• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 EKUITAS MEREK

2.3.1 Konsep dan Pengukuran Ekuitas Merek

2.3 EKUITAS MEREK

2.3.1 Konsep dan Pengukuran Ekuitas Merek

Ekuitas Merek (brand equity) adalah serangkaian aset dan kewajiban merek yang terkait dengan merek, nama, dan simbolnya yang menambah atau mengurangi yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan atau pelanggan perusahaan tersebut. (David A. Aaker dalam Tjiptono, 2005:39)

Merek bervariasi dalam hal kekuatan dan nilai yang dimilikinya di pasar. Pada satu ekstrim adalah merek yang tidak diketahui oleh sebagian besar pembeli di pasar. Dan ada pula merek yang atas merek tersebut pembeli memiliki tingkat kesadaran merek yang tinggi. Di atas itu adalah merek yang memiliki tingkat penerimaan merek yang tinggi dimana pelanggan umumnya tidak akan menolak untuk membelinya. Kekuatan sebuah merek sangat ditentukan oleh nilai ekuitasnya. Merek yang kuat mempunyai ekuitas merek yang tinggi. Nilai ekuitas yang tinggi itulah yang akan menjadi kesempatan bagi perusahaan dalam membentuk landasan merek yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan merek dalam persaingan apa pun dalam waktu lama (Durianto, 2004:3). Selain memberikan perusahaan berbagai keunggulan bersaing, seperti kemudahan dalam menciptakan pasar baru, ekuitas merek juga membantu perusahaan dalam meraup keuntungan kompetitif dan kemudahan dalam melancarkan berbagai strategi komunikasi pemasaran yang unggul dalam persaingan.

Produk dengan ekuitas merek yang kuat mampu menjadi sarana differensiasi produk terhadap produk-produk pesaing, juga berkesempatan membentuk landasan merek yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan



merek dalam persaingan apapun dalam waktu yang lama. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, semakin kuat pula daya tariknya untuk menggiring konsumen mengkonsumsi produk tersebut, yang selanjutnya akan mengantar perusahaan memanen keuntungan dari waktu ke waktu. (Durianto, 2004:2). Karena itulah, aset merek menjadi masukan yang sangat berharga bagi perusahaan.

Untuk menentukan nilai ekuitas dapat melalui perhitungan tertentu, tetapi nyatanya akan sangat sulit didapatkan, karena itu perhitungannya hanya dilakukan dengan berestimasi (Kotler, 2004:350). Alasan mengenai perhitungan pengukuran ekuitas merek ini antara lain :

1. Hasil pengukuran dapat digunakan sebagai benchmark terhadap market leader maupun pesaing lainnya.

2. Hasil pengukuran dapat dijadikan sebagai guidance untuk penyusunan strategi merek.

Banyak pakar merek mengemukakan konsep dan model mengenai apa sesungguhnya komponen dari ekuitas merek. Beragam model mereka tawarkan dengan konsep dan terminology yang berbeda-beda menurut argumentasi yang berbeda-beda pula.

Adapun konsep yang digunakan untuk mengukur ekuitas merek dalam penelitian ini adalah menggunakan konsep ekuitas merek yang berbasis konsumen. Menurut perspektif konsumen, sebuah merek memiliki ekuitas sebesar pengenalan konsumen atas merek tersebut dan menyimpannya dalam memori mereka beserta asosiasi merek yang mendukung, kuat, dan unik. Ekuitas merek



dalam perspektif konsumen terdiri atas dua bentuk pengetahuan tentang merek : kesadaran merek (brand awareness), dan citra merek (brand image). (Shimp, 2003). Dalam ekuitas merek ini disebutkan pula loyalitas merek (brand loyalty) bahwa salah satu cara meningkatkan ekuitas merek sebuah merek adalah meningkatkan loyalitas konsumen terhadap merek.

Kerangka Ekuitas Merek Berbasis Konsumen

(Sumber: Shimp, 2003:10)        !  ""!     #$% &  ' (  ('    &  )  " *+  , ! -$.   ) )  !&  / -$. ) )   !&  ,")& 0 &

 

1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Kesadaran merek merupakan kemampuan sebuah merek untuk muncul dalam benak konsumen ketika mereka sedang memikirkan kategori produk tertentu dan seberapa mudahnya nama tersebut dimunculkan. Mempertahankan tingkat kesadaran akan merek yang tinggi adalah tugas yang harus dihadapi untuk semua merek (Shimp, 2003:11). Kesadaran merek terdiri dari :

¾ Kemampuan untuk mengingat merek (brand recall)

Dimensi dasar dalam ekuitas merek. Berdasarkan cara pandang konsumen, sebuah merek tidak memiliki ekuitas sehingga konsumen menyadarai keberadaan merek tersebut. Mencapai kesadarn akan merek adalah tantangan utama bagimerek baru. Mempertahankan tingkat kesadaran akan merek yang tinggi adalah tugas yang harus dihadapi oleh semua merek. Namun hanya sedikit konsumen yang dapat “mengingat” sebuah merek dari memori mereka “tanpa” bantuan suatu pengingat atau petunjuk. Pemasar tentunya menginginkan tingkat kesadaran akan merek yang lebih dalam. Melalui usaha komunikasi pemasaran efektif, konsisten beberapa merek menjadi terkenal sehingga dapat diingat oleh setiap orang dengan tingkat kecerdasan standar. ¾ Pengenalan terhadap merek (brand recognitioan)

Pengenalan merek atau brand recognition merupakan cerminan tingkat kesadaran konsumen yang cenderung dangkal, dimana pengenalan terhadap suatu merek muncul kembali setelah dilakukan pengingat melalui bantuan (aided recall). (Rangkuti, 2004:40) mengatakan bahwa brand recognition merupakan tingkat minimal kesadaran merek.



2. Citra Merek (Brand Image)

Citra merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dibenak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi ini dapat dikonseptualisasikan berdasarkan jenis asosiasi merek, dukungan kekuatan dan keunikan merek. Jenis asosiasi merek meliputi tiga bagian penting yaitu atribut, manfaat dan evaluasi keseluruhan sikap. (Shimp, 2003).

Atribut terdiri dari dua bagian yaitu (1) hal-hal yang tidak berhubungan dengan produk seperti harga, kemasan, pemakai, dan citra penggunaan; dan (2) hal yang berhubungan langsung dengan produk seperti warna, ukuran, serta desain.

Manfaat meliputi tiga bagian : (1) manfaat fungsional artinya produk tersebut dapat menyediakan solusi bagian masalah-masalah konsumsi atau potensi permasalahan yang dihadapi oleh konsumen seperti kenyaman dan keamanan; (2) manfaat simbolis, diarahkan kepada keinginan konsumen dalam upaya memperbaiki diri, hargai sebagai anggota dari suatu kelompok, afiliasi, dan rasa memiliki. Manajemen konsep ditujukan bagi pemenuhun kebutuhan simbolis ini berupa mengasosiasikan kegunaan merek dengan kelompok, peran atau citra diri yang dinginkan; (3) manfat pengalaman (eksperimental) yaitu dimana konsumen merupakan representasi dari keinginan mereka akan produk yang dapat memberikan rasa senang, keamanan, dan stimuli kognitif. (Shimp, 2003).

Selanjutnya apabila para konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik berbeda dari merek pesaing, citra merek tersebut akan melekat secara

 

terus-menerus sehingga dapat membentuk kesetiaan terhadap merek tertentu, yang disebut loyalitas merek (brand loyalty). (Rangkuti, 2004:44).

3. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Masih dalam perspektif yang sama, turut pula disebutkan pula bahwa salah satu by product utama untuk meningkatkan ekuitas sebuah merek adalah meningkatkan loyalitas konsumen terhadap merek (Shimp, 2003:14). Pertumbuhan jangka panjang dan profabilitas amat bergantung pada penciptaan dan peningkatan loyalitas merek (brand loyalty). Loyalitas merek menurut

Rangkuti merupakan inti dari ekuitas merek yang menjadi gagasan sentral dalam

pemasaran karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seseorang pada sebuah merek. Loyalitas merek menjadi ukuran seberapa besar kemungkinan konsumen akan pindah ke merek lain. Penciptaan dan peningkatan loyalitas merek akan menghasilkan peningkatan nilai-nilai kepercayaan terhadap merek. (Rangkuti,2004:60).

Loyalitas merek terdiri dari atas lima tingkatan atau kategori sebagai berikut (Rangkuti, The Power of Brand, 2002:63)

6. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah konsumen tidak loyal atau sama sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian, mereka memiliki peranan yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya jenis konsumen seperti ini suka berpindah merek atau disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen yang lebih memperhatikan harga didalam melakukan pembelian)

 

7. Tingkat kedua adalah konsumen yang merasa puas akan produk yang digunakan atau minimal konsumen tidak mengalami kekecewaan. Konsumen tipe ini disebut sebagai pembeli tipe kebiasaan.

8. Tingkat yang ketiga adalah konsumen yang puas, namun memerlukan biaya peralihan, baik dalam waktu, uang atau resiko yang berhubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Konsumen tipe ini disebut satisfed buyer.

9. Tingkat keempat adalah konsumen yang benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakannya atau kesan kualitas yang tinggi. Para konsumen pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai merek.

10. Tingkat teratas adalah para konsumen yang setia (commited buyers). Konsumen mempunyai kebanggaan dalam menemukan atau menggunakan suatu merek. Merek tersebut sangat penting bagi mereka baik dari segi fungsi, maupun sebagai ekspresi diri mengenai siapa mereka sebenarnya.

Gambar 4

Piramida Loyalitas Merek

 

Dokumen terkait