• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unsur-unsur yang Mempengaruhi Formulasi Kebijakan Pendidikan

Dalam dokumen Buku Daras Kebijakan Pendidikan (Halaman 99-103)

Tahap V. Pelaksanaan kebijakan Publik; usulan kebijakan

Q. Formulasi Kebijakan Pendidikan

2. Unsur-unsur yang Mempengaruhi Formulasi Kebijakan Pendidikan

Aktivitas-aktifitas sekitar formulasi adalah interaksi peranan antar peserta perumusan kebijakan pendidikan baik yang formal maupu yang tidak formal. Perumusan kebijakan tersebut sangat bergantung seberapa besar para peserta dapat memainkan peranannya masing-maisng dalam memformulasikan kebijakan. Dengan demikian rumusan kebijakan adalah karya group, baik group yang menjadi penguasa formal maupun yang menjadi mitra dan rivalnya. Mereka saling mengintervensi, slaing melobi bahkan salin mengadakan bargaining.

Agar rumusan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan yang baik, haruslah memenuhi kriteria berikut:

a. rumusan kebijakan, termasuk kebijakan

pendidikan tidak mendektekan keputusan spesifik atau hanya menciptakan lingkungan tertentu.

b. rumusan kebijakan, termasuk kebijakan

pendidikan, dapat dipergunakan menghadapi masalah atau situasi yang timbul secara berulang. Hal ini berarti, bahwa waktu, biaya dan tenaga yang telah banyak dihabiskan, tidak sekedar dipergunakan memecahkan satu masalah atau satu situasi saja.

2. Unsur-unsur yang Mempengaruhi Formulasi Kebijakan Pendidikan

a. Lingkungan Kebijakan Pendidikan

Yang dimaksud dengan lingkungan kebijakan pendidikan adalah segala hal yang berada di luar kebijakan tetapi mempunyai pengaruh terhadap kebijakan pendidikan. Pengaruh tersebut, bisa jadi

besar, bisa jadi kecil, langsung, tidak langsung, laten, dan jelas. Lingkungan kebijakan pendidikan dengan demikian dapat diartikan sebagai hal yang berada di luar kebijakan pendidikan tetapi mempunyai pengaruh besar.

Yang termasuk lingkungan kebijakan pendidikan dirumuskan secara berbeda-beda oleh para ahli ilmu kebijakan pendidikan.

Supandi (1988), menyatakan lingkungan kebijakan

pendidikan meliputi: kondisi sumber alam, iklim, tipografi, demografi, budaya politik, struktur sosial, dan kondisi ekonomik. Sementara yang dianggap paling berpengaruh terhadapa kebijakan tersebut adalah budaya politik.

b. Kondisi Sumber Alam

Kondisi sumber alam dapat berpenagaruh terhadap kebijakan lingkungan pendidikan, karena kebijakan pendidikan dibuat tidak terlepas dari ada tidaknya, cukup tidaknya, melimpah atau kurangnya sumber-sumber alam yang menjadi penopangnya. Di negara yang kondisi alamnya subur, di mana masyrakatnya dapat dengan mudah mendapatkan apa yang dibutuhkan, akan berada perumusan kebijakannya dengan di negara yang langka mengenai sumber-sumber alam.

Keadaan sumber, yang dapat habis dan dapat diperbarui, tentulah berbeda dengan sumber alam yang tak akan habis dan tak akan diperbarui. Sebagai penopang dapt tidaknya kebijakan tersebut tentunya yang nantinya dilaksanakan, kondisi sumber alam menduduki tempat stragis. Ia akan menentukan apakah sebuah kebijakan negaran termasuk kebijakan pendidikannya mesti bergantung kepada negara lain ataukah tidak.

Seberapa kondisi alam berpengaruh terhadap kebijakan, memang masih dibutuhkan pembuktian secara empiris. Namun karena antar negara satu dengan yang lain kondisi sumber alamnya berbeda, maka temuan empiris mengenai pengaruh kondisi sumber

alam bagi kebijakan ini tentulah temuan yang sifatnya kasus, dan tidak begitu mudah digeneralisasikan.

c. Iklim

Sebuah negara di mana dalam semua iklimnyadapat

dipergunakan untuk bekerja, tentulah akan merumuskan kebijakan tanpa banyak pertimbangan soal iklim. Dan,jika saja ada perubahan kebijakan sebagai akibat dari adanya iklim yang tidak diestiminasi sebelumnya, umumnya bersifat elementer dan tidak begitu mendasar. Sebaliknya pada negara-negara yang mnegenal musim dingin, di mana rakyatnya tidak bisa bekerja sepanjang tahun, maka perumusan kebijakannya harus benar-benar memperhatikan faktor iklim ini. Sebab, kalau tidak, kebijakan-kebijkan yang dirumuskan, tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik.

d. Demografi

Demografi atau kependudukan adalah faktor yang sangat penting untuk diperhatikan dalam perumusan kebijakan. Negara yang penduduknya banyak, akan dirumuskan kebijkan pendidikan secara berbeda dengan negara yang pendududknya sedikit. Pada negara-negara yang penduduknya banyak, secara umum berhadapan dengan perumusan kebijakan pendidikan yang menyentuh persolan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya sumber-sumber potensial yang dimiiliki oleh pemerinatahnya dalam usaha memenuhi kehendak rakyatnya dibidang pendidikan.

Sementara itu, pada negara-negara penduduknya sedikit, di mana sumber-sumber potensialnya melimpah pendidikan yang menjadi tuntutan rakyatnya, tidak lagi sekedar bersentuhan dengan kesempatan memperoleh pendidikan melainkan sudah mengarah pada kualitas pendidikan.

Oleh karena itu, agar masyarakat di seputar persoalan mutu pendidikan dapat dipenuhi oleh pemerintah pada negara-negara yang pendududknya banyak, maka dirumuskannya kebijakan lain seperti pemabatasan kelahiran pada penduduknya, adalah salah satu jalan keluarnya. Di negara kita, pembatasan jumlah penduduk yang akan

lahir dikenal dengan keluarga berencana. Sebab, penduduk yang banyak memang berkonsekuensi logis bagi disediakannya sarana yang banyak.

e. Budaya Poitik

Budaya politik adalah keseluruhan cara hidup, pandangan hidup dan apa saja yang diperbuat oleh masyarakat dalam kehidupan politik. Budaya politik ini, tidak dirumuskan secara formal lewat aturan-aturan, hukum, undang-undang atau keputusan-keputusan tertulis. Sebagai kebiasaan yang tidak tertulis, ia berlaku begitu saja terhadap masyarakat yang menganutnya. Meskipun tak tertulis, ia telah tersosialisasikan dengan sneidrinya pada kehidupan masyarakat yang menganutnya. Ia berkembang dan dipratikkan dalam kehidupan kesekharian rakyat.

Berbeda dengan peraturan, perundang-undangan, keputusan-keputusan formal, meskipun merupakan aturan tertulis, ia masih perlu disosialisasikan. Meskipun demikian, pelanggaran atas buadaya polotik, lazimnya tidak melahirkan sanksi-sanksi sebagaimana pada pelanggarab atas perundang-undang. Pelanggar budaya politik, akan merasadihukum oleh dirinya dan merasa diadili oleh rakyat atau orang lain, meskipun rakyat atau orang lain tersebut tidka mengadilinya. Oleh karena itu, budaya politik umumnya lebih mentradisi dalam kehidupan rakyat secara langsung.

Ada tiga jenis budaya politik, ialah budaya politik parokial, budaya politik subjektif dan budaya politik partisipatoris.

b. Budaya Politik Parokial

Suatu masyarakat dikatakan menganut budaya politik parokial, jika masyarakat tersebtu tidak mempunyaai kesadaran politik dan tidak mempunyai orientasi politik. Jika sebgai suatu sistem yang utuh, politik mempunyai sub-sub sitem masukan, proses akan kweluaran, maka masyarakat pemilik budaya parokila, sama

sekali tidak pernah mengharapkan apa pun dari politik sebagai masukan, politik seabagai prosesndan politik sebagai keluaran. c. Budaya Politik Subjektif

Suatu masyarakat dikatakan mempunyai budaya politik subjetif, manakala keasadaran dan orientasi politiknya hanya terbatas pada keluarannya saja. Padahal, sebagai suatu sistem yang utuh, politik mempunyai sun-sub sistem, keluaran dan proses. Masyarakat pemilik budaya demikian, sekedar sebagai pelaksana saja terhadap keputusan-keputusan politik yang dihasilkan oleh elit politiknya. Sama sekali tidak punya konsekuensi terhadap politik sebagai masukan dan proses. Karena itu, umumnya tidak memberikan masukan-masukan yang berkaitan dengan kebijakn yang dibuat. Mereka tidak terlibat dalam perumusan kebijakan. Mereka sekedar sebagai partisioasi dalam pelaksanaan kebijakan.

d. Budaya Politik Partisipator

Masyarakat yang mempunyai kesadaran politik tinggi adalah masyarakat yang mempunyai budaya politik partisipatoris. Mereka tidak saja terlibat dalam kencah politik dalam pengertian keluaran, melainkan juga sekaligus aktif menjadi partisipan dalam politik sebagai masukan dan proses. Mereka aktif memberikan masukan-masukan terhadap kebijakan dan dievalusai. Mereka juga tidak diragukan oleh kebijakan yang dibuat.

Dalam dokumen Buku Daras Kebijakan Pendidikan (Halaman 99-103)