• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah, Faktor Penyebab dan Pendekatan Kebijakan Pendidikan

Dalam dokumen Buku Daras Kebijakan Pendidikan (Halaman 111-117)

Tahap V. Pelaksanaan kebijakan Publik; usulan kebijakan

Q. Formulasi Kebijakan Pendidikan

5. Masalah, Faktor Penyebab dan Pendekatan Kebijakan Pendidikan

a. Masalah dalam Formulasi Kebijakan Pendidikan

Sesuatu yang dianggap orang masalah, bisa dianggap bukan masalah oleh orang lain. Bahkan sesuatu yang dianggap sebagai

masalah orang lain bisa dianggap sebaliknya, karena

menguntungkan. Oleh karena itu, masalah kebijakan (policy problem) tidak sekedar sama denga masalah secara umum.

Problem publik secar umum sulit bahkan tidak dapat dipecahkan orang perorangan dan mempunyai dampak luas terhadap masyarakat, termasuk kepada mereka ynag tidak punya problem. Sedangkan problem privat umumnya berdampak sempit (menyentuh orang perorang) dan lazimnya mudah diatasi secara pribadi oleh mereka yang punya problem. Meningat demikian peliknya problem umum dan luasnya dampak yang ditimpulkan, maka problema umum ini lebih memdapatkan perhatian dibandingkan problema privat.

Menurut Supandi, (1988), terdapat beberapa jenis masalah kebijakan, antara lain:

(a) Disebut sebagai masalah prosedural, jika berhubungan dengan cara bagaimana pemerintah itu diatur dan menjalankan kegiatan dan pekerjaannya.

(b) Disebut sebagai masalah substansial, jika berkenaan dan konsekuensi dari kegiatan manusia.

(c) Disebut sebagai masalah distributif, jika maslah tersebut melibatkan sedikit masyarakat dan dapat ditangani orang perorang.

(d) Disebut sebagai masalah regulatori, jika masalah tersebut menimbulkan hambatan dan pembatasan terhadap tindakan manusia.

(e) Disebut masalah redistributif bila berkaitan dengan transfer sumber-sumber di antara kelompok-kelompok atau kelas masyarakat .

Ada kalanya problema umum tersebut menjadi problemikan antara satu orang dengan lain serta menawarkan banyak sudut pandang. Problem umum yang demikain lazim disebut sebagai ”isu”. Dengan demikian “isu” adalah problema umum yang menjadi perdebatan banyak kalangn dan berbagai sudut pandangannya.

Tidak semua masalah umu dan “isu-isu” tersebut diperhatikan oleh perumus kebijakan. Tidak jarang masalah-masalah umum dan isu-isu tersebut hilang begitu saja tanpa kesan. Meskipun harus diakui, bahwa sebagian dari masalah-masalah dan “isu-isu” tersebut mendapat perhatian. Dan, masalah umum serta “isu-isu” yang mendapatkan perhatian para perumus kebijakan inilah yang lazim disebut sebagai agenda kebijakan.

Masalah-masalah dan “isu-isu” tersebut bisa menjadi agenda, jika memenuhi persyaratan-persyaratan sebagaimana dikemukakan oleh teori perhatian:

(a) Mmasalah tersebut mempunyai sifat yang luar biasa. Suatu kejadian yang tidak lazim atau istimewa dan mempunyai implikasi luas bisa menjadi agenda.

(c) Masalah-masalah yang diungkapan oleh media massa secara serentak.

(d) Masalah-masalah yang dikemukakan oleh elit akademikus yang mempunyai wawasan luas dan terkenal objektif.

Ada kalanya suatu masalah atau “isu” yang dari segi kelayakan memenuhi persyaratan tetapi ternyata tidak dapat diagendakan. Padahal masalah atau “isu” tersebut, sering kali dikemukakan dan dibahas oleh para peserta perumus kebijakan baik peserta perumus kebijakan formal maupun peserta perumus kebijakan tidak formal. Ternyata tingkat kelayakan suatu masalah publik dan “isu-isu” yang muncul tidak dengan sendirinya menjamindiagendakan. Masih banyak faktor yang turut berpengaruh terhadap gagalnya suatu masalah atau “isu” menjadi agenda kebijakan.

b. Faktor Penyebab dalam Formulasi Kebijakan Pendidikan Faktor-faktor yang menjadi penyebab gagal suatu masalah atau “isu” menjadi agenda kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan adalah:

(a) Terdapatnya kelompok penekan dan penghambat baik yang bersumber dari kelompok etnik, sekte dan kelompok-kelompok primordial.

(b) Jika suatu masalah atau “isu-isu” tersebut jika diagendakan, bisa bertentangan dengan tata nilai dan tata norma yang sedang berlaku atau dijunjung tinggi masyarakat.

(c) Jika masalah atau “isu-isu” tersebut digendakan, dikhawatirkan dapat mengancam kedudukan dan kepentingan pemerintah yang sedang berkuasa.

Memahami uraian di atas, bahwa kebijakan publik boleh dikatakan sekedar retorika politik atau slogan politik. Secara teoretik pada tahap implementasi ini proses perumusan kebijakan dapat digantikan tempatnya oleh proses implementasi kebijakan, dan program-program kemudian diaktifkan. Tetapi dalam praktik, pembedaan antar tahap perumusan kebijakan dan tahap implementasi kebijakan sebenarnya sulit dipertahankan, karena umpan balik dari

diperlukannya perubahan-perubahan tertentu pada tujuan-tujuan dan arah kebijakan yang sudah ditetapkan. Atau aturan-aturan dan pedoman-pedoman yang sudah dirumuskan ternyata perlu ditinjau kembali sehingga menyebabkan peninjauan ulang terhadap pembuatan kebijakan pada segi implementasinya.

c. Pendekatan Baru dalam Penyusunan Kebijakan

Menurut pandangan teori elite, kebijakan publik dapat dipandang sebagai nilai-nilai dan pilihan-pilihan dari elite yang memerintah. Argumentasi pokok dari teori elite ini adalah bahwa bukan rakyat yang menentukan kebijakan publik, tetapi berasal dari elite yang memerintah dan dilaksanakan oleh pejabat-pejabat dan badan-badan pemerintah.

Olehnya, padangan teori elit dalam formulasi kebijakan, tentu tidak dapat memecahkan masalah publik justru hanya akan melahirkan masalah baru karena tidak diberikannya ruang bagi publik untuk ikut berpartisipasi dalam merumuskan kebijakan. Padahal kerangka baru dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) perlu sinergitas antara pemerintah, privat dan civil society.

Oleh karena itu, dalam kerangka good governance, tindakan bersama (colletive action) adalah sebuah keharusan. Dalam kerangka ini, keinginan pemerintah untuk memonopoli proses kebijakan dan memaksakan kebijakan tersebut harus ditinggalkan dan diarahkan kepada proses kebijakan yang inklusif, demokratis dan partisipatis. Masing-masing aktor kebijakan harus berinteraksi dan saling memberikan pengaruh (mutually inclusive) dalam rangka merumuskan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Pada hakikatnya tahap formulasi kebijakan merupakan tahap fundamental dalam proses kebijakan publik. Oleh karena itu dalam tahap ini perlu pengkajian secara komprehensif dengan membangun jejang aktor dalam formulasi kebijakan yaitu, aktor publik, privat dan

civil society. Jejaring aktor dalam formulasi kebijakan ini dimaksudkan untuk menghidari monopoli pemerintah dalam proses kebijakan. Sehingga kebijakan yang dilahirkan tidak bersifat politis tapi diharapkan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan publik.

Paradigma good governance, administrasi publik menuntut pembangunan jejaring dalam proses kebijakan publik. Jejaring dalam kebijakan publik bukan sekedar meliputi partisipasi dan kerjasama, akan tetapi menampung keberadaan konflik, opini elit, pembentukan kelompok atau subsistem kebijakan yang baru.

R. Rangkuman

Dalam tataran konseptual perumusan kebijakan tidak hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pimpinan yang mewakili anggota, tetapi juga berisi opini publik (public opinion) dan suara publik (public voice). Hal itu disebabkan proses pembuatan kebijakan pada esensinya tidak pernah bebas nilai (value free) sehingga berbagai kepentingan akan selalu memengaruhi terhadap proses pembuatan kebijakan.

Dalam perumusan kebijakan publik selalu dan harus memerhatikan beberapa karakteristik agar dapat mencapai sasaran kebijakan yang dituangkan dalam tahapan implementasi kebijakan. Ada empat elemen lingkungan yang perlu diperhatikan dalam proses perumusan kebijakan publik, yaitu: Economic, Cultural, Demographic, dan Political elements.

Teori perumusan kebijakan, dikenal setidaknya ada 13 (tiga belas) jenis perumusan kebijakan, yaitu teori kelembagaan, teori proses, teori kelompok, teori elit, teori rasional, teori inkremental, teori permainan, teori pilihan publik, teori sistem, teori pengamatan terpadu, teori demokratis, teori strategis, dan teori deliberatif.

Ada dua tipologi dalam analisis model kebijakan, yaitu: kebijakan publik dianalisa dari sudut proses dan kebijakan publik dianalisa dianalisa dari sudut hasil dan akibat (efek) nya.

Proses formulasi kebijakan, pada umumnya meliputi. Fase proses formulasi, komponen proses formulasi, tahapan formulasi: Tahap I, Perumusan masalah kebijakan publik. Tahap II, Penyusunan agenda pemerintah. Tahap III. Perumusan usulan kebijakan publik Tahap IV. Pengesahan Kebijakan Publik; Tahap V. Pelaksanaan kebijakan Publik; Tahap VI, Penilaian Kebijakan Publik;

Proses formulasi kebijakan, pendidikan meliputi: aktivitas-aktifitas formulasi kebijakan pendidikan; unsur-unsur yang

mempengaruhi formulasi kebijakan pendidikan; aktor-aktor dan jaringan dalam formulasi kebijakan pendidikan; dan masalah, faktor penyebab dan pendekatan kebijakan pendidikan.

S. Bahan Bacaan Utama

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Jogjakarta: Gajah Mada University Press

Pongtuluran, Aris. 1995. Kebijakan Organisasi dan Pengambilan

Keputusan Manajerial. Jakarta: LPMP

Imron, Ali. 1995. Kebijakan Pendiikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Amitai and Etzioni, Eva.(1964). Social Change, Sources, Patterns

and. Consequences. New York, London: Basic Books

Amitai Etzioni, (1980) A Comparative Analysis of Complex Organizations, New York , Free Press.

Anjuran

Budi Winarno. 2004. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Media Pressindo.

Ace Suryadi dan HAR Tilaar, 1983, Analisis Kebijakan Pendidikan

Suatu Pengantar, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sutjipto, 1987, Analisis Kebijaksanaan Pendidikan Suatu Pengantar, IKIP Padang, Padang.

Checkland, Peter and Scholes, Jim, 1990, Soft Systems Methodology in Action, John Wiley & Sons, England.

T. Latihan Soal

Jawablah soal berikut ini dengan jelas!

1. Jelaskan tentang konsep dasar dan teori formulasi kebijakan ? 2. Jelaskan, model, tipologi, dan proses formulasi kebijakan? 3. Jelaskan, tentang formulasi kebijakan pendidikan?

BAB VI

SOSIALISASI DAN KOMUNIKASI KEBIJAKAN

Dalam dokumen Buku Daras Kebijakan Pendidikan (Halaman 111-117)