BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.6. Konseling tentang Keluarga Berencana
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara
dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-
kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini
konseling dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan
kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan
potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.
Lebih lanjut konseling dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan
Konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua arah antara klien
dengan petugas yang bertujuan memberikan bantuan mengenai berbagai hal yang ada
kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi, sehingga akhirnya calon peserta KB mampu
mengambil keputusan sendiri mengenai alat/metode kontrasepsi apa yang terbaik
bagi dirinya (Sheilla, 2006).
Konseling adalah proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan
orang lain. (Depkes RI, 2002).
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek
pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan
dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Teknik
konseling yang baik dan informasi yang lengkap dan cukup akan memberikan
keleluasaan pada klien dalam memutuskan untuk memilih kontrasepsi (informed
choise) yang akan digunakan (BKKBN, 2006).
Berdasarkan uraian diatas konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka
dua arah yang bertujuan untuk memberikan informasi atau bantuan mengenai
berbagai hal yang ada kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi.
2.6.2. Tujuan Konseling
Membantu klien melihat permasalahannya supaya lebih jelas sehingga klien
dapat memilih sendiri jalan keluarnya (Fitriasari, 2006).
Dengan melakukan konseling kontap yang baik maka klien dapat menentukan
tidak akan menyesali keputusan yang telah diambilnya di kemudian hari (Sheilla,
2006).
Konseling yang baik meningkatkan keberhasilan KB dan membuat klien
menggunakan kontrasepsi lebih lama serta mencerminkan baiknya kualitas pelayanan
yang diberikan (Sheilla, 2006).
Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal :
1. Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi
2. Memilih metode KB yang diyakini
3. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif
4. Memulai dan melanjutkan KB
5. Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia.
2.6.3. Keuntungan Konseling KB
Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada
pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya adalah :
a. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya
b. Puas terhadap pilihan dan mengurangi keluhan atau penyesalan
c. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif
d. Membangun rasa saling percaya
e. Menghormati hak klien dan petugas
f. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB
2.6.4. Tahapan Konseling Kontrasepsi
Menurut Suyono (2004) tahapan konseling tentang kontrasepsi meliputi :
a. Konseling Awal
Konseling awal adalah konseling yang dilakukan pertama kali sebelum dilakukan
konseling spesifik. Biasanya dilakukan oleh petugas KB lapangan (PLKB) yang
telah mendapatkan pelatihan tentang konseling kontap pria. Dalam konseling
awal umumnya diberikan gambaran umum tentang kontrasepsi.
Walaupun secara umum tetapi penjelasannya harus tetap obyektif baik
keunggulan maupun keterbatasan sebuah alat kontrasepsi dibandingkan dengan
metode kontrasepsi lainnya, syarat bagi pengguna kontrasepsi serta komplikasi
dan angka kegagalan yang mungkin terjadi.
Pastikan klien mengenali dan mengerti tentang keputusannya untuk menunda atau
menghentikan fungsi reproduksinya dan mengerti berbagai risiko yang mungkin
terjadi.
Apabila klien dan pasangannya telah tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut
tentang alat kontrasepsi, dirujuk pada tempat pelayanan kontrasepsi untuk tahapan
konseling spesifik.
b. Konseling Spesifik
Konseling spesifik dilakukan setelah konseling pendahuluan. Dalam tahap ini
konseling lebih ditekankan pada aspek individual dan privasi. Pada konseling
perawat dan bidan. Konselor harus mendengarkan semua masukan dari klien
tanpa disela dengan pendapat atau penjelasan konselor. Setelah semua informasi
dari klien tanpa disela penjelasan konselor.
Setelah semua informasi dari klien terkumpul maka lakukan pengelompokan dan
penyaringan, kemudian berikan informasi yang tepat dan jelas untuk
menghilangkan keraguan, kesalahpahaman. Berbagai penjelasan dengan bahasa
yang mudah dimengerti dan rasional sangat membantu klien mempercayai
konselor serta informasi yang disampaikan. Di samping itu klien dapat
mengambil keputusan tanpa tekanan dan berdasarkan informasi yang benar.
c. Konseling Pra Tindakan
Konseling pra tindakan adalah konseling yang dilakukan pada saat akan
dilakukan prosedur penggunaan kontrasepsi. Pada konseling pra tindakan yang
bertindak sebagai konselor adalah dokter, operator petugas medis yang
melakukan tindakan. Tujuan konseling ini untuk mengkaji ulang pilihan terhadap
kontrasepsi, menilai tingkat kemampuan klien untuk menghentikan infertilitas,
evaluasi proses konseling sebelumnya, melihat tahapan dari persetujuan tindakan
medis dan informasi tentang prosedur yang akan dilaksanakan.
d. Konseling Pasca Tindakan
Konseling pasca tindakan adalah konseling yang dilakukan setelah tindakan
selesai dilaksanakan. Tujuannya untuk menanyakan kepada klien bila ada keluhan
keluhan tersebut, memberikan penjelasan kepada klien atau mengingatkan klien
tentang perlunya persyaratan tertentu yang harus dipenuhi agar kontrasepsi efektif
misalnya pada kontrasepsi vasektomi perlu penggunaan kondom selama 20 kali
ejakulasi setelah divasektomi.
2.6.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Konseling
a. Faktor Individual
Orientasi kultural (keterikatan budaya) merupakan faktor individual yang dibawa
seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari :
1. Faktor Fisik
Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling akan sangat
mempengaruhi kemampuan dalam menangkap informasi yang disampaikan
konselor.
2. Sudut Pandang
Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah pikirannya terhadap
budaya dan pendidikan akan mempengaruhi pemahamannya tentang materi
yang dikonselingkan.
3. Kondisi Sosial
Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan memberikan pengaruh dalam
4. Bahasa
Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses konseling juga akan
mempengaruhi pemahaman pasien.
b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi
Tujuan dan harapan terhadap komunikasi, sikap terhadap interaksi, pembawaan
diri seseorang terhadap orang lain (seperti kehangatan, perhatian, dukungan) serta
sejarah hubungan antara konselor dan klien akan mempengaruhi kesuksesan proses
konseling.
c. Faktor Situasional
Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi percakapan kesehatan
antara bidan dan klien akan berbeda dengan situasi percakapan antara polisi
dengan pelanggar lalu lintas
d. Kompetensi dalam melakukan percakapan
Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku kompeten dari kedua
pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah :
1. Kegagalan menyampaikan informasi penting.
2. Perpindahan topik bicara yang tidak lancar.
3. Salah pengertian (Lukman, 2002).
2.6.6. Hal yang Harus Diperhatikan dalam Konseling
1. Faktor individual.
Keterikatan budaya merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam
melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari : (a) faktor fisik atau
kepekaan panca indera, usia dan seks; (b) sudut pandang terhadap nilai-nilai; (c)
faktor sosial pada sejarah keluarga dan relasi, jaringan sosial, peran dalam
masyarakat, status sosial; (d) bahasa.
2. Faktor yang berkaitan dengan interaksi, (a) tujuan dan harapan terhadap
komunikasi; (b) sikap terhadap interaksi; (c) pembawaan diri terhadap orang lain;
(d) sejarah hubungan.
3. Faktor situasional
4. Kompetensi dalam melakukan percakapan : Komunikasi dikatakan efektif bila
ada sikap perilaku kompeten dari kedua belah pihak. Keadaan yang dapat
menyebabkan putusnya komunikasi adalah : (a) kegagalan informasi penting; (b)
perpindahan topik bicara; (c) tidak lancar; (d) salah pengertian.
Kemampuan konselor yang efektif dapat menciptakan komunikasi yang
efektif dan hasil konseling yang efektif pula. Ciri-ciri khusus kemampuan konselor
yang efektif yaitu :
1. Para konselor yang efektif sangat terampil mendapatkan keterbukaan.
2. Para konselor yang efektif membangkitkan rasa percaya, kredibilitas, dan
3. Para konselor yang efektif mampu menjangkau wawasan luas, seperti halnya
mereka mendapatkan keterbukaan.
4. Para konselor yang efektif berkomunikasi dengan hati-hati dan menghargai
orang-orang yang mereka upayakan bantu.
5. Para konselor yang efektif mengakui dan menghargai diri mereka sendiri dan
tidak menyalahgunakan orang-orang yang mereka coba bantu untuk memuaskan
kebutuhan pribadi mereka sendiri.
6. Para konselor yang efektif mempunyai pengetahuan khusus dalam beberapa
bidang keahlian yang mempunyai nilai bagi orang-orang tertentu yang akan
dibantu.
7. Para konselor yang efektif berusaha memahami, bukannya menghakimi, tingkah
laku orang yang diupayakan bantu.
8. Para konselor yang efektif mampu bernalar secara sistematis dan berfikir dengan
pola sistem.
9. Para konselor yang efektif berpandangan mutahir dan memiliki wawasan luas
terhadap peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan manusia.
10.Para konselor yang efektif mampu mengidentifikasi pola tingkah-laku yang
merusak diri (self defeating) dan membantu orang-orang lain untuk berubah dari
tingkah laku yang merusak diri ke pola-pola tingkah laku yang secara pribadi
Para konselor yang benar-benar efektif sangat terampil membantu orang-
orang lain melihat diri sendiri, dan merespons secara tidak defensif terhadap
pertanyaan “Siapakah saya?” adalah suatu hal yang mudah melukiskan aspek-aspek
diri yang menyenangkan dan membanggakan (Sheilla, 2006).
2.6.7. Upaya Petugas Kesehatan Dalam Mengatasi Masalah Pemilihan Kontrasepsi
Konseling merupakan serangkaian program layanan kesehatan yang diberikan
oleh petugas kesehatan kepada masyarakat agar mereka mampu berkembang lebih
baik dan lebih optimal.
Keberhasilan akseptor KB dalam menentukan dan memilih kontrasepsi
ditentukan dari kemampuan petugas kesehatan memberikan konseling tentang
gambaran dan memberikan keyakinan kepada ibu tentang keunggulan masing-masing
kontrasepsi sehingga menambah pengetahuan ibu tentang setiap kontrasepsi sehingga
ibu memilih kontrasepsi yang akan dipergunakan.
Menurut Sukardi (2008) menjelaskan bahwa efektivitas konseling petugas
kesehatan akan menimbulkan kepercayaan ibu terhadap kontrasepsi yang akan
dipergunakan. Dalam memberikan konseling setidaknya petugas kesehatan harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Perlakuan terhadap akseptor KB secara hangat, ramah, rendah hati,
menyenangkan.
2. Pemahaman akseptor KB secara empatik.
4. Penerimaan akseptor KB secara apa adanya.
5. Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh akseptor KB