PENGARUH PEMBERIAN KONSELING OLEH PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN ALAT
KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESALAMA KABUPATEN LANGKAT
TESIS
Oleh YUSRAINI 107032215/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PEMBERIAN KONSELING OLEH PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN ALAT
KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESALAMA KABUPATEN LANGKAT
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
YUSRAINI 107032215/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
Judul Tesis : PENGARUH PEMBERIAN KONSELING OLEH PETUGAS KESEHATAN TERHADAP
PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESALAMA
KABUPATEN LANGKAT Nama Mahasiswa : Yusraini
Nomor Induk Mahasiswa : 107032215
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing:
(Drs. Heru Santosa, MS, PhD) (Drs. Tukiman, MKM Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 04 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Drs. Tukiman, MKM
: 2. Drs. Abdul Jalil Amri Arma : 3. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si
PERNYATAAN
PENGARUH PEMBERIAN KONSELING OLEH PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN ALAT
KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESALAMA KABUPATEN LANGKAT
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2012
ABSTRAK
Pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) di wilayah kerja Puskesmas Desalama paling sedikit dibandingkan dengan jenis kontrasepsi non metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Kurangnya pemakaian kontrasepsi jangka panjang karena konseling petugas kesehatan yang kurang efektif antara tenaga kesehatan dengan akseptor KB tentang kontrasepsi jangka panjang.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian konseling oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempergunakan KB di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat yang berjumlah 821 orang. Sampel sebanyak 146 orang, diambil dengan teknik cluster sampling dan pemilihan anggota sampel secara sistematik random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan chi-squarepada α = 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa materi penyuluhan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3%, media penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3% dan metoda penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan tidak efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Langkat perlu menyusun kebijakan tentang pentingnya konseling dalam upaya meningkatkan cakupan pemakaian kontrasepsi jangka panjang, kepada tenaga kesehatan khususnya bidan di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat agar lebih aktif dalam memberikan konseling kepada masyarakat di Puskesmas dan kepada tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat sebaiknya dalam memberikan konseling dengan memperhatikan materi penyuluhan yang disampaikan dan media yang menarik untuk meningkatkan pemahaman akseptor KB.
ABSTRACT
Long-term use of contraceptive methods (MKJP) Desalama health centers in the region of at least compared to the non contraceptive long-term contraceptive methods (MKJP). Lack of long-term use of contraceptives because health counseling are less effective among health workers in family planning acceptors about the long-term contraception.
This study aimed to analyze the effect of counseling by health workers towards maternal knowledge about long-term contraceptive elections in the region of the District Health Center Desalama Langkat.
This type of survey research is cross sectional analytic approach. The population in this study were all women who use family planning health center working area Desalama Langkat totaling 821 people. Sample of 146 people, drawn by cluster sampling techniques and the selection of the sample in a systematic random sampling. Data obtained through interviews using questionnaires, were analyzed by chi-square at the α = 5%.
The results showed that the material effective counseling by health workers to improve maternal knowledge about long-term contraceptive election by 75.3%, media outreach effectively used by health workers to improve maternal knowledge about long-term contraceptive election by 75.3% and counseling methods used by health workers is not effective for improving maternal knowledge.
Recommended to the Department of Health Langkat need to develop policies on the importance of counseling in an effort to improve the coverage of long-term contraception, to health professionals, especially midwives working in the health center Desalama Langkat to be more active in providing counseling to the community health center and the health personnel working in the health center Desalama Langkat should provide counseling with respect to the extension of material presented and the media of interest to enhance the understanding of family planning acceptors
Keywords: .
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Pemberian Konseling Oleh Petugas Kesehatan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pemilihan Alat Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat”.
Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan,
arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan
penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor
Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara
5. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan
penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan
waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis
selesai.
6. Drs. Tukiman, MKM selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu
untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
7. Drs. Abdul Jalil Amri Amra, MKes
8. Kepala Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat dan jajarannya yang telah
berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin
sampai selesai penelitian ini.
dan dr. Yusniwarti Yusad, M.Si sebagai
komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan
masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
9. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
10. Ayahanda H. Barlian Lubis dan Ibunda Hj. Tirofah yang selalu memberikan
11. Teristimewa buat suami tercinta M. Aulia Pakpahan, SE, SH dan anak tersayang
Nizli Addhini Pakpahan, Rafi Arya Satya Pakpahan, Lutfi Tegar Aulia Pakpahan
yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do’a serta cinta yang dalam
setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa
menyelesaikan pendidikan ini.
12. Rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan
Reproduksi tahun 2010 yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan
pendidikan di Program Magister IKM FKM-USU.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, September 2012 Penulis
Yusraini
RIWAYAT HIDUP
Yusraini, lahir pada tanggal 05 Juni 1975 di Simpang Durian, anak keenam
dari tujuh bersaudara dari pasangan ayahanda H. Barlian Lubis dan ibunda Hj.
Tirofah Lubis.
Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di sekolah Dasar Negeri
Lancap, selesai Tahun 1987, Sekolah Madrasah Isanawiyah Negeri di Padang
Sidempuan, selesai tahun 1990, Sekolah Perawat Kesehatan di SPK Muhammadiyah
Banda Aceh, selesai Tahun 1993, Program Pendidikan Bidan, selesai Tahun 1994,
Akbid Depkes Medan, selesai 2001, Pendidikan DIV Bidan Pendidik di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, selesai Tahun 2005.
Penulis mulai bekerja sebagai Bidan PTT di Kabupaten Tapanuli Selatan
tahun 1995, staf pengajar di Akademi Kebidanan Nusantara 2000 Medan tahun 2001,
Bidan PTT di Kabupaten Langkat tahun 2005 sampai sekarang.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 54
4.4.1. Analisis Multivariat Efektifitas Konseling terhadap Pengetahuan Ibu ... 61
BAB 5. PEMBAHASAN ... 65
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Hasil Uji Validitas Variabel Efektifitas Konseling Petugas Kesehatan (Materi, Media dan Metode Penyuluhan) dan
Pengetahuan Akseptor KB ………. 48
3.2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Efektifitas Konseling Petugas Kesehatan (Materi, Media dan Metode Penyuluhan) dan
Pengetahuan Akseptor KB ………. 50
3.3 Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Pengukuran…………. 52
4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama
Kabupaten Langkat Menurut Desa……… 56
4.2 Distribusi Jumlah PUS dan Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Menurut Kelurahan………..
57
4.3 Distribusi Akseptor KB Menurut Jenis Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Berdasarkan Wilayah..
57
4.4 Distribusi Frekuensi Materi Penyuluhan Konseling tentang Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama
Kabupaten Langkat ……… 58
4.5 Distribusi Frekuensi Media Penyuluhan Konseling tentang Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama
Kabupaten Langkat ……… 58
4.6 Distribusi Frekuensi Metoda Penyuluhan Konseling tentang Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama
Kabupaten Langkat ……….. 59
4.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten
Langkat ………. 59
4.8 Distribusi Frekuensi Pemilihan Alat Kontrasepsi MKJP di
4.9 Hubungan Efektifitas Penyuluhan Petugas Kesehatan Dengan Pengetahuan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas
Desalama Kabupaten Langkat ………... 62
4.10 Hubungan Efektifitas Konseling Petugas Kesehatan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja
Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat ……… 64
4.11 Pengaruh Faktor Efektifitas Konseling (Materi, Media dan Metoda) Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ………...………. 80
2. Master Data Validitas dan Reliabilitas ………. 83
3. Uji Validitas dan Reliabilitas………. 85
4. Master Data Penelitian ……….………. 89
ABSTRAK
Pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) di wilayah kerja Puskesmas Desalama paling sedikit dibandingkan dengan jenis kontrasepsi non metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Kurangnya pemakaian kontrasepsi jangka panjang karena konseling petugas kesehatan yang kurang efektif antara tenaga kesehatan dengan akseptor KB tentang kontrasepsi jangka panjang.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian konseling oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempergunakan KB di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat yang berjumlah 821 orang. Sampel sebanyak 146 orang, diambil dengan teknik cluster sampling dan pemilihan anggota sampel secara sistematik random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan chi-squarepada α = 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa materi penyuluhan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3%, media penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3% dan metoda penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan tidak efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Langkat perlu menyusun kebijakan tentang pentingnya konseling dalam upaya meningkatkan cakupan pemakaian kontrasepsi jangka panjang, kepada tenaga kesehatan khususnya bidan di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat agar lebih aktif dalam memberikan konseling kepada masyarakat di Puskesmas dan kepada tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat sebaiknya dalam memberikan konseling dengan memperhatikan materi penyuluhan yang disampaikan dan media yang menarik untuk meningkatkan pemahaman akseptor KB.
ABSTRACT
Long-term use of contraceptive methods (MKJP) Desalama health centers in the region of at least compared to the non contraceptive long-term contraceptive methods (MKJP). Lack of long-term use of contraceptives because health counseling are less effective among health workers in family planning acceptors about the long-term contraception.
This study aimed to analyze the effect of counseling by health workers towards maternal knowledge about long-term contraceptive elections in the region of the District Health Center Desalama Langkat.
This type of survey research is cross sectional analytic approach. The population in this study were all women who use family planning health center working area Desalama Langkat totaling 821 people. Sample of 146 people, drawn by cluster sampling techniques and the selection of the sample in a systematic random sampling. Data obtained through interviews using questionnaires, were analyzed by chi-square at the α = 5%.
The results showed that the material effective counseling by health workers to improve maternal knowledge about long-term contraceptive election by 75.3%, media outreach effectively used by health workers to improve maternal knowledge about long-term contraceptive election by 75.3% and counseling methods used by health workers is not effective for improving maternal knowledge.
Recommended to the Department of Health Langkat need to develop policies on the importance of counseling in an effort to improve the coverage of long-term contraception, to health professionals, especially midwives working in the health center Desalama Langkat to be more active in providing counseling to the community health center and the health personnel working in the health center Desalama Langkat should provide counseling with respect to the extension of material presented and the media of interest to enhance the understanding of family planning acceptors
Keywords: .
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah alat kontrasepsi yang
digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan,
yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi
mantap.
Indonesia merupakan negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada
posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi. Esensi
tugas program Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas yaitu menurunkan
fertilitas agar dapat mengurangi bebanpembangunan demi terwujudnya kebahagiaan
dan kesejahteraan bagi rakyatdan bangsa Indonesia.
Pelayanan program KB pelaksanaannya senantiasa terintegrasi dengan
kegiatan kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah
kesehatan dan kesetaraan gender sebagai salah satu upaya pemecahan hak-hak
reproduksi kepada masyarakat. Memperhatikan hal-hal tersebut, maka operasional
pelaksanaan program KB perlu dikelola secara lebih serius, profesional dan
berkesinambungan sehingga upaya-upaya tersebut dapat memberikan kepuasan bagi
semua pihak baik klien maupun pemberi pelayanan yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesertaan masyarakat dalam ber KB, terhindar dari masalah kesehatan,
kontrasepsi yang akan dipergunakan oleh akseptor KB sangat ditentukan efektvitas
konseling petugas kesehatan (Manuaba, 2010).
Interaksi atau konseling yang berkualitas antara klien dan provider
Klien yang mendapatkan konseling dengan baik akan cenderung memilih alat
kontrasepsi dengan benar dan tepat. Pada akhirnya hal itu juga akan menurunkan
tingkat kegagalan KB dan mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan.
Untuk meraih keberhasilan tersebut, tentunya sangat diperlukan tenaga-tenaga
konselor yang profesional. Mereka bukan hanya harus mengerti seluk-beluk masalah
KB, tetapi juga memiliki dedikasi tinggi pada tugasnya serta memiliki kepribadian
yang baik, sabar, penuh pengertian, dan menghargai klien (Siswanto, 2010).
(tenaga
medis) merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan
program keluarga berencana (KB). Sangat mudah dimengerti jika hal itu membuat
tingkat keberhasilan KB di Indonesia menurun.
Dengan demikian, konseling akan benar-benar menghasilkan keputusan
terbaik seperti yang diinginkan oleh klien, bukan sekedar konsultasi yang
menghabiskan waktu dan biaya. Demikian benang merah diskusi bertema “Sudahkah
Peserta KB Diperlakukan sebagai Klien?” yang diselenggarakan Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan John Hopkins University melalui
Program KB dan Kesehatan Reproduksi di Jakarta (Prayitno, 2004).
Menurut Siswanto (2010) di Indonesia, konseling yang berkualitas masih
menyediakan jasa konseling yang benar-benar memenuhi standar. Selain itu,
ketidakseimbangan antara jumlah klien dan tenaga medis yang bertugas sebagai
konselor juga akan mempengaruhi keberhasilan konseling.
Keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh kemahiran konselor dalam
memerankan tugasnya. Ketika menghadapi klien, seorang konselor hendaknya tidak
beranggapan dialah yang terhebat sementara si klien tidak tahu apa-apa. Hal itu,
justru akan memunculkan jarak dengan klien sehingga akan sulit terjalin interaksi
yang sebenarnya sangat diperlukan dalam konseling
Berdasarkan hasil penelitian Starh (2002) diketahui dari 373 klinik di
Indonesia ternyata hanya tiga yang dapat dikategorikan memenuhi standar konseling.
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur standar itu adalah kecakapan
konselor dalam “melayani” klien, termasuk berinteraksi dan mengorek sebanyak
mungkin masalah yang disembunyikan klien.
Zarfiel Taffal (2002), juga sependapat jika dalam konseling, klien cenderung
akan menyembunyikan masalah sehingga kelihaian konselor akan menjadi penentu
berkualitas tidaknya konseling itu. Namun, Zarfiel menekankan, konseling
hendaknya tidak berorientasi pada efisiensi yang lebih mempertimbangkan faktor
waktu, tetapi lebih kepada keefektifan yang mengutamakan pencapaian hasil terbaik.
Di desa-desa terpencil biasanya hanya ada tenaga bidan yang bertugas di
puskesmas. Masyarakat pun tampaknya memang lebih dekat dengan bidan. Selain
klien. Sepertinya, masih sulit menemukan dokter yang mampu menjadi konselor yang
baik tanpa mempertimbangkan ‘jam terbang’ dan jasa konseling,” katanya.
Komunikasi petugas kesehatan merupakan suatu pertukaran informasi,
berbagi ide dan pengetahuan petugas kesehatan kepada masyarakat. Hal ini berupa
proses dua arah dimana informasi, pemikiran, ide, perasaan atau opini disampaikan
atau dibagikan melalui kata-kata, tindakan maupun isyarat untuk mencapai
pemahaman bersama. Komunikasi yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara
aktif yaitu antara petugas kesehatan dan masyarakat. Hal ini akan menolong mereka
untuk mengalami cara baru mengerjakan atau memikirkan sesuatu, dan hal ini
kadang-kadang disebut pembelajaran partifipatif. Semua aktifitas manusia melibatkan
komunikasi, namun karena kita sering menerimanya begitu saja, kita tidak selalu
memikirkan bagaimana kita berkomunikasi dengan yang lain dan apakah efektif atau
tidak.
Komunikasi yang baik melibatkan pemahaman bagaimana orang-orang
berhubungan dengan yang lain, mendengarkan apa yang dikatakan dan mengambil
pelajaran dari hal tersebut. Komunikasi yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan
akan memberikan pengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi yang akan dipergunakan
oleh akseptor KB terutama pemakaian alat kontrasepsi jangka panjang (Depkes RI,
2002).
Keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh kemahiran konselor dalam
pengetahuan ibu dan akan berpengaruhnya pada pemilihan alat kontrasepsi (Sheilla,
2006).
Secara sederhananya, konseling merupakan perantara dalam penyampaian
informasi dari komunikator kepada komunikate yang bertujuan untuk efisiensi
penyebaran informasi atau pesan (Burgon & Huffner, 2002). Efisiensi penyebaran
informasi dengan adanya konseling akan lebih membuat penyebaran informasi
menjadi efisien. Oleh karena itu, tenaga kesehatan diharapkan mampu dalam
memberikan KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) yang lebih efektif kepada calon
akseptor KB sehingga mereka tidak lagi ragu untuk menentukan pilihan alat
kontrasepsi yang akan dipakai terutama alat kontrasepsi jangka panjang (Saifuddin,
2001).
Pada saat ini alat kontrasepsi jangka panjang terutama AKDR/IUD
merupakan salah satu cara kontrasepsi yang paling populer dan diterima oleh
program keluarga berencana di setiap negara. Diperkirakan sekitar 60-65 juta wanita
di seluruh dunia memakainya, dengan pemakai terbanyak di Cina (Siswosudarmo,
2007). Pada saat ini diperkirakan memakai AKDR/IUD, 30% terdapat di Cina, 13%
di Eropa, 5% di Amerika dan sekitar 6,7% di negara-negara berkembang (Augustin,
2000).
Survei demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2002-2003 memperlihatkan
proporsi peserta KB untuk semua tercatat sebesar 60,3%. Bila dirinci lebih lanjut
IUD (6,2%), implant atau susuk KB (4,3%) sterilisasi wanita (3,7%), kondom (0,9%),
sterilisasi pria (0,4%), MAL (metode amenore laktasi) (0,1%), dan sisanya
merupakan peserta KB tradisional masing-masing menggunakan cara tradisional,
pantang berkala (1,6%) maupun senggama terputus (1,5%) dan 0,5% cara lain
(BKKBN, 2006). Pada tahun 2007 yang menggunakan alat kontrasepsi 61,4% yaitu
sebanyak 31,6% menggunakan suntik, pil 13,2 %, AKDR/IUD 4,8%, implant 2,8%,
kondom 1,3%, vasektomi dan tubektomi 7,7 %.12. Pada tahun 2009 peserta KB yang
tercatat 51,21% akseptor KB memilih suntikan sebagai alat kontrasepsi, 40,02%
memilih Pil, 4,93% memilih Implant, 2,72% memilih AKDR/IUD dan lainnya
1,11%. Pada umumnya masyarakat memilih non metode kontrasepsi jangka panjang
(MKJP). Sehingga metode KB MKJP seperti AKDR/IUD, implant, kontap pria
(MOP) dan kontap wanita (MOW) kurang diminati (Arum, 2009).
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, penduduk Sumatera Utara
berjumlah 12,98 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk rata rata 1,1% setiap
tahunnya. Persoalan kependudukan yang dihadapi Sumut dalam satu dekade terakhir
adalah masih tingginya angka kelahiran total yakni sebesar 3,8/1000 wanita usia
subur, penduduk miskin sebesar 11,31% atau 1,41 juta jiwa, angka pengangguran
terbuka sebesar 7,43%. Sementara angka kematian bayi, berdasarkan riset, kesehatan
dasar 2010 adalah sebesar 22 per 1000 kelahiran, sementara kematian ibu hamil dan
berencana untuk segera dipercepat di semua wilayah dan lini lapangan (BKKBN,
Sumut 2011).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun
2011, pencapaian peserta baru pengguna kontrasepsi medis operatif pria (MOP),
medis operatif wanita (MOW), dan IUD, dua tahun terakhir meningkat tajam yaitu
MOP naik 44%, MOW 15%, dan pengguna IUD meningkat sebesar 53%. Salah satu
daerah yang pencapaian MOP-nya tinggi adalah Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.
Namun pencapaian peserta KB baru yang berhasil didata Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana (BKKBN) Perwakilan Provinsi Sumatera Utar
belum maksimal. Secar
penilaian pencapaian peserta KB baru, yakni dengan nilai 72,27. Posisi yang dicapai
Sumut masih belum maksimal diatas rata-rata nasional. Sumut masih memiliki nilai
minum dalam beberapa hal pencapaian peserta KB baru (BKKBN, Sumut 2011).
Peserta KB aktif di Sumatera Utara yang berhasil dibina sebanyak 4.534,850
(76,23%) dari seluruh Pasangan Usia Subur (PUS) yang mencapai 5.948.962 PUS.
Realisasi peserta KB aktif yang menggunakan kontrasepsi suntik 2.239.108, pil
848.503, IUD 557.224 dan kondom 42.464 (BPS, 2009).
Di Kabupaten Langkat, jumlah PUS mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Pada tahun 2007 jumlah PUS sekitar 272.383 dan meningkat menjadi 282.391 pada
tahun 2008. Dari jumlah tersebut 69,93% adalah akseptor aktif yang jumlahnya
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di wilayah kerja Puskesmas
Desalama Kabupaten Langkat diperoleh bahwa pada tahun 2008 persentase peserta
KB baru sebanyak 11,18% dari 272.383 jumlah PUS; 10,48% pada tahun 2007 dan
9,45% pada tahun 2006. Pada tahun 2009 dilaporkan 28.520 peserta KB baru,
terdapat 18,25% peserta yang menggunakan metode kontrasepsi MKJP dan 81,75%
menggunakan non MKJP. Jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh
peserta KB baru adalah pil (43,35%), suntik (32,98%) dan paling sedikit adalah
MOP/MOW (0,89%). Pada tahun 2011 terdapat 356 peserta KB aktif dan yang baru
465 orang akseptor KB di kecamatan Desalama terdapat 453 peserta yang
menggunakan metode kontrasepsi non MKJP dan 268 menggunakan MKJP. Jenis
kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh peserta KB aktif ini adalah
kontrasepsi janga pendek dibandingkan dengan kontrasepsi jangka panjang
(Puskesmas Desalama, 2011).
Melihat data tersebut bahwa metode non MKJP merupakan metode yang lebih
disukai oleh peserta KB aktif di Kecamatan Desalama, dengan alasan peserta KB
baru selain harganya relatif lebih murah, lebih aman, metode non MKJP juga
dipandang masyarakat belum mendapatkan konseling yang efektif tentang
kontrasepsi jangka panjang (Puskesmas Desalama, 2011).
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Desalama tersebut,
menunjukkan faktor yang menyebabkan akseptor KB kurang memakai kontrasepsi
antara tenaga kesehatan dengan akseptor KB tentang kontrasepsi jangka panjang.
Konseling kepada akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Desalama sudah sering
dilaksanakan oleh petugas kesehatan, namun konseling tersebut belum sesuai dengan
yang diharapkan, hal ini dapat kita lihat bahwa akseptor KB masih lebih memilih
kontrasepsi jangka panjang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian
konseling oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam pemilihan alat
kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten
Langkat.
1.2. Permasalahan
Rendahnya cakupan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten
Langkat, sehingga ingin diteliti bagaimana pengaruh pemberian konseling oleh
petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam pemilihan MKJP di wilayah kerja
Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling
oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam pemilihan MKJP di wilayah
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh pemberian pemberian konseling oleh petugas kesehatan
terhadap pengetahuan ibu dalam pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang di
wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti sebagai upaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan
khususnya tentang kontrasepsi jangka panjang.
2. Bagi Puskesmas Desalama dan Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Langkat
sebagai informasi dalam upaya meningkatkan cakupan pelayanan KB jangka
panjang sesuai target.
3. Bagi tenaga kesehatan agar meningkatkan kualitas pemberian pengetahuan KIE
dengan mengikuti pelatihan-pelatihan tentang KIE
4. Bagi peneliti selajutnya sebagai referensi pengembangan ilmu kesehatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan Ibu tentang Kontrasepsi 2.1.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu“ dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia yaitu :indra penglihatan, indra pendengaran, indra penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2003).
2.1.2. Tingkat Pengetahuan Manusia
Menurut Benyamin S.Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003)
mengatakan bahwa pengetahuan dibagi dalam enam tingkatan yaitu :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Yang termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja yang mengukur bahwa orang tahu apa yang
dipelajari antara lain: mampu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
2. Memahami (Comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek
yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap obyek atau materi harus mampu menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan membedakan.
3. Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi riil atau pengalaman hukum, rumus metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks yang lain. Kata kerja yang menyatakan orang sudah
mampu mendemonstrasikan, menghitung, menyelesaikan, mengoperasikan,
menghubungkan dan menyusun suatu metode atau rumus yang diaplikasikan
dalam kondisi yang sebenarnya.
4. Analisis (Analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut,
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari kemampuan orang untuk menentukan perbedaan, memisahkan, membuat
diagram, membuat estimasi, mengambil kesimpulan dan menyusun sesuai dengan
5. Sintesis (Synthesis)
Menunjukan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi–formulasi yang ada. Kemampuan orang
untuk menyusun, merencanakan atau merancang, membuat komposisi, membuat
kembali dan merevisi.
6. Evaluasi (Evaluation)
Menunjukkan pada kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi
atau obyek yang berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria yang ada. Dalam keadaan ini orang sudah mampu untuk menimbang,
mengkritik, membandingkan, memberi alasan, menyimpulkan dan memberi
dukungan (Notoatmodjo, 2003).
2.2. Efektifitas dan Pengukuran
Menurut Abdurahmat (2003), efektifitas adalah menunjukkan keberhasilan
dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin
mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektifitasnya.
Menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa efektifitas adalah suatu
ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah
tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi
Menurut Mahmudi (2005) efektifitas merupakan hubungan antara output
dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian
tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan.
Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa efektivitas mempunyai hubungan
timbal balik antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output, maka
semakin efektif suatu program atau kegiatan.
Pengukuran efektifitas sebuah konseling merupakan sesuatu yang sangat
penting bagi sebuah konseling. Petugas kesehatan menghabiskan banyak sekali waktu
untuk melaksanakan konseling. Oleh karena itu, tenaga kesehatan menaruh perhatian
yang besar terhadap performa dari konseling mereka.
Beberapa hal menjadi alasan yang mendasari perlunya melaksanakan
pengukuran efektifitas sebuah konseling.
Keluaran (output) yang dihasilkan lebih banyak bersifat keluaran (output)
tidak berwujud (intangible) yang tidak mudah untuk dikuantifikasi, maka pengukuran
efektivitas sering menghadapi kesulitan. Kesulitan dalam pengukuran efektivitas
tersebut karena pencapaian hasil (outcome) seringkali tidak dapat diketahui dalam
jangka pendek, akan tetapi dalam jangka panjang setelah program berhasil, sehingga
ukuran efektifitas biasanya dinyatakan secara kualitatif (berdasarkan pada mutu)
dalam bentuk pernyataan saja (judgement), artinya apabila mutu yang dihasilkan baik,
maka efektivitasnya baik pula.
1. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa kuantitas atau
bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat
dari perbandingan (ratio) antara masukan (input) dengan keluaran (output).
2. Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektifitas ini dapat
kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat kualitatif
(berdasarkan pada mutu).
3. Produk kreatif, artinya penciptaan hubungannya kondisi yang kondusif dengan
dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan.
4. Intensitas yang akan dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi dalam suatu
tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling memiliki dengan kadar yang
tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa ukuran daripada efektifitas harus adanya
suatu perbandingan antara masukan dan keluaran, ukuran daripada efektifitas harus
adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan kerja yang kondusif serta
intensitas yang tinggi, artinya ukuran daripada efektifitas adanya keadaan rasa saling
memiliki dengan tingkatan yang tinggi.
2.3. Kontrasepsi dan Pembagian
Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan
kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” dan
“konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah
kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan
sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma tersebut (Saifuddin, 2006).
Alat kontrasepsi memang sangat berguna sekali dalam program KB namun
perlu diketahui bahwa tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap
orang. Untuk itu, setiap pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk
dirinya.
Salah satu metode kontrasepsi yang digunakan adalah alat kontrasepsi jangka
panjang (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau IUD, implant dan kontap).
Kontrasepsi jangka panjang adalah satu alat kontrasepsi modern yang telah
dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi
kontrasepsinya), (Hidayati, 2009).
Pelayanan kontrasepsi merupakan salah satu jenis pelayanan KB yang
tersedia. Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri berbagai
macam metode kontrasepsi yang tersedia. Faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor
dalam memilih metode kontrasepsi antara lain faktor pasangan (umur, gaya hidup,
frekuensi senggama, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan metode
kontrasepsi yang lalu, sikap kewanitaan dan kepriaan), faktor kesehatan (status
kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul)
dan faktor metode kontrasepsi (efektivitas, efek samping dan biaya). Selain
faktor-faktor tersebut masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis
Salah satu program untuk menekan angka pertumbuhan penduduk yakni
melalui program Keluarga Berencana (KB). Program KB memiliki peranan dalam
menurunkan resiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, penundaan usia
kehamilan serta menjarangkan kehamilan dengan sasaran utama adalah Pasangan
Usia Subur (PUS). Program pemerintah dalam upaya mengendalikan jumlah
kelahiran dan mewujudkan keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui
konsep pengaturan jarak kelahiran dengan program KB (Manuaba, 2010).
Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu :
1. Kontrasepsi Sederhana
Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi
dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan
senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat
dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly
atau tablet berbusa (vaginal tablet).
2. Cara Kontrasepsi Modern/Metode Efektif
Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak permanen dan kontrasepsi
permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat dilakukan dengan pil, AKDR (Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan dan implant. Sedangkan cara kontrasepsi
permanen dapat dilakukan dengan metode kontap, yaitu dengan operasi tubektomi
2.4. Macam-macam Kontrasepsi Jangka Panjang
2.4.1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intra Uterine Devices (IUD) 2.4.1.1. Pengertian
AKDR/IUD merupakan alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik yang
halus berbentuk spiral atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan
memakai alat khusus oleh dokter atau bidan/paramedik lain yang sudah dilatih
(Manuaba, 2010).
2.4.1.2. Jenis AKDR/IUD
Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain adalah :
a. Copper-T
IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya
diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti
fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik. IUD berbentuk T, terbuat dari bahan
polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus.
Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang
cukup baik.
b. Copper-7
AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan.
Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan
gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan
c. Multi load
IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan
berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm.
Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau
375 mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu
standar, small dan mini.
d. Lippes loop
IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S
bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes
loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya.
Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C
berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal
(benang putih). Lippes loop mempunyai angka kegagalan yang rendah.
Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang
menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik.
2.4.1.3. Efektifitas
Sebagai kontrasepsi, AKDR tipe Copper T efektifitasnya sangat tinggi yaitu
berkisar antara 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1
kegagalan dalam 125-170 kehamilan). Sedangkan AKDR dengan progesteron antara
2.4.1.4. Mekanisme Kerja AKDR/IUD
Mekanisme kerja AKDR/IUD adalah sebagai berikut :
1. Menghambat kemampuan sperma masuk ke dalam tuba falopii
2. Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
3. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR
membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan
mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi
4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (Saifuddin, 2006).
2.4.1.5. Keuntungan AKDR/IUD
Keuntungan dari AKDR/IUD ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai kontrasepsi efektifitas tinggi
2. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
3. Metode jangka panjang
4. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat, seperti pil atau suntik
5. Tidak memengaruhi hubungan seksual
6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil
7. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A)
8. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI seperti metode kontrasepsi
hormonal
10.Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir)
11.Tidak ada interaksi dengan obat-obat
12.Membantu mencegah kehamilan ektopik
13.Dapat dilepas jika menginginkan anak lagi, karena tidak bersifat permanen
14.Tidak bersifat karsinogen, yaitu dapat menyebabkan kanker karena hormon yang
terkandung didalamnya (Manuaba, 2010).
2.4.1.6. Kerugian
1. Efek samping yang umum terjadi adalah :
a. Keputihan
b. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang
setelah 3 bulan).
c. Haid lebih lama dan banyak.
d. Perdarahan (spotting) antar menstruasi.
e. Saat haid lebih sakit.
2. Komplikasi lain :
a. Merasakan sakit dan kejang selama 3-5 hari setelah pemasangan.
b. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan
penyebab anemia.
c. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar).
3. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering
berganti pasangan
4. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai
AKDR, penyakit radang panggul dapat memicu infertilitas
5. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvis: diperlukan dalam pemasangan
AKDR. Sering kali perempuan takut selama pemasangan (Saifuddin, 2006).
2.4.1.7. Indikasi
1. Usia reproduktif
2. Telah mendapat persetujuan dari suami
3. Pernah melahirkan dan mempunyai anak, serta ukuran rahim tidak kurang 5 cm.
4. Telah cukup jumlah anaknya dan belum memutuskan untuk sterilisasi.
5. Tidak ingin hamil paling tidak untuk 2 tahun.
6. Dianjurkan sebagai pengganti pil KB bagi akseptor KB yang berumur diatas 30
tahun.
7. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang
8. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi
9. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya
10. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
11.Resiko rendah dari IMS
2.4.1.8. Kontraindikasi Pemakaian AKDR
Menurut Meilani (2010), kontraindikasi pemakaian AKDR/IUD adalah :
1. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil)
2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi)
3. Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)
4. Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita abortus septic
5. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat
mempengaruhi kavum uteri
6. Kanker alat genital
7. Ukuran rongga panggul kurang dari 5 cm
2.4.1.9. Cara Pemasangan AKDR
Prinsip pemasangan adalah menempatkan AKDR setinggi mungkin dalam
rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik ialah pada waktu
serviks masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah
bersalin dan pada akhir haid. Pemasangan AKDR dapat dilakukan oleh dokter atau
bidan yang telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan
setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan berikutnya.
2.4.2. Kontrasepsi Implant 2.4.2.1. Pengetian
Kontrasepsi implant mekanisme kerjanya adalah menekan ovulasi membuat
getah serviks menjadi kental dan membuat endometrium tidak sempat menerima hasil
konsepsi.
2.4.2.2. Efek Samping Implant
Pada umumnya efek samping yang ditimbulkan implant tidak berbahaya.
Yang paling sering ditemukan adalah gangguan haid yang kejadiannya bervariasi
pada setiap pemakaian, seperti pendarahan haid yang banyak atau sedikit, bahkan ada
pemakaian yang tidak haid sama sekali. Keadaan ini biasanya terjadi 3-6 bulan
pertama sesudah beberapa bulan kemudian. Efek samping lain yang mungkin timbul,
tetapi jarang adalah sakit kepala, mual, mulut kering, jerawat, payudara tegang,
perubahan selera makan dan perubahan berat badan.
2.4.2.3. Keuntungan Implant
1. Efektifitas tinggi setelah dipasang
2. Sistem 6 kapsul memberikan perlindungan untuk 5 tahun.
3. Tidak mengandung estrogen
4. Efek kontraseptif segera berakhir setelah implantnya dikeluarkan
5. Implant melepaskan progestin dengan kecepatan rendah dan konstant, sehingga
terhindar dari dosis awal yang tinggi.
2.4.2.4. Kerugian Implant
1. Insersi dan pengeluaran harus dikeluarkan oleh tenaga terlatih.
2. Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan
implant
3. Lebih mahal
4. Sering timbul perubahan pola haid
5. Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.
2.4.3. Kontrasepsi Kontap
Kontap adalah kontrasepsi permanen yang digunakan untuk mencegah
kehamilan. Kontap ada 2 macam yaitu tubektomi yang digunakan pada wanita dan
vasektomi yang digunakan pada pria. Keunggulan kontap adalah merupakan
kontrasepsi yang hanya dilakukan atau dipasang sekali, relatif aman. Angka
kegagalan kontap pada pria 0,1-0,5% dalam tahun pertama sedangkan kegagalan pada
kontap wanita kurang dari 1% setelah satu tahun pemasangan (Everett, 2007).
Kontap adalah alat kontrasepsi yang paling efektif digunakan, aman dan
mempunyai nilai demografi yang tinggi. Kontap ada 2 macam yaitu tobektomi yang
dilakukan pada wanita dan vasektomi yang dilakukan pada pria.
2.4.3.1. Tubektomi
Tubektomi adalah satu-satunya kontrasepsi yang permanent. metode ini
melibatkan pembedahan abdominal dan perawatan di rumah sakit yang melibatkan
1. Efektivitas
Tubektomi ini mempunyai efektivitas nya 99,4 % - 99,8 % per 100 wanita
pertahun. Dengan angka kegagalan 1-5 per 100 kasus
2. Keuntungan
Keuntungan tubektomi adalah efektivitas tinggi, permanen, dapat segera efektif
setelah pemasangan.
3. Kerugian
Kerugian tubektomi adalah melibatkan prosedur pembedahan dan anastesi, tidak
mudah kembali kesuburan.
4. Indikasi
Indikasi tubektomi adalah wanita usia subur, sudah mempunyai anak, wanita yang
tidak menginginkan anak lagi.
5. Kontra indikasi
Kontra indikasi adalah ketidak setujuan terhadap operasi dari salah satu
pasangan, penyakit psikiatik, keadaan sakit yang dapat meningkatkan resiko saat
operasi.
6. Efek samping
Efek samping tubektomi adalah jika ada kegagalan metode maka ada resiko tinggi
2.4.3.2. Vasektomi
Vasektomi adalah pilihan kontrasepsi permanent yang popular untuk banyak
pasangan. Vasektomi adalah pemotongan vas deferen, yang merupakan saluran yang
mengangkut sperma dari epididimis di dalam testis ke vesikula seminalis.
1. Efektivitas
Vasektomi adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif. Angka kegagalan
langsungnya adalah 1 dalam 1000.
2. Keuntungan
Keuntungan adalah metode permanent, efektivitas permanen, menghilangkan
kecemasan akan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan, prosedur aman
dan sederhana
3. Kontra indikasi
Kontra indikasi adalah ketidak mampuan fisik yang serius, masalah urologi, tidak
didukung oleh pasangan.
4. Efek samping
Efek samping adalah infeksi, hematoma, granulose sperma (Everett, 2007).
2.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keengganan Penggunaan KB 2.5.1. Umur
Pengaruh umur untuk keikutsertaan dalam penggunaan kontrasepsi dapat
1. Umur ibu kurang dari 20
a. Penggunaan kondom kurang menguntungkan, karena pasangan muda frekuensi
bersenggama tinggi sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.
b. Bagi yang belum mempunyai anak, AKDR kurang dianjurkan
c. Umur dibawah 20 tahun sebaiknya tidak mempunyai anak dulu.
2. Umur ibu antara 20-30 tahun
a. Merupakan usia yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan.
b. Segera setelah anak pertama lahir, dianjurkan untuk memakai IUD sebagai
pilihan utama. Pilihan kedua adalah norplant atau pil
3. Umur ibu diatas 30 tahun
a. Pilihan utama menggunakan kontrasepsi spiral atau norplant. Kondom
biasanya merupakan pilihan kedua.
b. Dalam kondisi darurat, metode kontap dengan cara operasi (sterilisasi) dapat
dipakai dan relatif lebih baik dibandingkan dengan spiral, kondom, maupun
pil dalam arti mencegah (Sarwono, 2004).
2.5.2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan akan memengaruhi wawasan dan pengetahuan ibu.
Semakin rendah pendidikan ibu maka akses terhadap informasi tentang KB akan
berkurang sehingga ibu akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif,
2.5.3. Jumlah anak
Jumlah anak adalah keseluruhan jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh
seorang ibu. Semakin sering seorang wanita melahirkan anak, maka akan semakin
memiliki resiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat
mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga secara
maksimal.
Pengguna KB dipengaruhi juga dengan jumlah anak dalam suatu keluarga.
Pasangan usia subur 30 tahun keatas yang sudah memiliki anak dan ingin
menjarangkan kehamilannya biasanya lebih cenderung memilih kontrasepsi jangka
panjang (Sarwono, 2004).
2.6. Konseling tentang Keluarga Berencana 2.6.1. Pengertian
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara
dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan
kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini
konseling dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan
kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan
potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.
Lebih lanjut konseling dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan
Konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua arah antara klien
dengan petugas yang bertujuan memberikan bantuan mengenai berbagai hal yang ada
kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi, sehingga akhirnya calon peserta KB mampu
mengambil keputusan sendiri mengenai alat/metode kontrasepsi apa yang terbaik
bagi dirinya (Sheilla, 2006).
Konseling adalah proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan
orang lain. (Depkes RI, 2002).
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek
pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan
dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Teknik
konseling yang baik dan informasi yang lengkap dan cukup akan memberikan
keleluasaan pada klien dalam memutuskan untuk memilih kontrasepsi (informed
choise) yang akan digunakan (BKKBN, 2006).
Berdasarkan uraian diatas konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka
dua arah yang bertujuan untuk memberikan informasi atau bantuan mengenai
berbagai hal yang ada kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi.
2.6.2. Tujuan Konseling
Membantu klien melihat permasalahannya supaya lebih jelas sehingga klien
dapat memilih sendiri jalan keluarnya (Fitriasari, 2006).
Dengan melakukan konseling kontap yang baik maka klien dapat menentukan
tidak akan menyesali keputusan yang telah diambilnya di kemudian hari (Sheilla,
2006).
Konseling yang baik meningkatkan keberhasilan KB dan membuat klien
menggunakan kontrasepsi lebih lama serta mencerminkan baiknya kualitas pelayanan
yang diberikan (Sheilla, 2006).
Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal :
1. Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi
2. Memilih metode KB yang diyakini
3. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif
4. Memulai dan melanjutkan KB
5. Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia.
2.6.3. Keuntungan Konseling KB
Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada
pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya adalah :
a. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya
b. Puas terhadap pilihan dan mengurangi keluhan atau penyesalan
c. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif
d. Membangun rasa saling percaya
e. Menghormati hak klien dan petugas
f. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB
2.6.4. Tahapan Konseling Kontrasepsi
Menurut Suyono (2004) tahapan konseling tentang kontrasepsi meliputi :
a. Konseling Awal
Konseling awal adalah konseling yang dilakukan pertama kali sebelum dilakukan
konseling spesifik. Biasanya dilakukan oleh petugas KB lapangan (PLKB) yang
telah mendapatkan pelatihan tentang konseling kontap pria. Dalam konseling
awal umumnya diberikan gambaran umum tentang kontrasepsi.
Walaupun secara umum tetapi penjelasannya harus tetap obyektif baik
keunggulan maupun keterbatasan sebuah alat kontrasepsi dibandingkan dengan
metode kontrasepsi lainnya, syarat bagi pengguna kontrasepsi serta komplikasi
dan angka kegagalan yang mungkin terjadi.
Pastikan klien mengenali dan mengerti tentang keputusannya untuk menunda atau
menghentikan fungsi reproduksinya dan mengerti berbagai risiko yang mungkin
terjadi.
Apabila klien dan pasangannya telah tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut
tentang alat kontrasepsi, dirujuk pada tempat pelayanan kontrasepsi untuk tahapan
konseling spesifik.
b. Konseling Spesifik
Konseling spesifik dilakukan setelah konseling pendahuluan. Dalam tahap ini
konseling lebih ditekankan pada aspek individual dan privasi. Pada konseling
perawat dan bidan. Konselor harus mendengarkan semua masukan dari klien
tanpa disela dengan pendapat atau penjelasan konselor. Setelah semua informasi
dari klien tanpa disela penjelasan konselor.
Setelah semua informasi dari klien terkumpul maka lakukan pengelompokan dan
penyaringan, kemudian berikan informasi yang tepat dan jelas untuk
menghilangkan keraguan, kesalahpahaman. Berbagai penjelasan dengan bahasa
yang mudah dimengerti dan rasional sangat membantu klien mempercayai
konselor serta informasi yang disampaikan. Di samping itu klien dapat
mengambil keputusan tanpa tekanan dan berdasarkan informasi yang benar.
c. Konseling Pra Tindakan
Konseling pra tindakan adalah konseling yang dilakukan pada saat akan
dilakukan prosedur penggunaan kontrasepsi. Pada konseling pra tindakan yang
bertindak sebagai konselor adalah dokter, operator petugas medis yang
melakukan tindakan. Tujuan konseling ini untuk mengkaji ulang pilihan terhadap
kontrasepsi, menilai tingkat kemampuan klien untuk menghentikan infertilitas,
evaluasi proses konseling sebelumnya, melihat tahapan dari persetujuan tindakan
medis dan informasi tentang prosedur yang akan dilaksanakan.
d. Konseling Pasca Tindakan
Konseling pasca tindakan adalah konseling yang dilakukan setelah tindakan
selesai dilaksanakan. Tujuannya untuk menanyakan kepada klien bila ada keluhan
keluhan tersebut, memberikan penjelasan kepada klien atau mengingatkan klien
tentang perlunya persyaratan tertentu yang harus dipenuhi agar kontrasepsi efektif
misalnya pada kontrasepsi vasektomi perlu penggunaan kondom selama 20 kali
ejakulasi setelah divasektomi.
2.6.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Konseling
a. Faktor Individual
Orientasi kultural (keterikatan budaya) merupakan faktor individual yang dibawa
seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari :
1. Faktor Fisik
Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling akan sangat
mempengaruhi kemampuan dalam menangkap informasi yang disampaikan
konselor.
2. Sudut Pandang
Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah pikirannya terhadap
budaya dan pendidikan akan mempengaruhi pemahamannya tentang materi
yang dikonselingkan.
3. Kondisi Sosial
Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan memberikan pengaruh dalam
4. Bahasa
Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses konseling juga akan
mempengaruhi pemahaman pasien.
b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi
Tujuan dan harapan terhadap komunikasi, sikap terhadap interaksi, pembawaan
diri seseorang terhadap orang lain (seperti kehangatan, perhatian, dukungan) serta
sejarah hubungan antara konselor dan klien akan mempengaruhi kesuksesan proses
konseling.
c. Faktor Situasional
Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi percakapan kesehatan
antara bidan dan klien akan berbeda dengan situasi percakapan antara polisi
dengan pelanggar lalu lintas
d. Kompetensi dalam melakukan percakapan
Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku kompeten dari kedua
pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah :
1. Kegagalan menyampaikan informasi penting.
2. Perpindahan topik bicara yang tidak lancar.
3. Salah pengertian (Lukman, 2002).
2.6.6. Hal yang Harus Diperhatikan dalam Konseling
1. Faktor individual.
Keterikatan budaya merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam
melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari : (a) faktor fisik atau
kepekaan panca indera, usia dan seks; (b) sudut pandang terhadap nilai-nilai; (c)
faktor sosial pada sejarah keluarga dan relasi, jaringan sosial, peran dalam
masyarakat, status sosial; (d) bahasa.
2. Faktor yang berkaitan dengan interaksi, (a) tujuan dan harapan terhadap
komunikasi; (b) sikap terhadap interaksi; (c) pembawaan diri terhadap orang lain;
(d) sejarah hubungan.
3. Faktor situasional
4. Kompetensi dalam melakukan percakapan : Komunikasi dikatakan efektif bila
ada sikap perilaku kompeten dari kedua belah pihak. Keadaan yang dapat
menyebabkan putusnya komunikasi adalah : (a) kegagalan informasi penting; (b)
perpindahan topik bicara; (c) tidak lancar; (d) salah pengertian.
Kemampuan konselor yang efektif dapat menciptakan komunikasi yang
efektif dan hasil konseling yang efektif pula. Ciri-ciri khusus kemampuan konselor
yang efektif yaitu :
1. Para konselor yang efektif sangat terampil mendapatkan keterbukaan.
2. Para konselor yang efektif membangkitkan rasa percaya, kredibilitas, dan
3. Para konselor yang efektif mampu menjangkau wawasan luas, seperti halnya
mereka mendapatkan keterbukaan.
4. Para konselor yang efektif berkomunikasi dengan hati-hati dan menghargai
orang-orang yang mereka upayakan bantu.
5. Para konselor yang efektif mengakui dan menghargai diri mereka sendiri dan
tidak menyalahgunakan orang-orang yang mereka coba bantu untuk memuaskan
kebutuhan pribadi mereka sendiri.
6. Para konselor yang efektif mempunyai pengetahuan khusus dalam beberapa
bidang keahlian yang mempunyai nilai bagi orang-orang tertentu yang akan
dibantu.
7. Para konselor yang efektif berusaha memahami, bukannya menghakimi, tingkah
laku orang yang diupayakan bantu.
8. Para konselor yang efektif mampu bernalar secara sistematis dan berfikir dengan
pola sistem.
9. Para konselor yang efektif berpandangan mutahir dan memiliki wawasan luas
terhadap peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan manusia.
10.Para konselor yang efektif mampu mengidentifikasi pola tingkah-laku yang
merusak diri (self defeating) dan membantu orang-orang lain untuk berubah dari
tingkah laku yang merusak diri ke pola-pola tingkah laku yang secara pribadi
Para konselor yang benar-benar efektif sangat terampil membantu
orang-orang lain melihat diri sendiri, dan merespons secara tidak defensif terhadap
pertanyaan “Siapakah saya?” adalah suatu hal yang mudah melukiskan aspek-aspek
diri yang menyenangkan dan membanggakan (Sheilla, 2006).
2.6.7. Upaya Petugas Kesehatan Dalam Mengatasi Masalah Pemilihan Kontrasepsi
Konseling merupakan serangkaian program layanan kesehatan yang diberikan
oleh petugas kesehatan kepada masyarakat agar mereka mampu berkembang lebih
baik dan lebih optimal.
Keberhasilan akseptor KB dalam menentukan dan memilih kontrasepsi
ditentukan dari kemampuan petugas kesehatan memberikan konseling tentang
gambaran dan memberikan keyakinan kepada ibu tentang keunggulan masing-masing
kontrasepsi sehingga menambah pengetahuan ibu tentang setiap kontrasepsi sehingga
ibu memilih kontrasepsi yang akan dipergunakan.
Menurut Sukardi (2008) menjelaskan bahwa efektivitas konseling petugas
kesehatan akan menimbulkan kepercayaan ibu terhadap kontrasepsi yang akan
dipergunakan. Dalam memberikan konseling setidaknya petugas kesehatan harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Perlakuan terhadap akseptor KB secara hangat, ramah, rendah hati,
menyenangkan.
2. Pemahaman akseptor KB secara empatik.
4. Penerimaan akseptor KB secara apa adanya.
5. Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh akseptor KB
2.7. Teori Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku merupakan tujuan pendidikan atau penyuluhan kesehatan
sebagai penunjang program-program kesehatan yang lainnya. Banyak teori tentang
perubahan perilaku ini, antara lain :
1. Teori Stimulus-Organisme-Respons (SOR)
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku
tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya
kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan
perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.
Proses perubahan perilaku menggambarkan proses belajar pada individu yang
terdiri dari :
a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau
ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus
itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi
bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan
stimulus tersebut efektif.
b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia