TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Dasar a. Pengertian
Masa nifas (puerperium) dimaknai sebagai periode
pemulihan segera setelah lahirnya bayi dan plasenta serta
mencerminkan keadaan fisiologi ibu, terutama sistem
reproduksi kembali mendekati keadaan sebelum hamil.
Periode ini berlangsung 6 minggu atau berakhir saat
kembalinya kesuburan (Marliandiani dan Ningrum, 2015).
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai dari
beberapa jam setelah plasenta lahir dan selesai selama
kira-kira 6 minggu saat alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil (Sumiaty, 2018).
b. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas
Selama masa nifas alat-alat reproduksi internal
maupun eksternal berangsur-angsur kembali ke keadaan
sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genetalia ini
disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan
penting lainnya, perubahan-perubahan yang terjadi
antara lain sebagai berikut :
a) Uterus
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus maka dimulailah masa nifas.
Oksitosin yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis
posterior menginduksi kontraksi miometrium yang
saling berkaitan dan kuat. Rongga uterus telah
kosong, maka uterus secara keseluruhan
berkontraksi ke arah bawah dan dinding uterus
kembali menyatu satu sama lain, dan ukuran uterus
secara bertahap kembali seperti sebelum hamil
(Marliandiani dan Ningrum, 2015)
Menurut Marliandiani dan Ningrum, 2015
proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
1) Iskemia miometrium
Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi uterus yang terus-menerus setelah
menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat
otot atrofi.
2) Atrofi jaringan
Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi
penghentian hormon estrogen saat pelepasan
plasenta.
3) Autolisis
Autolisis merupakan proses penghancuran
diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus.
Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan
otot yang telah mengendur hingga panjangnya
sepuluk kali panjang sebelum hamil dan
lebarnya lima kali lebar sebelum hamil yang
terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan
karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
4) Efek oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi
dan retraksi otot uterus sehingga akan
menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses
ini membantu untuk mengurangi perdarahan.
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama
masa nifas. Lokhea mengandung darah dan sisa
jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus.
Lokhea mempunyai reaksi basa/alkalis yang
dapat membuat organisme berkembang lebih
cepat daripada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Lokhea berbau amis atau anyir
dengan volume yang berbeda-beda pada setiap
wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap
menandakan adanya infeksi. Lokhea mempunyai
perubahan warna dan volume karena adanya
proses involusi (Sulistyawati, 2015).
Menurut Sulistyawati, 2015 lokhea
dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan warna dan
waktu keluarnya :
1) Lokhea rubra / merah
Lokhea ini keluar pada hari pertama
sampai hari ke-4 masa post partum. Cairan
yang keluar berwarna merah karena terisi
darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut
bayi), dan mekonium.
Lokhea ini berwarna merah
kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung
dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.
3) Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning
kecoklatan karena mengandung serum,
leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta.
Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14
4) Lokhea alba/putih
Lokhea ini mengandung leukosit, sel
desidua, sel epitel, selaput lendir serviks,
dan serabut jaringan yang mati. Lokhea
alba ini dapat berlangsung selama 2-6
minggu post partum.
2) Perubahan pada serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks
agak menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir.
Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat
mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak
berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara
korpus dan serviks berbentuk semacam cincin.
Serviks berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh
kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Karena
robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi maka serviks
tidak akan pernah kembali lagi ke keadaan seperti sebelum
hamil.
Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu
persalinan akan menutup secara perlahan dan bertahap.
Setelah bayi lahir, tangan dapat masuk kedalam rongga
rahim. Setelah 2 jam, hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Pada
minggu ke-6 post partum, serviks sudah menutup kembali
(Sulistyawati, 2015).
3) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta
peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan
bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut,
kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak
hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur
akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih
menonjol.
Pada masa nifas, biasanya terdapat luka-luka jalan lahir.
Luka pada vagina umumnya tidak seberapa luas dan akan
sembuh secara perpriman (sembuh dengan sendirinya),
menyebabkan sellulitis yang dapat menjalar sampai terjadi
sepsis (Sulistyawati, 2015). 4) Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur
karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang
bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian tonus-nya, sekalipun tetap
kendur daripada keadaan sebelum hamil (Sulistyawati,
2015).
5) Perubahan sistem pencernaan
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi
oleh beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron
yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh,
meningkatkan kolesterol darah, dan melambatkan kontraksi
otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron mulai
menurun. Namun faal usus memerlukan waktu 3-4 hari
untuk kembali normal (Sulistyawati, 2015).
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada
sistem pencernaan menurut Marliandiani dan Ningrum,
(2015) antara lain sebagai berikut :
Rasa lelah yang amat berat setelah proses persalinan
dapat mempengaruhi nafsu makan ibu. Sebaiknya setelah
persalinan segera mungkin berikan ibu minuman hangat
dan manis untuk mengembalikan tenaga yang hilang
secara bertahap berikan makanan yang sifatnya ringan
karena alat pencernaan juga perlu waktu untuk
memulihkan keadannya.
b) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus.Pada persalinan
bedah sesar kelebihan analgesik dan anestesi bisa
memperlambat pengambilan tonus dan motilitas ke
keadaan normal.
c) Pengosongan usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi.
Hal ini disebabkan tonus otot usus menurun selama
proses persalinan dan awal nifas, diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan,
dehidrasi, hemoroid, ataupun laserasi jalan lahir. Sistem
pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk
kembali normal.
6) Perubahan sistem perkemihan
Pada saat persalinan bagian terdepan janin akan
mengakibatkan timbulnya gangguan pada sistem
perkemihan (Barus, 2018). Saluran kemih kembali
normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu (Marliandiani
dan Ningrum, 2015). Segera setelah persalinan, kandung
kemih akan mengalami overdistensi pengosongan yang
tidak sempurna dan residu urin yang berlebihan akibat
adanya pembengkakan, kongesti dan hipotonik pada
kandung kemih. Efek ini akan hilang pada 24 jam
pertama post partum, apabila tidak hilang maka dicurigai
terjadi infeksi saluran kemih. Diuresis akan terjadi pada
hari pertama hingga hari ke lima post partum (Sumiaty,
2018).
7) Perubahan sistem musculoskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah
persalinan. Pembuluh-pembuluh darah yang berada
diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses
ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta
dilahirkan (Marliandiani dan Ningrum, 2015). Perubahan
yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yaitu
perubahan pada ligamen, diafragma panggul, fasia dan
dinding abdomen. Ligamentum latum dan ligamentum
rotundum memerlukan waktu yang cukup lama untuk
ligamentum ini mengalami perenggangan dan
penenduran yang cukup lama sehingga kondisi ligamen
tersebut pada saat nifas lebih kendur dibanding kondisi
saat tidak hamil. Hal ini akan berangsur-angsur pulih
pada 6-8 minggu post partum (Sumiaty, 2018).
Sebagai akibat putusnya serat-serat plastik kulit dan
distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus
pada waktu hamil, dinding abdomen masih agak lunak
dan kendur untuk sementara waktu. Untuk memulihkan
kembali jaringan-jaringan penunjang alat genetalia, serat
otot-otot dinding perut dan dasar panggul, dianjurkan
untuk melakukan latihan-latihan tertentu atau senam
nifas (Marliandiani dan Ningrum, 2015).
8) Perubahan tanda-tanda vital
a) Suhu badan
Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan
akan naik sedikit ( 37,50 – 380C) sebagai akibat
kerja keras sewaktu melahirkan dan kelelahan.
Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa.
Biasanya, pada hari ketiga suhu badan naik lagi
karena adanya pembentukan ASI. Payudara menjadi
bengkak dan bewarna merah karena adanya
adanya infeksi pada endometrium (mastitis, tractus
genetalis, atau sistem lain. (Sulistyawati, 2015). b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60 – 80
x/menit. Pada saat persalinan denyut nadi akan
mengalami penngkatan. Denyut nadi yang melebihi
100 x/menit, harus waspada kemungkinan infeksi
atau perdarahan postpartum (Marliandiani dan
ningrum, 2015).
c) Tekanan darah
Tekanan darah normal untuk sistole berkisar
110 – 140 mmHg dan untuk diastole 60 – 80
mmHg. Setelah persalinan, tekanan darah dapat
sedikit lebih rendah dibandingkan pada saat hamil
karena terjadinya perdarahan pada proses
persalinan. Bila tekanan darah mengalami
peningkatan lebih dari 30 mmHg pada sistole atau
lebih dari 15 mmHg pada diastole perlu dicurigai
timbulnya hipertensi atau pre eklamsia post partum
(Marliandiani dan Ningrum, 2015).
d) Pernapasan
Bila nadi, suhu tidak normal, pernapasan juga
khusus pada saluran pernapasan. Bila pada masa
nifas pernapasan menjadi cepat kemungkinan ada
tanda-tanda syok (Marliandiani dan Ningrum 2015).
9) Perubahan sistem kardiovaskuler
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan
untuk menampung aliran darah yang meningkat, yang
diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uteri.
Penarikan kembali estrogen menyebabkan diuresis yang
terjadi secara cepat sehingga mengurangi volume plasma
kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2 –
4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini, ibu
mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Hilangnya
pengesteran membantu mengurangi retensi cairan yang
melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan
tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma
masa persalinan. Pada persalinan, vagina kehilangan darah
sekitar 200- 500 ml, sedangkan persalinan dengan SC,
pengeluaran dua kali lipatnya. Perubahan terdiri dari
volume darah dan kadar Hmt (haematokrit).
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba –
tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan
ini akan menyababkan beban pada jantung dan akan
vitum cardio. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan tumbuhnya haemokonsentrasi
sehingga volume darah kembali seperti
sediakala.Umumnya, ini terjadi pada 3 – 5 hari post
partum (Sulistyawati, 2015). 10) Perubahan sistem hematologi
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar
fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan
darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar
fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah
akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan
peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor
pembekuan darah.
Leukositosis adalah meningkatnya jumah sel-sel
darah, putih sebanyak 15.000 selama persalinan. Jumlah
leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama
masa post partum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa
naik lagi sampai 25.000 – 30.000 tanpa adanya kondisi
patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada
kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit
dan hemaglobin pada hari ke 3-7 post partum dan akan
darah selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml,
minggu pertama post partum berkisar 500-800 ml dan
selama sisa masa nifas berkisar 500 ml (Marliandiani dan
Ningrum, 2015).
11) Perubahan sistem endokrin
Perubahan sistem endokrin menurut Marliandiani dan
Ningrum, (2015) antara lain :
a) Hormon plasenta
Hormon plasenta HCG (Human Chorionic
Gonadotropin) menurun dengan cepat setelah persalinan dan menetap sampai 10% dalam tiga jam
hingga hari ketujuh post partum dan sebagai onset
pemenuhan mamae pada hari ketiga post partum.
b) Hormon pituitary
Menurunnya kadar estrogen merangsang kelenjar
pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan
prolaktin. Hormon ini berperan dalam pembesaran
payudara dan merangsang produksi ASI.
c) Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
Kadar prolaktin meningkat secara progresif
sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui kadar
prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam
oleh kekerapan menyusui, lama tiap kali menyusui, dan
banyak makanan tambahan yang diberikan. Untuk ibu
yang menyusui dan tidak menyusui akan memengaruhi
lamanya ibu mendapatkan menstruasi kembali.
d) Hormon estrogen dan progesterone
Setelah persalinan, kadar estrogen menurun 10%
dalam kurun waktu sekitar tiga jam. Progesteron turun
pada hari ketiga post partum kemudian digantikan
dengan peningkatan hormon prolaktin daan
prostaglandin yang berfungsi sebagai pembentukan ASI
dan meningkatkan kontraksi uterus sehingga mencegah
terjadinya perdarahan.
c. Kebutuhan Pada Masa Nifas
1) Kebutuhan gizi
Menurut Marliandiani dan Ningrum, (2015) zat-zat
yang dibutuhkan diet ibu pasca bersalin adalah :
a) Mengkonsumsi tambahan kalori sesuai kebutuhan.
Jika masih menyusui tambah kalori tiap hari
sebanyak 500-700 kalori.
b) Penuhi diet berimbang terdiri atas protein, kalsium,
c) Kebutuhan cairan sedikitnya 3 liter perhari yang
dapat diperoleh dari air putih, sari buah, susu, atau
sup.
d) Untuk mencegah anemia konsumsi tablet zat besi
selama masa nifas.
e) Vitamin A (200.000 IU) selain untuk ibu, vitamin A
dapat diberikan kepada bayi melalui ASI.
2) Ambulasi dini
Menurut Marliandiani dan Ningrum, (2015). Adapun
keuntungan dari ambulasi dini antara lain :
a) Ibu merasa lebih sehat dan lebih kuat.
b) Faal usus dan kandung kemih menjadi lebih baik.
c) Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan
maupun pendidikan kepada ibu mencapai cara
perawatan bayi sehari-hari.
d) Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (ekonomis)
Menurut Marliandiani dan Ningrum, (2015).
Langkah-langkah mobilisasi dini yang dapat dilakukan ibu untuk
turun dari tempat tidur adalah sebagai berikut :
a) Awali dengan mengatur nafas, miring kiri, miring
b) Duduk dengan tubuh ditahan dengan tangan, geserkan
kaki ke sisi ranjang dan biarkan kaki menggantung
sebentar.
c) Dengan bantuan orang lain, perlahan-lahan ibu berdiri
dan masih berpegangan pada tempat tidur.
d) Jika terasa pening, duduklah kembali. Stabilkan diri
beberapa menit sebelum melangkah
3) Eliminasi (buang air kecil dan besar)
Segera setelah persalinan, ibu nifas dianjurkan
untuk buang air kecil karena kandung kemih yang penuh
dapat mengganggu kontraksi uterus, dan menimbulkan
komplikasi yang lain misalnya infeksi. Pasien dengan
pasca jahitan perineum cenderung takut untuk buang air
kecil karena merasa nyeri pada luka perineumnya. Bidan
harus dapat mengidentifikasi dengan baik penyebab yang
terjadi apabila dalam waktu >4 jam, ibu nifas belum
buang air kecil. Beri motivasi ibu untuk buang air kecil
meski terasa sedikit nyeri pada daerah luka perineumnya
(Sumiaty, 2018).
Ibu nifas dianjurkan buang air besar pada 24 jam
pertama post partum. Bidan dapat menganjurkan ibu
untuk mengonsumsi bahan makanan yang banyak
memperbanyak minum air agar dapat memperlancar
proses eliminasi (Sumiaty, 2018).
4) Kebersihan diri
Menjaga kebersihan diri selama masa nifas merupakan
upaya untuk memelihara kebersihan tubuh mulai dari
pakaian, kebersihan dari ujung rambut sampai
kaki.Terutama pada daerah genetalia perlu mendapatkan
perhatian yang lebih karena terdapat pengeluaran
cairan/darah lokhea.Letak vagina yang berdekatan dengan
meatus eksternus uretrae dan anus, yakni daerah tersebut banyak mengandung mikroorganisme patogen.
Menurut Marliandiani dan Ningrum, (2015). Tujuan
melakukan personal higiene antara lain :
a) Meningkatkan derajat kesehatan
b) Mengurangi risiko infeksi
c) Memberikan rasa nyaman
d) Pemperbaiki personal higiene yang kurang
5) Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang
berkualitas untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya.
Keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan
persiapan untuk energi menyusui bayinya nanti
(Sulistyawati, 2015).
Menurut Sulistyawati, (2015) kurang istirahat pada
ibu post partum akan mengakibatkan beberapa kerugian,
misalnya :
a) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
b) Memperlambat proses involusi uterus dan
memperbanyak perdarahan.
c) Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan untuk
merawat bayi dan dirinya sendiri
6) Seksual
Masa nifas yang berlangsung selama enam minggu
atau 40 hari merupakan masa pembersihan rahim.Setelah
enam minggu diperkirakan pengeluaran lokhea telah
bersih, semua luka akibat persalinan, termasuk luka
episiotomi dan luka bekas SC biasanya telah sembuh
dengan baik, sehingga ibu dapat memulai kembali
hubungan seksual.Hubungan seksual yang memuaskan
memerlukan suasana hati yang tenang.
Kecemasan akan menghambat proses perangsangan
sehingga produksi cairan pelumas pada dinding vagina
akan terhambat. Cairan pelumas yang minim akan
dengan lembut, akibatnya akan terasa nyeri dan tidak
jarang akan ada luka lecet baik di dinding vagina maupun
kulit penis suami. Kondisi inilah yang yang menyebabkan
sakit.Selain itu ada dua lagi penyebab yang mungkin
menurunkan gairah seksual ibu pasca melahirkan,
pertama yaitu luka persalinan, kedua penyebab tidak
langsung yakni depresi, baby blues, atau kelelahan. Pada
prinsipnya tidak ada masalah untuk memulai melakukan
hubungan seksual apabila ibu siap secara fisik maupun
psikis. Keputusan bergantung pada pasangan yang
bersangkutan (Marliandiani dan ningrum, 2015).
7) Latihan/senam nifas
Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang
maksimal, sebaiknya latihan masa nifas dilakukan seawal
mungkin dengan catatan ibu menjalani persalinan normal
dan tidak ada penyulit post partum (Sulistyawati, 2015).
Tujuan senam nifas menurut Merliandiani dan
Ningrum, (2015) antara lain :
a) Membantu mempercepat pemulihan kondisi ibu.
b) Mempercepat proses involusi uteri.
c) Membantu pemulihan dan mengencangkan otot
d. Tahapan masa nifas
Pengawasan masa nifas penting dilakukan secara
cermat terhadap perubahan fisiologis masa nifas dan
mengenali tanda-tanda keadaan patologis pada tiap
tahapannya.
Menurut Marliandiani dan Ningrum, (2015).
Kembalinya sistem reproduksi pada masa nifas dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut :
1) Puerperium dini
Beberapa jam setelah persalinan, ibu dianjurkan
segera bergerak dan turun dari tempat tidur. Hal ini
bermanfaat mengurangi komplikasi kandung kemih dan
konstipasi, menurunnya frekuensi trombosis dan emboli
paru pada masa nifas
2) Puerperium intermedial
Suatu masa yakni kepulihan menyeluruh dari
organ-organ reproduksi internal maupun eksternal selama
kurang lebih 6-8 minggu.
3) Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
kembali dalam keadaan sempurna terutama bila ibu
selama hamil atau waktu persalinan mengalami
ibu akan berbeda, bergantung pada berat ringannya
komplikasi yang dialami selama hamil dan persalinan.
Waktu sehat sempurna dapat berlangsung selama
berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan
e. Kunjungan
Adapun frekuensi kunjungan, waktu dan tujuan kunjungan
tersebut dipaparkan sebagai berikut menurut KIA, (2018)
antara lain :
1) Kunjungan pertama 6 jam – 3 hari setelah persalinan,
yang bertujuan untuk sebagai berikut :
a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
uteri.
b) Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan
serta melakukan rujukan bila perdarahan berlanjut.
c) Memberikan konseling pada ibu dan keluarga
tentang cara mencegah perdarahan yang disebabkan
atonia uteri.
d) Konseling tentang pemberian ASI awal.
e) Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu
dan bayi baru lahir (bounding attachment).
f) Menjaga bayi tetap sehat melalui mencegahan
g) Setelah bidan melakukan pertolongan persalinan,
maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam
pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu
dan bayi baru lahir dalam keadaan baik.
2) Kunjungan kedua, 4 - 28 hari setelah persalinan, yang
bertujuan untuk sebagai berikut :
a) Memastikan proses involusi uterus berjalan normal,
uterus berkontraksi dengan baik, tinggi fundus uteri
(TFU) di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan
abnormal.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, tanda-tanda
infeksi, atau perdarahan abnormal.
c) Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
d) Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi
dan cukup cairan.
e) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar
serta tidak ada tanda-tanda adanya penyulit.
f) Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru
lahir.
3) Kunjungan ketiga, 29 – 42 hari setelah persalinan yang
a) Persepsinya tentang persalinan dan kelahiran,
kemampuan kopingnya yang sekarang, dan
bagaimana ia merespon terhadap bayi barunya.
b) Kondisi payudara meliputi congesti, apakah ibu
menyusui atau tidak, tindakan kenyamanan apa yang
ia gunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan.
Selain itu, apakah ibu mengalami nyeri payudara
(lecet, pembengkakan payudara, merah, padas, dan
lain-lain).
c) Asupan makanannya, baik kualitas maupun
kuantitasnya.
d) Nyeri, kram abdomen, fungsi bowel.
e) Adanya kesulitan atau ketidaknyamanan dengan
urinasi.
f) Jumlah, warna, dan bau perdarahan lokea.
g) Nyeri, pembengkakan perineum, dan jika ada
jahitan, lihat kerapatan jahitan. Ibu mungkin perlu
cermin dan memeriksanya sendiri atau meminta
pasangannya untuk memeriksanya jika ia
melaporkan adanya gejala-gejala tersebut.
h) Adanya hemoroid dan tindakan kenyamanan yang
i) Adanya nyeri, edema, dan kemerahan pada
ekstremitas bawah.
j) Apakah ibu pendapatkan istirahat yang cukup, baik
pada siang maupun malam hari.
k) Bagaimana keluarga menyesuaikan diri dengan
adanya bayi baru di rumah.
l) Tingkat kepercayaan diri ibu saat ini dalam
kemampuannya merawat bayi.
m) Respon ibu terhadap bayi.
4) Tujuan Kunjungan Masa Nifas
Menurut Sulistyawati, (2015) asuhan yang diberikan
kepada ibu nifas bertujuan untuk :
a) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis
bagi ibu dan bayi
Dengan diberikannya asuhan, ibu akan