• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Pada Akseptor KB Di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Pada Akseptor KB Di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI

JANGKA PANJANG (MKJP) PADA AKSEPTOR KB DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG

TAHUN 2014

Skripsi

Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

PUTRI ANGGRAENI 1111101000045

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

Skripsi, September 2015

Putri Anggraeni, NIM: 1111101000045

Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Pada Akseptor KB Di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Xix+128 halaman,17 tabel, 4 bagan, 4 lampiran ABSTRAK

Angka kelahiran di Indonesia mengalami stagnansi pada 4 periode terakhir. Dilihat dari cakupan penggunaan kontrasepsi, jenis kontrasepsi yang digunakan di Indonesia didominasi oleh metode kontrasepsi jangka pendek (pil dan suntik). Padahal metode kontrasepsi jangka pendek merupakan metode yang paling banyak menyumbang angka drop out. Penggunaan kontrasepsi diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Puskesmas Pamulang merupakan salah satu Puskesmas di Kota Tangerang Selatan yang mempunyai cakupan MKJP rendah sebesar 6,4%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014.

Desain studi yang digunakan yaitu case control unmatched. Sampel penelitian sebanyak 164 dengan perbandingan kasus kontrol 1:3. Sampel diambil dari akseptor yang terdaftar pada kohort KB Puskesmas Pamulang tahun 2014. Pengambilan sampel kasus dan kontrol dilakukan dengan cara purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar menggunakan KB suntik (55,5%). Faktor yang memberi peluang akseptor menggunakan MKJP yaitu umur lebih dari 30 tahun (OR=4,565), bekerja (OR=4,737), berpenghasilan tinggi (OR=2,206), telah berdiskusi dengan suami tentang MKJP (OR=22,579), memiliki anak hidup 3 atau lebih (OR=3,386), memiliki riwayat aborsi (OR=3,284), dan memanfaatkan pelayanan swasta (OR=0,084), sedangkan faktor yang tidak berhubungan yaitu pendidikan dan umur pertama kali melahirkan.

Peningkatan sosialisasi tentang MKJP dengan melakukan penyuluhan pada pasangan usia subur baik yang baru menikah maupun yang berencana mempunyai anak perlu dilakukan dengan menekankan bahwa MKJP merupakan metode yang efektif, aman, dan murah. Selain itu perlu adanya pembinaan pada BPS dan unit pelayanan swasta untuk turut serta meningkatkan cakupan MKJP. Kata kunci: MKJP, Akseptor KB, Kontrasepsi, IUD, Implan, MOW

(4)

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE MAYOR OF PUBLIC HEALTH

DEPARTEMENT OF EPIDEMIOLOGY Undergraduated Thesis, September 2015

Putri Anggraeni, NIM: 1111101000045

Determinants of Using Long-Term Contraception Method (LTCM) On Acceptors FP In The Work Area of Pamulang CHC 2014

xix+128 page,17 tables, 4 chart, 4 attachments ABSTRACT

The birth rate in Indonesia stagnant in the last four periods. Judging from the coverage of contraceptive use, the type of contraception used in Indonesia is dominated by short-term contraceptive methods (pills and injections). Though short-term contraceptive method is the method most contributors drop out rate. The use of contraceptives is directed at Long Term Contraception Method (LTCM). Pamulang Community Health Center (CHC) is one of the health centers in South Tangerang City that has LTCM coverage was low by 6.4%. This study aims to determine the determinant of the use of LTCM in Puskesmas Pamulang 2014.

The study design used is case control unmatched. The research sample as many as 164 by the comparison case-control 1: 3. Samples were taken from the acceptor registered at cohort FP CHC Pamulang 2014. Sampling of cases and controls was done by purposive sampling based on inclusion criteria and exclusion.

Results showed mostly using injections (55.5%). Factors that provide opportunities acceptor using LTCM were age over 30 years (OR = 4.565), work (OR = 4.737), higher income (OR = 2.206), had a discussion with her husband about LTCM (OR = 22.579), have children living 3 or more (OR = 3.386), had a history of abortion (OR = 3.284), and utilize private services (OR = 0.084), whereas the unrelated factors, namely education and the age of first childbirth.

Increased socialization of LTCM to do counseling in couples of childbearing age either recently married or are planning to have children needs to be done to emphasize that the LTCM is a method that is effective, safe, and inexpensive. Besides of this, need to guidance on BPS and private service units to participate and improve coverage LTCM.

(5)
(6)
(7)

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama : Putri Anggraeni

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 14 September 1993 Jenis Kealamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Suku : Jawa

No. Telp : 085693149737

Alamat email : putrianggraeni4@gmail.com

Alamat : Jln. H. Mencong IX Rt. 001/010 No. 5, Sudimara Timur, Ciledug, Tangerang

Hobi : Membaca

Kemampuan : Pengoperasian komputer dan bahasa Inggris Nama Orang Tua : Ayah: Yanta

Ibu : Titi Sularti (Alm.) Pekerjaan Orang Tua : Ayah: Pensiunan PNS

Ibu : -

RIWAYAT PENDIDIKAN

Taman Kanak-Kanak : TPA Al-Hikmah (1997-1999) Sekolah Dasar : SDN Larangan 09 (1999-2005) Sekolah Menengah

Pertama

: SMPN 142 Jararta Barat (2005-2008)

Sekolah Menengah Atas

: SMAN 101 Jakarta Barat (2008-2011)

Perguruan Tinggi : Peminatan Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu

(8)

viii

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta PENGALAMAN

ORGANISASI

: Anggota OSIS SMAN 101 Jakarta Periode 2009-2010 Anggota Teater Stratsone in Art SMAN 101 Jakarta

Sekertaris Keputrian SMAN 101 Jakarta periode 2010-2011

Ketua Divisi Pelatian Paduan Suara Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (PASIFIK) UIN Syarif Hidayatullah jakarta periode 2013-2014

Deputi Kominfo Pami Jakarta Raya periode 2013-2014 Sekertaris Departemen Sosial Masyarakat (Sosmas) Epidemiology Student Association (ESA) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta PENGALAMAN

PENELITIAN

Pola Distribusi Balita dengan Status Gizi Kurang dan Gizi Buruk Berdasarkan Analisis Spasial di Kelurahan Bakti Jaya, Kelurahan Muncul dan Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu Tahun 2013 Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu terkait Kelengkapan dan Ketepatan Pemberian Imunisasi Dasar pada Anak Berusia 9-60 Bulan (Balita) di Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2013

(9)

ix

Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku tentang Penyakit Gastritis Mahasiswi Asrama Putri Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada Tahun 2013 Penyusunan Rencana Program Penanggulangan Status Gizi Kurang dan Gizi Buruk Pada Balita di Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan Tahun 2014 (Pendekatan One Health)

Masalah Kesehatan Reproduksi Perempuan dan Pencarian Pengobatan pada Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014

PENGALAMAN KERJA

Enumerator baseline data Kesehatan Masyarakat Tahun 2013

Pengalaman Belajar Lapangan di Wilayah Puskesmas Pamulang, Pamulang Tahun 2014

Orientasi Kerja di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas 1 Soekarno Hatta Tahun 2014

Magang di Puskesmas Pamulang Tahun 2015

Ciputat, 30 November 2014

(10)

x KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun laporan skripsi ini. Laporan skripsi ini disusun untuk mengetahui determinan penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2015.

Ucapan terimakasih penulis tuturkan secara ikhlas dan penuh dengan kerendahan hati atas terselesaikannya laporan skripsi ini kepada:

1. Bapak Yamta dan (almh.) Ibu Titi Sularti selaku orang tua penulis yang selalu menjadi semangat penulis dalam menyelesaikan laporan skripsi 2. Mas Agung, Mas Yudi, Mba Heni, Teteh Pepi dan Kak Fery selaku

kakak penulis yang selalu memberi semangat dan dukungan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

3. Ibu Minsarnawati SKM M.Kes selaku pembimbing 1 yang selalu siap memberikan bimbingan akademik dan pengarahan membangun dalam proses penyusunan laporan skripsi.

4. Ibu Fase Badriah Ph.D selaku pembimbing 2 yang selalu siap memberikan bimbingan akademik dan pengarahan membangun dalam proses penyusunan laporan skripsi.

5. Keponakan penulis (Anindita Lakeishia Maheswari dan Rayyandra Abinaya Atharizki) yang selalu menjadi penyemangat penulis dikala jenuh dalam menyelesaikan skripsi

6. Lina Sri Marlinawati selaku sahabat yang setia menemani turun lapangan 7. Teman-teman epidemiologi 2011 yang selalu memberi semangat dalam

penyelesaian laporan skripsi.

8. Eka Lestari Sitepu dan Ajrina Winasari selaku sahabat yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi

(11)

xi

10. Ibu Ida Farida selaku pemegang program KB di Puskesmas Pamulang yang selalu siap membantu penulis untuk menyediakan data terkait KB di Puskesmas Pamulang

11. Ibu Kader di wilayah kerja Puskesmas Pamulang yang senantiasa memudahkan penulis dalam mencari alamat responden

Sungguh Maha Sempurna itu adalah Allah SWT, kekurangan dan kekhilafan mungkin terdapat pada laporan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan laporan skripsi ini.

Ciputat, Mei 2015

(12)

xii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN ... xviii

DAFTAR ISTILAH ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Pertanyaan Penelitian ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 12

1. Tujuan Umum ... 12

2. Tujuan Khusus ... 12

E. Manfaat Penelitian ... 14

(13)

xiii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A. Keluarga Berencana ... 16

B. Epidemiologi Keluarga Berencana ... 16

C. Kontrasepsi ... 19

1. Definisi Kontrasepsi ... 19

2. Macam-macam Metode Kontrasepsi... 21

3. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) ... 21

D. Kontrasepsi dalam Perspektif Islam ... 28

E. Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) ... 30

F. Kerangka Teori ... 50

BAB III KERANGKA KONSEP ... 53

A. Kerangka Konsep ... 53

B. Definisi Operasional ... 57

C. Hipotesis Penelitian ... 60

BAB IV METODE PENELITIAN ... 61

A. Desain Penelitian ... 61

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 62

C. Populasi dan Sampel ... 62

1. Populasi ... 62

2. Sampel ... 65

(14)

xiv

E. Metode Pengumpulan Data ... 67

F. Manajemen Data ... 68

G. Analisis Data ... 69

BAB V HASIL PENELITIAN... 72

A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 72

B.Distribusi Frekuensi Jenis Kontrasepsi Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 73

C.Distribusi Frekuensi Faktor Sosiodemografi dan Sosioekonomi Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 74

D.Distribusi Frekuensi Faktor Kognitif Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 75

E.Distribusi Frekuensi Faktor Reproduksi Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 76

F.Distribusi Frekuensi Faktor Pelayanan Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 77

G.Determinan Penggunaan MKJP Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 78

BAB VI PEMBAHASAN ... 87

A.Keterbatasan dalam Penelitian ... 87

B.Distribusi Frekuensi Jenis Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 87

C.Distribusi Frekuensi Faktor Sosiodemografi dan Sosioekonomi di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 88

D.Distribusi Frekuensi Faktor Kognitif di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 91

(15)

xv

F.Distribusi Frekuensi Faktor Pelayanan di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014 ... 93

G.Determinan Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 94

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 121

A. Simpulan ... 121

B. Saran ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 125

(16)

xvi DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional` ... 57 Tabel 4.1 Besar Sampel Penelitian ... 66 Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 73 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Jenis Kontrasepsi

yang Digunakan di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 73 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor

Sosiodemografi dan Sosioekonomi di Wilayah Kerja Puskesmas

PamulangTahun 2014 ... 75 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Kognitif di

Wilayah Kerja Puskesmas PamulangTahun 2014 ... 76 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Reproduksi di

Wilayah Kerja Puskesmas PamulangTahun 2014 ... 77 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Pelayanan di

Wilayah Kerja Puskesmas PamulangTahun 2014 ... 77 Tabel 5.7 Analisis Hubungan Umur Akseptor KB dengan Penggunaan MKJP

di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 79 Tabel 5.8 Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 80 Tabel 5.9 Analisis Hubungan Status Pekerjaan Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 80 Tabel 5.10 Analisis Hubungan Tingkat Penghasilan Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 81 Tabel 5.11 Analisis Hubungan Akseptor KB yang Berdiskusi dengan Suami

dengan Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang ... 82 Tabel 5.12 Analisis Hubungan Umur Pertama Kali Melahirkan Akseptor KB

dengan Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun

(17)

xvii

Tabel 5.13 Analisis Hubungan Jumlah Anak Hidup Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 84 Tabel 5.14 Analisis Hubungan Riwayat Aborsi Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ... 85 Tabel 5.15 Analisis Hubungan Tempat Pelayanan KB dengan Penggunaan

(18)

xviii DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 52

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ... 56

Bagan 4.1 Desain Penelitian ... 62

(19)

xix DAFTAR ISTILAH

AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim ASEAN : Association of Southest Asian Nations

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BPS : Bidan Praktik Swasta

IUD : Intrauterine Device KB : Keluarga Berencana MAL : Metode Amenore Laktasi

MKJP : Metode Kontrasepsi Jangka Panjang MOP : Metode Operasi Pria

MOW : Metode Operasi Wanita

PLKB : Petugas Lapangan Keluarga Berencana PUS : Pasangan Usia Subur

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kelahiran merupakan ukuran yang menunjukkan pertumbuhan penduduk di suatu negara. Di tingkat ASEAN, pada tahun 2013 rata-rata angka kelahiran sebesar 2,4 per 1.000 wanita usia subur. Laos merupakan negara dengan angka kelahiran tertinggi sebesar 3,2 per 1000 wanita usia subur, sedangkan Singapura mempunyai angka kelahiran terendah di tingkat ASEAN sebesar 1,3 per 1.000 wanita usia subur (Kemenkes, 2014). Indonesia memiliki angka kelahiran diatas rata-rata negara ASEAN dan terus mengalami fase stagnan dalam 4 periode terakhir yaitu pada tahun 2002, 2007, 2012 dan 2013 sebesar 2,6 anak per 1000 wanita usia subur. Melihat kondisi ini, target menurunkan angka kelahiran menjadi 2,11 per 1000 wanita usia subur pada tahun 2015 memerlukan usaha yang keras. Salah satu upaya konkrit dalam menurunkan angka kelahiran adalah penerapan Keluarga Berencana (KB) dengan menggunakan kontrasepsi (Kemenkes, 2013).

(21)

2

diinginkan. Kehamilan yang tidak ideal (terlalu banyak, terlalu muda, terlalu tua, dan terlalu dekat jarak kelahiran) akan sangat membahayakan bagi kesehatan ibu (Kemenkes, 2013).

Dalam Islam, KB termasuk ke dalam aghayyuru al-ahkaami bitaghayyuri al- azminati wa-al-amkinati wa al-ahwaali (hukum-hukum yang bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat dan keadaan) (Nurmila, 2011). Dilihat dari keadaannya, Indonesia merupakan negara yang padat penduduk, namun terbatas dalam ketersediaan lapangan kerja yang memadai serta lemah dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keadaan ini hanya akan meninggalkan generasi yang banyak, tetapi lemah secara agama, ekonomi, serta lemah dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Sudaryanto dkk, 2014).

Firman Allah dalam surat An-Nisa’ (4): 9 menyebutkan bahwa: ”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di

belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap

(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada

(22)

3

dilakukan salah satunya dengan penerapan Keluarga Berencana (KB) (Sudaryanto dkk, 2014).

Walaupun dalam Alqur’an tidak tertulis secara literal tentang KB, namun

secara substantif terdapat ayat-ayat Alqur’an dan hadist yang mendukung pengaturan jarak kelahiran, misalnya Firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2): 233 yang berisikan tentang anjuran menyusui anak hingga 2 tahun (Nurmila, 2011). Jika Alqur’an menyebutkan bahwa menyusui secara sempurna adalah 2 tahun, maka jarak kelahiran ideal antara anak yang satu dengan yang berikutnya adalah minimal 2 hingga 3 tahun. Semakin jarang jarak kelahiran anak, semakin menambah kekuatan fisik ibu untuk merawat dan membesarkan anak yang telah dilahirkannya dan bertambah pula kesiapan mental untuk menyambut kelahiran anak berikutnya (Nurmila, 2011).

(23)

4

Di Indonesia, metode kontrasepsi yang digunakan akseptor KB didominasi oleh metode kontrasepsi jangka pendek yaitu suntikan dan pil KB dengan prevalensi berturut-turut 36% dan 15,1% (BKKBN, 2013). Padahal, metode kontrasepsi suntikan dan pil selain merupakan metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan, juga penyumbang angka drop out paling banyak. Drop out rate kontrasepsi suntik pada tahun 2003 sebesar 18,4% dan meningkat

menjadi 23 pada tahun 2007. Sedangkan drop out rate kontrasepsi pil pada tahun 2003 sebesar 31,9% dan meningkat menjadi 38,8% pada tahun 2007 (Kemenkes, 2013).

Mengingat tingginya angka drop out pada Metode Kontrasepsi Jangka Pendek (non MKJP) maka pengguna KB aktif diarahkan untuk meningkatkan cakupan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (selanjutnya akan disingkat MKJP). Hal ini dikarenakan, MKJP lebih efektif dalam mencegah kehamilan tidak diinginkan dari pada non MKJP (Winner dkk, 2012).

(24)

5

Dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, hanya 13 provinsi menunjukkan prevalensi MKJP di atas angka nasional (Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Gorontalo). Prevalensi MKJP terendah ditemui di Provinsi Kalimantan Selatan 4,1%, sedangkan tertinggi di Provinsi Bali 29,7% (BKKBN, 2013).

Salah satu provinsi yang memiliki prevalensi MKJP di bawah nasional adalah Provinsi Banten yang hanya sebesar 9,8% (BKKBN, 2013). Provinsi Banten memiliki 8 kabupaten/kota. Tangerang Selatan merupakan kota yang pada tahun 2013 memiliki prevalensi pemakaian MKJP paling tinggi yaitu 14,5%, sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Pandeglang sebesar 5,4%. Walaupun tertinggi diantara kota-kota di Provinsi Banten, persentase cakupan MKJP di Tangerang Selatan masih jauh dibawah target nasional yaitu 26,7% (BKKBN, 2013).

(25)

6

dapat mengalami kehamilan risiko tinggi yang dapat meningkatkan risiko kematian ibu (Kemenkes, 2013).

Kegagalan kontrasepsi juga dapat menyebabkan tingginya pertumbuhan penduduk. Dampak negatif dari tingginya pertumbuhan penduduk dapat terjadi akibat sarana dan prasarana tidak memadai dan mendukung keberlangsungan hidup penduduk yang bersangkutan. Dari segi ekonomi, tingginya pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang cukup akan menimbulkan tingginya angka pengangguran dan kemiskinan. Kebutuhan ekonomi yang tidak memadai juga dapat berpengaruh pada tingkat pendidikan dan kesehatan seseorang. Kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan tidak akan terpenuhi ketika ekonomi tidak memadai. Selain itu, masalah ekonomi juga dapat menyebabkan angka kriminalitas yang meningkat akibat kebutuhan ekonomi yang mendesak (BKKBN, 2012).

Banyak faktor yang mempengaruhi penggunaan MKJP baik dari segi program terkait ketersediaan layanan, dari segi lingkungan terkait peran orang-orang terdekat dan media massa dalam pemberian informasi maupun dari segi masing-masing individu sebagai pengguna layanan. Penggunaan MKJP sangat dipengaruhi oleh faktor individu, karena keputusan akan menggunakan atau tidaknya jenis kontrasepsi tetap berada pada level individu (BKKBN, 2009).

(26)

7

(Gudaynhe dkk, 2014; Yalew dkk, 2015) mempunyai hubungan dengan penggunaan MKJP berdasarkan hasil yang diperoleh dari berbagai penelitian. Penelitian Meskele dan Mekonnen (2014) memperoleh hasil wanita yang memiliki sikap positif 2,5 kali lebih mungkin menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang memiliki sikap negatif terhadap MKJP (Meskele dan Mekonnen, 2014).

Faktor reproduksi yang merupakan bagian dari faktor individu juga dapat mempengaruhi penggunaan MKJP seperti jumlah anak hidup (Nasution, 2011; Kavanaugh dkk, 2011; Goldstone dkk, 2014), riwayat aborsi (Mestad dkk, 2011; Connolly dkk, 2014; goldstone dkk, 2014; Kavanaugh dkk, 2011), umur pertama melahirkan (Jingbo dkk, 2013; Teffera dan Wondifraw, 2015; Gudayne et al, 2014). Pada penelitian Teffera dan Wondifraw (2015), wanita yang memiliki lebih dari 4 anak berpeluang 5,8 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki anak. Pada penelitian Jingbo dkk (2013) diperoleh adanya hubungan yang signifikan dan korelasi yang positif antara umur pertama melahirkan dengan penggunaan MKJP.

(27)

8

penggunaan MKJP. Pada penelitian Shegaw Getinet et al (2014) wanita yang memperoleh pendidikan formal mempunyai peluang 2 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang tidak memperoleh pendidikan formal. Pada penelitian yang dilakukan di Etiopia, wanita yang memiliki pendidikan tinggi memiliki peluang 2,8 kali memakai MKJP dibandingkan yang tidak berpendidikan (Meskele dan Mekonnen, 2014). Selain pendidikan, pada penelitian Teffera dan Wondifraw (2015) diperoleh hasil bahwa wanita yang bekerja mempunyai peluang 1,7 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Selain pendidikan dan pendapatan, pada penelitian Teffera dan Wondifraw (2015) juga menemukan bahwa wanita dengan pendapatan keluarga tinggi memiliki peluang 4,8 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang memiliki pendapatan keluarga rendah.

Faktor eksternal diluar inidividu juga dapat berpengaruh terhadap penggunaan MKJP seperti tempat pelayanan KB (Greenberg dkk, 2013; Nasution, 2011). Pada penelitian Nasution (2011) di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara diperoleh hasil akseptor KB yang mendapatkan pelayanan KB di fasilitas pemerintah memiliki peluang 6,33 kali lebih besar menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang mendapatkan pelayanan KB di fasilitas lainnya.

(28)

9

capaian Dinas Kesehatan Tangerang Selatan. Cakupan MKJP di Puskesmas Pamulang hanya 6,4% (Profil Dinkes Tangsel, 2013). Diantara 25 Puskesmas di Kota Tangerang Selatan, Puskesmas Pamulang menempati urutan ke 20 berdasarkan persentase cakupan MKJP. Sebagai Puskesmas yang sudah lebih dulu ada dibandingkan dengan Puskesmas lain di Tangerang Selatan, seharusnya Puskesmas Pamulang dapat meningkatkan kualitas pelayanan dibandingkan dengan Puskesmas lainnya, salah satunya dengan meningkatkan cakupan MKJP.

Puskesmas Pamulang, selain memiliki cakupan MKJP yang rendah, juga memiliki persentase kehamilan risiko tinggi yang meningkat tiap tahun. Pada tahun 2012 persentase kehamilan risiko tinggi di Puskesmas Pamulang mencapai 19%, pada tahun 2013 meningkat menjadi 20%. Dilihat dari situasi tersebut, perlu adanya peningkatan cakupan MKJP.

Berdasarkan studi pendahuluan, pada tahun 2014 diantara akseptor KB di wilayah Puskesmas Pamulang hanya 4,9% yang memakai MKJP, sedangkan Januari 2015 sebesar 7,5%. Melihat rendahnya pemakaian MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang, peneliti ingin mengetahui determinan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang pada akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014.

B. Rumusan Masalah

(29)

10

langkah konkrit dalam penurunan angka kelahiran adalah dengan penggunaan kontrasepsi. Penggunaan kontrasepsi selama ini didominasi oleh kontrasepsi jangka pendek yaitu pil dan suntik yang memiliki angka drop out tinggi. Keadaan ini mendorong adanya peningkatan penggunaan MKJP. Kontrasepsi yang tidak efektif menyebabkan kehamilan tidak diinginkan. Banyak faktor yang mendorong penggunaan MKJP diantaranya umur menggunakan KB, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tingkat penghasilan, jumlah anak hidup, riwayat aborsi, umur melahirkan pertama kali, serta diskusi dengan pasangan tentang penggunaan kontrasepsi dan tempat pelayanan KB. Puskesmas Pamulang berdasarkan studi pendahuluan memiliki prevalensi MKJP rendah (<26,7%). Oleh karena itu, peneliti tertarik mengetahui determinan penggunaan MKJP pada Akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan jenis kontrasepsi yang digunakan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014?

(30)

11

3. Bagaimana distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor kognitif (status diskusi dengan suami tentang MKJP) di wilayah kerja Puskemas Pamulang tahun 2014?

4. Bagaimana distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor reproduksi (umur melahirkan, jumlah anak hidup, dan riwayat aborsi) di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014?

5. Bagaimana distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor pelayanan (tempat pelayanan KB) di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014? 6. Apakah umur menggunakan KB akseptor KB berpeluang terhadap

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014? 7. Apakah tingkat pendidikan akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

8. Apakah status pekerjaan akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

9. Apakah tingkat penghasilan akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

10.Apakah status diskusi dengan pasangan tentang MKJP berpeluang terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014? 11. Apakah umur pertama melahirkan akseptor KB berpeluang terhadap

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014? 12.Apakah jumlah anak hidup akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan

(31)

12

13.Apakah riwayat aborsi akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

14.Apakah tempat pelayanan KB berpeluang terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya determinan penggunaan MKJP pada Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan jenis kontrasepsi yang digunakan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014

b. Diketahuinya distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor sosiodemografi dan sosioekonomi (umur menggunakan KB, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan tingkat penghasilan) di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014

(32)

13

d. Diketahuinya distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor reproduksi (umur melahirkan, jumlah anak hidup, dan riwayat aborsi) di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014

e. Diketahuinya distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor pelayanan (tempat pelayanan KB) di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014

f. Diketahuinya umur menggunakan KB akseptor KB yang berpeluang terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

g. Diketahuinya tingkat pendidikan akseptor KB yang berpeluang terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

h. Diketahuinya status pekerjaan akseptor KB yang berpeluang terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 i. Diketahuinya tingkat penghasilan akseptor KB yang berpeluang

terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

(33)

14

k. Diketahuinya umur pertama melahirkan akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

l. Diketahuinya jumlah anak hidup akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 m. Diketahuinya riwayat aborsi akseptor KB berpeluang terhadap

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 n. Diketahuinya tempat pelayanan KB berpeluang terhadap penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pembuatan program untuk meningkatkan cakupan penggunaan MKJP

2. Bagi Puskesmas Pamulang dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)

(34)

15 3. Bagi masyarakat

Bagi masyarakat khususnya Wanita Usia Subur (WUS), penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai MKJP sehingga dapat termotivasi untuk menggunakan metode tersebut dalam mengontrol angka kelahiran.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan referensi terkait penggunaan MKJP sebagai dasar pengembangan penelitian lebih lanjut.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan epidemiologi analitik dengan desain studi case control unmatched. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui determinan

(35)

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga Berencana

Berdasarkan Undang-Undang No.52/2009, keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan umur ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (Bakar, 2014). Keluarga berencana juga merupakan suatu proses yang disadari oleh pasangan untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran serta waktu kelahiran anak (Stright, 2004).

B. Epidemiologi Keluarga Berencana

Di dunia, Pada dari tahun 2005 sampai 2012 diantara Wanita Usia Subur (WUS), CPR (Contraception Prevalens Rate) sebesar 63%. Negara dengan CPR tertinggi adalah Norway dengan 87% dan negara terendah adalah Sudan Selatan dengan 4%. Dari data tersebut, Indonesia memiliki CFR yang lebih rendah dari capaian dunia yaitu 61% (WHO, 2013).

(36)

17

provinsi lainnya masih mencapai posisi prevalensi KB modern lebih rendah dari angka nasional (<64,6 persen). 16 provinsi tersebut mencakup DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Sumatra Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Aceh, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua (BKKBN, 2013).

Metode kontrasepsi yang digunakan peserta KB didominasi oleh suntikan, selanjutnya pil KB, berturut-turut 36,0 persen dan 15,1 persen. Metode kontrasepsi yang dipakai berikutnya adalah susuk KB (5,2 persen), IUD (4,7 persen), dan MOW (2,2 persen). Sedangkan pemakaian metode kontrasepsi modern untuk pria masih rendah yaitu 1,2 persen, terdiri dari sterilisasi pria 0,2 persen dan kondom 1,0 persen (BKKBN, 2013).

MKJP, termasuk IUD dan implan didalamnya, mempunyai efektifitas tinggi dalam mencegah kehamilan tidak diinginkan. Di Amerika Serikat, sejak digunakan tahun 2002, IUD menyumbang proporsi MKJP terbanyak. Perbandingan 2006-2010 dengan 2011-2013, penggunaan IUD meningkat 83% (dari 3,5% menjadi 6,4%), dibandingkan dengan penggunaan implan (dari 0,3 menjadi 0,8) (Branum and Jones, 2015).

(37)

18

tiap tahunnya, dari 2,9% pada tahun 2002 menjadi 5,3% pada tahun 2006-2010, kemudian naik kembali menjadi 11,1% pada tahun 2011-2013. Peningkatan tiap tahunnya juga terjadi pada penggunaan MKJP umur 15-24 tahun dan 35-44 tahun, dari 0,6% dan 1,1% pada tahun 2002 menjadi 2,3% dan 3,8% pada tahun 2006-2010. Prevalensi MKJP umur 15-24 tahun dan 35-44 tahun naik kembali pada tahun 2011-2013 menjadi 5,0% dan 5,3% (BKKBN, 2013).

Di Indonesia, Dalam target RPJMN periode tahun 2010-2014, telah ditetapkan bahwa target MKJP peserta KB aktif pada akhir 2014 adalah 27,5 persen (BKKBN, 2011, BKKBN, 2013). Selanjutnya pada target tahunan, ditetapkan bahwa pada tahun 2013 target MKJP yang diharapkan dapat dicapai adalah 26,7 persen. Namun demikian beberapa hasil penelitian kesertaan KB di Indonesia belum mencapai angka tersebut.

Prevalensi MKJP (MOW, MOP, Susuk KB dan IUD) selama periode survei 2003-2013 juga berfluktuasi. Pada awal tahun 2003 – 2004 prevalensi MKJP mengalami kenaikan, yaitu dari 14,9% menjadi 16,2%. Hasil survei pada tahun 2005-2010 mengalami penurunan, yaitu dari 13,7 p ke 11,6 persen; kemudian meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi 12,7% dan sedikit menurun pada tahun 2013 menjadi 12,4% (BKKBN, 2013).

(38)

19

menjadi 19,1% pada 2013. Sementara itu SDKI 2012 mencatat hasil mix MKJP 17,6%. Pencapaian MKJP bersumber utama dari pemakaian IUD dan Implan. Penggunaan IUD sebelumnya terus menurun, namun tiga tahun terakhir tampak bertahan atau tidak berubah. Perkembangan pemakaian implant relatif stabil. Sementara pencapaian MOP, MOW sampai dengan sekarang relatif rendah dan tidak terjadi peningkatan (BKKBN, 2013).

C. Kontrasepsi

Kontrasepsi merupakan suatu langkah pencegahan kehamilan yang masuk kedalam program Keluarga Berencana pemerintah. Berikut penjelasannya: 1. Definisi Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” dan “konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan; konsepsi berarti pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dengan sel sperma yang mengakibatkan terjadinya kehamilan. Kontrasepsi berarti menghindari/mencegah terjadinya pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma, sehingga tidak terjadinya kehamilan (BKKBN, 2015). Kontrasepsi adalah pencegahan kehamilan yang disadari pemakainya. Keputusan dalam penggunaan kontrasepsi dapat berimplikasi pada individu maupun sosial.

(39)

20

seksual individu, biaya, ketersediaan fasilitas kamar mandi dan kerahasiaan, dukungan padangan dan kerelaan untuk bekerja sama, gaya hidup personal (Stright, 2004).

Metode kontrasepsi yang paling baik adalah metode yang paling nyaman dan alamiah bagi pasangan tersebut dan harus digunakan dengan benar dan konsisten.

Efektivitas kontrasepsi (Stright, 2004):

a. Efektivitas maksimal adalah efektivitas metode dalam kondisi-kondisi yang ideal (misalnya, bila metode secara lengkap dipahami dan digunakan sesuai prosedur dan rekomendasi yang ada)

(40)

21 2. Macam-Macam Metode Kontrasepsi

Pilihan metode kontrasepsi yang ada sangat beragam. Selain beragam, banyak pula kelompok pembagian metode kontrasepsi. Berdasarkan kandungannya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi kontrasepsi hormonal dan kontrasepsi non hormonal. Kontrasepsi hormonal terdiri dari pil, injeksi (suntik) dan implan sedangkan kontrasepsi non hormonal terdiri dari MAL (Metode Amenore Laktasi), kondom, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan Kontrasepsi Mantap (Tubektomi dan Vasektomi) (BKKBN, 2012).

Kontrasepsi merupakan salah satu strategi pemerintah dalam upaya menurunkan angka fertilitas. Dewasa ini, efektifitas metode kontrasepsi menurun dikarenakan faktor pemakainya yang terkadang tidak patuh prosedur. Terdapat pula pembagian metode kontrasepsi berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dibagi menjadi:

a. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang terdiri dari IUD, implan, MOP, dan MOW (BKKBN, 2011).

b. Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP) yang terdiri dari kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain yang tidak termasuk dalam MKJP.

3. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

(41)

22

dari 2 tahun, efektif dan efisien untuk tujuan pemakaian menjarangkan kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri kehamilan atau sudah tidak ingin tambah anak lagi (BKKBN, 2009). Kontrasepsi yang tergolong dalam MKJP terdapat beberapa jenis. Implan, IUD, MOW dan MOP merupakan jenis MKJP. Penjelasan lebih lanjut mengenai MKJP adalah sebagai berikut (Glasier, 2005):

a. Kontrasepsi Implan

Metode kontrasepsi hormonal ini paling efektif, tidak permanen dan dapat mencegah kehamilan antara 3 hingga 5 tahun. Terdapat beberapa jenis kontrasepsi implan yaitu (Glasier, 2005):

1) Norplant

6 kapsul yang bermuatan 216 mg levonorgestrel, panjang kapsul 34 mm dengan diameter 2,4 mm, dipasang menurut konfigurasi kipas di lapisan subdermal lengan atas

2) Jadell (Norplant)

2 kapsul, memakai levonorgestrel 150 mg dalam kapsul 43 mm dan diameter 2,5 mm

3) Implanon (Organon, Oss, Netherlands)

(42)

23

implanon mendekati 100% dalam mencegah kehamilan, pertama dengan menghambat ovulasi dan kedua dengan mempertebal mukus serviks (Andrews, 2009).

4) Implan lainnya

Implan-1 menggunakan Nestorone atau ST-1435, menghambat ovulasi dan tidak terikat dengan sex hormone-binding globulin (SHBG) serta tanpa efek estrogenik atau androgenik, satu kapsul. Implan-2 setara dengan 1095-1460 pil progestin yang harus diminum tiap hari, kemasan 2 kapsul yang masing-masing berisi 75 mg levonorgestrel dalam kantong plastik steril, diinsersikan subdermal pakai trokar, hanya diperlukan pendorong untuk menempatkan kedua kapsul pada lapisan subdermal pakai trokar, hanya diperlukan pendorong untuk menempatkan kedua kapsul pada lapisan subdermal lengan atas klien, masa pakai 3-4 tahun, efektivitas tinggi.

(43)

24

b. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intrauterine Device (IUD)

Metode kontrasepsi IUD sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang (sampai 10 tahun: CuT-380°). Ketika memakai metode ini, haid akan menjadi lebih lama dan lebih banyak. Metode ini juga dapat dipakai oleh semua perempuan usia produktif. Namun, metode ini tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar Infeksi Menular Seksual (IMS). Terdapat 2 jenis IUD yaitu IUD CuT-380° dan NOVA T (Glasier, 2005).

Cara kerja metode kontrasepsi model ini adalah dengan menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii, IUD juga mempengaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavunm uteri, mencegah sperma dan ovum bertemu serta memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

(44)

25

IUD dapat dipasang setiap waktu dalam siklus haid (wanita dipastikan tidak hamil), hari 1 sampai hari ke 7 siklus haid, segera setelah persalinan (48 jam pertama atau 4 minggu pasca persalinan), setelah 6 bulan bila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL), setelah abortus (segera atau dalam kurun waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi, dan selama 1 sampai 5 hari setelah sanggama yang tidak dilindungi (Glasier, 2005).

Pengguna metode IUD harus kembali memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan setelah 4 sampai 6 minggu pemasangan IUD. Selama bulan pertama pemasangan IUD, benang IUD harus diperiksa secara rutin terutama setelah haid, setelah melewati bulan pertama pemasangan, pemeriksaan keberadaan benang hanya perlu dilakukan setelah haid. Akseptor perlu kembali ke pelayanan kesehatan apabila benang IUD tidak teraba, merasakan bagian yang keras dari IUD, IUD terlepas, siklus terganggu atau meleset, keluar cairan dari vagina yang mencurigakan dan adanya infeksi. Jenis IUD Copper T-380A perlu dilepas setelah 10 tahun pemasangan, tetapi dapat dilakukan lebih awal apabila diinginkan.

(45)

26

kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim, penyakit tropoblas yang ganas, menderita TBC pelvik, kanker alat genital dan ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (Glasier, 2005).

c. Kontrasepsi Mantap

Kontrasepsi Mantap atau yang biasa disebut “Kontap” adalah

metode kontrasepsi dengan tindakan pembedahan pada saluran telur wanita atau saluran mani pria yang mengakibatkan akseptor KB ini tidak akan memperoleh keturunan. Karena kontrasepsi ini menyebabkan akseptor tidak akan memperoleh keturunan selamanya (steril) maka penggunaan kontrasepsi ini harus dilakukan atas dasar sukarela. Terdapat beberapa metode kontrasepsi mantap yaitu (Glasier, 2005): 1) Tubektomi

(46)

27 2) Vasektomi

Vasektomi atau Metode Operasi Pria (MOP) adalah salah satu metode kontrasepsi mantap dengan cara operasi pada pria yang dilakukan dengan menutup (pemotongan, pengikatan, atau pemasangan cincin) terhadap kedua saluran mani kanan dan kiri sehingga sel mani tidak bisa keluar pada waktu sanggama. Walaupun masuk kedalam metode sterilisasi, tubektomi bukan merupakan tindakan pengebirian atau pembuangan buah zakar.

Metode kontrasepsi mantap ini tidak dapat digunakan pada Akseptor yang memiliki indikasi keadaan kesehatan kurang baik, mengalami gangguan pembekuan darah, alergi terhadap obat-obat anastesi, infeksi waktu melahirkan (intrapartum) dan nipas, peradangan panggul dan atau organ reproduksi, obesitas, kelainan patologik organ reproduksi.

Akseptor yang telah melakukan kontap seperti tubektomi dapat melakukan rekanalisasi Tuba Falopii. Rekanalisasi tuba falopii adalah operasi rekanalisasi dengan teknik bedah micro. Teknik ini selain menyambung kembali tuba falopii juga menjamin kembalinya fungsi tuba falopii. Namun, tidak semua pasien pasca tubektomi dapat mudah menjalankan rekanalisasi.

(47)

28

oligospermi atau azoospermi, kesehatan tidak baik dimana kehamilan dapat memperburuk kesehatannya, mengidap tuberkulosis genital interna, perlekatan organ-organ pelvik yang luas dan berat, memiliki tuba yang sehat terlalu pendek (kurang dari 4 cm) dan memiliki infeksi pelvis yang masih aktif.

D. Kontrasepsi dalam Perspektif Islam

Kontrasepsi adalah alat atau obat yang bertujuan untuk menjarangkan kehamilan atau membatasi jumlah anak (Sinsin, 2008). Pada orang yang telah menikah keputusan untuk menunda kehamilan dan mencegah kehamilan tergantung pada masing-masing pasangan. Dalam hal ini terdapat perbedaan antara menunda kehamilan dan membatasi kehamilan (Sudaryanto, 2014).

Menunda kehamilan adalah ditundanya masa kehamilan pada waktu tertentu. Sedangkan, membatasi kehamilan adalah masa kehamilan ditunda untuk selama-lamanya. Dalam islam membatasi kehamilan dengan alasan yang tidak jelas hukumnya haram. Sedangkan, untuk menunda kehamilan diperbolehkan (Sudaryanto, 2014).

(48)

29

serta ketidakmampuan orang tua untuk membesarkan anak-anak mereka dengan baik, umat Islam diizinkan untuk mengatur jumlah kehamilan (Azzam, 2012).

Ada beberapa alasan dalam islam untuk memperbolehkan penggunaan kontrasepsi diantaranya adalah (Azzam, 2012):

1. Menghindari risiko kesehatan untuk anak yang menyusui.

2. Menghindari risiko bagi ibu yang memiliki interval kelahiran yang pendek.

3. Menghindari kehamilan istri yang sudah sakit.

4. Menghindari penularan penyakit dari orang tua kepada keturunannya. Jika penggunaan kontrasepsi ini dengan alasan karena takut miskin, takut tidak bisa membiayai kehidupan anak-anak, dsb, maka ini hukumnya haram secara mutlak karena telah berprasangka buruk kepada Allah (Gray, 2010).

Terkait dengan kebijakan pemerintah dalam penggunaan kontrasepsi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai salah satu forum islam di Indonesia mengeluarkan fatwa terkait dengan keluarga berencana dan kontrasepi. Isi dari fatwa MUI tersebut adalah sebagai berikut:

1. Islam membenarkan isi pelaksanaan Keluarga Berencana yang ditujukan demi kesehatan ibu dan anak, dan demi kepentingan pendidikan anak. Pelaksanaannya harus dilakukan atas dasar sukarela, dan menggunakan alat kontrasepsi yang tidak dilarang oleh Islam

(49)

30

tergolong pembunuhan. Ini termasuk pengaturan waktu haid dengan menggunakan pil. Pengecualian diberikan hanya jika pengguguran dilakukan demi menolong jiwa si ibu.

3. Vasektomi dan tubektomi dilarang dalam islam, kecuali dalam keadaan darurat, seperti untuk menolong jiwa orang yang hendak menjalani vasektomi atau tubektomi.

4. Penggunaan IUD (Intra Uterine Devices) dalam Keluarga Berencana (KB) dibenarkan, asalkan pemasangannya dilakukan oleh dokter wanita atau, dalam keadaan tertentu, oleh dokter lelaki dengan dihadiri oleh kaum wanita lain atau suami pasien.

E. Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

Banyak faktor yang mempengaruhi penggunaan MKJP. Faktor eksternal maupun faktor internal dapat mempengaruhi penggunaan MKJP. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi status penggunaan MKJP berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:

1. Umur

(50)

31

wanita di atas 30 tahun sebaiknya mengakhiri kehamilan setelah mempunyai 2 orang anak, sehingga pilihan utama alat kontrasepsinya adalah kontrasepsi mantap misalnya vasektomi atau tubektomi, karena kontrasepsi ini dapat dipakai untuk jangka panjang dan tidak menambah kelainan yang sudah ada. Pada masa usia tua kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi, keganasan dan metabolik biasanya meningkat, oleh karena itu sebaiknya tidak diberikan cara kontrasepsi yang menambah kelainan tersebut (Dewi dan Notobroto, 2014).

Pada penelitian Mengistu Meskele dan Wubegzier Mekonnen (2014), yang meneliti mengenai faktor yang berhubungan dengan minat wanita dalam menggunakan MKJP, memperoleh hasil bahwa wanita dengan umur 25-34 tahun berpeluang 0,59 tidak berminat menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan umur 15-24 tahun, namun hasil yang tidak berhubungan antara umur dengan penggunaan MKJP diperoleh saat analisis dikontrol dengan variabel pengganggu (confounding).

(51)

32

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh umur responden dengan rendahnya keikutsertaan PUS menggunakan MKJP.

Pada penelitian Nasution (2011) yang meneliti faktor-faktor penggunaan MKJP di 6 Provinsi di Indonesia, diperoleh hasil umur juga memiliki hubungan dengan penggunaan MKJP di Provinsi Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, serta Bali dan Nusa Tenggara. Umur Pasangan Usia Subur (PUS) < 30 tahun memiliki risiko untuk tidak menggunakan MKJP lebih tinggi dibandingkan dengan PUS umur > 30 tahun. Namun, Hasil yang tidak berhubungan antara umur dengan penggunaan MKJP diperoleh pada Provinsi Sumatera.

(52)

33

Pada penelitian Shegaw Getinet dkk (2014) juga diperoleh hubungan antara umur dengan pemakaian MKJP, umur 30-34 berpeluang 2 kali menggunakan MKJP daripada umur 15-24 tahun. Namun hasil yang tidak berhubungan juga diperoleh pada hubungan yang telah dikontrol dengan variabel pengganggu.

Hasil yang berbeda didapat pada penelitian Gudaynhe dkk (2013). Pada penelitian tersebut didapatkan hasil hubungan yang negatif antara wanita dengan umur 30-34 terhadap penggunaan MKJP (AOR: 0,345). Hal ini berarti wanita yang memiliki umur 20-24 tahun 3,69 kali mempunyai peluang untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang memiliki umur 30-34 tahun.

2. Tingkat Pendidikan

(53)

34

Orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. (Dewi dan Notobroto, 2014).

Menurut Teffera dan Wondifraw (2015) wanita yang berpendidikan mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya keluarga berencana untuk dirinya dan untuk keluarganya. Wanita yang berpendidikan mempunyai pengetahuan yang lebih tentang ketersediaan metode kontrasepsi dan mempunyai kesempatan untuk memutuskan tempat pelayanan yang diinginkan.

(54)

35

menggunakan MKJP yang dapat dilihat dari hasil uji logistik menunjukkan nilai p= 0,015 < α= 0,05.

Namun, pada penelitian Pangestika (2010) diperoleh hasil tidak ada hubungan antara pendidikan dengan penggunaan MKJP. Pada penelitian Adhyani dkk (2011) juga diperoleh hasil yang tidak signifikan antara pendidikan dengan penggunaan MKJP. Sama halnya pada hasil penelitian Mestad dkk (2012) juga diperoleh hasil tidak ada hubungan antara pendidikan SMA dengan pendidikan Perguruan Tinggi dalam penggunaan MKJP. Pada penelitian Gudaynhe dkk (2014) yang dilakukan di Etiopia Barat juga diperoleh hasil tidak ada hubungan antara akseptor KB yang tidak sekolah atau jenjang pendidikan kedua dengan penggunaan MKJP jika dibandingkan dengan akseptor yang kuliah.

3. Status Pekerjaan

Pekerjaan ada berbagai jenis, jenis pekerjaan adalah macam-macam kegiatan melaksanakan tugas pokok, setiap pekerjaan juga mempunyai sifat yang berbeda-beda, ada yang membutuhkan waktu 24 jam ada pula yang hanya beberapa jam (Bratakusumah dan Solihin, 2004). Pekerjaan mempengaruhi seseorang dalam menggunakan MJKP. Ibu yang bekerja cenderung lebih mudah bergaul dan menerima informasi baru yang didapatkan.

(55)

36

memperoleh informasi baik dari teman kerja atau dari media lain sehingga kesempatan untuk menggunakan MKJP dapat lebih besar. Selain itu, akseptor KB yang bekerja juga mempertimbangkan berbagai hal seperti waktu pemakainan KB jangka pendek (Non MKJP) yang harus diminum tiap hari seperti pil atau tiap bulan seperti suntik yang dapat menyita banyak waktu serta tidak efektif. Menurut Fienalia (2012), wanita bekerja kemungkinan lebih menyadari kegunaan dan manfaat KB serta lebih mengetahui pilihan metode yang ada jika dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja

Pada penelitian Teferra dan Wondifraw (2015) diperoleh hasil bahwa wanita yang bekerja mempunyai peluang 1,7 kali (CI:1,3-2,2) menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Pada penelitian Asih dan Oesman (2009) juga diperoleh hasil yang signifikan antara status pekerjaan dengan penggunaan MKJP. Pada penelitian tersebut diketahui bahwa akseptor KB dengan status bekerja berpeluang 1,529 menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak bekerja. Namun hasil yang berbeda diperoleh pada penelitian Kurniawati (2002) dimana diperoleh hasil yang tidak berhubungan antara pekerjaan dengan penggunaan MKJP. 4. Tingkat Penghasilan

(56)

37

dimaksudkan dengan penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun (Judisseno, 2005).

Penghasilan memiliki pengaruh terhadap penggunaan MKJP. Semakin tinggi penghasilan seorang keluarga/wanita semakin memungkinkan untuk menggunakan MKJP. Hal ini dapat disebabkan karena dengan penghasilan yang cukup dapat membuat seseorang mampu untuk membayar transportasi dan biaya prosedural penggunaan MKJP (Teffera dan Wondifraw, 2015).

Berdasarkan penelitian Teffera dan Wondifraw (2015) diperoleh hasil bahwa indeks kekayaan berpengaruh terhadap penggunaan MKJP. Wanita yang memiliki indeks kekayaan tinggi memiliki peluang 4,8 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang memiliki indeks kekayaan rendah. Pada penelitian Asih dan Oesman (2009) juga diperoleh hubungan yang signifikan antara indeks kekayaan dengan status penggunaan MKJP, dimana akseptor KB yang mempunyai indeks kekayaan dalam kategori mampu berpeluang 1,440 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB dengan kategori miskin.

(57)

38

tidak ada hubungan antara penghasilan dengan penggunaan MKJP, begitu pula yang ditemukan pada penelitian Fienalia (2012) diperoleh hasil tidak ada hubungan antara tingkat penghasilan dengan status penggunaan kontrasepsi.

Kota Tangerang Selatan mempunyai UMK (Upah Minimum Kota) yang lebih tinggi dibandingkan DKI Jakarta. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Tahun 2014, UMK Tangerang Selatan Mencapai 2.440.000 rupiah. Tahun 2015 UMK Tangerang Selatan naik kembali menjadi 2.710.000 rupiah (Keputusan Gubernur, 2014).

5. Tempat Tinggal

Daerah tempat tinggal dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku seseorang. Daerah tempat tinggal biasanya dibedakan berdasarkan rural dan urban. Pada penelitian Nasution (2011) diperoleh hasil tempat tinggal memiliki hubungan dengan penggunaan MKJP di Provinsi Sumatera, Kalimantan, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara. Hasil penelitian menyatakan bahwa Pasangan Usia Subur (PUS) yang tinggal di perkotaan memiliki peluang yang lebih tinggi untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan Pasangan Usia Subur (PUS) yang tinggal di pedesaan di 4 Provinsi yang menjadi wilayah penelitian. Hasil yang tidak berhubungan diperoleh pada Provinsi Jawa dan Sulawesi.

6. Pengetahuan

(58)

39

domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behaviour). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat terus

menerus dan bertahan lama (Sunaryo, 2004).

Proses adopsi perilaku menurut Rogers (1974) dimulai dari kesadaran akan stimulus yang diberikan, kemudian ada rasa ketertarikan terhadap stimulus, lalu dilanjutkan dengan proses menimbang-nimbang tentang baik tidaknya stimulus tersebut. Setelah menimbang-nimbang, individu masuk pada tahapan mencoba menerapkan perilaku baru yang dipaparkan, kemudian setelah dicoba dan merasa nyaman, individu akan mengadopsi perilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus yang diberikan (Sunaryo, 2004). Tingkatan pengetahuan didalam kognitif ada 6 yaitu (Sunaryo, 2004):

a. Tahu

Tahu artinya dapat mengingat suatu informasi yang telah diberikan sebelumnya. Ukuran seseorang tahu akan sebuah informasi adalah orang tersebut dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan. Tahu merupakan tingkatan paling rendah dalam pengetahuan

b. Memahami

(59)

40

memberikan contoh dan juga dapat menyimpulkan suatu informasi yang diberikan

c. Penerapan

Penerapan yaitu kemampuan menggunakan informasi yang diterima pada situasi dan kondisi nyata.

d. Analisis

Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan objek kedalam bagian-bagian kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain.

e. Sintesis

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran seseorang memiliki pengetahuan pada tingkatan ini adalah orang tersebut dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek atau informasi yang diberikan. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

(60)

41

dengan adanya pengetahuan yang baik terhadap metode kontrasepsi tertentu akan merubah cara pandang akseptor dalam menentukan kontrasepsi yang paling sesuai dan efektif digunakan sehingga membuat pengguna KB lebih nyaman terhadap kontrasepsi tersebut. Pengetahuan yang baik akan alat kontrasepsi dapat menghindari kesalahan dalam pemilihan alat kontrasepsi yang paling sesuai bagi pengguna itu sendiri (Dewi dan Notobroto, 2014).

Pada penelitian Gebremichael dkk (2013) diperoleh hasil bahwa wanita dengan pengetahuan sedang berpeluang 4,2 kali lebih besar menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan pengetahuan rendah, dan wanita dengan pengetahuan tinggi berpeluang 4,2 kali lebih besar menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan pengetahuan rendah. Pada penelitian Shegaw Getinet dkk (2014), juga diperoleh hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan penggunaan MKJP. Pengetahuan menengah meningkatkan peluang 3,4 kali dan pengetahuan tinggi meningkatkan peluang 2,3 kali menggunakan MKJP.

(61)

42

MKJP. Namun, hasil yang berbeda diperoleh pada penelitian Mengistu Meskele dan Wubegzier Mekonnen (2014) yang memperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan minat wanita dalam menggunakan MKJP.

7. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau informasi, baik yang bersifat internal maupun eksternal sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu. Tingkatan sikap adalah menerima, merespon, menghargai, dan bertanggung jawab (Sunaryo, 2004).

(62)

43

positif berpeluang 3 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan sikap negatif terhadap MKJP.

8. Mendengar Mitos dan Kesalahpahaman tentang MKJP

Mitos adalah cerita-cerita yang menyingkapkan atau menerangkan pandangan hidup seseorang. Pada zaman sekarang, pembuat mitos yang paling berpengaruh adalah media massa (F Fore, 2002). Mitos dan kesalahpahaman yang terdapat di masyarakat mengenai MKJP seperti IUD dapat menyebabkan radang panggul, IUD dapat mengakibatkan kemandulan, kontra indikasi pada wanita yang belum pernah hamil, MKJP dapat meningkatkan berat badan, implan menyebabkan perdarahan, IUD tidak dapat menghentikan kehamilan, MKJP menyebabkan kehamilan ektopik, MKJP menyebabkan siklus menstruasi menjadi tidak teratur, IUD menyakitkan, MKJP menyebabkan rambut rontok, MKJP menyebabkan osteoporosis, IUD tidak muat di panggul wanita dan masih banyak lagi kesalahpahaman dan mitos mengenai MKJP di masyarakat (SH&FPA, 2013 dan Russo et al, 2013).

(63)

44

(2014) yang dilakukan dengan metode kualitatif juga memperoleh hasil bahwa mitos dan kesalahpahaman mengenai MKJP dapat mempengaruhi persepsi wanita.

9. Diskusi dengan Pasangan/Suami tentang MKJP

Ketika sudah menjadi pasangan suami istri, suami merupakan orang pertama yang berpengaruh terhadap berbagai pengambilan keputusan. Salah satunya adalah pilihan metode kontrasepsi yang akan digunakan. Suami berperan penting dalam menentukan kontrasepsi yang akan dipakai sebagai aplikasi program keluarga berencana. Salah satu hal yang memberikan peluang akseptor untuk menggunakan MKJP adalah dengan berdiskusi oleh pasangan (Gudaynhe dkk, 2014).

Adhyani dkk (2011) mengatakan bahwa seorang istri di dalam pengambilan keputusan untuk memakai atau tidak memakai alat kontrasepsi membutuhkan persetujuan dari suami karena suami dipandang sebagai kepala keluarga, pelindung keluarga, pencari nafkah dan seseorang yang dapat membuat keputusan dalam suatu keluarga. Pengetahuan yang memadai tentang alat kontrasepsi, dapat memotivasi suami dan untuk menganjurkan istrinya memakai alat kontrasepsi tersebut.

(64)

45

pernah berdiskusi dengan suami [AOR (95%CI) = 1.876(1. 159, 3.036)]. Hal ini mungkin terjadi karena jika tidak ada diskusi antara suami dan istri, akan menghasilkan pengaruh yang negatif terhadap penggunaan MKJP. Pada penelitian Yalew dkk (2015) diperoleh hasil wanita yang memiliki frekuensi sering berdiskusi dengan pasangan tentang MKJP memiliki peluang 3,89 kali lebih tinggi menggunakan MKJP dibandingkan dengan yang hanya berdiskusi sekali atau dua kali saja.

10.Umur Pertama Melahirkan

Umur pertama melahirkan yang ideal, menurut UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan, ditentukan dan dipengaruhi oleh risiko yang diakibatkan dari melahirkan, kemampuan tentang perawatan kehamilan, pasca persalinan dan masa diluar kehamilan dan persalinan, serta derajat kesehatan reproduksi. Di beberapa penelitian, umur pertama melahirkan dikaitkan dengan penggunaan MKJP. Pada penelitian Jingbo dkk (2013) diperoleh adanya hubungan antara umur pertama melahirkan dengan penggunaan MKJP (p<0,001) dan korelasi yang positif (CC=0,598). Namun, banyak penelitian yang mendapatkan hubungan yang tidak signifikan antara usia pertama melahirkan dengan penggunaan MKJP seperti pada penelitian Teffera dan Wondifraw (2015) dan penelitian Gudayne dkk (2014).

11.Jumlah Anak Hidup

(65)

46

keikutsertaan PUS dalam berKB adalah banyaknya anak yang dimilikinya, diharapkan pasangan yang memiliki jumlah anak lebih banyak kemungkinan untuk memulai kontrasepsi lebih besar dibandingkan pasangan yang mempunyai anak lebih sedikit (Dewi dan Notobroto, 2014).

Jumlah anak mulai diperhatikan setiap keluarga karena semakin banyak anak semakin banyak pula tanggungan kepala keluarga dalam mencukupi kebutuhan materil selain itu juga untuk menjaga kesehatan sistem reproduksi karena semakin sering melahirkan semakin rentan terhadap kesehatan ibu. Semakin banyak anak yang dimiliki maka semakin besar kecenderungan untuk menghentikan kesuburan sehingga lebih cenderung untuk memilih metode kontrasepsi mantap. Jumlah anak hidup yang dimiliki seorang wanita, akan memberikan pengalaman dan pengetahuan, sehingga wanita dapat mengambil keputusan yang tepat tentang cara atau alat kontrasepsi yang akan dipakai (Dewi dan Notobroto, 2014).

(66)

47

2 anak dan sekitar 20% menginginkan 3 anak. Relatif sedikit yang menyebutkan ingin memiliki 5 anak atau lebih.

Pada penelitian Teffera dan Wondifraw (2015) diperoleh hasil yang signifikan antara jumlah anak hidup dengan penggunaan MKJP. Wanita yang memiliki lebih dari 4 anak berpeluang 5,8 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki anak. Hal ini dapat disebabkan wanita yang telah memiliki anak telah mencapai targetnya dalam ukuran keluarga. Oleh karena itu, wanita lebih menyukai metode yang efektif dalam mencegah kehamilan.

Pada penelitian Nasution (2011) yang dilakukan di 6 Provinsi di Indonesia memperoleh hasil bahwa jumlah anak memiliki hubungan dengan penggunaan MKJP di Provinsi Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, serta Bali dan Nusa Tenggara. Hasil penelitian menyatakan bahwa Pasangan Usia Subur (PUS) dengan jumlah anak 0-2 berpeluang lebih tinggi tidak menggunakan MKJP dibandingkan dengan PUS yang memiliki anak 3 atau lebih di 6 Provinsi di Indonesia yang menjadi tempat penelitian.

Penelitian Megan L. Kavanaugh dkk (2011) yang dilakukan di United States menggunakan data sekunder pada tahun 2002 dan 2006-2008 juga memperoleh hasil yang sejalan dengan penelitian Nasution (2011) yaitu jumlah anak hidup dengan penggunaan MKJP baik tahun 2002 maupun 2006-2008 memiliki hubungan signifikan (1-2 anak 2002 OR=5,8; 2006-2006-2008 OR

(67)

48

Pada penelitian Dewi dan Notobroto (2014) diperoleh hasil responden pengguna non MKJP sebagian besar memiliki anak >4 dibandingkan dengan responden pengguna MKJP yang memiliki anak ≤2. Uji logistik menunjukkan

nilai p= 0,000 < α= 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh

jumlah anak responden dengan rendahnya keikutsertaan PUS menggunakan MKJP. Namun pada penelitian Philip Goldstone dkk (2014) diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan jumlah anak dengan penggunaan MKJP.

12.Riwayat Aborsi

Aborsi adalah tindakan menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”, yang berarti pengeluaran hasil

konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Hal ini merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. Aborsi pada wanita yang sedang mengandung anak dapat terjadi dengan cara sengaja maupun tidak sengaja (aborsi.org, 2004).

(68)

49

disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Aborsi terapeutik/medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang (aborsi.org, 2004).

Dalam berbagai penelitian, riwayat aborsi dihubung-hubungkan dengan penggunaan MKJP. Pada penelitian kavanaugh dkk (2011) riwayat aborsi dihubungkan dengan penggunaan MKJP, namun diperoleh hasil yang negatif antara riwayat aborsi dengan penggunaan MKJP. Pada penelitian goldstone dkk (2014) dibahas bahwa wanita yang memiliki riwayat aborsi lebih dari 3 kali cenderung memilih IUD (RR: 3,30;95% CI, 2.67-4.85) dan implant (RR,1,51;95%CI,1.12-2.03) dalam penggunaan kontrasepsi dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat aborsi sebelumnya. Pada penelitian Connolly dkk (2014) juga diperoleh hubungan yang signifikan antara penurunan aborsi dengan penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang (p=0,04) pada remaja. Pada penelitian Mestad dkk (2011) diperoleh hasil tidak ada hubungan antara riwayat aborsi dengan penggunaan MKJP.

13.Tempat Pelayanan KB

Gambar

Tabel 5.15 Analisis Hubungan Tempat Pelayanan KB dengan Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 .........................................
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Tabel 4.1 Besar Sampel Penelitian
Tabel 5.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Input Program KB MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) di Kabupaten Magelang (Studi kasus di Badan Pemberdayaan

Dukungan suami pada pemilihan MKJP Dari data di atas proporsi akseptor yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang tergolong masih rendah dibandingkan metode yang

Tidak ada kepercayaan mengenai adanya larangan dalam pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), hal tersebut dilihat dari pernyataan akseptor bahwa di

Oleh karena itu perlu dilakukan konseling atau penyuluhan kepada masyarakat mengenai metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yang lebih tepat untuk mengatur jarak

Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada Wanita Usia Subur (WUS) di

Pengaruh Konseling Petugas Kesehatan Terhadap Pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Pada Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Selayang II

Menurut peneliti ada hubungan pengetahuan dengan penggunaan alat kontrasepsi IUD pada akseptor KB di Wilayah kerja Puskesmas Rantau Tijang Kabupaten Tanggamus

Identifikasi Dukungan suami dengan pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang MKJP di Ponkesdes Pronojiwo Puskesmas Pronojiwo Kabupaten Lumajang Berdasarkan data menunjukkan