• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep dasar Sosialisasi Komunikasi Kebijakan Pendidikan a. Pengertian Sosialisasi

Dalam dokumen Buku Daras Kebijakan Pendidikan (Halaman 117-122)

Tahap V. Pelaksanaan kebijakan Publik; usulan kebijakan

SOSIALISASI DAN KOMUNIKASI KEBIJAKAN PENIDIKAN

A. Standar Kompetensi

1. Konsep dasar Sosialisasi Komunikasi Kebijakan Pendidikan a. Pengertian Sosialisasi

Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai sebuah proses di mana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sosialisasi merupakan proses yang terus terjadi selama hidup kita.

Salah satu teori peran yang dikaitkan dengan sosialisasi ialah teori George Herbert Mead. (1972), dalam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society Mead menguraikan 0 tahap pengembangan diri manusia. Manusia yang baru lahir belum mempunyai diri. Diri manusia berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Menurut Mead pengembangan diri manusia berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut:

manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya. Pada tahap ini juga anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Dalam tahap ini, individu sebagai calon anggota masyarakat dipersiapkan dengan dibekali nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pedoman bergaul dalam masyarakat oleh lingkungan yang terdekat, yaitu keluarga. Lingkungan yang memengaruhi termasuk individu yang berperan dalam tahapan ini relatif sangat terbatas, sehingga proses penerimaan nilai dan norma juga masih dalam tataran yang paling sederhana.

2) Tahap Meniru (Play Stage; tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan oleh seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari dirinya. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan orang-orang yang jumlahnya banyak telah juga mulai terbentuk. 3) Tahap Siap Bertindak (Game Stage); Peniruan yang dilakukan

sudah mulai berkurang dan digantikan peran yang secara

langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran.

Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun

meningkat, sehingga memungkinkan adanya kemampuan

bermain secara bersama-sama. Pada tahap ini individu mulai berhubungan dengan teman teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar kel uarganya.

4) Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalizing Stage) Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, dia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan

orang-orang yang berinteraksi dengannya, tetapi juga dengan masyarakat secara luas. Manusia dewasa menyadaripentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama, bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya. Dalam tahap ini, individu dinilai sudah mencapai tahap kematangan untuk siap terjun dalam kehidupan masyarakat. (George Herbert Mead, 1972).

Pandangan lain yang juga menekankan pada peranan interaksi dalam proses sosialisasi adalah Charles H. Cooley. Menurut Cooley (1976), konsep diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain oleh Cooley diberi nama looking-glass self. Cooley menamakannya demikian karena melihat analogi antara pembentukan diri seseorang dengan perilaku orang yang sedang bercermin; kalau cermin memantulkan apa yang terdapat di depannya, maka menurut Cooley diri seseorang pun memantulkan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadapnya.

Selanjutnya Cooley berpendapat bahwa looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap. Pada tahap pertama, seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya. Pada tahap kedua, seseorang mempunyai persepsi mengenai penilain orang lain terhadap penampilannya. Pada tahap ketiga, seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu.

b. Pengertian Komunikasi Kebijakan

Wilbur Schrarmm (Suprapto, 2006: 4-5), menyatakan komunikasi sebagai suatu proses berbagi (sharing process), Schrarmm menguraikan demikian: “Komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) latin communis yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commoness) dengan seseorang.Yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide, atau sikap”.

Dari uraian Schrarmm itu dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil

melahirkan kebersamaan (commoness), kesepahaman antar sumber (source) dengan penerima (audience-receiver)-nya. Sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila audience menerima pesan, pengertian dan lain-lain persis sama seperti apa yang dikehendaki oleh penyampai.

Sedangkan kebijakan adalah seperangkat aturan, dan pendidikan itu menunjuk pada bidangnya.Sehingga, kebijakan pendidikan merupakan seperangkat aturan mengenai pendidikan.

Maka, komunikasi kebijakan pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses berbagi informasi, ide, atau sikap mengenai aturan dalam pendidikan.

c. Batasan Sosialisasi dan Komunikasi Kebijakan Pendidikan Dalam konteks implementasi kebijakan, pada dasarnya, sosialisasi memberikan dua kontribusi fundamental bagi kehidupan manusia, antara lain. Pertama, memberikan dasar atau fondasi kepada individu bagi terciptanya partisipasi yang efektif dalam

masyarakat, dan kedua memungkinkan lestarinya suatu

masyarakat, karena tanpa sosialisasi akan hanya ada satu generasi saja sehingga kelestarian masyarakat akan sangat terganggu. Contohnya, masyarakat Sunda, Jawa, Batak, dsb, akan lenyap manakala satu generasi tertentu tidak mensosialisasikan nilai-nilai kesundaan, kejawaan, kebatakan kepada generasi berikutnya. Agar dua hal tersebut dapat berlangsung maka ada beberapa kondisi yang harus ada agar proses sosialisasi terjadi. Pertama, adanya warisan biologikal, dan kedua, adalah adanya warisan sosial.

Adapun komunikasi menurut Gonzalez, (Imron, 2008), adalah suatu proses, yang dalam proses tersebut partisipan bertukar tanda-tanda informasi dalam suatu waktu. Tanda-tanda-tanda informasi tersebut data saja bersifat verbal, non verbal, dan paralinguistik.Tanda-tanda verbal dapat berupa kata-kata, angka-angka, baik yang diucapkan maupun yang ditulis. Tanda-tanda non verbal dapat berupa ekspresi fasial, gerak anggota tubuh, pakaian, warna, musik, waktu, ruamg, rasa, sentuhan, dan bau. Sedangkan tanda-tanda paralinguistik meliputi: kualitas suara, kecepatan bicara, tekanan suara, vokalisasi, yang digunakan untuk menunjukkan emosi tertentu.

Hakikat dari komunikasi kebijakan pendidikan adalah sosialisasi atas rumusan-rumusan kebijakan pendidikan yang sudah dilegitimasikan. Sebagai komunikatornya adalah para aktor perumusan kebijakan pendidikan, sedangkan sebagai komunikannya adalah para pelaksana kebijakan pendidikan beserta dengan perangkat dan khalayak pada umumnya.

Adapun bahan yang dikomunikasikan adalah rumusan-rumusan kebijakan, mulai dari konsiderannya, isinya, sampai dengan penjelasannya.Para pelaksana kebijakan pendidikan bersama dengan perangkatnya mengkomunikasikan lagi rumusan kebijakan tersebut kepada khalayak umum.

Khalayak umum sendiri kemudian juga meng komunikasikan rumusan kebijakan pendidikan kepada sesamanya. Rumusan kebijakan tersebut, menjadi bagian dari kehidupan khalayak, dan

oleh karena itu maka mereka mengambil bagian dalam

pelaksanaannya.

Unsur-unsur komunikasi digambarkan Alo Liliweri (2009: 18), antara lain:

1) Pengirim (sender) atau sumber (source) atau komunikator adalah individu, kelompok, atau organisasi yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.

2) Penyandian (encoding), yakni proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang.

3) Pesan (message) merupakan pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.

4) Media adalah saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan.

d. Alasan-Alasan Pentingnya Komunikasi Kebijakan Pendidikan

Komunikasi diperlukan dalam implemetasi kebijakan tidak terkecuali dalam implementasi kebijakan pendidikan, karena itu, memeiliki beberapa alas an sebagai berikut:

Dalam dokumen Buku Daras Kebijakan Pendidikan (Halaman 117-122)