• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Konseling Oleh Petugas Kesehatan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pemilihan Alat Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Konseling Oleh Petugas Kesehatan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pemilihan Alat Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN KONSELING OLEH PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN ALAT

KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESALAMA KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Oleh YUSRAINI 107032215/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PEMBERIAN KONSELING OLEH PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN ALAT

KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESALAMA KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUSRAINI 107032215/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PEMBERIAN KONSELING OLEH PETUGAS KESEHATAN TERHADAP

PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESALAMA

KABUPATEN LANGKAT Nama Mahasiswa : Yusraini

Nomor Induk Mahasiswa : 107032215

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Drs. Heru Santosa, MS, PhD) (Drs. Tukiman, MKM Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 04 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Drs. Tukiman, MKM

: 2. Drs. Abdul Jalil Amri Arma : 3. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PEMBERIAN KONSELING OLEH PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMILIHAN ALAT

KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DESALAMA KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012

(6)

ABSTRAK

Pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) di wilayah kerja Puskesmas Desalama paling sedikit dibandingkan dengan jenis kontrasepsi non metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Kurangnya pemakaian kontrasepsi jangka panjang karena konseling petugas kesehatan yang kurang efektif antara tenaga kesehatan dengan akseptor KB tentang kontrasepsi jangka panjang.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian konseling oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempergunakan KB di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat yang berjumlah 821 orang. Sampel sebanyak 146 orang, diambil dengan teknik cluster sampling dan pemilihan anggota sampel secara sistematik random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan chi-squarepada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa materi penyuluhan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3%, media penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3% dan metoda penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan tidak efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Langkat perlu menyusun kebijakan tentang pentingnya konseling dalam upaya meningkatkan cakupan pemakaian kontrasepsi jangka panjang, kepada tenaga kesehatan khususnya bidan di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat agar lebih aktif dalam memberikan konseling kepada masyarakat di Puskesmas dan kepada tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat sebaiknya dalam memberikan konseling dengan memperhatikan materi penyuluhan yang disampaikan dan media yang menarik untuk meningkatkan pemahaman akseptor KB.

(7)

ABSTRACT

Long-term use of contraceptive methods (MKJP) Desalama health centers in the region of at least compared to the non contraceptive long-term contraceptive methods (MKJP). Lack of long-term use of contraceptives because health counseling are less effective among health workers in family planning acceptors about the long-term contraception.

This study aimed to analyze the effect of counseling by health workers towards maternal knowledge about long-term contraceptive elections in the region of the District Health Center Desalama Langkat.

This type of survey research is cross sectional analytic approach. The population in this study were all women who use family planning health center working area Desalama Langkat totaling 821 people. Sample of 146 people, drawn by cluster sampling techniques and the selection of the sample in a systematic random sampling. Data obtained through interviews using questionnaires, were analyzed by chi-square at the α = 5%.

The results showed that the material effective counseling by health workers to improve maternal knowledge about long-term contraceptive election by 75.3%, media outreach effectively used by health workers to improve maternal knowledge about long-term contraceptive election by 75.3% and counseling methods used by health workers is not effective for improving maternal knowledge.

Recommended to the Department of Health Langkat need to develop policies on the importance of counseling in an effort to improve the coverage of long-term contraception, to health professionals, especially midwives working in the health center Desalama Langkat to be more active in providing counseling to the community health center and the health personnel working in the health center Desalama Langkat should provide counseling with respect to the extension of material presented and the media of interest to enhance the understanding of family planning acceptors

Keywords: .

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada

Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Pemberian Konseling Oleh Petugas Kesehatan terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pemilihan Alat Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat”.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan,

arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan

penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor

Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

(9)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara

5. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan

penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan

waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis

selesai.

6. Drs. Tukiman, MKM selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu

untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Drs. Abdul Jalil Amri Amra, MKes

8. Kepala Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat dan jajarannya yang telah

berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin

sampai selesai penelitian ini.

dan dr. Yusniwarti Yusad, M.Si sebagai

komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan

masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

9. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

10. Ayahanda H. Barlian Lubis dan Ibunda Hj. Tirofah yang selalu memberikan

(10)

11. Teristimewa buat suami tercinta M. Aulia Pakpahan, SE, SH dan anak tersayang

Nizli Addhini Pakpahan, Rafi Arya Satya Pakpahan, Lutfi Tegar Aulia Pakpahan

yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do’a serta cinta yang dalam

setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa

menyelesaikan pendidikan ini.

12. Rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan

Reproduksi tahun 2010 yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan

pendidikan di Program Magister IKM FKM-USU.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan

pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2012 Penulis

Yusraini

(11)

RIWAYAT HIDUP

Yusraini, lahir pada tanggal 05 Juni 1975 di Simpang Durian, anak keenam

dari tujuh bersaudara dari pasangan ayahanda H. Barlian Lubis dan ibunda Hj.

Tirofah Lubis.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di sekolah Dasar Negeri

Lancap, selesai Tahun 1987, Sekolah Madrasah Isanawiyah Negeri di Padang

Sidempuan, selesai tahun 1990, Sekolah Perawat Kesehatan di SPK Muhammadiyah

Banda Aceh, selesai Tahun 1993, Program Pendidikan Bidan, selesai Tahun 1994,

Akbid Depkes Medan, selesai 2001, Pendidikan DIV Bidan Pendidik di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, selesai Tahun 2005.

Penulis mulai bekerja sebagai Bidan PTT di Kabupaten Tapanuli Selatan

tahun 1995, staf pengajar di Akademi Kebidanan Nusantara 2000 Medan tahun 2001,

Bidan PTT di Kabupaten Langkat tahun 2005 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat

(12)
(13)
(14)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 54

4.4.1. Analisis Multivariat Efektifitas Konseling terhadap Pengetahuan Ibu ... 61

BAB 5. PEMBAHASAN ... 65

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas Variabel Efektifitas Konseling Petugas Kesehatan (Materi, Media dan Metode Penyuluhan) dan

Pengetahuan Akseptor KB ………. 48

3.2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Efektifitas Konseling Petugas Kesehatan (Materi, Media dan Metode Penyuluhan) dan

Pengetahuan Akseptor KB ………. 50

3.3 Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Pengukuran…………. 52

4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama

Kabupaten Langkat Menurut Desa……… 56

4.2 Distribusi Jumlah PUS dan Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Menurut Kelurahan………..

57

4.3 Distribusi Akseptor KB Menurut Jenis Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Berdasarkan Wilayah..

57

4.4 Distribusi Frekuensi Materi Penyuluhan Konseling tentang Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama

Kabupaten Langkat ……… 58

4.5 Distribusi Frekuensi Media Penyuluhan Konseling tentang Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama

Kabupaten Langkat ……… 58

4.6 Distribusi Frekuensi Metoda Penyuluhan Konseling tentang Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama

Kabupaten Langkat ……….. 59

4.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten

Langkat ………. 59

4.8 Distribusi Frekuensi Pemilihan Alat Kontrasepsi MKJP di

(16)

4.9 Hubungan Efektifitas Penyuluhan Petugas Kesehatan Dengan Pengetahuan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas

Desalama Kabupaten Langkat ………... 62

4.10 Hubungan Efektifitas Konseling Petugas Kesehatan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi MKJP di Wilayah Kerja

Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat ……… 64

4.11 Pengaruh Faktor Efektifitas Konseling (Materi, Media dan Metoda) Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ………...………. 80

2. Master Data Validitas dan Reliabilitas ………. 83

3. Uji Validitas dan Reliabilitas………. 85

4. Master Data Penelitian ……….………. 89

(19)

ABSTRAK

Pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) di wilayah kerja Puskesmas Desalama paling sedikit dibandingkan dengan jenis kontrasepsi non metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Kurangnya pemakaian kontrasepsi jangka panjang karena konseling petugas kesehatan yang kurang efektif antara tenaga kesehatan dengan akseptor KB tentang kontrasepsi jangka panjang.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian konseling oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempergunakan KB di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat yang berjumlah 821 orang. Sampel sebanyak 146 orang, diambil dengan teknik cluster sampling dan pemilihan anggota sampel secara sistematik random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan chi-squarepada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa materi penyuluhan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3%, media penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang sebesar 75,3% dan metoda penyuluhan yang dipergunakan oleh petugas kesehatan tidak efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Langkat perlu menyusun kebijakan tentang pentingnya konseling dalam upaya meningkatkan cakupan pemakaian kontrasepsi jangka panjang, kepada tenaga kesehatan khususnya bidan di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat agar lebih aktif dalam memberikan konseling kepada masyarakat di Puskesmas dan kepada tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat sebaiknya dalam memberikan konseling dengan memperhatikan materi penyuluhan yang disampaikan dan media yang menarik untuk meningkatkan pemahaman akseptor KB.

(20)

ABSTRACT

Long-term use of contraceptive methods (MKJP) Desalama health centers in the region of at least compared to the non contraceptive long-term contraceptive methods (MKJP). Lack of long-term use of contraceptives because health counseling are less effective among health workers in family planning acceptors about the long-term contraception.

This study aimed to analyze the effect of counseling by health workers towards maternal knowledge about long-term contraceptive elections in the region of the District Health Center Desalama Langkat.

This type of survey research is cross sectional analytic approach. The population in this study were all women who use family planning health center working area Desalama Langkat totaling 821 people. Sample of 146 people, drawn by cluster sampling techniques and the selection of the sample in a systematic random sampling. Data obtained through interviews using questionnaires, were analyzed by chi-square at the α = 5%.

The results showed that the material effective counseling by health workers to improve maternal knowledge about long-term contraceptive election by 75.3%, media outreach effectively used by health workers to improve maternal knowledge about long-term contraceptive election by 75.3% and counseling methods used by health workers is not effective for improving maternal knowledge.

Recommended to the Department of Health Langkat need to develop policies on the importance of counseling in an effort to improve the coverage of long-term contraception, to health professionals, especially midwives working in the health center Desalama Langkat to be more active in providing counseling to the community health center and the health personnel working in the health center Desalama Langkat should provide counseling with respect to the extension of material presented and the media of interest to enhance the understanding of family planning acceptors

Keywords: .

(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah alat kontrasepsi yang

digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan,

yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

mantap.

Indonesia merupakan negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada

posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi. Esensi

tugas program Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas yaitu menurunkan

fertilitas agar dapat mengurangi bebanpembangunan demi terwujudnya kebahagiaan

dan kesejahteraan bagi rakyatdan bangsa Indonesia.

Pelayanan program KB pelaksanaannya senantiasa terintegrasi dengan

kegiatan kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah

kesehatan dan kesetaraan gender sebagai salah satu upaya pemecahan hak-hak

reproduksi kepada masyarakat. Memperhatikan hal-hal tersebut, maka operasional

pelaksanaan program KB perlu dikelola secara lebih serius, profesional dan

berkesinambungan sehingga upaya-upaya tersebut dapat memberikan kepuasan bagi

semua pihak baik klien maupun pemberi pelayanan yang pada akhirnya akan

meningkatkan kesertaan masyarakat dalam ber KB, terhindar dari masalah kesehatan,

(22)

kontrasepsi yang akan dipergunakan oleh akseptor KB sangat ditentukan efektvitas

konseling petugas kesehatan (Manuaba, 2010).

Interaksi atau konseling yang berkualitas antara klien dan provider

Klien yang mendapatkan konseling dengan baik akan cenderung memilih alat

kontrasepsi dengan benar dan tepat. Pada akhirnya hal itu juga akan menurunkan

tingkat kegagalan KB dan mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan.

Untuk meraih keberhasilan tersebut, tentunya sangat diperlukan tenaga-tenaga

konselor yang profesional. Mereka bukan hanya harus mengerti seluk-beluk masalah

KB, tetapi juga memiliki dedikasi tinggi pada tugasnya serta memiliki kepribadian

yang baik, sabar, penuh pengertian, dan menghargai klien (Siswanto, 2010).

(tenaga

medis) merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan

program keluarga berencana (KB). Sangat mudah dimengerti jika hal itu membuat

tingkat keberhasilan KB di Indonesia menurun.

Dengan demikian, konseling akan benar-benar menghasilkan keputusan

terbaik seperti yang diinginkan oleh klien, bukan sekedar konsultasi yang

menghabiskan waktu dan biaya. Demikian benang merah diskusi bertema “Sudahkah

Peserta KB Diperlakukan sebagai Klien?” yang diselenggarakan Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan John Hopkins University melalui

Program KB dan Kesehatan Reproduksi di Jakarta (Prayitno, 2004).

Menurut Siswanto (2010) di Indonesia, konseling yang berkualitas masih

(23)

menyediakan jasa konseling yang benar-benar memenuhi standar. Selain itu,

ketidakseimbangan antara jumlah klien dan tenaga medis yang bertugas sebagai

konselor juga akan mempengaruhi keberhasilan konseling.

Keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh kemahiran konselor dalam

memerankan tugasnya. Ketika menghadapi klien, seorang konselor hendaknya tidak

beranggapan dialah yang terhebat sementara si klien tidak tahu apa-apa. Hal itu,

justru akan memunculkan jarak dengan klien sehingga akan sulit terjalin interaksi

yang sebenarnya sangat diperlukan dalam konseling

Berdasarkan hasil penelitian Starh (2002) diketahui dari 373 klinik di

Indonesia ternyata hanya tiga yang dapat dikategorikan memenuhi standar konseling.

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur standar itu adalah kecakapan

konselor dalam “melayani” klien, termasuk berinteraksi dan mengorek sebanyak

mungkin masalah yang disembunyikan klien.

Zarfiel Taffal (2002), juga sependapat jika dalam konseling, klien cenderung

akan menyembunyikan masalah sehingga kelihaian konselor akan menjadi penentu

berkualitas tidaknya konseling itu. Namun, Zarfiel menekankan, konseling

hendaknya tidak berorientasi pada efisiensi yang lebih mempertimbangkan faktor

waktu, tetapi lebih kepada keefektifan yang mengutamakan pencapaian hasil terbaik.

Di desa-desa terpencil biasanya hanya ada tenaga bidan yang bertugas di

puskesmas. Masyarakat pun tampaknya memang lebih dekat dengan bidan. Selain

(24)

klien. Sepertinya, masih sulit menemukan dokter yang mampu menjadi konselor yang

baik tanpa mempertimbangkan ‘jam terbang’ dan jasa konseling,” katanya.

Komunikasi petugas kesehatan merupakan suatu pertukaran informasi,

berbagi ide dan pengetahuan petugas kesehatan kepada masyarakat. Hal ini berupa

proses dua arah dimana informasi, pemikiran, ide, perasaan atau opini disampaikan

atau dibagikan melalui kata-kata, tindakan maupun isyarat untuk mencapai

pemahaman bersama. Komunikasi yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara

aktif yaitu antara petugas kesehatan dan masyarakat. Hal ini akan menolong mereka

untuk mengalami cara baru mengerjakan atau memikirkan sesuatu, dan hal ini

kadang-kadang disebut pembelajaran partifipatif. Semua aktifitas manusia melibatkan

komunikasi, namun karena kita sering menerimanya begitu saja, kita tidak selalu

memikirkan bagaimana kita berkomunikasi dengan yang lain dan apakah efektif atau

tidak.

Komunikasi yang baik melibatkan pemahaman bagaimana orang-orang

berhubungan dengan yang lain, mendengarkan apa yang dikatakan dan mengambil

pelajaran dari hal tersebut. Komunikasi yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan

akan memberikan pengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi yang akan dipergunakan

oleh akseptor KB terutama pemakaian alat kontrasepsi jangka panjang (Depkes RI,

2002).

Keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh kemahiran konselor dalam

(25)

pengetahuan ibu dan akan berpengaruhnya pada pemilihan alat kontrasepsi (Sheilla,

2006).

Secara sederhananya, konseling merupakan perantara dalam penyampaian

informasi dari komunikator kepada komunikate yang bertujuan untuk efisiensi

penyebaran informasi atau pesan (Burgon & Huffner, 2002). Efisiensi penyebaran

informasi dengan adanya konseling akan lebih membuat penyebaran informasi

menjadi efisien. Oleh karena itu, tenaga kesehatan diharapkan mampu dalam

memberikan KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) yang lebih efektif kepada calon

akseptor KB sehingga mereka tidak lagi ragu untuk menentukan pilihan alat

kontrasepsi yang akan dipakai terutama alat kontrasepsi jangka panjang (Saifuddin,

2001).

Pada saat ini alat kontrasepsi jangka panjang terutama AKDR/IUD

merupakan salah satu cara kontrasepsi yang paling populer dan diterima oleh

program keluarga berencana di setiap negara. Diperkirakan sekitar 60-65 juta wanita

di seluruh dunia memakainya, dengan pemakai terbanyak di Cina (Siswosudarmo,

2007). Pada saat ini diperkirakan memakai AKDR/IUD, 30% terdapat di Cina, 13%

di Eropa, 5% di Amerika dan sekitar 6,7% di negara-negara berkembang (Augustin,

2000).

Survei demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2002-2003 memperlihatkan

proporsi peserta KB untuk semua tercatat sebesar 60,3%. Bila dirinci lebih lanjut

(26)

IUD (6,2%), implant atau susuk KB (4,3%) sterilisasi wanita (3,7%), kondom (0,9%),

sterilisasi pria (0,4%), MAL (metode amenore laktasi) (0,1%), dan sisanya

merupakan peserta KB tradisional masing-masing menggunakan cara tradisional,

pantang berkala (1,6%) maupun senggama terputus (1,5%) dan 0,5% cara lain

(BKKBN, 2006). Pada tahun 2007 yang menggunakan alat kontrasepsi 61,4% yaitu

sebanyak 31,6% menggunakan suntik, pil 13,2 %, AKDR/IUD 4,8%, implant 2,8%,

kondom 1,3%, vasektomi dan tubektomi 7,7 %.12. Pada tahun 2009 peserta KB yang

tercatat 51,21% akseptor KB memilih suntikan sebagai alat kontrasepsi, 40,02%

memilih Pil, 4,93% memilih Implant, 2,72% memilih AKDR/IUD dan lainnya

1,11%. Pada umumnya masyarakat memilih non metode kontrasepsi jangka panjang

(MKJP). Sehingga metode KB MKJP seperti AKDR/IUD, implant, kontap pria

(MOP) dan kontap wanita (MOW) kurang diminati (Arum, 2009).

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, penduduk Sumatera Utara

berjumlah 12,98 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk rata rata 1,1% setiap

tahunnya. Persoalan kependudukan yang dihadapi Sumut dalam satu dekade terakhir

adalah masih tingginya angka kelahiran total yakni sebesar 3,8/1000 wanita usia

subur, penduduk miskin sebesar 11,31% atau 1,41 juta jiwa, angka pengangguran

terbuka sebesar 7,43%. Sementara angka kematian bayi, berdasarkan riset, kesehatan

dasar 2010 adalah sebesar 22 per 1000 kelahiran, sementara kematian ibu hamil dan

(27)

berencana untuk segera dipercepat di semua wilayah dan lini lapangan (BKKBN,

Sumut 2011).

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun

2011, pencapaian peserta baru pengguna kontrasepsi medis operatif pria (MOP),

medis operatif wanita (MOW), dan IUD, dua tahun terakhir meningkat tajam yaitu

MOP naik 44%, MOW 15%, dan pengguna IUD meningkat sebesar 53%. Salah satu

daerah yang pencapaian MOP-nya tinggi adalah Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.

Namun pencapaian peserta KB baru yang berhasil didata Badan Kependudukan

dan Keluarga Berencana (BKKBN) Perwakilan Provinsi Sumatera Utar

belum maksimal. Secar

penilaian pencapaian peserta KB baru, yakni dengan nilai 72,27. Posisi yang dicapai

Sumut masih belum maksimal diatas rata-rata nasional. Sumut masih memiliki nilai

minum dalam beberapa hal pencapaian peserta KB baru (BKKBN, Sumut 2011).

Peserta KB aktif di Sumatera Utara yang berhasil dibina sebanyak 4.534,850

(76,23%) dari seluruh Pasangan Usia Subur (PUS) yang mencapai 5.948.962 PUS.

Realisasi peserta KB aktif yang menggunakan kontrasepsi suntik 2.239.108, pil

848.503, IUD 557.224 dan kondom 42.464 (BPS, 2009).

Di Kabupaten Langkat, jumlah PUS mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Pada tahun 2007 jumlah PUS sekitar 272.383 dan meningkat menjadi 282.391 pada

tahun 2008. Dari jumlah tersebut 69,93% adalah akseptor aktif yang jumlahnya

(28)

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di wilayah kerja Puskesmas

Desalama Kabupaten Langkat diperoleh bahwa pada tahun 2008 persentase peserta

KB baru sebanyak 11,18% dari 272.383 jumlah PUS; 10,48% pada tahun 2007 dan

9,45% pada tahun 2006. Pada tahun 2009 dilaporkan 28.520 peserta KB baru,

terdapat 18,25% peserta yang menggunakan metode kontrasepsi MKJP dan 81,75%

menggunakan non MKJP. Jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh

peserta KB baru adalah pil (43,35%), suntik (32,98%) dan paling sedikit adalah

MOP/MOW (0,89%). Pada tahun 2011 terdapat 356 peserta KB aktif dan yang baru

465 orang akseptor KB di kecamatan Desalama terdapat 453 peserta yang

menggunakan metode kontrasepsi non MKJP dan 268 menggunakan MKJP. Jenis

kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh peserta KB aktif ini adalah

kontrasepsi janga pendek dibandingkan dengan kontrasepsi jangka panjang

(Puskesmas Desalama, 2011).

Melihat data tersebut bahwa metode non MKJP merupakan metode yang lebih

disukai oleh peserta KB aktif di Kecamatan Desalama, dengan alasan peserta KB

baru selain harganya relatif lebih murah, lebih aman, metode non MKJP juga

dipandang masyarakat belum mendapatkan konseling yang efektif tentang

kontrasepsi jangka panjang (Puskesmas Desalama, 2011).

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Desalama tersebut,

menunjukkan faktor yang menyebabkan akseptor KB kurang memakai kontrasepsi

(29)

antara tenaga kesehatan dengan akseptor KB tentang kontrasepsi jangka panjang.

Konseling kepada akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Desalama sudah sering

dilaksanakan oleh petugas kesehatan, namun konseling tersebut belum sesuai dengan

yang diharapkan, hal ini dapat kita lihat bahwa akseptor KB masih lebih memilih

kontrasepsi jangka panjang.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian

konseling oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam pemilihan alat

kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten

Langkat.

1.2. Permasalahan

Rendahnya cakupan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten

Langkat, sehingga ingin diteliti bagaimana pengaruh pemberian konseling oleh

petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam pemilihan MKJP di wilayah kerja

Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling

oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan ibu dalam pemilihan MKJP di wilayah

(30)

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pemberian pemberian konseling oleh petugas kesehatan

terhadap pengetahuan ibu dalam pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang di

wilayah kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti sebagai upaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan

khususnya tentang kontrasepsi jangka panjang.

2. Bagi Puskesmas Desalama dan Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Langkat

sebagai informasi dalam upaya meningkatkan cakupan pelayanan KB jangka

panjang sesuai target.

3. Bagi tenaga kesehatan agar meningkatkan kualitas pemberian pengetahuan KIE

dengan mengikuti pelatihan-pelatihan tentang KIE

4. Bagi peneliti selajutnya sebagai referensi pengembangan ilmu kesehatan

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan Ibu tentang Kontrasepsi 2.1.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu“ dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

pancaindra manusia yaitu :indra penglihatan, indra pendengaran, indra penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2. Tingkat Pengetahuan Manusia

Menurut Benyamin S.Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003)

mengatakan bahwa pengetahuan dibagi dalam enam tingkatan yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Yang termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah. Kata kerja yang mengukur bahwa orang tahu apa yang

dipelajari antara lain: mampu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

(32)

2. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek

yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap obyek atau materi harus mampu menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan membedakan.

3. Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi riil atau pengalaman hukum, rumus metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks yang lain. Kata kerja yang menyatakan orang sudah

mampu mendemonstrasikan, menghitung, menyelesaikan, mengoperasikan,

menghubungkan dan menyusun suatu metode atau rumus yang diaplikasikan

dalam kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis (Analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut,

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat

dari kemampuan orang untuk menentukan perbedaan, memisahkan, membuat

diagram, membuat estimasi, mengambil kesimpulan dan menyusun sesuai dengan

(33)

5. Sintesis (Synthesis)

Menunjukan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi–formulasi yang ada. Kemampuan orang

untuk menyusun, merencanakan atau merancang, membuat komposisi, membuat

kembali dan merevisi.

6. Evaluasi (Evaluation)

Menunjukkan pada kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi

atau obyek yang berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria yang ada. Dalam keadaan ini orang sudah mampu untuk menimbang,

mengkritik, membandingkan, memberi alasan, menyimpulkan dan memberi

dukungan (Notoatmodjo, 2003).

2.2. Efektifitas dan Pengukuran

Menurut Abdurahmat (2003), efektifitas adalah menunjukkan keberhasilan

dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin

mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektifitasnya.

Menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa efektifitas adalah suatu

ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah

tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi

(34)

Menurut Mahmudi (2005) efektifitas merupakan hubungan antara output

dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian

tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan.

Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa efektivitas mempunyai hubungan

timbal balik antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output, maka

semakin efektif suatu program atau kegiatan.

Pengukuran efektifitas sebuah konseling merupakan sesuatu yang sangat

penting bagi sebuah konseling. Petugas kesehatan menghabiskan banyak sekali waktu

untuk melaksanakan konseling. Oleh karena itu, tenaga kesehatan menaruh perhatian

yang besar terhadap performa dari konseling mereka.

Beberapa hal menjadi alasan yang mendasari perlunya melaksanakan

pengukuran efektifitas sebuah konseling.

Keluaran (output) yang dihasilkan lebih banyak bersifat keluaran (output)

tidak berwujud (intangible) yang tidak mudah untuk dikuantifikasi, maka pengukuran

efektivitas sering menghadapi kesulitan. Kesulitan dalam pengukuran efektivitas

tersebut karena pencapaian hasil (outcome) seringkali tidak dapat diketahui dalam

jangka pendek, akan tetapi dalam jangka panjang setelah program berhasil, sehingga

ukuran efektifitas biasanya dinyatakan secara kualitatif (berdasarkan pada mutu)

dalam bentuk pernyataan saja (judgement), artinya apabila mutu yang dihasilkan baik,

maka efektivitasnya baik pula.

(35)

1. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa kuantitas atau

bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat

dari perbandingan (ratio) antara masukan (input) dengan keluaran (output).

2. Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektifitas ini dapat

kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat kualitatif

(berdasarkan pada mutu).

3. Produk kreatif, artinya penciptaan hubungannya kondisi yang kondusif dengan

dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan.

4. Intensitas yang akan dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi dalam suatu

tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling memiliki dengan kadar yang

tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa ukuran daripada efektifitas harus adanya

suatu perbandingan antara masukan dan keluaran, ukuran daripada efektifitas harus

adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan kerja yang kondusif serta

intensitas yang tinggi, artinya ukuran daripada efektifitas adanya keadaan rasa saling

memiliki dengan tingkatan yang tinggi.

2.3. Kontrasepsi dan Pembagian

Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan

kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” dan

“konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah

(36)

kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan

sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma tersebut (Saifuddin, 2006).

Alat kontrasepsi memang sangat berguna sekali dalam program KB namun

perlu diketahui bahwa tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap

orang. Untuk itu, setiap pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk

dirinya.

Salah satu metode kontrasepsi yang digunakan adalah alat kontrasepsi jangka

panjang (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau IUD, implant dan kontap).

Kontrasepsi jangka panjang adalah satu alat kontrasepsi modern yang telah

dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi

kontrasepsinya), (Hidayati, 2009).

Pelayanan kontrasepsi merupakan salah satu jenis pelayanan KB yang

tersedia. Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri berbagai

macam metode kontrasepsi yang tersedia. Faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor

dalam memilih metode kontrasepsi antara lain faktor pasangan (umur, gaya hidup,

frekuensi senggama, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan metode

kontrasepsi yang lalu, sikap kewanitaan dan kepriaan), faktor kesehatan (status

kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul)

dan faktor metode kontrasepsi (efektivitas, efek samping dan biaya). Selain

faktor-faktor tersebut masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis

(37)

Salah satu program untuk menekan angka pertumbuhan penduduk yakni

melalui program Keluarga Berencana (KB). Program KB memiliki peranan dalam

menurunkan resiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, penundaan usia

kehamilan serta menjarangkan kehamilan dengan sasaran utama adalah Pasangan

Usia Subur (PUS). Program pemerintah dalam upaya mengendalikan jumlah

kelahiran dan mewujudkan keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui

konsep pengaturan jarak kelahiran dengan program KB (Manuaba, 2010).

Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu :

1. Kontrasepsi Sederhana

Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi

dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan

senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat

dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly

atau tablet berbusa (vaginal tablet).

2. Cara Kontrasepsi Modern/Metode Efektif

Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak permanen dan kontrasepsi

permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat dilakukan dengan pil, AKDR (Alat

Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan dan implant. Sedangkan cara kontrasepsi

permanen dapat dilakukan dengan metode kontap, yaitu dengan operasi tubektomi

(38)

2.4. Macam-macam Kontrasepsi Jangka Panjang

2.4.1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intra Uterine Devices (IUD) 2.4.1.1. Pengertian

AKDR/IUD merupakan alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik yang

halus berbentuk spiral atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan

memakai alat khusus oleh dokter atau bidan/paramedik lain yang sudah dilatih

(Manuaba, 2010).

2.4.1.2. Jenis AKDR/IUD

Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain adalah :

a. Copper-T

IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya

diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti

fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik. IUD berbentuk T, terbuat dari bahan

polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus.

Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang

cukup baik.

b. Copper-7

AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan.

Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan

gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan

(39)

c. Multi load

IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan

berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm.

Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau

375 mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu

standar, small dan mini.

d. Lippes loop

IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S

bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes

loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya.

Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C

berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal

(benang putih). Lippes loop mempunyai angka kegagalan yang rendah.

Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang

menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik.

2.4.1.3. Efektifitas

Sebagai kontrasepsi, AKDR tipe Copper T efektifitasnya sangat tinggi yaitu

berkisar antara 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1

kegagalan dalam 125-170 kehamilan). Sedangkan AKDR dengan progesteron antara

(40)

2.4.1.4. Mekanisme Kerja AKDR/IUD

Mekanisme kerja AKDR/IUD adalah sebagai berikut :

1. Menghambat kemampuan sperma masuk ke dalam tuba falopii

2. Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri

3. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR

membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan

mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi

4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (Saifuddin, 2006).

2.4.1.5. Keuntungan AKDR/IUD

Keuntungan dari AKDR/IUD ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai kontrasepsi efektifitas tinggi

2. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan

3. Metode jangka panjang

4. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat, seperti pil atau suntik

5. Tidak memengaruhi hubungan seksual

6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil

7. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A)

8. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI seperti metode kontrasepsi

hormonal

(41)

10.Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir)

11.Tidak ada interaksi dengan obat-obat

12.Membantu mencegah kehamilan ektopik

13.Dapat dilepas jika menginginkan anak lagi, karena tidak bersifat permanen

14.Tidak bersifat karsinogen, yaitu dapat menyebabkan kanker karena hormon yang

terkandung didalamnya (Manuaba, 2010).

2.4.1.6. Kerugian

1. Efek samping yang umum terjadi adalah :

a. Keputihan

b. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang

setelah 3 bulan).

c. Haid lebih lama dan banyak.

d. Perdarahan (spotting) antar menstruasi.

e. Saat haid lebih sakit.

2. Komplikasi lain :

a. Merasakan sakit dan kejang selama 3-5 hari setelah pemasangan.

b. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan

penyebab anemia.

c. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar).

(42)

3. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering

berganti pasangan

4. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai

AKDR, penyakit radang panggul dapat memicu infertilitas

5. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvis: diperlukan dalam pemasangan

AKDR. Sering kali perempuan takut selama pemasangan (Saifuddin, 2006).

2.4.1.7. Indikasi

1. Usia reproduktif

2. Telah mendapat persetujuan dari suami

3. Pernah melahirkan dan mempunyai anak, serta ukuran rahim tidak kurang 5 cm.

4. Telah cukup jumlah anaknya dan belum memutuskan untuk sterilisasi.

5. Tidak ingin hamil paling tidak untuk 2 tahun.

6. Dianjurkan sebagai pengganti pil KB bagi akseptor KB yang berumur diatas 30

tahun.

7. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang

8. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi

9. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya

10. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi

11.Resiko rendah dari IMS

(43)

2.4.1.8. Kontraindikasi Pemakaian AKDR

Menurut Meilani (2010), kontraindikasi pemakaian AKDR/IUD adalah :

1. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil)

2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi)

3. Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)

4. Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita abortus septic

5. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat

mempengaruhi kavum uteri

6. Kanker alat genital

7. Ukuran rongga panggul kurang dari 5 cm

2.4.1.9. Cara Pemasangan AKDR

Prinsip pemasangan adalah menempatkan AKDR setinggi mungkin dalam

rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik ialah pada waktu

serviks masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah

bersalin dan pada akhir haid. Pemasangan AKDR dapat dilakukan oleh dokter atau

bidan yang telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan

setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan berikutnya.

(44)

2.4.2. Kontrasepsi Implant 2.4.2.1. Pengetian

Kontrasepsi implant mekanisme kerjanya adalah menekan ovulasi membuat

getah serviks menjadi kental dan membuat endometrium tidak sempat menerima hasil

konsepsi.

2.4.2.2. Efek Samping Implant

Pada umumnya efek samping yang ditimbulkan implant tidak berbahaya.

Yang paling sering ditemukan adalah gangguan haid yang kejadiannya bervariasi

pada setiap pemakaian, seperti pendarahan haid yang banyak atau sedikit, bahkan ada

pemakaian yang tidak haid sama sekali. Keadaan ini biasanya terjadi 3-6 bulan

pertama sesudah beberapa bulan kemudian. Efek samping lain yang mungkin timbul,

tetapi jarang adalah sakit kepala, mual, mulut kering, jerawat, payudara tegang,

perubahan selera makan dan perubahan berat badan.

2.4.2.3. Keuntungan Implant

1. Efektifitas tinggi setelah dipasang

2. Sistem 6 kapsul memberikan perlindungan untuk 5 tahun.

3. Tidak mengandung estrogen

4. Efek kontraseptif segera berakhir setelah implantnya dikeluarkan

5. Implant melepaskan progestin dengan kecepatan rendah dan konstant, sehingga

terhindar dari dosis awal yang tinggi.

(45)

2.4.2.4. Kerugian Implant

1. Insersi dan pengeluaran harus dikeluarkan oleh tenaga terlatih.

2. Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan

implant

3. Lebih mahal

4. Sering timbul perubahan pola haid

5. Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.

2.4.3. Kontrasepsi Kontap

Kontap adalah kontrasepsi permanen yang digunakan untuk mencegah

kehamilan. Kontap ada 2 macam yaitu tubektomi yang digunakan pada wanita dan

vasektomi yang digunakan pada pria. Keunggulan kontap adalah merupakan

kontrasepsi yang hanya dilakukan atau dipasang sekali, relatif aman. Angka

kegagalan kontap pada pria 0,1-0,5% dalam tahun pertama sedangkan kegagalan pada

kontap wanita kurang dari 1% setelah satu tahun pemasangan (Everett, 2007).

Kontap adalah alat kontrasepsi yang paling efektif digunakan, aman dan

mempunyai nilai demografi yang tinggi. Kontap ada 2 macam yaitu tobektomi yang

dilakukan pada wanita dan vasektomi yang dilakukan pada pria.

2.4.3.1. Tubektomi

Tubektomi adalah satu-satunya kontrasepsi yang permanent. metode ini

melibatkan pembedahan abdominal dan perawatan di rumah sakit yang melibatkan

(46)

1. Efektivitas

Tubektomi ini mempunyai efektivitas nya 99,4 % - 99,8 % per 100 wanita

pertahun. Dengan angka kegagalan 1-5 per 100 kasus

2. Keuntungan

Keuntungan tubektomi adalah efektivitas tinggi, permanen, dapat segera efektif

setelah pemasangan.

3. Kerugian

Kerugian tubektomi adalah melibatkan prosedur pembedahan dan anastesi, tidak

mudah kembali kesuburan.

4. Indikasi

Indikasi tubektomi adalah wanita usia subur, sudah mempunyai anak, wanita yang

tidak menginginkan anak lagi.

5. Kontra indikasi

Kontra indikasi adalah ketidak setujuan terhadap operasi dari salah satu

pasangan, penyakit psikiatik, keadaan sakit yang dapat meningkatkan resiko saat

operasi.

6. Efek samping

Efek samping tubektomi adalah jika ada kegagalan metode maka ada resiko tinggi

(47)

2.4.3.2. Vasektomi

Vasektomi adalah pilihan kontrasepsi permanent yang popular untuk banyak

pasangan. Vasektomi adalah pemotongan vas deferen, yang merupakan saluran yang

mengangkut sperma dari epididimis di dalam testis ke vesikula seminalis.

1. Efektivitas

Vasektomi adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif. Angka kegagalan

langsungnya adalah 1 dalam 1000.

2. Keuntungan

Keuntungan adalah metode permanent, efektivitas permanen, menghilangkan

kecemasan akan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan, prosedur aman

dan sederhana

3. Kontra indikasi

Kontra indikasi adalah ketidak mampuan fisik yang serius, masalah urologi, tidak

didukung oleh pasangan.

4. Efek samping

Efek samping adalah infeksi, hematoma, granulose sperma (Everett, 2007).

2.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keengganan Penggunaan KB 2.5.1. Umur

Pengaruh umur untuk keikutsertaan dalam penggunaan kontrasepsi dapat

(48)

1. Umur ibu kurang dari 20

a. Penggunaan kondom kurang menguntungkan, karena pasangan muda frekuensi

bersenggama tinggi sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.

b. Bagi yang belum mempunyai anak, AKDR kurang dianjurkan

c. Umur dibawah 20 tahun sebaiknya tidak mempunyai anak dulu.

2. Umur ibu antara 20-30 tahun

a. Merupakan usia yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan.

b. Segera setelah anak pertama lahir, dianjurkan untuk memakai IUD sebagai

pilihan utama. Pilihan kedua adalah norplant atau pil

3. Umur ibu diatas 30 tahun

a. Pilihan utama menggunakan kontrasepsi spiral atau norplant. Kondom

biasanya merupakan pilihan kedua.

b. Dalam kondisi darurat, metode kontap dengan cara operasi (sterilisasi) dapat

dipakai dan relatif lebih baik dibandingkan dengan spiral, kondom, maupun

pil dalam arti mencegah (Sarwono, 2004).

2.5.2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan akan memengaruhi wawasan dan pengetahuan ibu.

Semakin rendah pendidikan ibu maka akses terhadap informasi tentang KB akan

berkurang sehingga ibu akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif,

(49)

2.5.3. Jumlah anak

Jumlah anak adalah keseluruhan jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh

seorang ibu. Semakin sering seorang wanita melahirkan anak, maka akan semakin

memiliki resiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat

mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga secara

maksimal.

Pengguna KB dipengaruhi juga dengan jumlah anak dalam suatu keluarga.

Pasangan usia subur 30 tahun keatas yang sudah memiliki anak dan ingin

menjarangkan kehamilannya biasanya lebih cenderung memilih kontrasepsi jangka

panjang (Sarwono, 2004).

2.6. Konseling tentang Keluarga Berencana 2.6.1. Pengertian

Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara

dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan

kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini

konseling dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan

kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan

potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.

Lebih lanjut konseling dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan

(50)

Konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka dua arah antara klien

dengan petugas yang bertujuan memberikan bantuan mengenai berbagai hal yang ada

kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi, sehingga akhirnya calon peserta KB mampu

mengambil keputusan sendiri mengenai alat/metode kontrasepsi apa yang terbaik

bagi dirinya (Sheilla, 2006).

Konseling adalah proses komunikasi antara seseorang (konselor) dengan

orang lain. (Depkes RI, 2002).

Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek

pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan

dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Teknik

konseling yang baik dan informasi yang lengkap dan cukup akan memberikan

keleluasaan pada klien dalam memutuskan untuk memilih kontrasepsi (informed

choise) yang akan digunakan (BKKBN, 2006).

Berdasarkan uraian diatas konseling adalah kegiatan percakapan tatap muka

dua arah yang bertujuan untuk memberikan informasi atau bantuan mengenai

berbagai hal yang ada kaitannya dengan pemilihan kontrasepsi.

2.6.2. Tujuan Konseling

Membantu klien melihat permasalahannya supaya lebih jelas sehingga klien

dapat memilih sendiri jalan keluarnya (Fitriasari, 2006).

Dengan melakukan konseling kontap yang baik maka klien dapat menentukan

(51)

tidak akan menyesali keputusan yang telah diambilnya di kemudian hari (Sheilla,

2006).

Konseling yang baik meningkatkan keberhasilan KB dan membuat klien

menggunakan kontrasepsi lebih lama serta mencerminkan baiknya kualitas pelayanan

yang diberikan (Sheilla, 2006).

Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal :

1. Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi

2. Memilih metode KB yang diyakini

3. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif

4. Memulai dan melanjutkan KB

5. Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia.

2.6.3. Keuntungan Konseling KB

Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada

pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya adalah :

a. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya

b. Puas terhadap pilihan dan mengurangi keluhan atau penyesalan

c. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif

d. Membangun rasa saling percaya

e. Menghormati hak klien dan petugas

f. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB

(52)

2.6.4. Tahapan Konseling Kontrasepsi

Menurut Suyono (2004) tahapan konseling tentang kontrasepsi meliputi :

a. Konseling Awal

Konseling awal adalah konseling yang dilakukan pertama kali sebelum dilakukan

konseling spesifik. Biasanya dilakukan oleh petugas KB lapangan (PLKB) yang

telah mendapatkan pelatihan tentang konseling kontap pria. Dalam konseling

awal umumnya diberikan gambaran umum tentang kontrasepsi.

Walaupun secara umum tetapi penjelasannya harus tetap obyektif baik

keunggulan maupun keterbatasan sebuah alat kontrasepsi dibandingkan dengan

metode kontrasepsi lainnya, syarat bagi pengguna kontrasepsi serta komplikasi

dan angka kegagalan yang mungkin terjadi.

Pastikan klien mengenali dan mengerti tentang keputusannya untuk menunda atau

menghentikan fungsi reproduksinya dan mengerti berbagai risiko yang mungkin

terjadi.

Apabila klien dan pasangannya telah tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut

tentang alat kontrasepsi, dirujuk pada tempat pelayanan kontrasepsi untuk tahapan

konseling spesifik.

b. Konseling Spesifik

Konseling spesifik dilakukan setelah konseling pendahuluan. Dalam tahap ini

konseling lebih ditekankan pada aspek individual dan privasi. Pada konseling

(53)

perawat dan bidan. Konselor harus mendengarkan semua masukan dari klien

tanpa disela dengan pendapat atau penjelasan konselor. Setelah semua informasi

dari klien tanpa disela penjelasan konselor.

Setelah semua informasi dari klien terkumpul maka lakukan pengelompokan dan

penyaringan, kemudian berikan informasi yang tepat dan jelas untuk

menghilangkan keraguan, kesalahpahaman. Berbagai penjelasan dengan bahasa

yang mudah dimengerti dan rasional sangat membantu klien mempercayai

konselor serta informasi yang disampaikan. Di samping itu klien dapat

mengambil keputusan tanpa tekanan dan berdasarkan informasi yang benar.

c. Konseling Pra Tindakan

Konseling pra tindakan adalah konseling yang dilakukan pada saat akan

dilakukan prosedur penggunaan kontrasepsi. Pada konseling pra tindakan yang

bertindak sebagai konselor adalah dokter, operator petugas medis yang

melakukan tindakan. Tujuan konseling ini untuk mengkaji ulang pilihan terhadap

kontrasepsi, menilai tingkat kemampuan klien untuk menghentikan infertilitas,

evaluasi proses konseling sebelumnya, melihat tahapan dari persetujuan tindakan

medis dan informasi tentang prosedur yang akan dilaksanakan.

d. Konseling Pasca Tindakan

Konseling pasca tindakan adalah konseling yang dilakukan setelah tindakan

selesai dilaksanakan. Tujuannya untuk menanyakan kepada klien bila ada keluhan

(54)

keluhan tersebut, memberikan penjelasan kepada klien atau mengingatkan klien

tentang perlunya persyaratan tertentu yang harus dipenuhi agar kontrasepsi efektif

misalnya pada kontrasepsi vasektomi perlu penggunaan kondom selama 20 kali

ejakulasi setelah divasektomi.

2.6.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Konseling

a. Faktor Individual

Orientasi kultural (keterikatan budaya) merupakan faktor individual yang dibawa

seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari :

1. Faktor Fisik

Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling akan sangat

mempengaruhi kemampuan dalam menangkap informasi yang disampaikan

konselor.

2. Sudut Pandang

Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah pikirannya terhadap

budaya dan pendidikan akan mempengaruhi pemahamannya tentang materi

yang dikonselingkan.

3. Kondisi Sosial

Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan memberikan pengaruh dalam

(55)

4. Bahasa

Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses konseling juga akan

mempengaruhi pemahaman pasien.

b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi

Tujuan dan harapan terhadap komunikasi, sikap terhadap interaksi, pembawaan

diri seseorang terhadap orang lain (seperti kehangatan, perhatian, dukungan) serta

sejarah hubungan antara konselor dan klien akan mempengaruhi kesuksesan proses

konseling.

c. Faktor Situasional

Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi percakapan kesehatan

antara bidan dan klien akan berbeda dengan situasi percakapan antara polisi

dengan pelanggar lalu lintas

d. Kompetensi dalam melakukan percakapan

Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku kompeten dari kedua

pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah :

1. Kegagalan menyampaikan informasi penting.

2. Perpindahan topik bicara yang tidak lancar.

3. Salah pengertian (Lukman, 2002).

2.6.6. Hal yang Harus Diperhatikan dalam Konseling

(56)

1. Faktor individual.

Keterikatan budaya merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam

melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari : (a) faktor fisik atau

kepekaan panca indera, usia dan seks; (b) sudut pandang terhadap nilai-nilai; (c)

faktor sosial pada sejarah keluarga dan relasi, jaringan sosial, peran dalam

masyarakat, status sosial; (d) bahasa.

2. Faktor yang berkaitan dengan interaksi, (a) tujuan dan harapan terhadap

komunikasi; (b) sikap terhadap interaksi; (c) pembawaan diri terhadap orang lain;

(d) sejarah hubungan.

3. Faktor situasional

4. Kompetensi dalam melakukan percakapan : Komunikasi dikatakan efektif bila

ada sikap perilaku kompeten dari kedua belah pihak. Keadaan yang dapat

menyebabkan putusnya komunikasi adalah : (a) kegagalan informasi penting; (b)

perpindahan topik bicara; (c) tidak lancar; (d) salah pengertian.

Kemampuan konselor yang efektif dapat menciptakan komunikasi yang

efektif dan hasil konseling yang efektif pula. Ciri-ciri khusus kemampuan konselor

yang efektif yaitu :

1. Para konselor yang efektif sangat terampil mendapatkan keterbukaan.

2. Para konselor yang efektif membangkitkan rasa percaya, kredibilitas, dan

(57)

3. Para konselor yang efektif mampu menjangkau wawasan luas, seperti halnya

mereka mendapatkan keterbukaan.

4. Para konselor yang efektif berkomunikasi dengan hati-hati dan menghargai

orang-orang yang mereka upayakan bantu.

5. Para konselor yang efektif mengakui dan menghargai diri mereka sendiri dan

tidak menyalahgunakan orang-orang yang mereka coba bantu untuk memuaskan

kebutuhan pribadi mereka sendiri.

6. Para konselor yang efektif mempunyai pengetahuan khusus dalam beberapa

bidang keahlian yang mempunyai nilai bagi orang-orang tertentu yang akan

dibantu.

7. Para konselor yang efektif berusaha memahami, bukannya menghakimi, tingkah

laku orang yang diupayakan bantu.

8. Para konselor yang efektif mampu bernalar secara sistematis dan berfikir dengan

pola sistem.

9. Para konselor yang efektif berpandangan mutahir dan memiliki wawasan luas

terhadap peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan manusia.

10.Para konselor yang efektif mampu mengidentifikasi pola tingkah-laku yang

merusak diri (self defeating) dan membantu orang-orang lain untuk berubah dari

tingkah laku yang merusak diri ke pola-pola tingkah laku yang secara pribadi

(58)

Para konselor yang benar-benar efektif sangat terampil membantu

orang-orang lain melihat diri sendiri, dan merespons secara tidak defensif terhadap

pertanyaan “Siapakah saya?” adalah suatu hal yang mudah melukiskan aspek-aspek

diri yang menyenangkan dan membanggakan (Sheilla, 2006).

2.6.7. Upaya Petugas Kesehatan Dalam Mengatasi Masalah Pemilihan Kontrasepsi

Konseling merupakan serangkaian program layanan kesehatan yang diberikan

oleh petugas kesehatan kepada masyarakat agar mereka mampu berkembang lebih

baik dan lebih optimal.

Keberhasilan akseptor KB dalam menentukan dan memilih kontrasepsi

ditentukan dari kemampuan petugas kesehatan memberikan konseling tentang

gambaran dan memberikan keyakinan kepada ibu tentang keunggulan masing-masing

kontrasepsi sehingga menambah pengetahuan ibu tentang setiap kontrasepsi sehingga

ibu memilih kontrasepsi yang akan dipergunakan.

Menurut Sukardi (2008) menjelaskan bahwa efektivitas konseling petugas

kesehatan akan menimbulkan kepercayaan ibu terhadap kontrasepsi yang akan

dipergunakan. Dalam memberikan konseling setidaknya petugas kesehatan harus

memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Perlakuan terhadap akseptor KB secara hangat, ramah, rendah hati,

menyenangkan.

2. Pemahaman akseptor KB secara empatik.

(59)

4. Penerimaan akseptor KB secara apa adanya.

5. Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh akseptor KB

2.7. Teori Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku merupakan tujuan pendidikan atau penyuluhan kesehatan

sebagai penunjang program-program kesehatan yang lainnya. Banyak teori tentang

perubahan perilaku ini, antara lain :

1. Teori Stimulus-Organisme-Respons (SOR)

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku

tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan

organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya

kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan

perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.

Proses perubahan perilaku menggambarkan proses belajar pada individu yang

terdiri dari :

a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau

ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus

itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi

bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan

stimulus tersebut efektif.

b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia

Gambar

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Variabel Efektifitas Konseling Petugas Kesehatan (Materi, Media dan Metode Penyuluhan) dan Pengetahuan Akseptor KB
Tabel 3.3. Variabel, Cara, Alat,  Skala dan Hasil Ukur
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Desalama Kabupaten Langkat  Menurut Desa
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dukungan suami pada pemilihan MKJP Dari data di atas proporsi akseptor yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang tergolong masih rendah dibandingkan metode yang

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas

Tempat Pelayanan KB Akseptor KB dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014.. Tempat pelayanan KB dapat

suami terhadap pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada wanita. pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, dan Dukungan Suami Terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Hasil analisis hubungan antara pengetahuan responden (akseptor) dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang menunjukkan bahwa sebagian besar responden

TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada Pasangan Usia Subur (PUS) di

1 HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG MKJP DI WILAYAH KERJA BALAI PENYULUH KB KECAMATAN JEJANGKIT