang.

D. Kajian Penelitian yang Relevan

Keterbukaan merupakan bentuk komunikasi dimana seseorang mau mengungkapkan sesuatu yang biasanya disembunyikan. Penelitian mengenai keterbukaan diri dilakukan oleh Donal Sinaga (2002) dengan judul Deskripsi Tingkat Pembukaan Diri (Self Disclosure) para Frater Profesi Sementara Kepada Magister Ordo Fratrum Menorum (OFM) Santo Mikhael Malaikat Agung Indonesia Periode 2006/2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 3 frater profesi sementara (8,10%) memiliki pembukaan diri sangat tinggi, 5 frater profesi sementara (13,51%) pada kategori tinggi, 21 frater profesi sementara (56,75%) pada kategori cukup, 7 frater profesi sementara (19,91%) pada kategori rendah dan 1 frater profesi sementara (2,70%) pada kategori sangat rendah.

Penelitian mengenai keterbukaan diri juga dilakukan oleh Anissa Rahmadhaningrum (2013) dengan judul Hubungan Keterbukaan Diri

(Self-Disclosure) dengan Interaksi Sosial Remaja di SMA Negeri 3 Bantul

(52)

memiliki interaksi sosial yang kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan diri di SMA 3 Bantul sudah baik tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keterbukaan diri dengan interaksi sosial. Kesamaan dengan kedua penelitian ini yaitu variabel keterbukaan diri.

E. Kerangka Perfikir

Siswa dalam hubungannya dengan teman sebaya perlu memiliki keterbukaan ketika melakukan komunikasi. Keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi diri, memberikan tanggapan secara tepat, baik verbal maupun nonverbal terhadap stimulus yang datang dan menyadari perasaan serta pikiran yang dilontarkan individu pada tingkat usia yang sama. Ketidak mampuan siswa untuk terbuka dengan teman sebaya ditandai dengan ketidakmauan untuk mengungkapkan hal yang biasanya disembunyikan kepada teman sebayanya, dan ketidakmampuan untuk mengemukakan ide atau gagasan maupun perasaan yang ada pada dirinya.

(53)

komunikasi antar teman sebaya. Pengukuran item yang terindikasi rendah capaian skornya, digunakan sebagai dasar dalam membuat usulan topik-topik bimbingan. Topik-topik bimbingan yang diusulkan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa yaitu lebih mampu mengatasi kesulitan, komunikasi yang dilakukan lebih efisien dan menambah pengetahuan diri. Adapun topik bimbingan yang diusulksn berdasarkan pengukuran item yang terindikasi rendah yaitu: 1) mengungkapkan perasaan, 2) merespon secara asertif dan 3) memberi dan menerima umpan balik. Skema kerangka berfikir dapat dilihat pada gambar 1.

(54)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memaparkan jenis penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas kuesioner, dan teknik analisis prosedur pengumpulan data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan deskripsi kuantitatif yang dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk meneliti populasi dan sampel tertentu. Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala pada saat penelitian itu dilakukan. Penelitian diskriptif dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenan dengan masalah dan unit yang diteliti. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017.

B. Subjek Penelitian

(55)

Tabel 1

Jumlah Subyek Penelitian

Subjek Kelas Jumlah

XI IPA 1 36

XI IPS 1 37

XI IPS 2 39

Jumlah Total 112

Peneliti menggunakan sampel dalam melakukan uji coba alat penelitian (kuesioner). Pengambilan sampel tersebut dilakukan dengan cara acak (random sampling). Kelas yang menjadi sampel uji coba alat penelitian (kuesioner) adalah kelas XI IPA 2 dengan jumlah 37 siswa.

C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

(56)

Tabel 2

Kisi-kisi Instrumen Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya

(57)

Terjadinya jawaban tengah juga menimbulkan kecenderungan jawaban netral (central tendency effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas kecenderungan jawaban. Subjek diminta memilih satu dari empat alternatif jawaban yang disediakan pada setiap pernyataan, dengan memberikan tanda centang (√) pada kolom altermatif jawaban. Norma skoring inventori

keterbukaan diri siswa dalam komunikasi antar teman sebaya terdapat dalam tabel 3.

Tabel 3

Norma Skoring Inventori Keterbukaan Siswa dalam Komunikasi Antar teman Sebaya

Alternatif Jawaban Skor Favourable Skor Unfavourable

Sangat Sesuai 4 1

Sesuai 3 2

Tidak Sesuai 2 3

Sangat Tidak Sesuai 1 4

D. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

1. Validitas Kuesioner

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiyono, 2010). Gay (dalam Sukardi, 2003) mengungkapkan bahwa suatu instrumen dikatakan valid jika instrument yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur.

Pengujian validitas ini menggunakan pengujian validitas isi

(content validity). Validitas ini tidak dapat dinyatakan dengan angka,

(58)

ukur dengan kesepakatan penilaian yang kompeten (expert judgement) (Azwar, 2009). Instrumen yang berbentuk teks, pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan. Teknis pengujian validitas isi dibantu dengan menggunakan tehnik pearson product moment.

Keterangan:

r xy = Koefisien korelasi antara x dan y N = Jumlah subyek

X = Skor item tertentu yang diuji validitasnya

Y = Skor total sub aspek yang memuat item yang diuji validitasnya Syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah jika r = 0,30 (Sugiyono, 2008). Bila korelasi di bawah 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau dibuang (Sugiyono, 2008).

Teknis pengujian validitas isi dibantu dengan menggunakan kisi instrumen atau matriks pengembangan instrumen. Pada kisi-kisi itu terdapat veriabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir (item) pernyataan yang telah dijabar dari indikator. Berpedoman pada kisi-kisi instrumen itu maka pengujian validitas

rasional by expert judgement dapat diakukan dengan mudah dan

(59)

Tabel 4

Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Kuesioner Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman Sebaya

Aspek Indikator

(60)

digunakan dalam kuesioner, 4 item ditambahkan dan di expert

judgement oleh pembimbing dan guru BK. Item ditambah agar dalam

setiap aspek jumlah itemnya seimbang, sehingga mampu menggali masalah dengan baik. Jumlah item final adalah 45. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2 dan hasil uji validitas dapat dilihat pada lampiran 3.

2. Reliabilitas Kuesioner

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2010). Penelitian ini menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach (α) menguji reliabilitas. Perhitungan koefisien Alpha Cronbach dilakukan dengan menggunakan

program SPSS for windows versi 17.0. Rumus koefisien reliabilitas

Alpha Cronbach (α) adalah sebagai berikut:

α = 2[1- ]

Keterangan rumus :

S12 dan S22 : varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2 Sx2 : varians skor skala

(61)

Tabel 5 Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

0.813 45

Hasil perhitungan indeks reliabilitas dikonsultasikan dengan kriteria Guilford (Masidjo, 1995) terdapat dalam tabel 6.

Tabel 6 Kriteria Guilford

No Koefisien Korelasi Kualifikasi

1 0,91 – 1,00 Sangat tinggi

2 0,71 – 0,90 Tinggi

3 0,41 – 0,70 Cukup

4 0,21 – 0,40 Rendah

5 Negatif – 0,20 Sangat Rendah

Hasil analisis data uji coba kuesioner keterbukaan diri siswa dalam komunikasi antar teman sebaya pada tanggal 31 Agustus 2016 dengan jumlah subjek (N) 37 siswa, diperoleh perhitungan koefisien realibilitas

Alpha Cronbach sebesar 0.870. Berdasarkan peninjauan terhadap hasil

perhitungan koefisien realibilitas pada kriteria Guilford hasil analisis data uji coba termasuk dalam kategori tinggi.

E. Teknik Analisis Data

(62)

rumusan masalah. Berikut langkah-langkah teknik analisis data yang ditempuh dalam penelitian ini:

1. Penentuan skoring item kuesioner

Penentuan dilakukan dengan cara memberikan skor dari angka 1 sampai 4 berdasarkan norma skoring yang berlaku dengan melihat sifat pernyataan favorable atau unfavorable. Selanjutnya memasukkannya kedalam tabulasi data dan menghitung total jumlah skor serta jumlah skor item. Tahap selanjutnya adalah menganalisis validitas dan reliabilitas data secara statistik menggunakan program aplikasi SPSS. 2. Kategorisasi

Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan individu kedalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2009). Kontinum jenjang pada penelitian ini adalah dari sangat rendah sampai dengan sangat tinggi.

(63)

Tabel 7 Norma Kategorisasi

Norma/Kriteria Skor Kategori

 + 1,5 X Sangat tinggi

 + 0,5 X  + 1,5 Tinggi

 - 0,5 X  + 0,5 Sedang

 - 1,5 X  - 0,5 Rendah X  - 1,5 Sangat Rendah

Keterangan:

Skor maksimum teoritik : Skor tertinggi yang diperoleh subyek

penelitian berdasarkan perhitungan skala. Skor minimum teoritik : Skor tertinggi yang diperoleh subyek

penelitian berdasarkan perhitungan skala. Standar deviasi (/sd) : Luas jarak rentangan yang dibagi dalam

satuan deviasi sebaran.

 (mean teoritik) : Rata-rata teoritis skor maksimum dan

minimum.

Kategori di atas diterapkan sebagai patokan dalam pengelompokan tinggi rendah tingkat keterbukaan dalam komunikasi antar teman sebaya. Capaian skor subyek dengan jumlah item 45 diperoleh perhitungan sebagai berikut:

(64)

Tabel 8

Norma Kategorisasi Tingkat Keterbukaan Diri Siswa dalam Komunikasi antar Teman Sebaya

Norma/Kriteria Skor Rentang

Skor Kategori

 + 1,5 X 146 Sangat tinggi

 + 0,5 X  + 1,5 125-145 Tinggi

 - 0,5 X  + 0,5 102-124 Sedang

 - 1,5 X  - 0,5 80-101 Rendah X  - 1,5 79 Sangat Rendah

Berdasarkan norma pada tabel 7. ditetapkan pengelompokan baik tidaknya tingkat komunikasi interpersonal kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu dengan jumlah subyek 112 siswa, diperoleh unsur perhitungan sebagai berikut:

Skor maksimum teoritik : 4 x 112 = 448 Skor minimum teoritik : 1 x 112 = 112 Luas jarak : 448-112 = 336 Standar deviasi (/sd) : 336:6 = 56  (mean teoritik) : (448+112):2 = 280

(65)

Tabel 9

Norma Kategorisasi Capaian Skor Tingkat Keterbukaan Diri Siswa dalam Komunikasi antar Teman Sebaya

Norma/Kriteria Skor Rentang

Skor Kategori F Prosentase

 + 1,5 X 364 Sangat

Tinggi 0 0%

 + 0,5 X  + 1,5 307-363 Tinggi 32 71%

 - 0,5 X  + 0,5 255-308 Sedang 9 20%

 - 1,5 X  - 0,5 197- 254 Rendah 4 9% X  - 1,5 196 Sangat

Rendah 0 0%

(66)

47 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini bersisi uraian hasil penelitian mengenai deskripsi tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017 dan implikasinya terhadap topik-topik bimbingan pribadi-sosial.

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh 112 siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017. Berikut paparan deskripsi hasil kuesioner terhadap tingkat keterbukaan dalam komunikasi antar teman sebaya:

1. Tingkat Keterbukaan Diri dalam Komunikasi Antar Teman Sebaya

Kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017

(67)

Tabel 10

Kategorisasi Keterbukaan dalam Komunikasi Antar Teman Sebaya Siswa/i kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran

2016/2017

Norma/Kriteria Skor Rentang

Skor Kategori F Prosentase

 + 1,5 X 146 Sangat Tinggi 23 20%  + 0,5 X  + 1,5 125-145 Tinggi 49 44%  - 0,5 X  + 0,5 102-124 Sedang 38 34%  - 1,5 X  - 0,5 80-101 Rendah 2 2%

X  - 1,5 79 Sangat Rendah 0 0%

Komposisi dan sebaran subjek berdasarkan keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya siswa/i kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017 ditampilkan pada grafik berikut ini.

Gambar 2 Kategorisasi Keterbukaan dalam Komunikasi Antar Teman Sebaya Siswa/i kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017

0 10 20 30 40 50

Sangat Tinggi

Tinggi Sedang Rendah Sangat

(68)

Pengamatan pada tabel maupun grafik menunjukkan:

a. Terdapat 23 siswa (20%), yang memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya sangat tinggi.

b. Terdapat 49 siswa (44%), yang memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya yang tinggi.

c. Terdapat 38 siswa (34%), yang memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya yang sedang.

d. Terdapat 2 siswa (2%), yang memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya rendah.

e. Terdapat 0 siswa (0%), yang memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya yang sangat rendah.

Jadi, sebagian siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya dalam kategori sangat tinggi 20%, kategori tinggi 44%, kategori sedang 34%, kategori rendah 2%, dan kategori sangat rendah 0%.

2. Hasil Analisis Capaian Skor Item Tingkat Keterbukaan Diri dalam

Komunikasi Antar Teman Sebaya Kelas XI SMA Pangudi Luhur

Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017

(69)

Tabel 11

Hasil Analisis Skor Keterbukaan dalam Komunikasi Antar Teman Sebaya Siswa/i kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran

2016/2017

Norma/Kriteria Skor Rentang

Skor Kategori F Prosentase

 + 1,5 X 364 Sangat Tinggi 0 0%  + 0,5 X  + 1,5 307-363 Tinggi 32 71%  - 0,5 X  + 0,5 255-308 Sedang 9 20%  - 1,5 X  - 0,5 197- 254 Rendah 4 9%

X  - 1,5 196 Sangat Rendah 0 0%

Kategorisasi item keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya siswa/i kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017 ditampilkan pada grafik berikut ini:

Gambar 3 Hasil Analisis Skor Keterbukaan dalam Komunikasi Antar Teman Sebaya Siswa/i kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2016/2017

0 5 10 15 20 25 30 35

Sangat Tinggi

Tinggi Sedang Rendah Sangat

(70)

Pengamatan pada tabel maupun grafik menunjukkan:

a. Terdapat 0 item (0%), yang memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya yang sangat tinggi.

b. Terdapat 32 item (71%), yang memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya yang tinggi.

c. Terdapat 9 item (20%), yang memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya yang sedang.

d. Terdapat 4 item (9%), yang memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya rendah.

e. Terdapat 0 item (0%), yang memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya sangat rendah.

Berdasarkan pemaparan di atas sebagian siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu memiliki tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya dalam kategori sangat tinggi 0%, kategori tinggi 71%, kategori sedang 20%, kategori rendah 9%, dan kategori sangat rendah 0%.

(71)

Tabel 12

Item-item Kuesioner yang Tergolong dalam Kategori Rendah

No Aspek Indikator Pernyataan

1. Memberikan tidak suka dengan perilaku teman lain. ucapkan dan apa yang saya pikirkan tidak sejalan. sikap teman saya akan langsung menegur, bagaimanapun situasi saat itu.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Deskripsi Tingkat Keterbukaan diri dalam Komunikasi antar

Teman Sebaya Siswa Kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun

Ajaran 2016/2017

(72)

keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya, namun belum berkembang secara optimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu belum optimal dalam keterbukaan diri antar teman sebaya yaitu karena rasa takut akan resiko yang terjadi ketika terbuka dengan teman, merasa belum memiliki rasa aman dan percaya diri untuk mengungkapkan sesuatu pada teman, dan faktor lingkungan yang kurang mendorong atau membiasakan siswa untuk mampu terbuka secara tepat.

Hal tersebut diatas di dukung oleh Johnson (dalam Supratiknya, 1995) yang berpendapat bahwa pembukaan diri memiliki dua sisi yaitu bersikap terbuka kepada yang lain dan bersikap terbuka bagi yang lain. Gambaran dari karakteristik keterbukaan diri dari dua sisi ialah: 1) Terbuka kepada orang lain yaitu jujur dalam menerima semua kekurangan dan kemampuan yang dimiliki serta tentu saja menerima kekurangan yang dimiliki dengan bersikap jujur, autentik, dan tulus dalam pembukaan diri; 2) Terbuka bagi yang lain, yaitu mau mendengarkan dan memperhatikan apa yang disampaikan orang lain. Seseorang menerima orang lain dengan cara menyadari aneka kekuatan dan kemampuan serta kekurangan yang dimiliki orang lain sehingga orang lain percaya pada dirinya karena orang lain merasa bahwa ada yang mau menerima dan mendukungnya.

(73)

2016/2017 dapat dilihat dari tiga aspek yang dipaparkan oleh DeVito (2011). Pertama, siswa memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan sesuai dengan lingkungan (konteks) dan hubungan antar pembicara dan pendengar. Misalnya, siswa mampu memilih situasi atau keadaan dimana ia akan mengungkapkan informasi kepada teman, siswa mampu menentukan dengan siapa ia mampu membuka diri dengan mempertimbangkan hubungan yang sudah terjalin. Akan tetapi beberapa siswa kurang mampu mengekspresikan perasaan secara tepat ketika menghadapi perilaku teman yang tidak sesuai dengan apa yang sedang dirasakan. Faktor yang dapat melatar belakangi perilaku tersebut adalah faktor resiko yang akan diterima di kemudian hari, yaitu rasa takut untuk menyinggung perasaan orang lain sehingga mengganggu hubungan interpersonal yang sudah dibangun sebelumnya.

Gambar

Gambar 3 Hasil Analisis Skor Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar
Gambar 1. Kerangka Berfikir
Tabel 1 Jumlah Subyek Penelitian
Tabel 2 Kisi-kisi Instrumen Keterbukaan Diri dalam Komunikasi antar Teman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meski demikian, upaya mencapai pro-poor growth, tidak dapat dilepaskan dari kandungan unsur strategi pembangunan yang pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro- environment,

Beras hitam merupakan varietas lokal yang mengandung pigmen (terutama antosianin) paling baik, berbeda dengan beras putih atau beras warna lain.. Beras hitam memiliki rasa dan

Sejalan dengan pembahasan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian serupa dengan Ahmad dan Fatima (2008) yaitu melakukan pengujian terhadap hubungan langsung

Hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2012 menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan pencegahan

Penentuan shio dalam program sederhana ini dilakukan dengan pertama kali dengan menginput tanggal, bulan dan tahun kelahiran kemudian dilakuakn perhitungan dengan cara

Tersedia data base Pemakai (jumlah pengunjung, jumlah peminjam koleksi, jumlah koleksi perpustakaan yang dipinjam, jumlah pengguna.

4) Dengan adanya website E-Commerce di CV. Jaya Mandiri Dental khususnya pada proses penjualan bahan dan alat praktek dokter, diharapkan dapat mempermudah pembelian

[r]